- Beranda
- Komunitas
- News
- Sains & Teknologi
[WAJIB TAU] - Information Avoidance, Bagaimana Kita Menjadi Seorang Fanatik yang Buta


TS
pelemparbata
[WAJIB TAU] - Information Avoidance, Bagaimana Kita Menjadi Seorang Fanatik yang Buta
OM SWASTYASTU
SALAM SEJAHTERA

SELAMAT DATANG DI THREAD ANE GAN-SIS
Ane bener-bener suka sama science, jadi ane akan bagi-bagi info tentang berbagai penelitian dan pengetahuan terbaru tentang sciene. Selamat menikmati thread ini semoga bermanfaat dan jangan lupa Rate, Komen ama Cendolnya ya gan-sis
Matur Suksma
SALAM SEJAHTERA





SELAMAT DATANG DI THREAD ANE GAN-SIS
Ane bener-bener suka sama science, jadi ane akan bagi-bagi info tentang berbagai penelitian dan pengetahuan terbaru tentang sciene. Selamat menikmati thread ini semoga bermanfaat dan jangan lupa Rate, Komen ama Cendolnya ya gan-sis



Matur Suksma
Quote:

Quote:
Kita hidup di "zaman informasi", yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Tapi, hanya sedikit yang kita gunakan. Para pelaku diet, memilih untuk tidak melihat kalori, dalam makanan penutup mereka yang lezat.
Orang-orang yang berisiko tinggi untuk penyakit, menghindari pengecekan awal medis.
Dan orang-orang, memilih sumber berita, yang sejalan dengan ideologi politiknya.
Menilik pada penelitian di bidang ekonomi, psikologi, dan sosiologi, George Loewenstein, Russell Golman, dan David Hagmann, dari Carnegie Mellon University, menggambarkan bagaimana, orang memilih realitas mereka sendiri, dengan sengaja menghindari informasi yang mengancam kebahagiaan dan kesejahteraan mereka.
Dalam sebuah makalah, yang diterbitkan dalam Journal of Economic Literature.
Mereka menunjukkan bahwa, sementara kegagalan sederhana untuk memperoleh informasi, adalah kasus yang paling jelas dari "penghindaran informasi," ada berbagai strategi penghindaran-informasi lainnya, yang orang miliki.
Mereka juga sangat mahir, dalam mengarahkan perhatiannya secara selektif, ke informasi yang menegaskan, apa yang mereka percaya, atau yang mencerminkan kesan positif pada mereka, dan dalam melupakan informasi yang mereka harap, itu tidak benar.
"Akuntabilitas standar dari informasi di bidang ekonomi adalah, bahwa orang harus mencari informasi, yang akan membantu dalam pengambilan keputusan, tidak boleh secara aktif menghindari informasi, dan harus tanpa pengaruh emosional, memperbarui pandangan mereka, ketika mereka menghadapi informasi baru yang valid." Kata Loewenstein, Profesor Ekonomi dan Psikologi Universitas Herbert A. Simon, yang ikut mendirikan bidang ilmu ekonomi perilaku.
"Tetapi, orang-orang sering menghindari informasi, yang dapat membantu mereka untuk membuat keputusan yang lebih baik, jika mereka berpikir informasi tersebut, mungkin menyakitkan untuk diterima." Kata Loewenstein.
Bahkan, ketika orang tidak bisa langsung mengabaikan informasi, mereka sering memiliki lingkup pemahaman yang terlalu luas, dalam bagaimana menafsirkannya. Bukti yang dipertanyakan kebenarannya, sering diperlakukan sebagai sesuatu yang kredibel, ketika menegaskan, apa yang seseorang ingin percaya - seperti halnya, kasus pada penelitian yang dipertanyakan validitasnya, yang menghubungkan antara vaksin dan autisme. Dan bukti, yang memenuhi segala tuntutan ketat dari sains, malah dikucilkan, jika bertentangan, dengan apa yang orang ingin percaya, seperti yang digambarkan oleh penolakkan luas, bukti ilmiah, perubahan iklim.
Menghindari informasi dapat berbahaya, misalnya, ketika orang kehilangan kesempatan, untuk mengobati penyakit yang serius sejak dini,
atau gagal untuk belajar tentang investasi keuangan yang lebih baik, yang bisa mempersiapkan mereka untuk pensiun.
Ini juga memiliki implikasi sosial yang besar.
"Implikasi dari penghindaran informasi adalah, bahwa kita tidak terlibat secara efektif, dengan orang-orang yang tidak setuju dengan kita." Kata Hagmann, Ph.D. mahasiswa di Department of Social and Decision Sciences. "Membombardir orang dengan informasi, yang menantang keyakinan mereka - strategi yang biasa orang gunakan dalam upaya persuasi - lebih mungkin, untuk menimbulkan penghindaran defensif, daripada proses penerimaan. Jika kita ingin mengurangi polarisasi politik, kita harus menemukan cara, bukan hanya untuk mengekspos, orang pada informasi yang saling bertentangan, tetapi untuk meningkatkan penerimaan masyarakat, terhadap informasi yang menantang apa yang mereka percaya, dan ingin percaya."
Terlepas dari konsekuensinya, penghindaran informasi, tidak selalu merupakan kesalahan, atau suatu bentuk dari pikiran yang malas.
"Orang-orang melakukannya karena suatu alasan." Kata Golman, assistant professor of social and decision sciences. "Mereka yang tidak mengikuti tes genetik, dapat menikmati hidup mereka, sampai pada saat penyakit mereka tidak dapat diabaikan lagi.
Perasaan percaya diri yang tinggi, dari kemampuan kita sendiri, dapat membantu kita untuk mengejar tujuan besar dan berharga."
Para peneliti percaya, dengan mengerti kapan, mengapa, dan bagaimana orang menghindari informasi, dapat membantu pemerintah, perusahaan, dan organisasi, menjangkau audiens mereka secara efektif, tanpa tenggelam dalam pesan yang tidak diinginkan.
Spoiler for Ilustrasi:
![[WAJIB TAU] - Information Avoidance, Bagaimana Kita Menjadi Seorang Fanatik yang Buta](https://s.kaskus.id/images/2017/03/23/1172593_20170323123218.jpg)
Orang-orang yang berisiko tinggi untuk penyakit, menghindari pengecekan awal medis.
Spoiler for Ilustrasi:
![[WAJIB TAU] - Information Avoidance, Bagaimana Kita Menjadi Seorang Fanatik yang Buta](https://s.kaskus.id/images/2017/03/23/1172593_20170323123348.jpg)
Dan orang-orang, memilih sumber berita, yang sejalan dengan ideologi politiknya.
Spoiler for Ilustrasi:
![[WAJIB TAU] - Information Avoidance, Bagaimana Kita Menjadi Seorang Fanatik yang Buta](https://s.kaskus.id/images/2017/03/23/1172593_20170323123419.jpg)
Menilik pada penelitian di bidang ekonomi, psikologi, dan sosiologi, George Loewenstein, Russell Golman, dan David Hagmann, dari Carnegie Mellon University, menggambarkan bagaimana, orang memilih realitas mereka sendiri, dengan sengaja menghindari informasi yang mengancam kebahagiaan dan kesejahteraan mereka.
Spoiler for Ilustrasi:
![[WAJIB TAU] - Information Avoidance, Bagaimana Kita Menjadi Seorang Fanatik yang Buta](https://s.kaskus.id/images/2017/03/23/1172593_20170323123453.jpg)
Dalam sebuah makalah, yang diterbitkan dalam Journal of Economic Literature.
Spoiler for Ilustrasi:
![[WAJIB TAU] - Information Avoidance, Bagaimana Kita Menjadi Seorang Fanatik yang Buta](https://s.kaskus.id/images/2017/03/23/1172593_20170323123542.jpg)
Mereka menunjukkan bahwa, sementara kegagalan sederhana untuk memperoleh informasi, adalah kasus yang paling jelas dari "penghindaran informasi," ada berbagai strategi penghindaran-informasi lainnya, yang orang miliki.
Spoiler for Ilustrasi:
![[WAJIB TAU] - Information Avoidance, Bagaimana Kita Menjadi Seorang Fanatik yang Buta](https://s.kaskus.id/images/2017/03/23/1172593_20170323123624.jpg)
Mereka juga sangat mahir, dalam mengarahkan perhatiannya secara selektif, ke informasi yang menegaskan, apa yang mereka percaya, atau yang mencerminkan kesan positif pada mereka, dan dalam melupakan informasi yang mereka harap, itu tidak benar.
Spoiler for Ilustrasi:
![[WAJIB TAU] - Information Avoidance, Bagaimana Kita Menjadi Seorang Fanatik yang Buta](https://s.kaskus.id/images/2017/03/23/1172593_20170323123655.jpg)
"Akuntabilitas standar dari informasi di bidang ekonomi adalah, bahwa orang harus mencari informasi, yang akan membantu dalam pengambilan keputusan, tidak boleh secara aktif menghindari informasi, dan harus tanpa pengaruh emosional, memperbarui pandangan mereka, ketika mereka menghadapi informasi baru yang valid." Kata Loewenstein, Profesor Ekonomi dan Psikologi Universitas Herbert A. Simon, yang ikut mendirikan bidang ilmu ekonomi perilaku.
Spoiler for Ilustrasi:
![[WAJIB TAU] - Information Avoidance, Bagaimana Kita Menjadi Seorang Fanatik yang Buta](https://s.kaskus.id/images/2017/03/23/1172593_20170323123719.jpg)
"Tetapi, orang-orang sering menghindari informasi, yang dapat membantu mereka untuk membuat keputusan yang lebih baik, jika mereka berpikir informasi tersebut, mungkin menyakitkan untuk diterima." Kata Loewenstein.
Spoiler for Ilustrasi:
![[WAJIB TAU] - Information Avoidance, Bagaimana Kita Menjadi Seorang Fanatik yang Buta](https://s.kaskus.id/images/2017/03/23/1172593_20170323123805.jpg)
Bahkan, ketika orang tidak bisa langsung mengabaikan informasi, mereka sering memiliki lingkup pemahaman yang terlalu luas, dalam bagaimana menafsirkannya. Bukti yang dipertanyakan kebenarannya, sering diperlakukan sebagai sesuatu yang kredibel, ketika menegaskan, apa yang seseorang ingin percaya - seperti halnya, kasus pada penelitian yang dipertanyakan validitasnya, yang menghubungkan antara vaksin dan autisme. Dan bukti, yang memenuhi segala tuntutan ketat dari sains, malah dikucilkan, jika bertentangan, dengan apa yang orang ingin percaya, seperti yang digambarkan oleh penolakkan luas, bukti ilmiah, perubahan iklim.
Menghindari informasi dapat berbahaya, misalnya, ketika orang kehilangan kesempatan, untuk mengobati penyakit yang serius sejak dini,
Spoiler for Ilustrasi:
![[WAJIB TAU] - Information Avoidance, Bagaimana Kita Menjadi Seorang Fanatik yang Buta](https://s.kaskus.id/images/2017/03/23/1172593_20170323123913.jpg)
atau gagal untuk belajar tentang investasi keuangan yang lebih baik, yang bisa mempersiapkan mereka untuk pensiun.
Spoiler for Ilustrasi:
![[WAJIB TAU] - Information Avoidance, Bagaimana Kita Menjadi Seorang Fanatik yang Buta](https://s.kaskus.id/images/2017/03/23/1172593_20170323123941.jpg)
Ini juga memiliki implikasi sosial yang besar.
"Implikasi dari penghindaran informasi adalah, bahwa kita tidak terlibat secara efektif, dengan orang-orang yang tidak setuju dengan kita." Kata Hagmann, Ph.D. mahasiswa di Department of Social and Decision Sciences. "Membombardir orang dengan informasi, yang menantang keyakinan mereka - strategi yang biasa orang gunakan dalam upaya persuasi - lebih mungkin, untuk menimbulkan penghindaran defensif, daripada proses penerimaan. Jika kita ingin mengurangi polarisasi politik, kita harus menemukan cara, bukan hanya untuk mengekspos, orang pada informasi yang saling bertentangan, tetapi untuk meningkatkan penerimaan masyarakat, terhadap informasi yang menantang apa yang mereka percaya, dan ingin percaya."
Terlepas dari konsekuensinya, penghindaran informasi, tidak selalu merupakan kesalahan, atau suatu bentuk dari pikiran yang malas.
"Orang-orang melakukannya karena suatu alasan." Kata Golman, assistant professor of social and decision sciences. "Mereka yang tidak mengikuti tes genetik, dapat menikmati hidup mereka, sampai pada saat penyakit mereka tidak dapat diabaikan lagi.
Spoiler for Ilustrasi:
![[WAJIB TAU] - Information Avoidance, Bagaimana Kita Menjadi Seorang Fanatik yang Buta](https://s.kaskus.id/images/2017/03/23/1172593_20170323124022.jpg)
Perasaan percaya diri yang tinggi, dari kemampuan kita sendiri, dapat membantu kita untuk mengejar tujuan besar dan berharga."
Spoiler for Ilustrasi:
![[WAJIB TAU] - Information Avoidance, Bagaimana Kita Menjadi Seorang Fanatik yang Buta](https://s.kaskus.id/images/2017/03/23/1172593_20170323124101.jpg)
Para peneliti percaya, dengan mengerti kapan, mengapa, dan bagaimana orang menghindari informasi, dapat membantu pemerintah, perusahaan, dan organisasi, menjangkau audiens mereka secara efektif, tanpa tenggelam dalam pesan yang tidak diinginkan.
Cek Thread Menarik ane yang lainnya
Quote:
SUMBER
Spoiler for SUMUR:
Golman, Russell, David Hagmann and George Loewenstein. 2017. "Information Avoidance." Journal of Economic Literature, 55(1): 96-135.
DOI: 10.1257/jel.20151245
DOI: 10.1257/jel.20151245
Diubah oleh pelemparbata 24-03-2017 03:10
0
16.8K
Kutip
106
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan