- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
KU BUNUH ISTRIKU DEMI PELAKOR


TS
tutorialhidup
KU BUNUH ISTRIKU DEMI PELAKOR

Quote:
"Sayang, hari ini aku mau ke luar kota karena ada proyek yang harus ditangani," ucapku pada Laila--istriku--sambil menyetel jas kerja.
Aku dan Laila sudah menikah selama tiga tahun tapi belum juga dikaruniai seorang anak walaupun begitu rumah tangga kami tetap harmonis tanpa adanya gangguan dari pihak ketiga.
"Berapa lama, Mas?" tanyanya.
"Mungkin seminggu," jawabku agak tidak acuh.
"Hati-hati di sana, ya," ucapnya.
Laila sedang duduk di sisi tepian ranjang. Mata indah itu menyipit saat sebuah lengkungan terbit di bibir tipisnya. Laila lalu meraih dasi dari dalam lemari memakaikannya padaku dengan sigap seperti biasa.
Sebuah kecupan hangat kudaratkan pada keningnya lalu dengan manja wanita yang berstatus sebagai istriku itu memeluk erat tubuh ini seakan ia tidak ingin aku pergi dari sisinya.
****
Malam menyapa, menggantikan semburat indah berwarna jingga yang tadinya sempat menaungi bumi. Menggeser posisi matahari yang sudah lama menyinari bumi pertiwi, bulan muncul membawa serta cahayanya yang indah bersama tebaran bintang di angkasa. Menjadi pelita di saat gelapnya malam menyiksa raga.
Suara jangkrik berirama berpadu dengan binatang malam lainnya menambah kesan sunyi pada hari yang kian gulita. Di tengah gelapnya malam Laila tertidur di atas kasur dengan nyenyak. Remang cahaya bulan yang menyusup dari balik jendela kaca menerpa wajah ayu yang tidak pernah berubah sama sekali selama tiga tahun ini.
Dengkuran halus kentara terdengar saat kaki ini makin mendekat pada wanita cantik itu. Wajah yang teduh itu kini tengelam dalam buaian mimpi indah. Teringat kembali bagaimana gigihnya wanitaku itu menemaniku di saat cobaan-cobaan hidup yqng begitu pahit menyiksa jiwa dan raga. Namun, tak sekali pun kudapati kata kasar yang keluar dari bibir indahnya.
Ia selalu memotivasi diri ini ketika jatuh dan terpuruk dalam jurang keputus asaan. Laila, terima kasih untuk semua yang kau berikan padaku selama ini.
Kupandangi wajah cantik itu tanpa berkedip, sungguh indah ciptaanmu Tuhan. Wajah yang manis, mata sipit, bibir tipis dan kulit yang putih berpadu sempurna dengan keperibadian yang lembut. Benar-benar wanita idaman.
Perlahan tapi pasti tangan ini mulai mengusap lembut surai hitam seketiak itu. Ia sedikit terusik dan memindahkan posisi kepalanya, tanpa sadar meraih tangan ini dan menjadikannya bantal.
"Laila," lirihku.
"Engkau adalah wanita terhebat yang pernah aku temui, di kala diri ini jatuh terpuruk kau akan selalu ada untukku, di saat amarah mulai menguasai kau selalu ada sebagai penyejuk hati dan di saat kaki ini salah melangkah kau akan selalu menegur serta meluruskan dan menunjukan jalan yang benar."
"Laila, tak pernah kudapati sekali pun kata-katamu yang menyakiti hati, kesetiaan serta kepatuhanmu pada suami pasti akan membuat lelaki manapun akan menggila jika melihat kelembutan dan keindahanmu.
Meskipun selama ini kau belum bisa memberiku seorang anak tapi dirimu yang indah permai amat berharga untuk kumiliki."
Kuhembuskan napas dengan kasar, sebanarnya aku sendiri tidak tega jika harus menyakiti wanita yang dengan tabah menemaniku di saat suka maupun duka itu. Namun, aku juga ingin bahagia.
"Tapi aku juga ingin seperti pria-pria di luaran sana, Laila. Mempunyai istri dan anak-anak yang dapat melengkapi kebahagiaanku menjadi seorang kepala rumah tangga. Sayangnya kau tidak bisa mewujudkan impianku itu. Laila maafkan aku ...."
Kukeluarkan sebuah pisau yang sedari tadi sengaja kusimpan di bawah tempat tidur. Menaikan tangan ke udara dengan pisau tajam yang kilaunya menggetarkan hati lalu menancapkannya dengan bringas pada perut Laila.
Mata indah itu terbuka lebar. Ia mengerang kesakitan melihat tumpahan darah segar yabg keluar dari dalam perutnya. Tanpa ampun kusayat perut ramping itu dengan menggila bak setan jahannam yang keluar dari neraka.
Laila meraung kesakitan tapi aku malah mengeringai, puas melihatnya menderita. Bibir itu bergetar hebat merasakan sayatan demi sayatan pisau yang merobek perutnya.
"M-Mas ...." lirihnya hampir tak terdengar hingga akhirnya kejora indah itu tertutup untuk selamanya.
Merasa aksi gila dan sadisku berhasil aku lalu menghempaskan pisau yang tadi kupakai untuk membunuh Laila dengan kasar ke lantai. Menatap wajah ayu yang kini terlihat pucat itu sebab kehilangan banyak darah.
Bau anyir menyeruak memenuhi rongga hidung. Perut indah nan ramping Laila kini hancur dan robek bersimbah darah bahkan saking hancurnya ususnya pun menyembul keluar.
"Maafkan aku, Laila. Kau sudah banyak menderita saat bersamaku mungkin dengan kematian kau bisa tenang di sana walaupun itu tanpa adanya diriku."
"Hahaha ... kau memang hebat, Sayang." Seorang wanita seksi muncul dari dalam persembunyian.
Dengan pakain minim dan high heels setinggi dua senti ia menghampiriku, bibir ranum itu tersenyum indah melihat kemejaku yang kini penuh dengan noda darah yang keluar dari perut Laila.
"Sekarang kau bisa mendapatkanku, Tuan Raihan Sheptiano," ucapnya sambil bergelanyut manja di tangan kekarku.
Safira, seindah namanya ia adalah seorang wanita cantik dan juga memiliki bentuk tubuh yang indah, bibir ranum, kulit putih bersih, dan tahi lalat di hidung.
Safira wanita normal dia pasti bisa memberikanku keturunan tidak seperti Laila yang mandul itu.
"Tentu saja, Safira," ucapku tersenyum miring sambil mengelus lembut dagunya.
Kami lalu membawa jasad Laila dari dalam kamar. Menjatuhkan mayatnya dengan kasar pada lubang setinggi pinggang yang sudah kami gali sebelumnya dan mulai menutupnya dengan tanah.
Aku lalu menanamkan sebuah bunga mawar di atas makam Laila sebagai tanda terima kasih karena telah menemaniku dengan sabar selama tiga tahun ini.
Selamat tinggal istri tuaku yang malang ....
ku bunuh istriku demi pelakor part 2
ku bunuh istriku demi pelakor part 3
ku bunuh istriku demi pelakor part 4
ku bunuh istriku demi pelakor part 5
ku bunuh istriku demi pelakor part 6
ku bunuh istriku demi pelakor part 7
Aku dan Laila sudah menikah selama tiga tahun tapi belum juga dikaruniai seorang anak walaupun begitu rumah tangga kami tetap harmonis tanpa adanya gangguan dari pihak ketiga.
"Berapa lama, Mas?" tanyanya.
"Mungkin seminggu," jawabku agak tidak acuh.
"Hati-hati di sana, ya," ucapnya.
Laila sedang duduk di sisi tepian ranjang. Mata indah itu menyipit saat sebuah lengkungan terbit di bibir tipisnya. Laila lalu meraih dasi dari dalam lemari memakaikannya padaku dengan sigap seperti biasa.
Sebuah kecupan hangat kudaratkan pada keningnya lalu dengan manja wanita yang berstatus sebagai istriku itu memeluk erat tubuh ini seakan ia tidak ingin aku pergi dari sisinya.
****
Malam menyapa, menggantikan semburat indah berwarna jingga yang tadinya sempat menaungi bumi. Menggeser posisi matahari yang sudah lama menyinari bumi pertiwi, bulan muncul membawa serta cahayanya yang indah bersama tebaran bintang di angkasa. Menjadi pelita di saat gelapnya malam menyiksa raga.
Suara jangkrik berirama berpadu dengan binatang malam lainnya menambah kesan sunyi pada hari yang kian gulita. Di tengah gelapnya malam Laila tertidur di atas kasur dengan nyenyak. Remang cahaya bulan yang menyusup dari balik jendela kaca menerpa wajah ayu yang tidak pernah berubah sama sekali selama tiga tahun ini.
Dengkuran halus kentara terdengar saat kaki ini makin mendekat pada wanita cantik itu. Wajah yang teduh itu kini tengelam dalam buaian mimpi indah. Teringat kembali bagaimana gigihnya wanitaku itu menemaniku di saat cobaan-cobaan hidup yqng begitu pahit menyiksa jiwa dan raga. Namun, tak sekali pun kudapati kata kasar yang keluar dari bibir indahnya.
Ia selalu memotivasi diri ini ketika jatuh dan terpuruk dalam jurang keputus asaan. Laila, terima kasih untuk semua yang kau berikan padaku selama ini.
Kupandangi wajah cantik itu tanpa berkedip, sungguh indah ciptaanmu Tuhan. Wajah yang manis, mata sipit, bibir tipis dan kulit yang putih berpadu sempurna dengan keperibadian yang lembut. Benar-benar wanita idaman.
Perlahan tapi pasti tangan ini mulai mengusap lembut surai hitam seketiak itu. Ia sedikit terusik dan memindahkan posisi kepalanya, tanpa sadar meraih tangan ini dan menjadikannya bantal.
"Laila," lirihku.
"Engkau adalah wanita terhebat yang pernah aku temui, di kala diri ini jatuh terpuruk kau akan selalu ada untukku, di saat amarah mulai menguasai kau selalu ada sebagai penyejuk hati dan di saat kaki ini salah melangkah kau akan selalu menegur serta meluruskan dan menunjukan jalan yang benar."
"Laila, tak pernah kudapati sekali pun kata-katamu yang menyakiti hati, kesetiaan serta kepatuhanmu pada suami pasti akan membuat lelaki manapun akan menggila jika melihat kelembutan dan keindahanmu.
Meskipun selama ini kau belum bisa memberiku seorang anak tapi dirimu yang indah permai amat berharga untuk kumiliki."
Kuhembuskan napas dengan kasar, sebanarnya aku sendiri tidak tega jika harus menyakiti wanita yang dengan tabah menemaniku di saat suka maupun duka itu. Namun, aku juga ingin bahagia.
"Tapi aku juga ingin seperti pria-pria di luaran sana, Laila. Mempunyai istri dan anak-anak yang dapat melengkapi kebahagiaanku menjadi seorang kepala rumah tangga. Sayangnya kau tidak bisa mewujudkan impianku itu. Laila maafkan aku ...."
Kukeluarkan sebuah pisau yang sedari tadi sengaja kusimpan di bawah tempat tidur. Menaikan tangan ke udara dengan pisau tajam yang kilaunya menggetarkan hati lalu menancapkannya dengan bringas pada perut Laila.
Mata indah itu terbuka lebar. Ia mengerang kesakitan melihat tumpahan darah segar yabg keluar dari dalam perutnya. Tanpa ampun kusayat perut ramping itu dengan menggila bak setan jahannam yang keluar dari neraka.
Laila meraung kesakitan tapi aku malah mengeringai, puas melihatnya menderita. Bibir itu bergetar hebat merasakan sayatan demi sayatan pisau yang merobek perutnya.
"M-Mas ...." lirihnya hampir tak terdengar hingga akhirnya kejora indah itu tertutup untuk selamanya.
Merasa aksi gila dan sadisku berhasil aku lalu menghempaskan pisau yang tadi kupakai untuk membunuh Laila dengan kasar ke lantai. Menatap wajah ayu yang kini terlihat pucat itu sebab kehilangan banyak darah.
Bau anyir menyeruak memenuhi rongga hidung. Perut indah nan ramping Laila kini hancur dan robek bersimbah darah bahkan saking hancurnya ususnya pun menyembul keluar.
"Maafkan aku, Laila. Kau sudah banyak menderita saat bersamaku mungkin dengan kematian kau bisa tenang di sana walaupun itu tanpa adanya diriku."
"Hahaha ... kau memang hebat, Sayang." Seorang wanita seksi muncul dari dalam persembunyian.
Dengan pakain minim dan high heels setinggi dua senti ia menghampiriku, bibir ranum itu tersenyum indah melihat kemejaku yang kini penuh dengan noda darah yang keluar dari perut Laila.
"Sekarang kau bisa mendapatkanku, Tuan Raihan Sheptiano," ucapnya sambil bergelanyut manja di tangan kekarku.
Safira, seindah namanya ia adalah seorang wanita cantik dan juga memiliki bentuk tubuh yang indah, bibir ranum, kulit putih bersih, dan tahi lalat di hidung.
Safira wanita normal dia pasti bisa memberikanku keturunan tidak seperti Laila yang mandul itu.
"Tentu saja, Safira," ucapku tersenyum miring sambil mengelus lembut dagunya.
Kami lalu membawa jasad Laila dari dalam kamar. Menjatuhkan mayatnya dengan kasar pada lubang setinggi pinggang yang sudah kami gali sebelumnya dan mulai menutupnya dengan tanah.
Aku lalu menanamkan sebuah bunga mawar di atas makam Laila sebagai tanda terima kasih karena telah menemaniku dengan sabar selama tiga tahun ini.
Selamat tinggal istri tuaku yang malang ....
ku bunuh istriku demi pelakor part 2
ku bunuh istriku demi pelakor part 3
ku bunuh istriku demi pelakor part 4
ku bunuh istriku demi pelakor part 5
ku bunuh istriku demi pelakor part 6
ku bunuh istriku demi pelakor part 7
Diubah oleh tutorialhidup 02-09-2020 06:17






lumut66 dan 18 lainnya memberi reputasi
11
5.4K
Kutip
85
Balasan
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan