ffsuperteamAvatar border
TS
ffsuperteam
Dia Pergi... Dia Kembali... (She's Gone... She's Back)


Bismillahirrahmanirrahim
Assalamualaikum wr. wb.


Halo semuanya penghuni forum SFTH emoticon-Big Grin, selamat datang di trit pertama ane yang sederhana ini emoticon-Big Grin . Disini ane akan mencurahkan hobi ane yang suka buat cerita. Walau ane sama sekali bukan seorang penulis apalagi seorang novelis, tapi akan ane coba buat cerita yang menarik dan ga membosankan emoticon-Big Grin (kalo bosan ya maapin). Ane akan usahain buat tulisan yang rapi dan kaya ala ala novel gitu emoticon-Big Grin . Cerita ini tentang drama, cinta dan tragedi dan ini 100% fiksi tanpa ada pengalaman ane sebelumnya. Untuk rules sama aja kaya yg ada di SFTH. Maaf kalo updatenya lama karna ane ga punya koneksi internet yang memadai, so pantengin terus trit ane. Jangan lupa rate 5 dan cendolnya ya gan ! emoticon-Smilie



Q&A

Quote:



Kesamaan cerita, tokoh maupun tempat adalah hal yang kebetulan semata. Mohon dipatuhi peraturan yang ada di SFTH. Kritik dan saran sangat diapresiasi.


emoticon-Toast& emoticon-Rate 5 Star



Quote:



Quote:



PROLOGUE

Masalah. Ga ada satupun satupun manusia di dunia ini yang ingin tertimpa masalah, apalagi sampai bertubi – tubi. Walaupun kita berusaha menghindar kita pasti selalu berhasil ditemukan. Walaupun kita lari kita pasti akan dikepung. Masalah, mereka ibarat seekor anak kucing yang jika diberi makan sedikit saja akan selalu mengejar, selalu datang, tak pernah berhenti. Kita layaknyatikus yang kabur berlarian dikejar kucing menyembunyikan diri di kegelapan menunggu sang kucing pergi meninggalkan kita.

Akan kuceritakan sedikit tentangku. Namaku Fahriz. Aku tidak tampan tapi tidak buruk – buruk juga, singkatnya tidak ganteng juga tidak jelek. Aku juga bukanlah orang yang kaya, alih alih miskin turun temurun. Masalah ekonomi, sosial, uang, makan, tempat tinggal, pendidikan sudah menjadi hal yang tak terelakkan, bahkan orang yang tidak miskin pun tahu apa itu masalah bedanya mereka tak merasakan hal yang orang miskin alami. Tapi aku tidak akan menceritakan seluruh masalahku. Lalu bagaimana cerita ini dimulai ? Masalah ini dimulai ketika seorang wanita datang ke hadapanku. Memberikanku jalan keluar yang begitu terang benderang hingga menyilaukan mata. Saking terangnya hingga membuat aku tak bisa melihat. Hingga aku menyadari kalau itu bukanlah jalan keluar, itu tak lebih buruk dari kehidupanku sebelum bertemu dengannya.

Ini bukan salahku, tapi ini juga bukan salah mereka. Mungkin sudah waktunya aku untuk menghadapinya. Keluar dari balik selimut yang nyaman dan menghadapi dunia layaknya seorang yang begitu pemberani. Tapi tidak ada orang yang tidak punya rasa takut termasuk aku. Aku bukan lagi anak kecil yang berlindung dibalik punggung ibunya. Aku sudah dewasa, sekarang akulah yang harus melindungi diriku sendiri. Jadi segera akhiri segera akhiri ini, so let’s begin the story !

Diubah oleh ffsuperteam 19-11-2017 13:35
anasabila
anasabila memberi reputasi
1
15.8K
87
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
ffsuperteamAvatar border
TS
ffsuperteam
#50
VII – WHAT I MISS


Back to the past..... hari kelulusan.

“Selanjutnya adalah pengumuman tiga besar juara umum. Dan bagi namanya yang disebutkan silahkan naik ke atas panggung bersama kedua orang tuanya untuk menerima piala beserta medali sebagai juara umum di sekolah. Penerimaan piala dan pengalungan medali akan langsung dilakukan oleh Bapak Rahmat Setiawan selaku kepala sekolah.”

“Dan yang pertama sebagai juara ketiga adalah.... Dimas Syahputra. Untuk Dimas Syahputra berserta kedua orang tuanya dipersilahkan untuk maju ke depan. Untuk Bapak Rahmat dipersilahkan untuk mengalungkan medali dan memberikan piala. Selanjutnya yang berhak sebagai juara kedua adalah...........”

“............dan yang terakhir adalah pengumuman juara pertama. Yang berhak sebagai juara pertama adalah.... Marcella Hasya Raini. Untuk Marcella Hasya Raini berserta kedua orang tuanya dipersilahkan untuk maju ke depan.”

“Maaf, sekali lagi kami panggilkan murid bernama Marcella Hasya Raini sebagai juara pertama untuk maju dan naik ke atas panggung. Ya, kami masih menunggu kehadirannya di atas pang.....”

“Tap, tap, tap...”

Begitu berat melangkahkan kaki untuk pergi kesana. Dengan puluhan pasang mata yang menyaksikanku berjalan. Hanya bisa menunduk menghindari tatapan mereka. Berusaha menambah kecepatan berjalanku berharap ini segera berakhir. Begitu banyak orang disini tetapi aku merasa sendiri. Ya, tak ada yang mendampingi dibelakangku. Membuat orang – orang bertanya – tanya ada apa sebenarnya. Di atas sana menebarkan senyum palsu seakan semuanya baik – baik saja, seakan aku anak yang kuat. Seakan aku.....


*******


MALU ? Tentu saja aku malu. KECEWA ? Tentu saja aku kecewa. Siapa yang tidak malu dan kecewa disaat kau seharusnya merayakan hari yang begitu membanggakan bersama orang tuamu tetapi mereka tidak ada. Padahal hanya satu hari, satu hari di hari kelulusanmu. Yang kuinginkan hanyalah bisa berbagi kebahagiaan dengan mereka berdua, orang tuaku. Apa keinginanku sebagai bocah SD ingusan ini begitu berlebihan ? Kesal rasanya punya orang tua yang tak perhatian kepadaku. Tapi sudahlah, ini sudah terjadi. Aku tak perlu mengulang 6 tahun sekolah dasar hanya untuk merasakan kelulusan lagi. Masih ada tahun - tahun yang akan datang meskipun aku tahu tak banyak yang akan berubah dengan orang tuaku.

Masa anak – anak di sekolah dasar seharusnya kuhabiskan dengan begitu banyak kesenangan, tapi yang kurasakan begitu berbeda. Tekanan untuk selalu menjadi yang terbaik terus membebaniku. Alasannya karena aku anak pertama di keluarga ini dan harus menjadi panutan bagi adik laki – lakiku satu - satunya. Tapi aku tahu maksud mereka yang sebenarnya. Mereka ingin agar keluarga ini terlihat sebagai keluarga terpandang yang tidak hanya mengandalkan materi saja tetapi juga akademis. Dan akulah yang harus menanggungnya. Aku menerima semua permintaan orang tuaku yang menginginkanku sebagai anak yang sempurna tanpa ada niat sedikitpun untuk mengecewakan mereka. Semua kulakukan demi Papa dan Mamaku.

Mulai dari les private, kelas musik, kelas tari, kelas bahasa, renang, bahkan kompetisi antar sekolah hingga olimpiade aku coba. Tidak hanya itu, semua hal yang tidak ada hubungannya dengan mengejar prestasi aku buang. Tidak ada waktu untuk bermain dengan teman, tidak ada waktu untuk bersantai – santai, semua hal itu kukorbankan demi kesempurnaan prestasiku. Demi orang tuaku apapun kulakukan, tak peduli sehat ataupun sakit. Hasil demi hasil kuraih dengan kerja kerasku. Semua terasa menyenangkan bahkan aku sangat menikmati atas prestasi yang kuraih. Tapi yang kurasakan seperti ada yang kurang. Seperti kumpulan puzzle yang salah satu kepingnya hilang. Dimana orang tuaku ? Dimana Papa dan Mama yang selalu menyuruhku untuk selalu menjadi yang terbaik ? Dimana mereka ?

Tak pernah sekalipun aku melihat mereka mengungkapkan rasa bangga mereka kepadaku. Bahkan hanya mengucapkan terima kasih pun tidak. Dan yang paling menyakitkan adalah ketika hari kelulusanku. Tak ada yang mendampingiku di saat aku berdiri di depan semua orang. Saat di depan sana pun aku masih saja mengharapkan kedatangan mereka, walau pada akhirnya aku kecewa. Hari yang seharusnya begitu membanggakan berubah menjadi mengecewakan. Setelah dari acara itu, aku mengeluarkan tangisanku di kamar yang sejak di acara itu kutahan didalam hatiku sambil menebarkan senyum “tidak apa – apa”. Setiap tetesan yang keluar menimbulkan tanda tanya bagiku. Apa yang sebenarnya mereka inginkan dariku ? Apa mereka pikir hasil yang kuraih kurang memuaskan ? Apa mereka pikir ini masih kurang dan belum ada apa – apanya ? Pedih rasanya jika mengingat hal itu lagi.

Quote:


Tanganku melambai kecil saat mereka pergi dari sarapan bersama pagi ini. Hanya bisa murung mendengar tanggapan mereka. Tak ada terdengar kata maaf karena ketidakhadiran mereka di hari kelulusanku. Tak sempat juga aku bertanya, mereka sudah pergi duluan. Huft...

Papa dan Mama hanya bisa sibuk dengan pekerjaan mereka masing – masing. Mereka begitu terlarut dengan pekerjaan kantor mereka. Setiap hari aku hanya bisa melihat mereka ketika sarapan bersama, setelah itu mereka lenyap hingga malam datang. Bahkan aku tidak pernah merasakan akhir minggu yang seharusnya kuhabiskan bersama keluargaku untuk berekreasi atau sekedar jalan - jalan. Kupikir hanya aku yang merasa kecewa dengan Papa Mama, karena adikku Aldy seperti tak merasa ada yang janggal dengan tingkah laku Papa Mama. Dia layaknya anak SD kelas 3 lainnya yang masih suka bermain.

Malam tiba, dan sama seperti malam – malam sebelumnya, tidak ada Mama dan Papa. Hanya ada aku, Aldy dan Bik Sari.

“Kak Cella, bantuin Aldy dong. Aldy ada PR matematika”, Aldy datang menghampiriku yang sedang duduk di ruang tv.

“Oh, yaudah sini kakak bantuin.” Wajah polosnya sekelak mencerahkan isi hatiku yang dari tadi memikirkan orang tuaku.

“Kak, kalo nyari luas persegi panjangkan tinggal dikaliin, kalo nyari keliling itu gimana kak ?”

“Gak sulit kok. Kalo nyari keliling itu panjang sama lebarnya ditambah trus dikali dua deh.”

“Hmmm, berarti 5 tambah 9, 14 trus kali 2.... hmmm 28 kak ?”, jari-jarinya tampak dimainkan dalam menghitung.

“Pinter, itukan bisa.”

“Iya. Eh Kak, Mama sama Papa kok lama banget pulangnya ? Inikan udah malam.”

“Hmmm, kakak juga ga tau. Mungkin masih sibuk kerja di kantor.”

“Emangnya sesibuk apa sih. Hampir tiap malam Papa sama Mama ga pernah keliatan di rumah. Padahal Aldy kesepian ga ada yang nemenin Aldy main.”

Sejenak relungku terhentak. Ternyata tidak hanya aku yang merasa berjarak dengan Mama Papa, tapi Aldy juga. Tak sengaja air mataku menetes jatuh ke bawah.

“Eh, kakak kok nangis ? Kakak gak papakan ?”

“Ng, nggak kok. Kakak mau tidur dulu. Kalo Aldy udah siap langsung tidur aja ya.”

“DAAAR!”, pintu kamarku kubanting dan aku langsung terjun ke ranjangku. Aku menangis sejadi – jadinya, sekuat – kuatnya hingga tak ada yang kusembunyikan. Air mataku mengalir membasahi bantal yang kupeluk hingga ke tempat tidur. Separah inikah keluarga kami ? Hidup seperti dalam kehampaan. Aku berharap semua ini segera berakhir di malam ini.

*******


“Tok, tok, tok. Ini Bik Sari, bangun Non, ini sudah pagi. Sarapan dulu.”

“Iya Bik, bentar”, telingaku tak bisa menahan suara ketukan pintu yang memaksa tubuhku untuk bangun. Dengan mata yang masih setengah terbuka kulihat betapa berantakannya tempat tidurku. Aku membersihkan diriku bersiap – siap untuk sarapan. Di meja makan, tampak Bik Sari sedang menyiapkan sarapan.

“Bik, Papa sama Mama dimana ?”

“Tadi buru – buru pergi. Tadi juga nitip pesan sama Bibik kalo Bapak sama Ibuk pergi keluar kota selama 3 hari. Jadi pulangnya 3 hari lagi.”

Cukup, sudah cukup semua ini. Aku berlari ke kamarku dan berteriak mengeluarkan seluruh amarahku. “AAAAAAAAAAAAAAHHHHHHHHHHHH”. Kusingkirkan semua barang yang ada dimejaku, kulempar semua barang yang bisa kuraih.

“Tok, tok. Bibik boleh masuk ?”
“PRAAANG”
“JANGAN MASUK”, kulempar vas bunga ke arah pintu.

Kenapa kalian pergi meninggalkan kami ??? Tak adakah rasa rindu kalian untuk bertemu dengan anak kalian ini ??? Beginikah hidup dengan keluarga kaya ??? Jika begini, aku tidak ingin terlahir di keluarga kaya. Aku tak butuh harta dan kekayaan, yang kubutuh hanya kasih sayang dan kehangatan pelukan kedua orang tuaku. Ingin rasanya mengakhiri hidup ini, tapi tak ada keberanian menghadapi kematian.

Bik Sari datang menghampiriku yang sedang menangis tersungkur di lantai. Ia memelukku mencoba menenangkanku. Kehangatan pelukan benar – benar..... yang kurindukan.


*******************************************





Quote:

0