- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Alam Lain Gunung Gede.


TS
kannazukichan
Alam Lain Gunung Gede.

Spoiler for Sinipsis:
Semula Ajiet dan Kawan-kawan mengira mendaki gunung itu hal yang mudah. Namun realita tak sesuai ekspetasi. Ada banyak kejadian aneh di sana. Kejadian yang tak bisa dijelaskan dengan logika. Setelah kedatangan kawan baru yang tak sadar hadir di tengah mereka, suasana sudah berbeda.
Tapi, ada sesuatu yang ‘ganjil’ celakanya, ternyata bukan Ajiet dan kawan-kawan saja yang merasakan. Ada mahkluk dari alam lain yang ternyata sedang berusaha mengganggu dan mencelakakan Ajit dan kawan-kawan di sana, karena mereka telah memasuki alam lain yang berada di tengah hutan Gunung Gede Pangranggo yang tidak sadar telah mereka masuki.
Setelah mengalami sendiri barulah Ajiet sadar, jika di alam manusia (Kota) peraturan dan hukum bisa dilihat. Namun di alam lain (Gunung) ada peraturan dan hukum tersendiri, di mana jika melanggarnya, maka akan celaka dan berujung pada kematian. Tapi masalahnya adalah Ajiet kehilangan kawan-kawannya di Gunung.
Bisakah Ajiet menemukan kawan-kawannya yang menghilang dan keluar dari alam lain (Gunung) tersebut dengan selamat?
Tapi, ada sesuatu yang ‘ganjil’ celakanya, ternyata bukan Ajiet dan kawan-kawan saja yang merasakan. Ada mahkluk dari alam lain yang ternyata sedang berusaha mengganggu dan mencelakakan Ajit dan kawan-kawan di sana, karena mereka telah memasuki alam lain yang berada di tengah hutan Gunung Gede Pangranggo yang tidak sadar telah mereka masuki.
Setelah mengalami sendiri barulah Ajiet sadar, jika di alam manusia (Kota) peraturan dan hukum bisa dilihat. Namun di alam lain (Gunung) ada peraturan dan hukum tersendiri, di mana jika melanggarnya, maka akan celaka dan berujung pada kematian. Tapi masalahnya adalah Ajiet kehilangan kawan-kawannya di Gunung.
Bisakah Ajiet menemukan kawan-kawannya yang menghilang dan keluar dari alam lain (Gunung) tersebut dengan selamat?
Spoiler for Prolog:
- Welcome to the jungle -
“ha…ha..ha…ha!!”
Nafasku tersengal-sengal, jantungku berpacu mengikuti irama kaki dan tangan yang terus bergerak, tapi aku tak boleh berhenti sampai sini, aku harus lari.
Kupusatkan semua tenaga yang tersisa pada media kakiku, berlari dan berlari, terabas sana terabas sini, tak ada yg kupikirkan selain berlari sekuat tenaga supaya bisa keluar dari hutan ini secepatnya.
Cahaya bulan yang tak dapat menembus rimbunnya hutan, angkuhnya pohon besar berdiri di sisi trek pendakian seolah memiliki mata dan mulut mengerikan seperti seseorang yang mengawasi setiap langkahku. Gelap, dan hitam mulai menutupi belantara, tingginya pepohonan di kanan kiri jalan setapak yang kulalui bagaikan makhluk tinggi besar yang siap membunuhku kapan saja. Setidaknya hanya ada setitik sahaya putih dari kepalaku (headlamp) yg berusaha menembus kelamnya belantara walau cahaya LED-nya sudah agak redup.
Suara-suara hewan gunung saling bersahutan dalam pekatnya hutan, jika didengar seksama suara mereka lebih menakutkan daripada suara Mba Kunti di kuburan dekat rumahku. Desiran angın sejuk yang menggesek dedaunan seolah menjadi pelengkap simphoni mengerikan yang sukses membuat kudukku berdiri.
Aku berusaha tak memerdulikannya dengan cara bersenandung, namun justru membuat suasana semakin mencekam, beruntung aku terlahir sebagai laki-laki, jika perempuan mungkin entah bagaimana nasibku kini.
Sepanjang trek pendakian tidak ada orang satu pun yg kutemui, seharusnya tempat ini ramai, tapi kenapa sepi begini? Semilir angin dingin menyerbu dari depan bisa membuat pembuluh darahku membeku, ditambah tebalnya kabut yang menghalagi jarak pandang tak membuatku goyah. Tubuhku berkeringat, tapi keringat yang keluar dari pori-pori membuat suhu tubuhku sedikit hangat.
“ADA ORANG!”
Aku melihat seorang pria sedang berdiri mengbelakangiku dengan sinar headlampdi kepala, Lega bercampur haru akhirnya ada manusia selain aku di sini, segara mungkin aku menyapanya
“MAS TOLONG SAYA MAS…ADA YG MENGEJAR SAYA MAS…”
Aku berusaha mengatur nafas agar tidak panik. Sunyi tidak ada jawaban dari si Mas berjaket hitam, berkupluk dan mengenakan sarung di hadapanku, dia membelakangiku dengan sedikit menunduk.
“Mas? Hallo?,,,”
Sekali lagi aku memanggilnya sambil menepuk pundaknya. Dingin? Kaku? Tidak aku salah, mungkin dia kesal karena oku mengagetkannya dari belakang. Namun saat aku berpindah posisi ke depan….
Astaga!
Benar saja, dia bukan manusia, wajahnya pucat pasi tanpa ekspresi, dan matanya putih ,lengkap dengan mulutnya yang menganga lebar!
Spontan aku kaget bukan main sampai nyaris terjatuh karena menyandung batu, ketika sosok tadi menyerangku dengan pisau! ‘Dia’ hampir saja menusukku dengan pisaunya itu, beruntung gerakan ‘Dia’ lambat, sehingga dengan mudah aku dapat membaca ke mana arah serangannya
Tanpa dikomando aku menuruskan laju berlari lagi agar mayat hidup tadi tidak mengejarku.
Jantungku terus terpompa, aliran darah terus berpacu mengikuti gerak tubuh, sosok pria yang tadi masih mengejarku!
“Mau kemana kamu...jangan lari...Ajit...Ajit...”
Suara rintihan mahkluk-mahkluk itu masih menggema di teliga, berarti ‘Mereka’ sudah dekat!
Aku tidak peduli dengan pendiki lain yg kutemui meraka bukan manusia, tapi bagian dari mereka.
Semakin jauh aku berlari, tidak lebih tepatnya melompat, semakin tak terkendali langkahku, bahkan jalan setapak saja tidak terlihat, saking tak terlihatnya sampai aku menyeruduk sarang lebah. Tapi aku tidak peduli, tersasar salah jalan dan disengat lebah soal belakangan mati hidupku kuserahkan pada Allah, yang aku pikirkan hanyalah berlari secepat mungkin menuju pos terdekat, yaitu Kandang Badak.
Tak jarang aku meliuk-liuk menghindari dahan pohon yang menjuntai ke bawah, dan melompati akar-akar besar berbalut lumut yang menyembul dari dalam tanah lengkap dengan serangan lebah yang bertubi-tubi. Saking asiknya berlari akupun tak memerdulikan tubuhku terluka akibat goresan dahan pohon, luka di kaki akibat beberapa kali terkilir, pacet yang hinggap di tubuhku dan bengkak akibat disengat lebah, karena sakit yang aku rasakan ini belum seberapa dibandingkan harus tertangkap dan dibunuh oleh mahkluk yang mengejarku di belakang, aku tidak mau mati sia-sia di tengah belantara ini. Jatuh bangun sudah biasa, tapi sesigap mungkin aku langsung bangkit dan berlari lagi.
Jrenggg!!
Hal yang buruk pun tiba, satu-satunya sumber pencahayaan (sinar headlamp) padam!
Aku sempat panik, beruntung setelah aku pukul dengan kedua tangan bisa menyala lagi walau agak berkedip-kedip mungkin batunya habis, padahal aku membawa batu cadangan dan gk mungkin batu baterai ini habis secepat itu, karena ini adalah batu cadangan yang dibeli dua harı lalu di toko.
“Ajit…Ajit…”
Suara lírih itu kembali terdengar, walau jauh namun seperti dekat. Tanpa memerdulikan senter kepala, aku meneruskan langkah walau setengah sempoyongan akibat beberapa persendian tubuhku sakit karena terlalu cepat berlari dan berlompat, aku tidak menyerah!
****
Akhirnya!
Perasaanku sedikit senang ketika sampai di persimpangan jalur, jika belok kiri dari arah
Gunung Gede, maka itu ke Gunung Pangrango, namun bila lurus maka itu surga, bukan maksudku tempat aman karena di sana adalah selter Kandang Badak yang berarti banyak orang yang mendirikan tenda di sana.
Sayup-sayup dari arah belakangku terdengar suara cekikikan perempuan dan erangan laki-laki dari balik tingginya pohon, keringat dingin mulai bercucuran, mereka masih mengejarku?
Tiba-tiba dari belakang muncul suara burung, ternyata hanya kelelawar. Tapi jelas bukan kelelawar biasa, karena jika kuperhatikan mata dia putih menyala, dan sekarang kelelawar itu menatapku dari balik pohon. Tanpa pikir panjang aku melanjutkan lari supaya mereka tidak membunuhku.
Saat sisa tenaga mulai menipis dan sinar head lamp mati total, dari rimbunya pohon aku dapat melihat cahaya dalam jumlah lebih banyak. Tidak salah lagi itu Kandang Badak!
Dari kejauhan aku dapat mendengar suara alunan gitar dan tawa canda orang lain, seperti melihat fatamorgana
apakah ini fatamorgana?
Dalam hati aku belum percaya dengan apa yang kulihat
padahal hutan gelap dan hanya penerangan seadanya, tapi kenapa aku bisa sampai di Kandang Badak?
Sungguh diluar nalar, padahal aku tadi berlari seperti orang gila, main terabas-terabas saja tanpa melihat petunjuk arah.
Aku berjalan setengah lari menuju pos Kandang Badak, berlari bagaikan seseorang menemukan pintu keluar dari sebuah ruangan labirin.
SAMPAI !
Aku berdiri sambil meruku untuk mengatur ritme pernafasanku yang tersenggal-senggal, kemudian menegadahkan kepala ketika cahaya Silau, nan terang menyambutku, dan melihat empat pemuda tengah asik main gaple di tenda. Aku berdiri di jalan setapak tak jauh dari kerumunan pemuda-pemuda itu.
Untuk menarik perhatian mereka, aku berjalan agak sempoyongan dengan wajah berkaca-kaca, sedih karena dari empat orang yang naik hanya aku saja yang berhasil selamat.
Selamat tinggal teman-teman.
Aku seperti baru saja menembus gerbang antara hidup dan mati.
“Tolong…tolong...tolong saya…”
alih-alih meminta pertolongan kepada seseorang, malah terdengar seperti erangan, suaraku mulai menghilang, Pandanganku kabur, samar-samar aku melihat bayangan ketiga temanku, kaki ini sudah lemas, tenaga habis, kepala pusing, aku mulai terjatuh di tanah.
Apakah aku akan mati di sini??
tapi setengah sadar aku masih sempat melihat orang-orang yang main gaple tadi menghampiriku, sebelum semuanya benar-benar gelap...
“ha…ha..ha…ha!!”
Nafasku tersengal-sengal, jantungku berpacu mengikuti irama kaki dan tangan yang terus bergerak, tapi aku tak boleh berhenti sampai sini, aku harus lari.
Kupusatkan semua tenaga yang tersisa pada media kakiku, berlari dan berlari, terabas sana terabas sini, tak ada yg kupikirkan selain berlari sekuat tenaga supaya bisa keluar dari hutan ini secepatnya.
Cahaya bulan yang tak dapat menembus rimbunnya hutan, angkuhnya pohon besar berdiri di sisi trek pendakian seolah memiliki mata dan mulut mengerikan seperti seseorang yang mengawasi setiap langkahku. Gelap, dan hitam mulai menutupi belantara, tingginya pepohonan di kanan kiri jalan setapak yang kulalui bagaikan makhluk tinggi besar yang siap membunuhku kapan saja. Setidaknya hanya ada setitik sahaya putih dari kepalaku (headlamp) yg berusaha menembus kelamnya belantara walau cahaya LED-nya sudah agak redup.
Suara-suara hewan gunung saling bersahutan dalam pekatnya hutan, jika didengar seksama suara mereka lebih menakutkan daripada suara Mba Kunti di kuburan dekat rumahku. Desiran angın sejuk yang menggesek dedaunan seolah menjadi pelengkap simphoni mengerikan yang sukses membuat kudukku berdiri.
Aku berusaha tak memerdulikannya dengan cara bersenandung, namun justru membuat suasana semakin mencekam, beruntung aku terlahir sebagai laki-laki, jika perempuan mungkin entah bagaimana nasibku kini.
Sepanjang trek pendakian tidak ada orang satu pun yg kutemui, seharusnya tempat ini ramai, tapi kenapa sepi begini? Semilir angin dingin menyerbu dari depan bisa membuat pembuluh darahku membeku, ditambah tebalnya kabut yang menghalagi jarak pandang tak membuatku goyah. Tubuhku berkeringat, tapi keringat yang keluar dari pori-pori membuat suhu tubuhku sedikit hangat.
“ADA ORANG!”
Aku melihat seorang pria sedang berdiri mengbelakangiku dengan sinar headlampdi kepala, Lega bercampur haru akhirnya ada manusia selain aku di sini, segara mungkin aku menyapanya
“MAS TOLONG SAYA MAS…ADA YG MENGEJAR SAYA MAS…”
Aku berusaha mengatur nafas agar tidak panik. Sunyi tidak ada jawaban dari si Mas berjaket hitam, berkupluk dan mengenakan sarung di hadapanku, dia membelakangiku dengan sedikit menunduk.
“Mas? Hallo?,,,”
Sekali lagi aku memanggilnya sambil menepuk pundaknya. Dingin? Kaku? Tidak aku salah, mungkin dia kesal karena oku mengagetkannya dari belakang. Namun saat aku berpindah posisi ke depan….
Astaga!
Benar saja, dia bukan manusia, wajahnya pucat pasi tanpa ekspresi, dan matanya putih ,lengkap dengan mulutnya yang menganga lebar!
Spontan aku kaget bukan main sampai nyaris terjatuh karena menyandung batu, ketika sosok tadi menyerangku dengan pisau! ‘Dia’ hampir saja menusukku dengan pisaunya itu, beruntung gerakan ‘Dia’ lambat, sehingga dengan mudah aku dapat membaca ke mana arah serangannya
Tanpa dikomando aku menuruskan laju berlari lagi agar mayat hidup tadi tidak mengejarku.
Jantungku terus terpompa, aliran darah terus berpacu mengikuti gerak tubuh, sosok pria yang tadi masih mengejarku!
“Mau kemana kamu...jangan lari...Ajit...Ajit...”
Suara rintihan mahkluk-mahkluk itu masih menggema di teliga, berarti ‘Mereka’ sudah dekat!
Aku tidak peduli dengan pendiki lain yg kutemui meraka bukan manusia, tapi bagian dari mereka.
Semakin jauh aku berlari, tidak lebih tepatnya melompat, semakin tak terkendali langkahku, bahkan jalan setapak saja tidak terlihat, saking tak terlihatnya sampai aku menyeruduk sarang lebah. Tapi aku tidak peduli, tersasar salah jalan dan disengat lebah soal belakangan mati hidupku kuserahkan pada Allah, yang aku pikirkan hanyalah berlari secepat mungkin menuju pos terdekat, yaitu Kandang Badak.
Tak jarang aku meliuk-liuk menghindari dahan pohon yang menjuntai ke bawah, dan melompati akar-akar besar berbalut lumut yang menyembul dari dalam tanah lengkap dengan serangan lebah yang bertubi-tubi. Saking asiknya berlari akupun tak memerdulikan tubuhku terluka akibat goresan dahan pohon, luka di kaki akibat beberapa kali terkilir, pacet yang hinggap di tubuhku dan bengkak akibat disengat lebah, karena sakit yang aku rasakan ini belum seberapa dibandingkan harus tertangkap dan dibunuh oleh mahkluk yang mengejarku di belakang, aku tidak mau mati sia-sia di tengah belantara ini. Jatuh bangun sudah biasa, tapi sesigap mungkin aku langsung bangkit dan berlari lagi.
Jrenggg!!
Hal yang buruk pun tiba, satu-satunya sumber pencahayaan (sinar headlamp) padam!
Aku sempat panik, beruntung setelah aku pukul dengan kedua tangan bisa menyala lagi walau agak berkedip-kedip mungkin batunya habis, padahal aku membawa batu cadangan dan gk mungkin batu baterai ini habis secepat itu, karena ini adalah batu cadangan yang dibeli dua harı lalu di toko.
“Ajit…Ajit…”
Suara lírih itu kembali terdengar, walau jauh namun seperti dekat. Tanpa memerdulikan senter kepala, aku meneruskan langkah walau setengah sempoyongan akibat beberapa persendian tubuhku sakit karena terlalu cepat berlari dan berlompat, aku tidak menyerah!
****
Akhirnya!
Perasaanku sedikit senang ketika sampai di persimpangan jalur, jika belok kiri dari arah
Gunung Gede, maka itu ke Gunung Pangrango, namun bila lurus maka itu surga, bukan maksudku tempat aman karena di sana adalah selter Kandang Badak yang berarti banyak orang yang mendirikan tenda di sana.
Sayup-sayup dari arah belakangku terdengar suara cekikikan perempuan dan erangan laki-laki dari balik tingginya pohon, keringat dingin mulai bercucuran, mereka masih mengejarku?
Tiba-tiba dari belakang muncul suara burung, ternyata hanya kelelawar. Tapi jelas bukan kelelawar biasa, karena jika kuperhatikan mata dia putih menyala, dan sekarang kelelawar itu menatapku dari balik pohon. Tanpa pikir panjang aku melanjutkan lari supaya mereka tidak membunuhku.
Saat sisa tenaga mulai menipis dan sinar head lamp mati total, dari rimbunya pohon aku dapat melihat cahaya dalam jumlah lebih banyak. Tidak salah lagi itu Kandang Badak!
Dari kejauhan aku dapat mendengar suara alunan gitar dan tawa canda orang lain, seperti melihat fatamorgana
apakah ini fatamorgana?
Dalam hati aku belum percaya dengan apa yang kulihat
padahal hutan gelap dan hanya penerangan seadanya, tapi kenapa aku bisa sampai di Kandang Badak?
Sungguh diluar nalar, padahal aku tadi berlari seperti orang gila, main terabas-terabas saja tanpa melihat petunjuk arah.
Aku berjalan setengah lari menuju pos Kandang Badak, berlari bagaikan seseorang menemukan pintu keluar dari sebuah ruangan labirin.
SAMPAI !
Aku berdiri sambil meruku untuk mengatur ritme pernafasanku yang tersenggal-senggal, kemudian menegadahkan kepala ketika cahaya Silau, nan terang menyambutku, dan melihat empat pemuda tengah asik main gaple di tenda. Aku berdiri di jalan setapak tak jauh dari kerumunan pemuda-pemuda itu.
Untuk menarik perhatian mereka, aku berjalan agak sempoyongan dengan wajah berkaca-kaca, sedih karena dari empat orang yang naik hanya aku saja yang berhasil selamat.
Selamat tinggal teman-teman.
Aku seperti baru saja menembus gerbang antara hidup dan mati.
“Tolong…tolong...tolong saya…”
alih-alih meminta pertolongan kepada seseorang, malah terdengar seperti erangan, suaraku mulai menghilang, Pandanganku kabur, samar-samar aku melihat bayangan ketiga temanku, kaki ini sudah lemas, tenaga habis, kepala pusing, aku mulai terjatuh di tanah.
Apakah aku akan mati di sini??
tapi setengah sadar aku masih sempat melihat orang-orang yang main gaple tadi menghampiriku, sebelum semuanya benar-benar gelap...
LIST

CHAPTER 0 -PACKING-
CHAPTER 1 - KANDANG BADAK -
CHAPTER 2 -KAWAN BARU -
CHAPTER 3 - PUNCAK GEDE -
CHAPTER 4 - LEGENDA GUNUNG -
CHAPTER 5 - HIPOTERMIA -
CHAPTER 6 - BAYANGAN HITAM -
CHAPTER 7 - BERTARUNG -
CHAPTER 8 - MENYELAMATKAN DIRI -
CHAPTER 9 - TERBUJUR -
CHAPTER 10 - GILANG -
CHAPTER 11 - KEMBALI ? -
CHAPTER 12 - PAK EDI DAN KANG DEDEN
CHAPTER 13 - SAATNYA KEMBALI -
EPILOG PART 1 - ESCAPE -
EPILOG PART 2 - THE END -
Pengalaman serupa
Quote:
Quote:
Original Posted By aldonk►gw pernah naik Gunung Gede 2011, pas musim hujan. Mulai naik dari Cibereum jalur cibodas sekitar jam 10 pagi. Kita memang berempat, sepanjang jalan diguyur hujan lebat, tiba di pos kandang Badak sekitar jam 4 sore. Selama perjalanan gak ada kejadian horror , cuma sesekali ketemu pendaki yg turun. Karena hujan akhirnya kita terpaksa bikin tenda di dalam pos. Sampe menjelang waktu Isya situasi aman. Karena lelah kita akhirnya langsung tertidur. Nah justru kejadian2 horrornya malah di pos itu. Mulai dari suara ketukan di dinding dan kusen2 pintu dan jendela yg tidak berpintu atau berjendela. Hingga suara2 orang berlari mengelilingi pos sampe subuh. Tapi karena kita sudah terlalu lelah, gak perduli soal itu. Malah gw yg kebelet pipis tengah malem, dan di luar benar2 masih lebat hujannya, terpaksa buang hajat di depan ruangan kecil di bagian belakang. Pagi kita lanjutin daki sampai ke peak. Alhamdulilah sampe jg. Sebulan dari pendakian itu gw ketemu temen pendaki senior. Dia ngakak2 waktu gw ceritain pengalaman gw di pos Kandang Badak. Dia bilang, nasib baik kita gak kenapa2, apalagi ruangan paling pojok di belakang tempat gw buang hajat itu adalah ruangan yg biasanya dipakai untuk taruh jenazah saat evakuasi. Mendadak gw baru inget saat perjalanan turun kita sampai ke Cibodas, kita serasa diputer2 di lokasi yg sama berulang2 padahal treknya ya cuma satu itu aja. Perjalanan terasa jauh lebih lama dari biasanya.
Quote:
Quote:
Original Posted By vesely25►Kandang badak, kandang batu emang serem bang, apalagi jembatan rawa denok itu kalo jalan pas magrib berasa jalan ditempat😂
Quote:
Quote:
Original Posted By Erman79►Jadi inget kejadian kawan gw sempet 1/2 gila pas di Telaga Warna Gunung Gede jadi kondisinya ybs habis diputusin pacar dan di PHK berbarengan jadi ngajak refresing naik gunung dan kata ybs pas kejadian dia diajak seseorang berpakaian kerajaan untuk dijadikan pasukan dikerajaannya. Sesampainya dirumah mulai ketawa2 sama ngobrol ngak jelas + ngerokoknya kuat gan bisa sebungkus 234 habis sendirian tanpa putus.
Pernah hilang dicari2 ngak ketemu kemudian ada telp dari Mang Idi seorang pemilik warung di Taman Nasional Gede - base camp sebelum naik (mungkin agan ada yang kenal) nelp katanya temennya ada disini dan kata temen gw setelah sembuh dia jalan kaki (tanpa uang sepeserpun) dari Tangerang ke Gunung Gede karena disamperin sama prajurit kerajaan tersebut
Pernah hilang dicari2 ngak ketemu kemudian ada telp dari Mang Idi seorang pemilik warung di Taman Nasional Gede - base camp sebelum naik (mungkin agan ada yang kenal) nelp katanya temennya ada disini dan kata temen gw setelah sembuh dia jalan kaki (tanpa uang sepeserpun) dari Tangerang ke Gunung Gede karena disamperin sama prajurit kerajaan tersebut

Quote:
Original Posted By zidan►Ane pernah turun dr GP lwt Cibodas lewat telaga warna hampir Maghrib...jarak ane sama temen yg didepan-belakang sekitar 50-60meteran....pas liat dari jauh disebelah kiri ada cewe pake daster putih...ane kgk berani nengok...cuma istighfar sama dzikir an aja...pas udh agak jauh ane lari sekenceng-kencengnya sampe hampir jatuh bbrp x....sampe dibawah ane tanya ke temen2 anS E N S O R..ada liat yg aneh2 kgk ditelaga warna...temen ane nyaut kgk ada liat apa2...malah temen ane nanya kenapa ane lari kenceng banget sambil bawa kulkas...
Diubah oleh kannazukichan 16-02-2019 16:44






bukhorigan dan 30 lainnya memberi reputasi
29
75.1K
Kutip
254
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan