- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Ratusan Mahasiswa Indonesia jadi Korban Kerja Paksa di Taiwan


TS
InRealLife
Ratusan Mahasiswa Indonesia jadi Korban Kerja Paksa di Taiwan
Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan (Belmawa), Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti), Ismunandar saat dikonfirmasi membenarkan adanya kabar tentang ratusan mahasiswa Indonesia yang dipaksa bekerja di sejumlah pabrik di Taiwan. Laporan tersebut diterima langsung dari Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) di Taipei, Taiwan.
https://www.medcom.id/pendidikan/new...aksa-di-taiwan

Semoga bisa segera diusut dan ditangani. Ini sih trafficking berkedok beasiswa namanya.
Berikut link berita Taiwan:
https://www.taiwannews.com.tw/en/news/3605495
Update 3 Jan 2019, ada klarifikasi dari benk.chibenk
https://www.medcom.id/pendidikan/new...aksa-di-taiwan

Quote:
Ratusan Mahasiswa Indonesia jadi Korban Kerja Paksa di Taiwan
Intan Yunelia • 31 Desember 2018 17:14
Jakarta:Sejumlah mahasiswa asal Indonesia yang kuliah di Taiwan diketahui mendapatkan perlakuan kerja paksa di pabrik-pabrik setempat. Mahasiswa dijebak dengan iming-iming mendapatkan beasiswa.
Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan (Belmawa), Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti), Ismunandar saat dikonfirmasi membenarkan adanya kabar tentang ratusan mahasiswa Indonesia yang dipaksa bekerja di sejumlah pabrik di Taiwan. Laporan tersebut diterima langsung dari Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) di Taipei, Taiwan.
"Kami memang sudah menerima laporan dari KDEI di Taipei tentang hal ini," kata Ismunandar kepada Medcom.id, Senin 31 Desember 2018.
KDEI memperkirakan, jumlah mahasiswa Indonesia yang kuliah di Taiwan mencapai 1.000-an mahasiswa, namun hanya sekitar tiga ratusan di antaranya saja yang terjebak dan menjadi korban kerja paksa. Disinyalir berbagai pihak yang melakukan rekruitmen mulai dari yayasan, lembaga pendidikan, sampai individu.
Berawal dari tawaran skema beasiswa melalui program New Southbound Policy, yakni kebijakan pemerintah Taiwan untuk kerja sama dan pertukaran pelajar dengan negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Mahasiswa tersebut, kata Ismunandar, dijebak oleh oknum pelaksana program tersebut dengan iming-iming akan mendapatkan beasiswa kuliah di Taiwan.
Para mahasiswa yang mayoritas perempuan ini mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan, seperti dipaksa bekerja 10 jam dalam sehari dan bayaran yang murah. Padahal, pemerintah Taiwan memiliki aturan bahwa mahasiswa yang kuliah di tahun pertama tidak mendapat izin bekerja.
Izin bekerja didapatkan setelah melalui tahun pertama, itu pun tidak lebih dari 20 jam per minggu. Dalam sebuah laporan jurnalistik di salah satu media di Taiwan mengatakan, setidaknya ada enam perguruan tinggi yang bekerja sama dengan agen penyalur tenaga kerja.
Perguruan tinggi tersebut mengirimkan mahasiswanya untuk menjadi tenaga kerja murah di pabrik-pabrik tersebut. Salah satu perguruan tinggi mempekerjakan mahasiswanya di sebuah pabrik contact lens, di mana mahasiswa tersebut dipaksa berdiri selama 10 jam untuk mengemas 30 ribu contact lenssetiap harinya.
Sementara jadwal perkuliahan yang dijalani mahasiswa tersebut hanya dua hari dalam satu pekan, sisanya mereka harus bekerja di pabrik-pabrik tersebut.
Guru besar termuda Institut Teknologi Bandung (ITB) ini mengatakan, Kemenristekdikti dan Kantor Perdagangan dan Ekonomi Taiwan kemudian menindaklanjuti program tersebut (New Southbound Policy) dengan MoU (Nota Kesepahaman) pendidikan tinggi di bidang vokasional dan teknologi pada November 2018 lalu.
MoU ini salah satu tujuannya untuk payung hukum program kuliah dan magang yang berada di bawah kewenangan Kemenristekdikti tersebut. "Dengan MoU itu kita melembagakan pengelolaan program kuliah-magang tingkat S1 di Taiwan," paparnya.
Pihak dari KDEI Taipe pun juga sedang menyelidiki lebih dalam tentang permasalahan ini. Mereka menemukan para pelajar tersebut terjebak dengan skema sekolah berbeasiswa namun berakhir menjadi pekerja ilegal.
"Kita berharap pihak Taiwan juga akan menertibkannya," tutur Ismunandar.
Saat ini, Kemenristekdikti akan terus berkoordinasi dengan KDEI di Taipe dan Direktorat Perlindungan kepada Warga Negara Indonesia di Luar Negeri Kementerian Luar Negeri untuk melindungi pelajar Indonesia di Taipe.
"Kita mulai juga menginventarisasi agen-agen yang mengirimkan pelajar tersebut. Semoga masalah ini segera bisa teratasi dan ke depan lebih tertata baik," pungkasnya.
(CEU)
Intan Yunelia • 31 Desember 2018 17:14
Jakarta:Sejumlah mahasiswa asal Indonesia yang kuliah di Taiwan diketahui mendapatkan perlakuan kerja paksa di pabrik-pabrik setempat. Mahasiswa dijebak dengan iming-iming mendapatkan beasiswa.
Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan (Belmawa), Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti), Ismunandar saat dikonfirmasi membenarkan adanya kabar tentang ratusan mahasiswa Indonesia yang dipaksa bekerja di sejumlah pabrik di Taiwan. Laporan tersebut diterima langsung dari Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) di Taipei, Taiwan.
"Kami memang sudah menerima laporan dari KDEI di Taipei tentang hal ini," kata Ismunandar kepada Medcom.id, Senin 31 Desember 2018.
KDEI memperkirakan, jumlah mahasiswa Indonesia yang kuliah di Taiwan mencapai 1.000-an mahasiswa, namun hanya sekitar tiga ratusan di antaranya saja yang terjebak dan menjadi korban kerja paksa. Disinyalir berbagai pihak yang melakukan rekruitmen mulai dari yayasan, lembaga pendidikan, sampai individu.
Berawal dari tawaran skema beasiswa melalui program New Southbound Policy, yakni kebijakan pemerintah Taiwan untuk kerja sama dan pertukaran pelajar dengan negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Mahasiswa tersebut, kata Ismunandar, dijebak oleh oknum pelaksana program tersebut dengan iming-iming akan mendapatkan beasiswa kuliah di Taiwan.
Para mahasiswa yang mayoritas perempuan ini mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan, seperti dipaksa bekerja 10 jam dalam sehari dan bayaran yang murah. Padahal, pemerintah Taiwan memiliki aturan bahwa mahasiswa yang kuliah di tahun pertama tidak mendapat izin bekerja.
Izin bekerja didapatkan setelah melalui tahun pertama, itu pun tidak lebih dari 20 jam per minggu. Dalam sebuah laporan jurnalistik di salah satu media di Taiwan mengatakan, setidaknya ada enam perguruan tinggi yang bekerja sama dengan agen penyalur tenaga kerja.
Perguruan tinggi tersebut mengirimkan mahasiswanya untuk menjadi tenaga kerja murah di pabrik-pabrik tersebut. Salah satu perguruan tinggi mempekerjakan mahasiswanya di sebuah pabrik contact lens, di mana mahasiswa tersebut dipaksa berdiri selama 10 jam untuk mengemas 30 ribu contact lenssetiap harinya.
Sementara jadwal perkuliahan yang dijalani mahasiswa tersebut hanya dua hari dalam satu pekan, sisanya mereka harus bekerja di pabrik-pabrik tersebut.
Guru besar termuda Institut Teknologi Bandung (ITB) ini mengatakan, Kemenristekdikti dan Kantor Perdagangan dan Ekonomi Taiwan kemudian menindaklanjuti program tersebut (New Southbound Policy) dengan MoU (Nota Kesepahaman) pendidikan tinggi di bidang vokasional dan teknologi pada November 2018 lalu.
MoU ini salah satu tujuannya untuk payung hukum program kuliah dan magang yang berada di bawah kewenangan Kemenristekdikti tersebut. "Dengan MoU itu kita melembagakan pengelolaan program kuliah-magang tingkat S1 di Taiwan," paparnya.
Pihak dari KDEI Taipe pun juga sedang menyelidiki lebih dalam tentang permasalahan ini. Mereka menemukan para pelajar tersebut terjebak dengan skema sekolah berbeasiswa namun berakhir menjadi pekerja ilegal.
"Kita berharap pihak Taiwan juga akan menertibkannya," tutur Ismunandar.
Saat ini, Kemenristekdikti akan terus berkoordinasi dengan KDEI di Taipe dan Direktorat Perlindungan kepada Warga Negara Indonesia di Luar Negeri Kementerian Luar Negeri untuk melindungi pelajar Indonesia di Taipe.
"Kita mulai juga menginventarisasi agen-agen yang mengirimkan pelajar tersebut. Semoga masalah ini segera bisa teratasi dan ke depan lebih tertata baik," pungkasnya.
(CEU)
Semoga bisa segera diusut dan ditangani. Ini sih trafficking berkedok beasiswa namanya.
Berikut link berita Taiwan:
https://www.taiwannews.com.tw/en/news/3605495
Quote:
6 Taiwanese universities caught sending SE Asian students to work in factories
300 Indonesian students at Hsing Wu University forced to work 40 hours a week in contact lens factory
26519
By Keoni Everington,Taiwan News, Staff Writer
2018/12/27 15:11
TAIPEI (Taiwan News) -- A Taiwanese legislator today revealed that six more universities have been found to be assigning their students from New Southbound Policy (NSP) nations to manual labor positions in factories, reported Liberty Times.
In the Legislative Yuan today, Kuomintang (KMT) Legislator Ko Chih-en (柯志恩) said six universities have been exposed as sending their students from NSP nations to work as manual laborers in factories. In one case, students were only allowed to go to class two days a week and have one day of rest, while working the remaining four days at a factory, where they packaged 30,000 contact lenses for 10 hours per shift.
Ko said in this particular case, 300 Indonesian students under the age of 20 were enrolled at Hsing Wu University (醒吾科大) in New Taipei City's Linkou District through a broker. The students came to attend special international classes that went through the Department of Information Management at in mid-October of last year, reported China Times.
However, the Ministry of Education (MOE) prohibits internships for first-year college students. Despite the ban, the school in question arranged for the students to work as a group.
Classes were only held on Thursdays and Fridays each week, and from Sunday through Wednesday, they were transported by tour bus to a factory in Hsinchu. The students worked in shifts that lasted from 7:30 a.m. to 7:30 p.m., with only a 2-hour break, while they stood for 10 hours a day packaging 30,000 contact lenses.
Ko said that most of the Indonesian students were Muslims and yet, shockingly, many of the meals consisted of pork chops. Moreover, when the students complained to the university, officials oddly asked them to be patient, and said that if the students help the company, the company will help the school.
School officials told the students if they did not go to work, the company would not be able to cooperate with the school. Factory managers also allegedly directly told students, "You are the same as foreign migrant workers."
Ko said that, after the universities applied for the "special classes," they received subsidies from the MOE, which they then used to pay brokers to recruit students. The brokers in turn then convinced students from NSP countries into studying in Taiwan.
Once in Taiwan, the universities then arranged "internships" for the students, and the brokers would then pocket fees from the companies. The fee that the universities paid the brokers was NT$200 for one student and NT$200,000 for 1,000 students, which would be paid under the guise of an "attendance fee," according to Liberty Times.
Acting Minister of Education Yao Leeh-ter (姚立德) said the MOE invited the presidents of these universities to the MOE last year, warning them in person not to break the law. Yao said that in light of the latest revelations, the ministry would conduct an investigation.
Director of the MOE Technological and Vocational Education Department Yang Yu-hui (楊玉惠) said that internships are forbidden for freshmen from NSP countries and after their first year, they should not work more than 20 hours per week, based on the Employment Service Act (就業服務法).
The latest revelations come a little over a month since news broke that 40 Sri Lankan students at the University of Kang Ning were forced to work in a slaughterhouse in Taipei and Tainan.
300 Indonesian students at Hsing Wu University forced to work 40 hours a week in contact lens factory
26519
By Keoni Everington,Taiwan News, Staff Writer
2018/12/27 15:11
TAIPEI (Taiwan News) -- A Taiwanese legislator today revealed that six more universities have been found to be assigning their students from New Southbound Policy (NSP) nations to manual labor positions in factories, reported Liberty Times.
In the Legislative Yuan today, Kuomintang (KMT) Legislator Ko Chih-en (柯志恩) said six universities have been exposed as sending their students from NSP nations to work as manual laborers in factories. In one case, students were only allowed to go to class two days a week and have one day of rest, while working the remaining four days at a factory, where they packaged 30,000 contact lenses for 10 hours per shift.
Ko said in this particular case, 300 Indonesian students under the age of 20 were enrolled at Hsing Wu University (醒吾科大) in New Taipei City's Linkou District through a broker. The students came to attend special international classes that went through the Department of Information Management at in mid-October of last year, reported China Times.
However, the Ministry of Education (MOE) prohibits internships for first-year college students. Despite the ban, the school in question arranged for the students to work as a group.
Classes were only held on Thursdays and Fridays each week, and from Sunday through Wednesday, they were transported by tour bus to a factory in Hsinchu. The students worked in shifts that lasted from 7:30 a.m. to 7:30 p.m., with only a 2-hour break, while they stood for 10 hours a day packaging 30,000 contact lenses.
Ko said that most of the Indonesian students were Muslims and yet, shockingly, many of the meals consisted of pork chops. Moreover, when the students complained to the university, officials oddly asked them to be patient, and said that if the students help the company, the company will help the school.
School officials told the students if they did not go to work, the company would not be able to cooperate with the school. Factory managers also allegedly directly told students, "You are the same as foreign migrant workers."
Ko said that, after the universities applied for the "special classes," they received subsidies from the MOE, which they then used to pay brokers to recruit students. The brokers in turn then convinced students from NSP countries into studying in Taiwan.
Once in Taiwan, the universities then arranged "internships" for the students, and the brokers would then pocket fees from the companies. The fee that the universities paid the brokers was NT$200 for one student and NT$200,000 for 1,000 students, which would be paid under the guise of an "attendance fee," according to Liberty Times.
Acting Minister of Education Yao Leeh-ter (姚立德) said the MOE invited the presidents of these universities to the MOE last year, warning them in person not to break the law. Yao said that in light of the latest revelations, the ministry would conduct an investigation.
Director of the MOE Technological and Vocational Education Department Yang Yu-hui (楊玉惠) said that internships are forbidden for freshmen from NSP countries and after their first year, they should not work more than 20 hours per week, based on the Employment Service Act (就業服務法).
The latest revelations come a little over a month since news broke that 40 Sri Lankan students at the University of Kang Ning were forced to work in a slaughterhouse in Taipei and Tainan.
Update 3 Jan 2019, ada klarifikasi dari benk.chibenk
Quote:
Original Posted By benk.chibenk►gw salah satu mahasiswa yang belajar di universitas yang di mention diatas
dan gw dapat mengklarifikasi bahwa berita tersebut hoax
gila aja 1 murid 10ribu kaca mata
kalau dapat berita jangan dimakan mentah mentah
dan gw dapat mengklarifikasi bahwa berita tersebut hoax
gila aja 1 murid 10ribu kaca mata
kalau dapat berita jangan dimakan mentah mentah
Quote:
Original Posted By benk.chibenk►ini juga lagi mau rapat. masih menunggu KDEI
menurut kita
ada salah satu siswa yang manja
ngerengek ke sana sini kalau mereka dipaksa kerja
karena seperti yg kita tahu
kerja di Taiwan kan memang ketat dan disiplin
nah dari cerita itu sampai ke telinga dinas dan menyebar ke mana mana
menurut kita
ada salah satu siswa yang manja
ngerengek ke sana sini kalau mereka dipaksa kerja
karena seperti yg kita tahu
kerja di Taiwan kan memang ketat dan disiplin
nah dari cerita itu sampai ke telinga dinas dan menyebar ke mana mana
Diubah oleh InRealLife 03-01-2019 07:35


tien212700 memberi reputasi
4
9.1K
Kutip
58
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan