- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Minyak Goreng Curah Dilarang 2020, Pengusaha: Harusnya Sejak 2014


TS
anarchy0001
Minyak Goreng Curah Dilarang 2020, Pengusaha: Harusnya Sejak 2014
Quote:
Minyak Goreng Curah Dilarang 2020, Pengusaha: Harusnya Sejak 2014
Anisa Indraini - detikFinance
Minggu, 06 Okt 2019 18:02 WIB
Anisa Indraini - detikFinance
Minggu, 06 Okt 2019 18:02 WIB

Jakarta - Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga angkat bicara terkait kebijakan pemerintah yang melarang minyak goreng curah diperjualbelikan di pasar.
Menurut Sahat, peraturan Menteri Perdagangan untuk memasarkan minyak goreng dalam kemasan sebenarnya sudah ada sejak tahun 2014.
"Peraturan Menteri Perdagangan untuk memasarkan minyak goreng dalam kemasan itu sudah ada sejak tahun 2014. Namun kesiapan perusahaan minyak goreng belum siap. Jadi minta pengunduran peraturan Menteri Perdagangan itu 3 kali," kata Sahat Sinaga kepada detikcom, Minggu (6/10/2019).

Mundurnya kebijakan minyak goreng kemasan ini disebabkan masih belum siapnya industri minyak goreng untuk membuat pabrik kemasan. Pemerintah menyadari pengemasan minyak goreng butuh persiapan lebih panjang.
Akhirnya, pada tahun 2018 Assosiasi GIMNI dan AIMMI sepakat untuk memberlakukan penjualan semua minyak goreng dalam kemasan sederhana mulai 1 Januari 2020.
Kemasan sederhana ini ditujukan untuk mengganti minyak goreng curah yang disalurkan di pasar-pasar tradisional. Nantinya, minyak goreng kemasan akan dikemas dengan berat 1/4 liter, 1/2 liter dan 1 liter.
Quote:
Minyak Curah Dilarang Beredar Mulai 1 Januari 2020
CNN Indonesia | Minggu, 06/10/2019 12:20 WIB
CNN Indonesia | Minggu, 06/10/2019 12:20 WIB

Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita melarang peredaran minyak curah di pasar masyarakat mulai 1 Januari 2020. Sebagai gantinya minyak curah wajib menggunakan kemasan.
"Per tanggal 1 Januari 2020, seluruh produsen wajib menjual atau memproduksi minyak goreng dalam kemasan dengan harga yang sudah ditetapkan pemerintah dan dia tidak lagi suplai minyak goreng curah," ungkap Enggar di kawasan Sarinah, Jakarta, Minggu (6/10).
Kebijakan ini tidak dilakukan dengan masa transisi, artinya tidak ada masa uji coba untuk kurun waktu tertentu. Ia mengatakan kebijakan ini sejatinya bisa dijalankan karena pemerintah sudah memegang komitmen dari para pengusaha dari berbagai asosiasi.
Pemerintah juga sudah melakukan sosialisasi kepada distributor minyak curah dan masyarakat sebagai pengguna. Salah satunya dengan mengadakan bazar kementerian yang menjual minyak goreng dalam kemasan di bawah Harga Eceran Tertinggi (HET) Rp11 ribu per kilogram, yakni hanya Rp8.000 per kg.
Menurut Enggar, peredaran minyak curah di pasar dan penggunaan di masyarakat sangat berbahaya. Sebab, kualitas minyak tidak bisa dipertanggungjawabkan karena tidak melewati pengawasan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Saat ini, masyarakat memang masih kerap menggunakan minyak curah dalam pemenuhan kebutuhan pangan sehari-hari, khususnya masyarakat kelas bawah dan pedagang kaki lima. Data Kementerian Perdagangan mencatat setidaknya total produksi minyak goreng di dalam negeri mencapai 14 juta ton per tahun.
Dari jumlah itu, hanya 5,1 juta ton yang dipasarkan ke dalam negeri alias digunakan oleh masyarakat. Sisanya, diekspor ke luar negeri. Namun, dari 5,1 juta ton itu, hampir 50 persennya diantaranya merupakan minyak goreng curah.

Minyak curah sendiri merupakan minyak bekas pakai, seperti restoran dan warung makan besar yang kemudian dijual kepada pengumpul.
Minyak tersebut kemudian didistribusikan lagi ke pedagang pasar dalam volume grosir untuk kemudian dijual secara eceran. Biasanya, minyak curah hanya dikemas menggunakan plastik biasa.
"Minyak goreng curah tidak ada jaminan kesehatan sama sekali. Itu minyak bekas, bahkan ambil dari selokan dan sebagainya," ujarnya.
Tak hanya soal kesehatan, menurut Enggar, penggunaan minyak curah sejatinya merugikan masyarakat. Sebab, volume minyak dalam plastik sederhana sebenarnya kerap berkurang dari ketentuan penjualan.
Misalnya, minyak curah dijual dengan takaran volume 1 kg, tapi pedagang hanya memasukkan minyak goreng setara 0,9 kg di kemasan plastik atas minyak yang dipasarkannya ke masyarakat. Artinya, ada kecurangan dalam penjualan.
Kemudian, menurutnya, penggunaan minyak curah perlu ditinggalkan oleh masyarakat sebagai bentuk dukungan dari jaminan kualitas produk turunan minyak sawit mentah (Crude Palm Oils/CPO).
"Pemenuhan kebutuhan ini diharapkan dapat menangkal kampanye negatif produk CPO Indonesia dan pada saat yang bersamaan dapat meningkatkan kecintaan masyarakat akan produksi negeri sendiri," ucapnya.
Enggar mengatakan bila ada pengusaha yang masih ingin menjual minyak curah, mereka wajib melakukan proses penyulingan ulang terhadap minyak tersebut. Mesin penyulingan, katanya, sebenarnya dijual di pasar, sehingga sangat mungkin untuk digunakan.
Selain itu, ia juga menyarankan agar minyak curah tersebut tetap diawasi oleh BPOM. Dengan begitu, sambungnya, kesehatan masyarakat tetap terjamin.
"Jadi minyak di masukan ke dalam satu tempat, kemudian diisi ke botolnya dan dibayar. Itu bagus. Jadi hanya dengan itulah kita ke depan berupaya untuk menjaga kesehatan masyarakat dan harganya bisa dikontrol," terangnya.
Kendati begitu, Enggar belum bisa meramal seperti apa dampak lebih jauh dari kebijakan ini. Misalnya, apakah akan menekan tingkat daya beli masyarakat kalangan bawah yang kerap menggantungkan pemenuhan kebutuhan pangan dengan minyak curah.
Begitu pula dengan kelangsungan bisnis minyak curah yang dilakoni segelintir pengusaha saat ini. "Ya saat ini ada banyak (pengusaha minyak curah), tapi kan selama ini tidak bisa diukur," katanya.
Lebih lanjut, Enggar mengaku belum menyiapkan sanksi khusus bila peredaran minyak curah masih ada di pasar. Yang terpenting, menurutnya, sosialisasi terkait bahaya penggunaan minyak curah kepada masyarakat selaku konsumen langsung telah dilakukan.
Selain itu, kebijakan ini sudah mewajibkan pengusaha untuk mulai beralih ke kemasan premium. "Ya kami tidak perlu sanksi, yang penting tidak ada suplainya," tuturnya.
Di sisi lain, ia mengatakan kebijakan ini sebenarnya sudah diwacanakan oleh pemerintah sejak 2014, namun terus mundur karena sosialisasi yang belum menyeluruh. Namun, implementasi kebijakan ditunda karena produsen minyak goreng belum siap untuk memperluas unit pengemasan dan menumbuhkan industri pengemasan di daerah.
Quote:
Dulu kang gorengan banyak nih yang pakai ginian. 
Tapi semenjak ada Indo sama Alfa sering ada diskon sama sale minyak goreng 2 literan yang murah akhirnya berpindah ke minyak goreng kemasan.
Yang penting jgn sampe harga minyak kemasan nanti naik amburadul kalau minyak curah menghilang di pasaran.
Nanti harga makanan sejuta umat gorengan sambil ngopi senja malah makin naik harganya
Testimoni langsung beberapa pengusaha
Mantap gan, ikut memakmurkan dan mengenyangkan rakyat kecil.

Tapi semenjak ada Indo sama Alfa sering ada diskon sama sale minyak goreng 2 literan yang murah akhirnya berpindah ke minyak goreng kemasan.

Yang penting jgn sampe harga minyak kemasan nanti naik amburadul kalau minyak curah menghilang di pasaran.

Nanti harga makanan sejuta umat gorengan sambil ngopi senja malah makin naik harganya

Testimoni langsung beberapa pengusaha
Quote:
Original Posted By kangteknik►Dulu gw pernah dagang gorengan. Yang ada kebalik klo soal isi, yg kemasan itu kadang ada yg kurang, yg curah malah lebih. Gw beli curah 1lt diksh 1,100. Klo kemasan rata2 pas tapi ada beberapa yg kemasan bantal ukuranya aneh
Quote:
Original Posted By ArtisKorea►Gw punya sampingan jualan pisang goreng crispy, kalo pake minyak curah jadinya ga enak. Penurunan kualitas bener.
Mantap gan, ikut memakmurkan dan mengenyangkan rakyat kecil.
Diubah oleh anarchy0001 07-10-2019 00:52






Fey1985 dan 13 lainnya memberi reputasi
14
13.2K
Kutip
152
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan