rahma.syndromeAvatar border
TS
rahma.syndrome
Rental Pacar (Fiction)


Chapter 1

Malam sudah semakin larut, semua orang sudah terhanyut dalam mimpi indahnya. Namun berbeda dengan Aqila yang masih berkutat dengan tugas kuliahnya. Hening menyelimuti malam, sesekali suara keyboard terdengar lirih namun pasti.

Jam sudah menunjukan pukul 23.30 WIB, tapi Aqila masih berkutat dengan tugas-tugas kuliahnya. Tugas yang harus dikumpulkan besok pagi membuat Aqila mau tak mau harus begadang. Ia begitu fokus dan mengabaikan ponselnya yang beberapa kali berbunyi menandakan ada pesan.

Sesekali Aqila membuka internet untuk mencari referensi. Tapi, seketika matanya membulat ketika melihat sebuah iklan rental pacar.

“Rental pacar?” gumam Aqila lirih.

Aqila baru saja putus dari Delon satu minggu yang lalu. Dan sialnya, minggu depan Aqila harus menghadiri pernikahan teman SMAnya dulu. Mau tak mau tentu Aqila harus mencari pasangan untuk sekedar di bawa kondangan.

Seketika Aqila melupakan tugasnya dan ia justru membuka iklan tersebut. Ternyata iklan tersebut mengarah ke sebuah website.

Devil Rent. Datang dan temukan pacar idaman anda disini.

Aqila membaca setiap tulisan yang tertera di website tersebut. Matanya begitu teliti dan sesekali tersenyum sendiri. Dengan cekatan, Aqila segera mencatat nomor Hp yang tertera di website tersebut.

“Pulang kuliah gue harus cari alamat ini!” ucap Aqila dengan pasti.

Setelah ia menutup laman Devil Rent, ia kembali melanjutkan tugasnya yang sempat tertunda tadi.

Keesokan harinya, Aqila benar-benar mencari alamat Devil Rent  dan mendatanginya. Ia mengendarai mobilnya selama satu jam sampai akhirnya sampai disebuah bangunan berlantai dua. Dengan pasti Aqila melangkahkan kakinya menuju ke bangunan tersebut, namun saat dipintu masuk, Aqila dicegat oleh seorang satpam.

“Maaf mba, sebelum masuk harus menunjukan KTP terlebih dulu,” kata Satpam tersebut.

Dengan cepat Aqila segera mengambil dompetnya dan menyerahkan KTP.

“Ini mba, silahkan masuk,” ujar satpam tersebut seraya menyerahkan KTP Aqila kembali.

Sesampainya didalam, Aqila dibimbing untuk bertemu dengan pemilik Devil Rent tersebut.

Aqila diberi selembar formulir untuk diisi data dirinya. Selain data diri, ia juga diminta untuk mengisi kriteria pacar idamannya dan untuk kepentingan apa ia menyewa pacar. Tentu saja ini bukan hal yang sulit bagi Aqila, karena ia sudah memikirkan kriteria yang pas untuk pacar yang akan dibawa ke kondangan.

Tarif yang harus dibayarkan oleh Aqila untuk satu harinyanya yaitu delapan ratus ribu. Awalnya Aqila sedikit bingung harus menyewa berapa hari. Tapi akhirnya ia memutuskan untuk menyewa satu hari saja tepat saat kondangan. Setelah semua selesai, Aqila pulang dan besoknya disuruh untuk datang kembali.

Dirumah, Aqila sesekali menebak laki-laki seperti apa yang akan ia temui besok sebagai pacar sewanya. Apakah ia tampan? Baik? Atau justru sebaliknya? Entahlah.

Jasa sewa pacar yang Aqila kunjungi kemarin ternyata sudah berdiri sejak tiga tahun lalu. Dan menurut testimoni dari website yang Aqila baca, kualitas dari pacar sewaan sudah tidak diragukan lagi karena selain tampan dan cantik, mereka juga profesional.

Aqila tergolong wanita cantik dan mudah dalam mencari pacar, tapi untuk kali ini, ia lebih memilih untuk menyewa pacar karena ia sedang jenuh dengan sebuah hubungan yang disebut pacaran. Hubungannya yang kandas dengan Delon karena orang ketiga membuatnya enggan untuk membuka hati terlebih dahulu dan memilih untuk sendiri agar lebih fokus pada kuliahnya.

Sesuai janjinya dengan founder rental pacar, Aqila mendatangi tempat tersebut untuk menemui laki-laki yang akan menjadi pacar sewanya. Senyuman Aqila seketika mengembang melihat laki-laki yang berjalan ke arahnya. Benar-benar sesuai keinginan dan seleranya. Laki-laki tampan dengan kulit putih dan tinggi. Tubuhnya yang atletis membuatnya terlihat begitu sempurna dimata Aqila.

Aqila memalingkan wajah dan menyadarkan dirinya bahwa yang terlihat didepannya merupakan pacar sewa bukan pacar asli.

“Hai,” sapa laki-laki tersebut.

Aqila hanya tersenyum menanggapinya, lidahnya begitu kelu untuk sekedar membalas sapaan lelaki yang ada di depannya tersebut.

Ini kenapa gue yang gugup. Batin Aqila.

“Rangga,” ucap lelaki tersebut sambil mengulurkan tangannya.

Aqila menyambut uluran tangan Rangga seraya tersenyum. Setelah berkenalan, mereka berdua sedikit mengobrol untuk lebih mengenal satu sama lain. Setelah dirasa cukup, Aqila berpamitan untuk pulang.

“Jemput gue jam 7 malem ya,” ucap Aqila sebelum melangkah keluar.

“Eh tunggu,” Rangga menyusul Aqila yang sudah berjalan beberapa langkah.

“Ada apa?” tanya Aqila heran.

“Lo kan sewa gue sehari, kalo gue cuma nemenin lo kondangan itu berarti bukan sehari.” Ucap Rangga.

Dalam hati Aqila membenarkan kata-kata Rangga. Rugi juga gue bayar delapan ratus ribu. Batin Aqila.

“Ya udah gini aja, lo anterin gue ke kampus dulu terus abis itu kita jalan-jalan,” Aqila memberi saran.

“Lo selesai kelas jam berapa emang?” tanya Rangga bingung.

“Gue cuma ngampus bentar doang,” sahut Aqila sambil melangkah lagi untuk keluar dan pulang.

“Oke,” sahut Rangga.

 



-END-
Diubah oleh rahma.syndrome 29-01-2021 16:00
adirogerxxx
adirogerxxx memberi reputasi
1
1.5K
16
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
rahma.syndromeAvatar border
TS
rahma.syndrome
#14
Chapter 16
Perlahan Aqila membuka matanya, ia menatap langit-langit dengan seksama. Setelah itu ia mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut ruangan. Matanya menyipit mencari tahu ada dimana ia sebenarnya. Ingatannya kembali saat ia dan Delon sedang berada di dalam mobil dan mengalami kecelakaan.

Aqila terkejut ketika melihat Rangga sedang tertidur di sampingnya. Kepalanya di letakkan di tepi ranjang dengan tumpuan lengannya. Raut wajahnya terlihat lelah. Aqila memperhatikan dengan seksama, dengan hati-hati jarinya menyentuh pipi Rangga.

Tak lama kemudian Rangga terbangun dan menatap Aqila. Ekspresinya sulit diartikan, sorot matanya sayu.

“Qil,” panggilnya dengan lirih.

“Lo udah bangun?” tanyanya. Rangga segera duduk tegak dan meraih tangan Aqila. Ia menggenggamnya erat.

Aqila menarik sudut bibirnya sedikit berusaha tersenyum. Tubuhnya masih lemah sehingga ia tidak mampu menggerakkan bibir untuk mengucapkan sepatah kata.

Melihat Aqila tersenyum, Ranga pun ikut tersenyum. Ia berusaha terlihat baik-baik saja di depan Aqila.

“Ya udah lo istirahat dulu aja. Gak usah banyak gerak,” ujar Rangga lembut sambil membelai puncak kepala Aqila.

Aqila hanya mengangguk lemah. Ia mencoba memalingkan wajahnya untuk melihat Delon. Namun nihil, ia tak menjumpai Delon ada di ranjangnya.

“Delon,” suara Aqila sangat lirih, hampir saja tidak terdengar oleh Rangga.
Rangga bingung harus memulai dari mana. Ia tak sanggup jika harus menceritakan sekarang. Ia takut kondis Aqila kembali memburuk ketika mendengar kabar bahwa Delon meninggal.

“Udah istirahat dulu aja, gue mau ngabarin ke mama lo kalo lo udah sadar,” sahut Rangga seraya beranjak dan segera menelepon mama Aqila.

Setelah selesai menelepon, Rangga kembali duduk dan mengelus-elus puncak kepala Aqila dengan lembut. Aqila hanya menatapnya tanpa berkomentar apa-apa.

Setelah cukup lama, kedua orang tua Aqila akhirnya datang. Mereka segera menghampiri Aqila dan tersenyum bahagia karena pada akhirnya Aqila tersadar dari tidur panjangnya.
Setelah merasa tenaganya sedikit pulih, Aqila berusaha menanyakan Delon kepada mamanya.

“Mah,” panggilnya.

“Iya sayang, kamu butuh apa?” tanya mamahnya lembut.

Rangga dan Papa Aqila duduk di sofa memperhatikan mereka berdua.

“Delon mana?” tanya Aqila lirih.

Deg, mama Aqila kaget mendengar pertanyaan putri semata wayangnya itu. Ia bingung harus menjawab apa. Ia menoleh ke arah Rangga dan suaminya.

Papa Aqila mengangguk menandakan bahwa ia menyuruh untuk mengatakan apa yang sebenarnya terjadi.

“Delon udah gak ada,” jawab mama Aqila dengan hati-hati berharap tidak menyakiti hati Aqila.

“Delon udah sembuh?” tanya Aqila tidak mengerti.

Mama Aqila menggeleng. “ Enggak, Delon meninggal beberapa hari yang lalu.”

Dada Aqila sesak, tanpa sadar air matanya keluar membasahi pipi mulusnya. Tangannya meremas seprai dengan kuat. Ia merasakan tubuhnya bergetar.

Mama Aqila panik melihat kondisi Aqila.

“Sayang kamu gak apa-apa?” tanya mama Aqila dengan suara bergetar.

Tubuh Aqila bergetar, ia menangis pilu sambil memejamkan matanya. Rasanya ia tak sanggup menahan semua ini.

***

“Sah,” semua orang serempak mengucapkan kata sah.

Hari ini Aqila menikah dengan Rangga di rumah sakit. Ia tak mempunyai pilihan lain selain menyetujui permintaan Mamanya. Ya, mama Aqila meminta agar Aqila menikah dengan Rangga.

Awalnya Rangga menolak karena Aqila tidak mencintainya. Tapi Mama Aqila meyakinkan Rangga bahwa Aqila akan bisa mencintainya karena mereka pernah dekat. Mama Aqila membuat pilihan tersebut karena ia tidak mau mebatalkan rencana pernikahan begitu saja sedangkan semuanya sudah siap.

Prosesi akad dilakukan di rumah sakit, sedangkan resepsi akan dilaksanakan di gedung, hanya saja tanggalnya yang di ubah.

Beberapa hari kemudian, Aqila diperbolehkan pulang. Rangga memboyong ke rumahnya dan tinggal bersama neneknya.

Nenek Rangga menyambut kedatangan mereka dengan senang hati. Ia sudah memasak untuk mereka dan sudah menyiapkan kamar.

Aqila segera memeluk Nenek Rangga dan mencium tangannya, begitu juga dengan Rangga. Setelah itu mereka makan siang bersama. Hanya ada suara denting sendok dan piring yang terdengar.

“Nanti kalian nempatin kamar atas, udah nenek siapin semuanya,” ujar nenek setelah selesai makan.

“Iya Nek terimakasih. Maaf udah ngrepotin,” ujar Aqila karena merasa tidak enak.

“Gak apa-apa, nenek seneng kok, rumah jadi rame,” ujar nenek sambil tersenyum senang.

Setelah itu mereka mengobrol, bercerita banyak hal. Mulai dari kehidupan kecil Rangga, kehidupan sang Nenek, sampai menceritaka kebun dan peternakan yang dikelola.

Ketika hari sudah semakin sore, Aqila pamit untuk mandi dan beristirahat sejenak.

Setelah mandi, Aqila duduk termenung di tepi ranjang. Pikirannya tak karuan. Memikirkan Delon, kehidupanya sekarang, dan memikirkan perasaanya terhadap Rangga.

Tiba-tiba Rangga muncul dari balik pintu dan berjalan ke arah Aqila. Ia duduk di samping Aqila sambil mengamatinya sengan seksama.

“Maafin gue Qil,” ujar Rangga lirih.

“Buat?” Aqila menoleh dan menatap Rangga dengan intens.

“Maaf karena lo harus nikah sama gue, lo boleh minta cerai kapan aja kok Qil, gue rela,” ujar Rangga dengan serius.

Aqila menghela nafas sejenak. Ia meraih tangan Rangga dan menggenggamnya dengan erat.

“Jodoh, rezeki, dan maut itu udah ada yang ngatur. Gue bisa berencana buat nikah sama siapa aja, tapi Tuhan juga punya rencana buat gue. Apa yang emang bukan buat gue pasti akan hilang, gitu juga sebaliknya Ga. Jujur gue masih belum terima kalo Delon ninggalin gue, tapi gue juga gak bisa putus asa gitu aja.” Ujar Aqila dengan lembut.

“Ga, mungkin sekarang gue belum bisa cinta sama lo. Tapi gue bakal belajar untuk mencintai lo dengan tulus. Gue akan berusaha jadi isteri yang baik buat lo dan jadi ibu yang baik untuk anak kita kelak. Gue cuma butuh waktu, lo mau kan nunggu gue?” tanya Aqila dengan senyum manis yang menghiasi wajahnya.

Rangga menghembuskan nafas lega. Ia tak menyangka bahwa Aqila akan setegar dan sekuat itu.

“Makasih Qil, gue akan nunggu lo dan gue juga akan jadi yang terbaik buat lo,” ucap Rangga.
Aqila melepaskan genggaman tangannya dan memeluk Rangga dengan erat. Ia tak mampu lagi menahan air matanya yang sudah menggenang di pelupuk mata. Ia bersyukur karena Rangga bisa menunggu dan menerimanya.

Rangga pasti akan menunggu sampai Aqila bisa benar-benar mencintainnya. Tanpa paksaan dan tanpa tuntutan. Kita harus belajar agar tidak memaksa orang yang kita cintai untuk mencinta kita, itulah yang saat ini Rangga pikirkan.


0