Hati ke Hati Menata Hati



Taukah kamu apa lebih menyedihkan daripada sebuah perpisahan? Adalah penyesalan! Benarkah demikian?

Sebuah pertanyaan yang memiliki banyak jawaban. Hingga terkadang semua jawaban itu akhirnya hanya bisa diam tanpa kata.


Bibir terkunci diam tanpa kata hanya saja berisik dikepala. Lantas Jika Rindu Ini Sebatas Kata Mengapa Sakitnya Begitu Terasa? Jawab!




Saat hatimu menanggung rindu yang kian serat haruskah menyesal tersebab tidak bisa bersabar lebih lama, tidak bertahan sedikit lagi, memutuskan dengan tergesa dan merana karena kini menjadi asing untuk satu sama lain?



"Seandainya kamu lebih dulu menahanya, apakah kalian tidak akan berakhir dengan sia-sia? Jika kamu mengalah lebih banyak, apakah kalian akan tetap bersama hingga kini? Bila kamu menolak mengikuti hati nurani, apakah perpisahan tidak akan pernah menjadi pilihan?"


Tiada lagi kabar yang bisa dicari atau sebenarnya jelas didepan mata hanya tidak bisa menyapa? Beritanya benar-benar tenggelam, hilang dalam pandangan. Sisa-sisa jejak kakinya pun kini telah samar dan memudar.

Hari-hari terlalui pelan-pelan ingatan tentangnya memudar. Berusaha mengingatnya sekuat tenaga hanyalah tangis yang tumpah-ruah hingga air mata mengering.

Asudahlah kali ini, rindu benar-benar menyiksa dan kamu baru bisa menuliskannya dengan baik setelah perpisahan benar-benar menyentuh kalian.

Ingin rasanya kamu menjerit berteriak:

"Aku kalah"

Sayangnya nurani menolak, menyadari bahwa semua yang terjadi adalah skenario Sang Maha Sutradara Kehidupan

Seringkali keadaan paling rumit menyeretmu untuk menunduk dan belajar jadi diri yang dewasa, hangat dan bener-bener percaya bahwa manusia tidak bisa apa-apa tanpa seknario Sang Maha Sutradara Kehidupan.

Rasanya kamu ingin berlari hanya saja kaki terhenti. Ingin berteriak sekencang mungkin hanya saja tidak bersuara.


Benarkah Kepergian Akan Meninggalkan Pesakitan?



Ada pertemuan sudah pastinya ada perpisahan. Hanya saja kepergian akan selalu mengorbankan banyak hal, termasuk kamu dan hatimu. Maka perlahan wajarkanlah, hidup terus berjalan dan berputar dengan segala datang dan pergi yang silih berganti.


Sebuah pertanyaan muncul, dimana sesuatu yang memiliki sebuah kepastian itu berada? Pikirankanlah.




Apakah pada dawai yang kerap meninggalkan gurat makna dalam nyanyiannya ataukah dalam bening air mata yang menegaskan bahwa rasa tulus memang memiliki kepastian dan tidak perlu dipertanyakan, mengapa begitu?

Cobalah menerka apa jawaban sebenarnya!

Apakah pada rangkaian aksara yang terjeda pada titik dan koma ataukah dalam paragraf cerita kehidupan dalam setiap lembaran berbeda?


Adakah jawaban yang pasti? Entahlah. Hanya saja kepastian hanya milik Allah Maha Sutradara Kehidupan.


Sementara manusia hanya bayang-bayang dari pikiran dan perbuatanya sendiri.




Bagi siapapun yang membaca ini thread, apakah kamu sedang mengalami seperti tertulis di atas? Jika iya maka renungkan cerita ini.

Suatu hari dalam perjalanan seorang guru memerintahkan muridnya untuk mengambil air. Hanya saja air itu baru saja diinjak-injak oleh derap kaki kuda yang baru saja melewati jalan tersebut.

"Airnya sangat keruh guru karena baru saja diinjak-injak kaki kuda. Apa yang harus dilakukan Guru?"

"Biarkan saja! Tidak perlu melakukan apapun, agar airnya jernih sendiri," jawab Guru dengan tersenyum.


Hadapi, nikmati dan syukuri dengan segala apa yang terjadi. Sadari apapun yang sudah terjadi adalah bagian dari proses perjalanan kehidupan.

Saat air itu keruh seperti pikiranmu yang gaduh, jika mengaduknya akan semakin keruh. Maka biarkan saja, nanti akan jernih sendiri dan akhirnya terlihat jelas semuanya apa yang harus kamu lakukan.

Bagaimana sahabat kaskuser punya pertanyaan lain? Yuk diskusikan disini. Belajar bersama bisa dan terimakasih.