naorbisAvatar border
TS
naorbis
Sejarah Singkat Peternakan di Indonesia

Mengembangbiakkan dan pemeliharaan hewan ternak untuk mendapatkan manfaat dan hasil dari kegiatan tersebut adalah arti dari sebuah peternakan. Hewan yang paling banyak diternakkan biasanya adalah sapi, ayam, kambing, domba dan babi, walaupun tidak menutup kemungkinan hewan-hewan laininya. Hasil yang di dapat dari kegiatan berternak antaranya adalah daging, susu, telur dan bahan pakaian (seperti wol atau kulit).


Hal-hal yang termasuk kegiatan beternak antara lain pemberian makanan, pemuliaan atau pengembangbiakan untuk mencari sifat-sifat unggul, pemeliharaan, penjagaan kesahatan dan pemanfaatan hasil. Secara umum peternakan bisa di bagi menjadi tiga jenis yaitu peternakan ekstensif, intensif dan semi intensif yang merupakan gabungan keduanya. Dalam peternakan ekstensif, hewan dibiarkan berkeliaran dan mencari makan sendiri, kadang di lahan yang luas, dan kadang dengan pengawasan agar tidak dimangsa. Sedangkan dalam peternakan intensif, hewan dikandangkan dalam gedung berkepadatan tinggi, makanannya dibawa dari luar, dan hidupnya diatur agar memiliki produksi dan efisiensi tinggi dan hal ini umum di peternakan-peternakan di negara maju.


Dalam sejarahnya manusia mulai membudidayakan hewan atau domestikasi hewan sekitar tahun 13.000 SM. Berbagai jenis hewan di berbagai penjuru dunia mulai di domestikasi pada tahun-tahun tersebut. Berbagai jenis hewan mulai didomestikasi pada saat dan tempat yang berbeda-beda dalam sejarah. Selain hewan ternak yang telah disebutkan di atas, hewan-hewan seperti kuda, kerbau, unta, llama, alpaka, dan kelinci juga diternakkan di beberapa belahan dunia. Peternakan juga meliputi budidaya perairan untuk memelihara hewan air seperti ikan, udang, dan kerang. Peternakan serangga juga dilakukan di beberapa tempat, seperti peternakan lebah, ulat sutra, bahkan jangkrik yang dijadikan makanan di Thailand dan beberapa negara lain.


Selain dampak baik peternakan dimana manusia bisa memenuhi kebutuhannya, ada juga dampak buruk akibat peternakan yang mulai dikeluhkan di berbagai belahan dunia. Kegiatan peternakan membutuhkan banyak air dan lahan, baik untuk hewan ternak maupun untuk tanaman yang ditumbuhkan sebagai makanannya. Selain itu, hewan ternak mengeluarkan emisi gas rumah kaca seperti metana (CH4), dinitrogen monoksida (N2O), dan karbon dioksida (CO2). Muncul juga kekhawatiran akan kesejahteraan hewan terutama seiring meningkatnya peternakan pabrik.


Di Indonesia sendiri sejak zaman VOC, peternakan sudah dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan VOC di Nusantara. Disaat itu, pengembangan kuda dilakukan untuk tantara “kompeni” untuk mengangkut beban dalam melaksanakan perang baik terhadap kerajaan yang ada di Indonesia maupun terhadap bangsa asing. kuda juga diperlukan bagi bangsawan Belanda yang ada di Indonesia sebagai kuda tunggangan dan menarik kereta. Kerbau dan sapi pun mendapat perhatian dari VOC untuk memenuhi kebutuhan daging konsumsi orang-orang VOC yang tinggal di Indonesia.


Setelah pemerintah Belanda mengambil kendali kekuasaan di Nusantara dari VOC, Pemerintah Hindia Belanda melakukan sejumlah langkah untuk mengembangkan peternakan. Pada Tahun 1806 Pemerintah Hindia Belanda mendatangkan sapi Benggala dari India untuk keperluan perkebunan tebu di Indonesia.


Di zaman pendudukan Jepang, urusan peternakan seperti terbengkalai. Semua yang dibuat oleh pemerintah Hindia Belanda tidak berlaku bagi Jepang. Pada zaman penjajahan jepang pembinaan peternakan hampir tidak dilakukan. Pada era Orde Lama, salah satu tujuan pembangunan nasional adalah untuk meningkatkan produksi pangan rakyat termasuk pangan hewan, daging, telur dan susu yang merupakan pangan sehat dan cerdas. Kegiatan-kegiatan pembangunan peternakan untuk memproduksi daging, telur dan susu di era Orde Lama antara lain Kasimo Plan, kegiatan inseminasi buatan dan semboyan 4 sehat 5 sempurna.


Pada era Orde baru tepatnya tanggal 3 November 1966, struktur organisasi Direktorat Jenderal Kehewanan dibentuk. Struktur organisasinya terdiri dari tiga unit eselon II yaitu (1) Sekretariat Direktorat Jenderal, (2) Direktorat Peternakan dan (3) Direktorat Kesehatan Hewan (Keswan). Dalam masa ini terjadi pengembangan besar-besaran dalam peternakan, dimana banyak sekali peraturan pemerintah baik itu melalui SK maupun Keputusan Menteri yang berhubungan dengan peternakan.


Masa pasca reformasi, tidak ada perubahan signifikan yang terjadi dalam sistem peternakan di Indonesia kalau dibandingkan dengan negara-negara lain, buktinya adalah derasnya keran impor untuk memenuhi kebutuhan daging peternakan khususnya sapi. Australia sendiri merupakan sumber dari 90,06 persen impor sapi hidup dan 46,70 persen impor daging sapi dan jeroan. Selandia Baru merupakan sumber impor 32,52 persen daging sapi dan jeroan. Negara-negara lain yang termasuk eksportir daging sapi ke Indonesia, dengan jumlah yang lebih kecil, adalah Amerika Serikat dan Kanada.


Sumber






Diubah oleh naorbis 08-05-2020 04:50
saoto
krd17
eddiesangadjie
eddiesangadjie dan 139 lainnya memberi reputasi
140
6.6K
103
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan