- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
BETAPA RIBETNYA NAMA ANAK-ANAK MASA KINI


TS
namaku374
BETAPA RIBETNYA NAMA ANAK-ANAK MASA KINI

Spoiler for Lets Do It>>:
“Ceu, saha namina budak teh?” (Ceu, siapa nama anaknya?)
Teman saya: Audrey, Ceu. Audrey Azzalea Keandra.”
Saya: “Euleuh…”
Audrey Azzalea Keandra. Tidak ada yang aneh dengan nama tersebut, tentu saja. Tapi, jika jeli mencermati (atau jika kurang kerjaan seperti saya), maka Anda akan menyadari bahwa semakin hari semakin banyak orang tua yang senang memberi nama yang panjang dan sulit dieja serta dihafal pada anak-anaknya. Terutama, para mama dan papa muda.
Sepeti teman saya lainnya–sebut saja Malika–, dia memberi nama Sharhabeel Famella Al-Farizi pada anak pertamanya. Kemudian, dengan mempertimbangkan luas dan keliling jidat si anak juga kepraktisan namanya ketika dilafalkan, maka Sharhabeel Famella Al-Farizi pun berakhir dengan nama panggilan… Jenong atau Domen (khusus jika si ibu sedang kesal).
Ada juga saudara perempuan saya yang menamai anaknya Arsen Arshavin. Konon, nama tersebut didapat dari hasil kontemplasi panjang ayah si anak yang ternyata adalah penggemar klub sepak bola Arsenal dan penyuka nama-nama ala Rusia semacam Andrei Sergeyevich Arshavin.
Dalam hati, saya melakukan monolog yang diucapkan kencang seperti dalam adegan sinetron Indonesia, “Hih! Ribet amat. Curiga nama panggilannya mah Acep atau Ujang!”
Beberapa waktu setelahnya, nama si anak ditambahi embel-embel “Ahmed” di bagian tengahnya. Jadilah Arsen Ahmed Arshavin. Dan, kenapa pakai Ahmed, tidak Ahmad? Dia pun menjawab, “Ah, Ahmad mah atuh da terlalu nyunda. Jadi, mending Ahmed, biar agak-agak India gimana gitu,” jawabnya. Kuat dugaan si ibu gemar nonton sinetron India.
Batin saya kembali melakukan monolog. Namun, kali ini tidak ada kata-kata, hanya tumpukan emoticon “-_-” belaka.
Kira-kira kenapa hal ini bisa terjadi? Para orang tua seperti terjangkiti wabah absurd, semacam kebanggaan yang aneh, karena telah memberikan anak-anak mereka nama yang sulit diucapkan. Ah, jika bukan gara-gara Jokowi, ini pasti ulah Mukidi!
Jika dilihat-lihat, kiblat nama sebagian besar anak masa kini ini sepertinya terbagi menjadi dua: Timur Tengah (Arab) dan Barat.
Untuk yang pertama, tentu saja ada kaitannya dengan keyakinan yang dianut mayoritas penduduk Indonesia, yaitu Islam. Semakin ke-arab-araban nama seseorang, sepertinya akan semakin terdengar lebih islami.
Maka kian hari, kian sering kita dengar nama-nama anak semacam Sabilillah Al-hafizh, Khairiel Azzam Alfarisi, Raqila Shahbaz, Raffasya Zabdan Shazad, Magadir ala Magadir, dan lain sebagainya.
Untuk generasi lama yang namanya sudah terlanjur tidak ke-arab-araban juga tidak mau ketinggalan. Penambahan nama menjadi alternatifnya–setidaknya nama di akun media sosial. Semisal, nama Mawar ditambah menjadi Mawar Al-Bukhori atau Mawar Al-Ayubi, dan sejenisnya.
Untuk kiblat yang kedua, tentu saja ini adalah simbol modernitas. Semakin kebarat-baratan nama seseorang, mungkin tingkat kemodernannya akan terasa semakin tinggi. Maka, muncullah nama-nama berbau Barat atau semi Barat seperti Chloe Bellvania Natalie, Nicole Virika Brielle, Igor Kasinovic, atau Valeria Lyla Citrahayu.
Berbeda dengan orang tua zaman dulu, mereka lebih selow dan cenderung irit dalam memberi nama. Cukup dengan Soekarno, Sohearto, Soekirman, atau Soekijan, misalnya, dan selesailah perkara ihwal pencarian nama anak ini.
Tidak perlu beli buku “1001 Nama Terbaik untuk Anak” atau melakukan riset mendalam via mbah Google–tentu saja Google pada waktu itu belum lahir, yang penting dalam nama tersebut tersemat doa yang baik untuk anaknya. Beres.
Sayang, orang tua zaman dulu ini kurang peka. Sepertinya tidak terpikirkan oleh mereka bahwa pemberian nama tunggal bisa menimbulkan nestapa tersendiri bagi anaknya.
Misalnya, jika seorang Soekijan ingin pergi ke luar negeri, tentu dia akan mendapat kesulitan saat mengisi berbagai dokumen resmi yang mewajibkan pencantuman nama keluarga. Bahkan, untuk hal sepele semacam mengisi data pada kolom “Last Name” kala mendaftar akun Linkedin pun, kreativitas tingkat tinggi sangat diuji.
Maka, agar kolom tersebut bisa tetap terisi, seorang bernama Soekijan pada akhirnya terpaksa mengisinya dengan tanda baca titik saja. (Aslina curhat ini mah, Wa).
Kembali ke masalah nama panjang nan rumit anak masa kini.
Lantas, apa masalahnya dengan nama-nama tersebut? Ya, sebetulnya tidak ada, sih. Hanya saja, saya kasihan pada anak-anak itu. Karena kelak, ketika sudah masuk sekolah dan mulai belajar menulis, pastinya mereka harus belajar ekstra sabar dan kuat untuk bisa menuliskan namanya yang panjang nan rumit itu.
Dengan nama yang lumayan sulit dieja ini pula, bisa jadi berimbas pada berbagai dokumen resmi sang anak. Akta kelahiran, misalnya. Kesalahan pencatatan nama dapat rentan terjadi.
Kalau sudah begitu, ‘kan para orang tua sendiri yang repot harus bolak-balik membetulkannya ke dinas Kependudukan dan Catatan Sipil setempat. Belum lagi ada biaya tambahan untuk “jasa pengetikan dan perbaikan nama.” Kan, sayang itu uangnya. Mending dibelikan cilok, bisa dapat satu karung.
Kemudian, jika suatu hari ketika sudah tumbuh dewasa misalnya anak-anak ini ingin mengadukan internet yang sering bermasalah pada pusat layanan Te***m (Curhat! Curhat!), mereka juga mungkin akan mengalami suatu kendala. Dialog putus asa semacam ini bisa saja akan sering terjadi:
Customer Service: “Maaf ibu, dengan ibu siapa saya bicara?”
Sharhabeel Famella Al-Farizi: “Sharhabeel Famella Al-Farizi, Mas.”
Customer Service: “Maaf ibu, bisa diulang?”
Sharhabeel Famella Al-Farizi: Shar… habeel Famelllllaaaa Al-Farizi, Maaaassssss…”
Customer Service: “Maaf mungkin sedang ada gangguan sinyal. Bisa tolong diulangi, Bu?”
Sharhabeel Famella Al-Farizi: “Hadeuuuuh! Tulis Jenong aja deh, Mas! Jenooooonnggg!”
Customer Service: (sambil nahan cekikikan) “Oke, dengan ibu Jenong, ada yang bisa kami bantu?”
Sharhabeel Famella Al-Farizi: Heh, ngetawain nama saya, ya?!”
Lebih jauh lagi, kecenderungan penamaan yang sulit ini bisa saja membuat kita kehilangan nama-nama khas Indonesia, terutama yang biasanya mencirikan suku tertentu.
Misalnya, nama Euis yang identik dengan orang Sunda mungkin akan segera terancam punah dan masuk ke dalam daftar nama yang dilindungi. Atau nama Joko yang identik dengan orang Jawa, mungkin juga akan segera raib diganti dengan Jack atau Jacob. Atau nama Tigor yang banyak di Medan berubah jadi Tiger.
Terlepas dari itu semua, kita tetap patut bersyukur wahai saudara-saudaraku sekalian. Pasalnya, bahasa alay tidak memengaruhi pemberian nama ini. Kalaulah hal itu sampai terjadi, kita bisa bayangkan di linimasa media sosial sana akan bertebaran postingan mama-papa muda dengan caption seperti:
“Telah lahir anak kami yang diberi nama Dechiiisinonongperihtersakiti. Berat 3 kg, panjang 49 cm. Semoga menjadi anak yang berguna bagi nusa bangsa. #babyborn #babyDechiii #lahiran #normal #happiness #babygirl”
Oh, ya, saya sendiri sejujurnya ingin sekali mengganti nama agar terdengar lebih modern. Saya sempat memimpikan punya nama Stephanie, Evelyn, atau Rachel. Sayang, dari akta lahir hingga ijazah perguruan tinggi yang sampai saat ini belum ditebus, sudah dipatenkan: Nurjanah (dengan huruf ‘n’ yang hanya satu saja di bagian ‘janah-nya’).
Namun, demi dewa, tolong panggil saja saya Sobrakh.
Teman saya: Audrey, Ceu. Audrey Azzalea Keandra.”
Saya: “Euleuh…”
Audrey Azzalea Keandra. Tidak ada yang aneh dengan nama tersebut, tentu saja. Tapi, jika jeli mencermati (atau jika kurang kerjaan seperti saya), maka Anda akan menyadari bahwa semakin hari semakin banyak orang tua yang senang memberi nama yang panjang dan sulit dieja serta dihafal pada anak-anaknya. Terutama, para mama dan papa muda.
Sepeti teman saya lainnya–sebut saja Malika–, dia memberi nama Sharhabeel Famella Al-Farizi pada anak pertamanya. Kemudian, dengan mempertimbangkan luas dan keliling jidat si anak juga kepraktisan namanya ketika dilafalkan, maka Sharhabeel Famella Al-Farizi pun berakhir dengan nama panggilan… Jenong atau Domen (khusus jika si ibu sedang kesal).
Ada juga saudara perempuan saya yang menamai anaknya Arsen Arshavin. Konon, nama tersebut didapat dari hasil kontemplasi panjang ayah si anak yang ternyata adalah penggemar klub sepak bola Arsenal dan penyuka nama-nama ala Rusia semacam Andrei Sergeyevich Arshavin.
Dalam hati, saya melakukan monolog yang diucapkan kencang seperti dalam adegan sinetron Indonesia, “Hih! Ribet amat. Curiga nama panggilannya mah Acep atau Ujang!”
Beberapa waktu setelahnya, nama si anak ditambahi embel-embel “Ahmed” di bagian tengahnya. Jadilah Arsen Ahmed Arshavin. Dan, kenapa pakai Ahmed, tidak Ahmad? Dia pun menjawab, “Ah, Ahmad mah atuh da terlalu nyunda. Jadi, mending Ahmed, biar agak-agak India gimana gitu,” jawabnya. Kuat dugaan si ibu gemar nonton sinetron India.
Batin saya kembali melakukan monolog. Namun, kali ini tidak ada kata-kata, hanya tumpukan emoticon “-_-” belaka.
Kira-kira kenapa hal ini bisa terjadi? Para orang tua seperti terjangkiti wabah absurd, semacam kebanggaan yang aneh, karena telah memberikan anak-anak mereka nama yang sulit diucapkan. Ah, jika bukan gara-gara Jokowi, ini pasti ulah Mukidi!
Jika dilihat-lihat, kiblat nama sebagian besar anak masa kini ini sepertinya terbagi menjadi dua: Timur Tengah (Arab) dan Barat.
Untuk yang pertama, tentu saja ada kaitannya dengan keyakinan yang dianut mayoritas penduduk Indonesia, yaitu Islam. Semakin ke-arab-araban nama seseorang, sepertinya akan semakin terdengar lebih islami.
Maka kian hari, kian sering kita dengar nama-nama anak semacam Sabilillah Al-hafizh, Khairiel Azzam Alfarisi, Raqila Shahbaz, Raffasya Zabdan Shazad, Magadir ala Magadir, dan lain sebagainya.
Untuk generasi lama yang namanya sudah terlanjur tidak ke-arab-araban juga tidak mau ketinggalan. Penambahan nama menjadi alternatifnya–setidaknya nama di akun media sosial. Semisal, nama Mawar ditambah menjadi Mawar Al-Bukhori atau Mawar Al-Ayubi, dan sejenisnya.
Untuk kiblat yang kedua, tentu saja ini adalah simbol modernitas. Semakin kebarat-baratan nama seseorang, mungkin tingkat kemodernannya akan terasa semakin tinggi. Maka, muncullah nama-nama berbau Barat atau semi Barat seperti Chloe Bellvania Natalie, Nicole Virika Brielle, Igor Kasinovic, atau Valeria Lyla Citrahayu.
Berbeda dengan orang tua zaman dulu, mereka lebih selow dan cenderung irit dalam memberi nama. Cukup dengan Soekarno, Sohearto, Soekirman, atau Soekijan, misalnya, dan selesailah perkara ihwal pencarian nama anak ini.
Tidak perlu beli buku “1001 Nama Terbaik untuk Anak” atau melakukan riset mendalam via mbah Google–tentu saja Google pada waktu itu belum lahir, yang penting dalam nama tersebut tersemat doa yang baik untuk anaknya. Beres.
Sayang, orang tua zaman dulu ini kurang peka. Sepertinya tidak terpikirkan oleh mereka bahwa pemberian nama tunggal bisa menimbulkan nestapa tersendiri bagi anaknya.
Misalnya, jika seorang Soekijan ingin pergi ke luar negeri, tentu dia akan mendapat kesulitan saat mengisi berbagai dokumen resmi yang mewajibkan pencantuman nama keluarga. Bahkan, untuk hal sepele semacam mengisi data pada kolom “Last Name” kala mendaftar akun Linkedin pun, kreativitas tingkat tinggi sangat diuji.
Maka, agar kolom tersebut bisa tetap terisi, seorang bernama Soekijan pada akhirnya terpaksa mengisinya dengan tanda baca titik saja. (Aslina curhat ini mah, Wa).
Kembali ke masalah nama panjang nan rumit anak masa kini.
Lantas, apa masalahnya dengan nama-nama tersebut? Ya, sebetulnya tidak ada, sih. Hanya saja, saya kasihan pada anak-anak itu. Karena kelak, ketika sudah masuk sekolah dan mulai belajar menulis, pastinya mereka harus belajar ekstra sabar dan kuat untuk bisa menuliskan namanya yang panjang nan rumit itu.
Dengan nama yang lumayan sulit dieja ini pula, bisa jadi berimbas pada berbagai dokumen resmi sang anak. Akta kelahiran, misalnya. Kesalahan pencatatan nama dapat rentan terjadi.
Kalau sudah begitu, ‘kan para orang tua sendiri yang repot harus bolak-balik membetulkannya ke dinas Kependudukan dan Catatan Sipil setempat. Belum lagi ada biaya tambahan untuk “jasa pengetikan dan perbaikan nama.” Kan, sayang itu uangnya. Mending dibelikan cilok, bisa dapat satu karung.
Kemudian, jika suatu hari ketika sudah tumbuh dewasa misalnya anak-anak ini ingin mengadukan internet yang sering bermasalah pada pusat layanan Te***m (Curhat! Curhat!), mereka juga mungkin akan mengalami suatu kendala. Dialog putus asa semacam ini bisa saja akan sering terjadi:
Customer Service: “Maaf ibu, dengan ibu siapa saya bicara?”
Sharhabeel Famella Al-Farizi: “Sharhabeel Famella Al-Farizi, Mas.”
Customer Service: “Maaf ibu, bisa diulang?”
Sharhabeel Famella Al-Farizi: Shar… habeel Famelllllaaaa Al-Farizi, Maaaassssss…”
Customer Service: “Maaf mungkin sedang ada gangguan sinyal. Bisa tolong diulangi, Bu?”
Sharhabeel Famella Al-Farizi: “Hadeuuuuh! Tulis Jenong aja deh, Mas! Jenooooonnggg!”
Customer Service: (sambil nahan cekikikan) “Oke, dengan ibu Jenong, ada yang bisa kami bantu?”
Sharhabeel Famella Al-Farizi: Heh, ngetawain nama saya, ya?!”
Lebih jauh lagi, kecenderungan penamaan yang sulit ini bisa saja membuat kita kehilangan nama-nama khas Indonesia, terutama yang biasanya mencirikan suku tertentu.
Misalnya, nama Euis yang identik dengan orang Sunda mungkin akan segera terancam punah dan masuk ke dalam daftar nama yang dilindungi. Atau nama Joko yang identik dengan orang Jawa, mungkin juga akan segera raib diganti dengan Jack atau Jacob. Atau nama Tigor yang banyak di Medan berubah jadi Tiger.
Terlepas dari itu semua, kita tetap patut bersyukur wahai saudara-saudaraku sekalian. Pasalnya, bahasa alay tidak memengaruhi pemberian nama ini. Kalaulah hal itu sampai terjadi, kita bisa bayangkan di linimasa media sosial sana akan bertebaran postingan mama-papa muda dengan caption seperti:
“Telah lahir anak kami yang diberi nama Dechiiisinonongperihtersakiti. Berat 3 kg, panjang 49 cm. Semoga menjadi anak yang berguna bagi nusa bangsa. #babyborn #babyDechiii #lahiran #normal #happiness #babygirl”
Oh, ya, saya sendiri sejujurnya ingin sekali mengganti nama agar terdengar lebih modern. Saya sempat memimpikan punya nama Stephanie, Evelyn, atau Rachel. Sayang, dari akta lahir hingga ijazah perguruan tinggi yang sampai saat ini belum ditebus, sudah dipatenkan: Nurjanah (dengan huruf ‘n’ yang hanya satu saja di bagian ‘janah-nya’).
Namun, demi dewa, tolong panggil saja saya Sobrakh.
sumur
Betewe, makasih yang kasih Rate dan Cendol nya, juga Trims sangat kepada momod yang sudah membuat ini jadi Hot Thread.

Quote:
Original Posted By luxm4n►
Kalau nama yang unik, saya setuju, karena jika nama mainstream, si anak akan sulit membuat akun apa pun di layanan online, karena sudah terdaftar oleh orang lain, ujung-ujungnya harus kreatif, entah menambahkan angka, menulis nama ala tulisan alay, dsb
Tapi kalau sulit dibaca, saya agak tidak setuju, karena alasannya seperti yang agan katakan, riskan salah tulis dan dalam penulisan dikte pun susah dipahami, misal ketika di telpon.
Padahal, alangkah baiknya jika nama ketimur tengahan dan kebarat-baraan itu diserap ke dialek dan tulisan indonesia, sehingga lebih mudah ditulis namun dalam pengucapan/pelafalanannya sama. Misal menghindari huruf double dan huruf h di tengah kata.
Nama saya, Lukmanul Hakim, seharusnya ditulis Luqman AL-Hakim jika penulisannya dipisah, dan menggunakan huruf Q, namun menggunakan huruf K demi kearifan lokal dan kemudahan penulisan dan pelafalan (Alasannya dibawah), nama saya ketika dibaca bersambung menjadi Lukmanulhakim. Ketika nama saya ditulis hanya first name jadi Lukmanul, seharusnya "Lukman" saja.
Kalau saja nama saya ditulis menggunakan huruf Q, maka harus menggunakan Qolqolah Sugro dalam membacanya, seperti lagu Wali Ban berjudul Gajah Dibaliqe'batu (Gajah Dibalik Batu).
Menggunaan tanda hyphen (-) juga agak sulit ya, karena simbol itu tidak dibaca pada umumnya, maka seharusnya nama saya ditulis:
Lukman AL Hakim
First Name: Lukman
Middle Name: AL
Last Name: Hakim
Kenapa Lukmanul Hakim ?, karena jika Lukman ulhakim akan terlihat jelek ketika ditulis
, ya "UL" itu dari "AL-Hakim", seharusnya ketika Lukmanulhakim dipisah, maka menjadi Lukman al-Hakim.
Sekian share dari saya mengenai nama saya yang secara teknis bermasalah
Semoga jika ada orang tua yang ingin memberi nama yang sama, lebih baik ditulis Lukman AL Hakim saja, jangan Lukmanul Hakim.
Sepertinya keren juga nama anak saya Lukman AL Hakim ya,,, dipanggil Lukman "Junior" deh
Kalau nama yang unik, saya setuju, karena jika nama mainstream, si anak akan sulit membuat akun apa pun di layanan online, karena sudah terdaftar oleh orang lain, ujung-ujungnya harus kreatif, entah menambahkan angka, menulis nama ala tulisan alay, dsb
Tapi kalau sulit dibaca, saya agak tidak setuju, karena alasannya seperti yang agan katakan, riskan salah tulis dan dalam penulisan dikte pun susah dipahami, misal ketika di telpon.
Padahal, alangkah baiknya jika nama ketimur tengahan dan kebarat-baraan itu diserap ke dialek dan tulisan indonesia, sehingga lebih mudah ditulis namun dalam pengucapan/pelafalanannya sama. Misal menghindari huruf double dan huruf h di tengah kata.
Nama saya, Lukmanul Hakim, seharusnya ditulis Luqman AL-Hakim jika penulisannya dipisah, dan menggunakan huruf Q, namun menggunakan huruf K demi kearifan lokal dan kemudahan penulisan dan pelafalan (Alasannya dibawah), nama saya ketika dibaca bersambung menjadi Lukmanulhakim. Ketika nama saya ditulis hanya first name jadi Lukmanul, seharusnya "Lukman" saja.
Kalau saja nama saya ditulis menggunakan huruf Q, maka harus menggunakan Qolqolah Sugro dalam membacanya, seperti lagu Wali Ban berjudul Gajah Dibaliqe'batu (Gajah Dibalik Batu).
Menggunaan tanda hyphen (-) juga agak sulit ya, karena simbol itu tidak dibaca pada umumnya, maka seharusnya nama saya ditulis:
Lukman AL Hakim
First Name: Lukman
Middle Name: AL
Last Name: Hakim
Kenapa Lukmanul Hakim ?, karena jika Lukman ulhakim akan terlihat jelek ketika ditulis

Sekian share dari saya mengenai nama saya yang secara teknis bermasalah

Semoga jika ada orang tua yang ingin memberi nama yang sama, lebih baik ditulis Lukman AL Hakim saja, jangan Lukmanul Hakim.
Sepertinya keren juga nama anak saya Lukman AL Hakim ya,,, dipanggil Lukman "Junior" deh

Quote:
Quote:
Original Posted By adrifebri►Maaf ya, sebelumnya. 
Tapi, kalo kata gue sih, tulisannya lebayyy.
Emang sih, di internet bertebaran blog yg isinya banyak tulisan2 yg temanya cukup ringan , ditambah bumbu2 humor. Kalo si penulis "mengkritisi" soal nama anak jaman sekarang, gue jg mau "mengkritisi" si penulis bahwa tulisannya ngekor2 orang lain , tapi justru kurang akurat dan bener2 kurang lucu.
Anak2 gue punya nama dgn 3 kata. Yg satu saat ini kelas 6 SD, dan satunya lg kelas 1 SD. Gue nikah taon 2001.
Dua-duanya alhamdulillaah tdk pernah kebingungan soal menulis namanya sendiri. Walopun, memang, nama mereka tidak "sebelibet" nama Sharbeela, misalnya.
Akta lahir ? Sekarang udh keren , bos. Sangat presisi. Kalo sampe salah nama atau kurang huruf, misalnya, itu salah si ortu sendiri waktu isi formulir. Jasa ketik ? Gue urus sendiri akta lahir kedua anak gue di Dukcapil setempat, gretooong !! Boro2 beli cilok sekarung, beli cilok sebiji jg masih mahalan cilok.
Soal nelpon customer service ? Mungkin si penulis ngga punya nama panggilan kali ya. Jadinya kalo ditanya orang namanya siapa (termasuk kalo kenalan dgn lawan jenis), langsung sebutin nama lengkapnya

Tapi, kalo kata gue sih, tulisannya lebayyy.
Emang sih, di internet bertebaran blog yg isinya banyak tulisan2 yg temanya cukup ringan , ditambah bumbu2 humor. Kalo si penulis "mengkritisi" soal nama anak jaman sekarang, gue jg mau "mengkritisi" si penulis bahwa tulisannya ngekor2 orang lain , tapi justru kurang akurat dan bener2 kurang lucu.
Anak2 gue punya nama dgn 3 kata. Yg satu saat ini kelas 6 SD, dan satunya lg kelas 1 SD. Gue nikah taon 2001.
Dua-duanya alhamdulillaah tdk pernah kebingungan soal menulis namanya sendiri. Walopun, memang, nama mereka tidak "sebelibet" nama Sharbeela, misalnya.
Akta lahir ? Sekarang udh keren , bos. Sangat presisi. Kalo sampe salah nama atau kurang huruf, misalnya, itu salah si ortu sendiri waktu isi formulir. Jasa ketik ? Gue urus sendiri akta lahir kedua anak gue di Dukcapil setempat, gretooong !! Boro2 beli cilok sekarung, beli cilok sebiji jg masih mahalan cilok.
Soal nelpon customer service ? Mungkin si penulis ngga punya nama panggilan kali ya. Jadinya kalo ditanya orang namanya siapa (termasuk kalo kenalan dgn lawan jenis), langsung sebutin nama lengkapnya

Quote:
Original Posted By dengozo►namanya lebih arab dari orang arab
yang Arshavin mirip ama tetangga ane tuh cuman tetangga ane namanya Zidane Arshavin, kurang cadas apa coba Perancis campur Rusia masih ada Arabnya
pokonya digandeng panjang yang susah biar kesannya gedongan... padahal kampungan
Kebetulan ane mau punya anak akhir taun ini semoga nama anak ane gak secanggih contoh2 diatas.



Kebetulan ane mau punya anak akhir taun ini semoga nama anak ane gak secanggih contoh2 diatas.
Quote:
Original Posted By gt04►Emang nama anak sekarang terlalu lebay/alay misal nama elisa dilebayin jadi elizhaa.
ada juga yang nama lebay/alay + panjang, misal miller thomazz mankku whanitho liimhoo thanpho bhusshono Sheedhoyo (nama hanya contoh), ini nggak kasian apa kalau anaknya pas ujian, yang lain udah selesai yang ini masih nulis nama.

ada juga yang nama lebay/alay + panjang, misal miller thomazz mankku whanitho liimhoo thanpho bhusshono Sheedhoyo (nama hanya contoh), ini nggak kasian apa kalau anaknya pas ujian, yang lain udah selesai yang ini masih nulis nama.


Quote:
Original Posted By genk10z►Kalo kita mulai kreatif menamakan anak.
Lah org inggris mulai kehabisan kata.
Drinkwater, newman,brown
Lah org inggris mulai kehabisan kata.
Drinkwater, newman,brown
Quote:
Original Posted By adrifebri►
nah, yg kayak gini nih yg gue demen
diskusi berkualitas, bukan debat kusir
Maaf, bukan bermaksud SARA, gue sich diajarin utk memberi nama kepada anak, berupa nama2 yg mengandung do'a atau pengharapan.
Memang, gue mengambil dari bahasa Arab, karena memang ini bahasa universal utk agama gue.
Nama anak gue : Nayla Azizah Livyani. Mengandung makna 'wanita yg baik'. Kalo diliat, orang Malaysia juga banyak yg pake nama Azizah. Contohnya, istri dari mantan deputi PM, Anwar Ibrahim.
Yang cowok kami kasih nama : Naufal Muttaqin Arkana. Maknanya, dermawan dan bertaqwa.
Gue ngga paham soal nama yg mengandung makna doa dalam bahasa Indonesia. Ini lebih kepada persoalan bahasa.
Contohnya : Joko Widodo. Makna doanya apa ya ? Prabowo Subianto. Makna doanya apa ya ?
Kalo mengenai 3 kata, ini karena gue pengen aja, anak gue ada first, middle, dan last name. Keren2an ajah, ngga ada soal apa2

Uniknya, baik di keluarga gue maupun di keluarga istri, kami yg pertama menikah dan pertama punya anak, walaupun gue dan istri dua2nya bukan anak sulung. Dan, keponakan gue semuanya juga dikasih nama 3 kata oleh ortunya
yahhhh, semacam ngikut2 gue lah, gitchu

Tapi , memang gue akui, nama2 khas Indonesia memang semakin menghilang sekarang2 ini.
nah, yg kayak gini nih yg gue demen

diskusi berkualitas, bukan debat kusir

Maaf, bukan bermaksud SARA, gue sich diajarin utk memberi nama kepada anak, berupa nama2 yg mengandung do'a atau pengharapan.
Memang, gue mengambil dari bahasa Arab, karena memang ini bahasa universal utk agama gue.
Nama anak gue : Nayla Azizah Livyani. Mengandung makna 'wanita yg baik'. Kalo diliat, orang Malaysia juga banyak yg pake nama Azizah. Contohnya, istri dari mantan deputi PM, Anwar Ibrahim.
Yang cowok kami kasih nama : Naufal Muttaqin Arkana. Maknanya, dermawan dan bertaqwa.
Gue ngga paham soal nama yg mengandung makna doa dalam bahasa Indonesia. Ini lebih kepada persoalan bahasa.
Contohnya : Joko Widodo. Makna doanya apa ya ? Prabowo Subianto. Makna doanya apa ya ?

Kalo mengenai 3 kata, ini karena gue pengen aja, anak gue ada first, middle, dan last name. Keren2an ajah, ngga ada soal apa2


Uniknya, baik di keluarga gue maupun di keluarga istri, kami yg pertama menikah dan pertama punya anak, walaupun gue dan istri dua2nya bukan anak sulung. Dan, keponakan gue semuanya juga dikasih nama 3 kata oleh ortunya



Tapi , memang gue akui, nama2 khas Indonesia memang semakin menghilang sekarang2 ini.
Quote:
Original Posted By gemini15►ane juga lagi nyari2 nama buat anak pertama ane nii gan..
menurut ane., nama adalah doa gan., berhubung ane orang islam., nama ke'arab2an menjadi pilihan buat ane gan., soalnya biar doa saya kepada anak itu bisa tercapai gan.. walaupun memang nanti ketika dewasa tergantung ankanya juga sii..
tpi "nama adalah harapan dan doa yg di ingin kan orang tua kepada anak gan.."
nama calon anak ane gan..
"Almeera Anindya Kayyisah"
artinya :
Almeera : putri raja (bhs arap)
Anindya : sempurna (bhs jawa)
Kayyisah : Wanita yang berakal jernih dan cerdik (bhs arap)
jadi artinya : putri sempurna yang berakhal jernih dan cerdik
harapan dan doa saya kepada anak " semoga anak kami menjadi putri yang sempurna yg berprilaku cerdik dan bijaksana" aamiin.
INFO :
klo saya si mikirin nama 2 kata aja gan "Anindya Kayyisah", tapi istri minta 3 kata.. yaa disepakti jadi nama itu gan..
menurut ane., nama adalah doa gan., berhubung ane orang islam., nama ke'arab2an menjadi pilihan buat ane gan., soalnya biar doa saya kepada anak itu bisa tercapai gan.. walaupun memang nanti ketika dewasa tergantung ankanya juga sii..
tpi "nama adalah harapan dan doa yg di ingin kan orang tua kepada anak gan.."
nama calon anak ane gan..
"Almeera Anindya Kayyisah"
artinya :
Almeera : putri raja (bhs arap)
Anindya : sempurna (bhs jawa)
Kayyisah : Wanita yang berakal jernih dan cerdik (bhs arap)
jadi artinya : putri sempurna yang berakhal jernih dan cerdik
harapan dan doa saya kepada anak " semoga anak kami menjadi putri yang sempurna yg berprilaku cerdik dan bijaksana" aamiin.
INFO :
klo saya si mikirin nama 2 kata aja gan "Anindya Kayyisah", tapi istri minta 3 kata.. yaa disepakti jadi nama itu gan..




Quote:
Original Posted By cobanx►
Wakakkakaak
Udah postingan #180gan.. Edit
Bener kata TS nama anak susah malah bikin ribet si anak sendiri, bukan cuma anak tapi mungkin ibu nya sendiri yg malah susah ngeja nama anaknya ( pengalaman nih..wkwwk)
Nama anak saya dua2 saya yg ksh nama ( ya iyalah masa bapak yg laen ksh nama)
- Butuh 2 buku pedoman nama2 yg saya beli d toko buku
- Cari wangsit shalat malam biar kata2 nya penuh arti dan ga bikin berat si anak
Alhasil ketemulah formula yg pas......
Anak pertama di kasih nama
AZZAHRA CALLYSTA NAJLA RAIFA
( harus dengan ejaan dan spasi yang pas )
Alhasil Ibu nya binggung pas ngeja nama anaknya, karena di panggil " CALLYSTA" sama orang2 di buatlah name tag wat sekolah SD dan Tag di buku tulis dia..
Alhasiiiil.... Ibunya selalu nulis " CALLISYTA" di setiap form yg mengharuskan ngisi nama anak
yg kedua... ( lebih parah) karena rumah berdekatan sama mertua yg biasa kita panggil Engkong,dan engkong ini punya 15 cucu di mulut si Engkong lah nama CALLYSTA berubah jadi THALITA....huahahahaha
Karena katanya nama anak lu ribet bener...
dia cuma kedengeran "LITA" doang pas org manggil makanya dia dgn bangga dan senyumnya panggil tuh cucu THALITA..
untungnya anak ane yg itu udh di training basic skill " menulis nama dengan baik dan benar" setiap kata ,ejaan dan spasi udh ane ajarin sampe level 8 biar di ijasah sama buku tulis nya bener ( mudah2an kalo ada form isian jumlah kolomnya pas ya nak! )
Tapi ane bangga sama nama ini...
( karena titipan engkong nya waktu itu kasih nama siti aja katanya biar berkah.. Amien amien tapi telat ksh usulan keburu jadi aktenya)
Kesimpulan..
Nama adalah Doa kedua orang tua, berilah yg simpel tapi punya arti yang luas.. Biar si anak tidak merasa terbebani nantinya..
Bersambung nanti ke anak kedua..
Cewek juga
Wakakkakaak
Udah postingan #180gan.. Edit
Bener kata TS nama anak susah malah bikin ribet si anak sendiri, bukan cuma anak tapi mungkin ibu nya sendiri yg malah susah ngeja nama anaknya ( pengalaman nih..wkwwk)
Nama anak saya dua2 saya yg ksh nama ( ya iyalah masa bapak yg laen ksh nama)
- Butuh 2 buku pedoman nama2 yg saya beli d toko buku
- Cari wangsit shalat malam biar kata2 nya penuh arti dan ga bikin berat si anak
Alhasil ketemulah formula yg pas......
Anak pertama di kasih nama
AZZAHRA CALLYSTA NAJLA RAIFA
( harus dengan ejaan dan spasi yang pas )
Alhasil Ibu nya binggung pas ngeja nama anaknya, karena di panggil " CALLYSTA" sama orang2 di buatlah name tag wat sekolah SD dan Tag di buku tulis dia..
Alhasiiiil.... Ibunya selalu nulis " CALLISYTA" di setiap form yg mengharuskan ngisi nama anak

yg kedua... ( lebih parah) karena rumah berdekatan sama mertua yg biasa kita panggil Engkong,dan engkong ini punya 15 cucu di mulut si Engkong lah nama CALLYSTA berubah jadi THALITA....huahahahaha
Karena katanya nama anak lu ribet bener...
dia cuma kedengeran "LITA" doang pas org manggil makanya dia dgn bangga dan senyumnya panggil tuh cucu THALITA..
untungnya anak ane yg itu udh di training basic skill " menulis nama dengan baik dan benar" setiap kata ,ejaan dan spasi udh ane ajarin sampe level 8 biar di ijasah sama buku tulis nya bener ( mudah2an kalo ada form isian jumlah kolomnya pas ya nak! )
Tapi ane bangga sama nama ini...
( karena titipan engkong nya waktu itu kasih nama siti aja katanya biar berkah.. Amien amien tapi telat ksh usulan keburu jadi aktenya)
Kesimpulan..
Nama adalah Doa kedua orang tua, berilah yg simpel tapi punya arti yang luas.. Biar si anak tidak merasa terbebani nantinya..
Bersambung nanti ke anak kedua..
Cewek juga
Quote:
Original Posted By rebelx►ini juga gan yang bikin ane ngakak jungkir balik 
penting banget kalo musim ujan

penting banget kalo musim ujan

Spoiler for wkwkwkw:

Komen Tercadassss


Quote:
Original Posted By corsamaut►dulu waktu anak lahir saya pribadi ingin kasih nama khas indonesia jaman dahulu,mau saya kasih nama CASIEM.tp istri ga setuju,dia bilang kasihan anak .nanti malu.W.T.F knapa harus malu,mesti bangga dong dengan nama khas indonesia,betulkan?tp istri kekeuh,akhirnya saya mengalah ngikut kemauan istri,krn saya diancam tidak akan dpt "jatah malam" selama anak memyandang nama casiem........akhirnya nama khas indonesia menjadi berkurang
satu lagi, keep ngaskus dan posting Gan Sist..

Diubah oleh namaku374 06-09-2017 00:46


maroonia memberi reputasi
1
77.2K
Kutip
493
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan