- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Program Youth Development Buruk Faktor Utama Bobroknya Sepak Bola Indonesia.


TS
Bocretia
Program Youth Development Buruk Faktor Utama Bobroknya Sepak Bola Indonesia.
Spoiler for wuih HT:

wuih HT pertama ane gan
thx momod sama yang udah ramein

Quote:

Sepak bola adalah salah satu olahraga paling populer di Indonesia, bahkan mungkin yang paling populer, namun cukup disayangkan prestasi Indonesia sangat minim. Faktor dari melempemnya Indonesia dalam sepak bola tidak lain karena buruknya program youth development-nya.
Quote:
“Tapi bukannya sudah ada SSB di Indonesia?”
Ya, Sekolah Sepak Bola (SSB) di Indonesia memang sudah ada, bahkan sangat banyak. Namun itu saja belum cukup sebagai program youth development atau pengembangan usia dini.
Quote:

Berikut alasan SSB saja tidak cukup sebagai program youth development
Spoiler for Pertama:
Tidak ada kriteria dalam pembuatan SSB
Alasan pertama, seperti yang dikatakan expert sepak bola, Coach Justinus Lhaksana, di Indonesia tidak ada kriterianya dalam membuat SSB. Jika ingin membuat SSB, kita tinggal membuatnya, baik untuk usia 6 tahun sampai 17 tahun. Padahal dalam pembuatan SSB musti ada kriterianya. Ini menyebabkan buruknya kualitas sebagian besar SSB di Indonesia.

Asosiasi Provinsi Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (Asprov PSSI), sebagai kepanjangan tangan dari PSSI seharusnya membuat sebuah kriteria untuk SSB. Contohlah kriteria youth development terbaik di dunia, yaitu milik KNVB (PSSI nya Belanda).
SSB yang diakui KNVB hanya yang memiliki kelas usia 6 – 17 tahun. Setiap SSB diwajibkan punya lapangan sendiri, kalaupun tidak harus sewa dan ada kontrak resminya. SSB juga harus rutin menggelar latihan seminggu sekali. Hal ini bertujuan untuk pemerataan kualitas semua SSB.
Alasan pertama, seperti yang dikatakan expert sepak bola, Coach Justinus Lhaksana, di Indonesia tidak ada kriterianya dalam membuat SSB. Jika ingin membuat SSB, kita tinggal membuatnya, baik untuk usia 6 tahun sampai 17 tahun. Padahal dalam pembuatan SSB musti ada kriterianya. Ini menyebabkan buruknya kualitas sebagian besar SSB di Indonesia.

Asosiasi Provinsi Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (Asprov PSSI), sebagai kepanjangan tangan dari PSSI seharusnya membuat sebuah kriteria untuk SSB. Contohlah kriteria youth development terbaik di dunia, yaitu milik KNVB (PSSI nya Belanda).
SSB yang diakui KNVB hanya yang memiliki kelas usia 6 – 17 tahun. Setiap SSB diwajibkan punya lapangan sendiri, kalaupun tidak harus sewa dan ada kontrak resminya. SSB juga harus rutin menggelar latihan seminggu sekali. Hal ini bertujuan untuk pemerataan kualitas semua SSB.
Spoiler for kedua:
Minim Kompetisi Tetap Setiap Musim

Kedua, tidak ada kompetisi tetap setiap musim untuk usia dini. Sebagian besar SSB di Indonesia hanya mengikuti festival dan turnamen, tidak ada kompetisi reguler yang sebenarnya sangat penting untuk mengasah bakat.
Kita ambil contoh dari kota Utrecht, Belanda. Tiap SSB menyediakan tim, dari golongan “F” yang berusia 6-7 tahun sampai golongan “A”, 17 tahun. G"olongan usia tersebut disediakan turnamen oleh KNVB sesuai umurnya, turnamen “F” sampai “A”. Jadi setiap tim muda di Utrecht bisa berkompetisi. Juaranya akan promosi ke kompetisi yang berisi juara SSB kota lain. Semua kompetisi diadakan tiap tahun oleh KNVB.

Membuat kompetisi pada dasarnya cukup mudah. PSSI cukup menyediakan liga yang tiap minngu SSB A bisa berhadapan dengan SSB B, bersistem home-away, dan menyediakan wasit profesional.

Kedua, tidak ada kompetisi tetap setiap musim untuk usia dini. Sebagian besar SSB di Indonesia hanya mengikuti festival dan turnamen, tidak ada kompetisi reguler yang sebenarnya sangat penting untuk mengasah bakat.
Kita ambil contoh dari kota Utrecht, Belanda. Tiap SSB menyediakan tim, dari golongan “F” yang berusia 6-7 tahun sampai golongan “A”, 17 tahun. G"olongan usia tersebut disediakan turnamen oleh KNVB sesuai umurnya, turnamen “F” sampai “A”. Jadi setiap tim muda di Utrecht bisa berkompetisi. Juaranya akan promosi ke kompetisi yang berisi juara SSB kota lain. Semua kompetisi diadakan tiap tahun oleh KNVB.

Membuat kompetisi pada dasarnya cukup mudah. PSSI cukup menyediakan liga yang tiap minngu SSB A bisa berhadapan dengan SSB B, bersistem home-away, dan menyediakan wasit profesional.
Spoiler for Ketiga:
Organisasi yang Tidak Mumpuni

Faktor ketiga, tidak adanya infrastruktur yang layak. Organisasi di daerah kebanyakan dikuasai orang politik, termasuk pengurus Asprov PSSI. Rata-rata orang politik di Indonesia kurang pengetahuan soal sepak bola dan hanya mementingkan kepentingan pribadi.
Contohnya, saat Indonesia membutuhkan seseorang agar program youth development berjalan, orang politik di Indonesia justru hanya memikirkan dirinya sendiri. Bahkan, membuat surat izin sering dipersulit. Pada akhirnya penyelenggaraan kompetisi untuk youth development jadi mangkrak.

Faktor ketiga, tidak adanya infrastruktur yang layak. Organisasi di daerah kebanyakan dikuasai orang politik, termasuk pengurus Asprov PSSI. Rata-rata orang politik di Indonesia kurang pengetahuan soal sepak bola dan hanya mementingkan kepentingan pribadi.
Contohnya, saat Indonesia membutuhkan seseorang agar program youth development berjalan, orang politik di Indonesia justru hanya memikirkan dirinya sendiri. Bahkan, membuat surat izin sering dipersulit. Pada akhirnya penyelenggaraan kompetisi untuk youth development jadi mangkrak.
Spoiler for Keempat:
Kedisiplinan Indonesia kurang
Keempat, faktor kedisiplinan. Pada tahun 80-an, Ricky Yacobi bermain di Matsushita FC (sekarang Gamba Osaka). Dari sana jepang mulai mempelajari cara mengelola liga, akhirnya Jepang pun meniru konsep Galatama (Liga Indonesia pada saat itu). Sekarang sepak bola jepang menjadi yang terbaik di Asia. Indonesia? Ancur lebur kompetisinya.
Kita bisa tertinggal selain karena faktor infrastruktur Jepang yang lebih baik, tingkat kedisiplinan Negeri Matahari Terbit itu juga sangat tinggi, bahkan lebih tinggi dibanding negara-negara di Eropa. Daya juang para pamainnya tinggi, dan selalu berusaha untuk meningkat. Hal ini yang membuat Jepang bisa bersaing di kancah internasional.
Bandingkan dengan Indonesia, kedisiplinannya minim. Jago dikit kita jadi sesumbar dan akhirnya tidak latihan. Iklan sana sini lebih jadi prioritas.
Keempat, faktor kedisiplinan. Pada tahun 80-an, Ricky Yacobi bermain di Matsushita FC (sekarang Gamba Osaka). Dari sana jepang mulai mempelajari cara mengelola liga, akhirnya Jepang pun meniru konsep Galatama (Liga Indonesia pada saat itu). Sekarang sepak bola jepang menjadi yang terbaik di Asia. Indonesia? Ancur lebur kompetisinya.
Kita bisa tertinggal selain karena faktor infrastruktur Jepang yang lebih baik, tingkat kedisiplinan Negeri Matahari Terbit itu juga sangat tinggi, bahkan lebih tinggi dibanding negara-negara di Eropa. Daya juang para pamainnya tinggi, dan selalu berusaha untuk meningkat. Hal ini yang membuat Jepang bisa bersaing di kancah internasional.
Bandingkan dengan Indonesia, kedisiplinannya minim. Jago dikit kita jadi sesumbar dan akhirnya tidak latihan. Iklan sana sini lebih jadi prioritas.
Itulah hal-hal yang membuat youth development Indonesia kurang berjalan mulus. Padahal dari bakat dan budaya kita dalam sepak bola sudah sangat tinggi.
Tulisan ini opini ane gan, kalau ada salah mohon diluruskan, dan kalo ada tambahan silakan komen dibawah nanti ane taro pejwan.
sumber-sumber referensi
Sumber 1
Sumber 2
Sumber 3
Sumber Video Coach Justin durasi 3 jam
Tambahan dari agan-agan
Quote:
Original Posted By CalonPresiden►Ngomongin soal sepakbola Indonesia tidak ada habisnya, banyak hal2 yang harus diperbaiki, akan tetapi sayangnya, orang yang dipercaya untuk memperbaiki adalah orang2 yang tidak kompeten dan hany mengambil keuntungan pribadi dari ngurusin sepakbola nasional.. Apalagi bicara pengembangan bakat pemain muda, sama sekali tidak ada konsep yang jelas.
Ane lihat kelemahan2 kita, betul seperti yang agan tulis, tetapi ada lagi kelemahan lainnya yaitu :
1. SSB itu jadi ajang hanya penyalur hobi, bukan penyalur bakat.
Didirikan oleh mantan pemain bola, kadang dijadikan sebagai mata pencaharian mereka. Kalau dibilang kurangnya turnamen, ane bilang agak kurang tepat, justru sekarang turnamen antar ssb itu banyak, tetapi yang kurang dan ga tepat sasaran adalah, pembinaan di ssb ini kadang ga nyambung hingga tingkat nasional. Harusnya ada kurikulum yang jelas dan baku yang dikeluarkan oleh PSSI. Setahu ane, kurikulum baku macam gtu tidak ada, harusnya PSSI mengeluarkan itu, sejalan dengan konsep baku strategi dan taktik permainan di tingkat nasional, di samping juga pembelajaran teknik2 dasar bermain bola. Sehingga peserta ssb selain bagus di teknik, juga paham di taktik, dan semua seragam sesuai permainan timnas Indonesia.
2. Tidak ada sportifitas.
Ini juga jadi masalah pelik, anak2 di ssb, seharusnya lebih dievaluasi dari segi teknik dan pemahaman taktik. Bukan dicekoki bahwa kemenangan adalah segala-galanya. Jadi ketika turnamen, tidak jarang ada yang saling ribut, merasa dicurangi, dan sebagainya. Bahkan yang lebih parah, ssb itu sudah macam klub pro, kalau mau turnamen, dia bajak membajak pemain dari ssb lainnya, dengan iming2 uang tentu, tujuannya ya supaya ssb itu menang. Bila dilihat, tujuannya tersebut bukan pembinaan, tetapi yah harus menang bagaimanapun caranya. tujuannya bukan memperhatikan si pemain kok, tetapi kalau semakin sering menang maka nama SSB akan harum, dan SSB akan banyak diikuti oleh anak-anak lainnya, makin banyak muridnya, makin besar pendapatan, jadi ujung2nya kepentingan pribadi.
Mungkin itu tambahan dari ane gan.. Ane rasa masih banyak faktor2 yang menyebabkan kenapa sepakbola kita tidak maju2..
Ane lihat kelemahan2 kita, betul seperti yang agan tulis, tetapi ada lagi kelemahan lainnya yaitu :
1. SSB itu jadi ajang hanya penyalur hobi, bukan penyalur bakat.
Didirikan oleh mantan pemain bola, kadang dijadikan sebagai mata pencaharian mereka. Kalau dibilang kurangnya turnamen, ane bilang agak kurang tepat, justru sekarang turnamen antar ssb itu banyak, tetapi yang kurang dan ga tepat sasaran adalah, pembinaan di ssb ini kadang ga nyambung hingga tingkat nasional. Harusnya ada kurikulum yang jelas dan baku yang dikeluarkan oleh PSSI. Setahu ane, kurikulum baku macam gtu tidak ada, harusnya PSSI mengeluarkan itu, sejalan dengan konsep baku strategi dan taktik permainan di tingkat nasional, di samping juga pembelajaran teknik2 dasar bermain bola. Sehingga peserta ssb selain bagus di teknik, juga paham di taktik, dan semua seragam sesuai permainan timnas Indonesia.
2. Tidak ada sportifitas.
Ini juga jadi masalah pelik, anak2 di ssb, seharusnya lebih dievaluasi dari segi teknik dan pemahaman taktik. Bukan dicekoki bahwa kemenangan adalah segala-galanya. Jadi ketika turnamen, tidak jarang ada yang saling ribut, merasa dicurangi, dan sebagainya. Bahkan yang lebih parah, ssb itu sudah macam klub pro, kalau mau turnamen, dia bajak membajak pemain dari ssb lainnya, dengan iming2 uang tentu, tujuannya ya supaya ssb itu menang. Bila dilihat, tujuannya tersebut bukan pembinaan, tetapi yah harus menang bagaimanapun caranya. tujuannya bukan memperhatikan si pemain kok, tetapi kalau semakin sering menang maka nama SSB akan harum, dan SSB akan banyak diikuti oleh anak-anak lainnya, makin banyak muridnya, makin besar pendapatan, jadi ujung2nya kepentingan pribadi.
Mungkin itu tambahan dari ane gan.. Ane rasa masih banyak faktor2 yang menyebabkan kenapa sepakbola kita tidak maju2..
Quote:
Original Posted By faizdikra►
kembali lagi dengan bagaimana pengelolaan dana di organisasi tersebut, ya tau sendirilah dananya bakal dikorupsi kalo orangnya masih itu-itu aja
kembali lagi dengan bagaimana pengelolaan dana di organisasi tersebut, ya tau sendirilah dananya bakal dikorupsi kalo orangnya masih itu-itu aja

Quote:
Original Posted By steven.thereds►mnurut ane, program pembinaan sepak bola juga penting selain skill, attidue pengurus dan pemain perlu juga dibenahi, no ngolok2 yg brlebihan..
nmunh yg tidakn klah pentingnya, pengurs induk organisasi sepak bola juga, selama masih brkaitan dngan politik dan pengurusnya hnya mementingkankan kelompok trtentu sja,
y jlan ditmpat aja sepakbola skrang, kyak status sepakbola kita skrang,
kyaknya indonesia nda cocok main bola klau dtingkat international
nmunh yg tidakn klah pentingnya, pengurs induk organisasi sepak bola juga, selama masih brkaitan dngan politik dan pengurusnya hnya mementingkankan kelompok trtentu sja,
y jlan ditmpat aja sepakbola skrang, kyak status sepakbola kita skrang,
kyaknya indonesia nda cocok main bola klau dtingkat international
Quote:
Original Posted By uray24►Setuju ama TS..tapi biang kerok utama pembinaan sepakbola ya pemilihan pejabat teras PSSI pusat dan smpe daerah yang diisi para veteran pejabat dan konyolnya penunjukan staf hanya berdasarka selera pimpinan..
Jangankan PSSI, coba liat persatuan organisasi olahraga lain di Indonesia, rata-rata Ketua Umum nya ga ada yang bisa olahraga yang diketuainya..
Coba liat Ketua Persatuan Bulutangkis Denmark dan Eropa ? Poul Erik Hoyer Larsen..mantan peraih emas olimpiade 1996.
Coba liat FIFA Ketua Umum nya kalo bukan basicnya sepakbola, lama lama keendus skandal korupsi juga.
Jangankan PSSI, coba liat persatuan organisasi olahraga lain di Indonesia, rata-rata Ketua Umum nya ga ada yang bisa olahraga yang diketuainya..
Coba liat Ketua Persatuan Bulutangkis Denmark dan Eropa ? Poul Erik Hoyer Larsen..mantan peraih emas olimpiade 1996.
Coba liat FIFA Ketua Umum nya kalo bukan basicnya sepakbola, lama lama keendus skandal korupsi juga.
Quote:
Original Posted By sragen99►Kalo kata pelatih ane gan, orang Indonesia itu ngerasa bisa padahal ngga bisa. Ya, bahasa kasarnya sok-sok'an biar keren/dianggep gitu. SSB udah berjamur dimana-mana. Ngga ada background sepak bola, bikin SSB. Jatohnya SSB buat bisnis, bukan buat development sendiri. Emang sistem disini salah. Seperti agan bilang, kalo diluar negeri, ngga ada yang namanya SSB. Adanya akademi sepak bola yang langsung diatasi dari Klub-klub sepak bola.
Quote:
Original Posted By herzberg►Saya melatih di sebuah SSB buat anak usia dini di Surabaya, kita ikut buku panduan dari TImo Scheunemann dalam menyusun program latihan dan mengelola SSBnya karena menurut kami itu cara terbaik sambil tiap pelatih diwajibkan upgrade kemampuan entah lewat baca buku atau lihat di Youtube,
Waktu kecil dulu saya juga join di SSB dan karena saya yang emang agak "unik" saya jadi jarang dimainkan oleh pelatih. Pas jamannya belom ada Inverted WInger saya sudah bermain di posisi itu. Penyeragaman strategi 3-5-2 waktu itu membuat saya banyak dimainkan di posisi bek sayap yang berakhir saya lebih banyak cut inside kedalam dan membuat sisi pertahanan kiri selalu bolong
Sayangnya waktu itu mungkin pelatih tidak terlalu berkembang pemikirannya, saya tidak pernah dimainkan lagi karena dianggap tidak cukup baik di posisi bek sayap (ya iyalah, jaman itu saya sudah belajar jadi winger karena melihat Ryan Giggs
) dan akhirnya saya berhenti bermain sepakbola karena cedera lutut.
Apa yang agan sebut diatas benar, mungkin di jakarta dan beberapa daerah beruntung memiliki SSB yang dikelola dengan benar tapi masih banyak yang belum
Waktu kecil dulu saya juga join di SSB dan karena saya yang emang agak "unik" saya jadi jarang dimainkan oleh pelatih. Pas jamannya belom ada Inverted WInger saya sudah bermain di posisi itu. Penyeragaman strategi 3-5-2 waktu itu membuat saya banyak dimainkan di posisi bek sayap yang berakhir saya lebih banyak cut inside kedalam dan membuat sisi pertahanan kiri selalu bolong


Apa yang agan sebut diatas benar, mungkin di jakarta dan beberapa daerah beruntung memiliki SSB yang dikelola dengan benar tapi masih banyak yang belum

the best comment... so far
Quote:
Original Posted By NyangkuD►Yah gan , ini dari pengalaman saya ya...dari Medan
Tempat pelatihan sepak bola di usia dini di Indonesia ini biasanya deket-deket ama lapangan milik aparat-aparat gan... lapangan-lapangan buat latihan remaja-remaja , itu memang ada. Dari pengalaman saya, itu mereka-mereka yang main, ikut latihan, sampai , kalau misalnya ada seleksi pemain nih... nah.. yang ikut-ikut seleksi itu menurut saya banyak bibit-bibit muda.. yang bener berskill main bola nya... tapi... ada tapi nya nih gan,,,,
Mohon maaf, tidak bermaksud sara atau diskreditkan kelompok tertentu,,
Antara remaja yang latihan di lapangan tersebut. Yang ber-Skill, pasti nya kalah dengan anak-anak yang asli di sekitar lapangan,,, belum tentu kalah skill , tapi lebih karena si pengurus kenal dengan keluarga si pemain...atau bisa jadi si pemain itu anak aparat,, yang bapak nya tinggal di sekitar lapangan asrama...
Belum lagi, pemain-pemain muda yang ber-skill harus di kaitkan dengan ras, atau semacamnya...
[Pengalaman Pribadi saya,, asli ini ]
SMP, saya gabung du salah satu pelatihan sepak bola dekat Asrama Ar**nud & Br**ob (lapangannya tempat aparat main bola nih)
Nah,, pas jam latihan nih...Maaf nih kebetulan Tionghua saya nya,,, saya di gini in ama pemain bola muda yang lain..
"Cina KONT*L... kalau mau main gabung sama kita.. lu harus juggling 10 kali..kalau ga bisa, ga usah kau main sama kami" nah ,, itu baru awal mau gabung nya. Kebetulan saya lewat gan,,, dan bisa gabung dan ikut latihan...
Pada masa-masa latihan.. nah ,,, itu lebih parah lagi.. kalau ngoper bola miss... atau dapet bola ,, saya dah ga asing sama kata-kata kaya , " Woi Aseng...sini bolanya... atau Woii Cien Cialo...bola nya... oper..." nah kalau latihan gitu pas lagi kalah ,, atau kebobolan,,, nah itu agan bisa bayangkanlah gimana ...
Nah kalau pass ada Tournament atau kompetisi... nah ,, itu bakalan ada aja pemain-muka baru yang kelihatan ga kita kenal,,, gabung ikut latihan pass di hari hari menjelang kompetisi..., kalau ga ada kompetisi nah ,, enggak kelihatan,,, mungkin anak pejabat atau gimana , yang menurut saya skill membuly nya jauh lebih bagus dari pada main bolanya.
Jadi saya rasa, nih pembina-pembina nya juga ga bener-bener nih,,,jangan karena ,memang punya toko olahraga . di jadiin pembina,,,perlu orang-orang yang memang niatannya , bener-bener mau majuin sepak bola lokal... bukan yang ikut-ikut taruhan di pinggir lapangan pass kompetisi...
Ini sedikit dari pengalaman saya deh gan,,, dulu cita-cita pingin jadi pemain timnas,, karena pada masa itu masa-masa filem nya Captain Tsubasa....tapi melihat Persepakbolaan Indonesia sekarang,,, ane rasa... ane ga nyesal-nyesal amat...
Tempat pelatihan sepak bola di usia dini di Indonesia ini biasanya deket-deket ama lapangan milik aparat-aparat gan... lapangan-lapangan buat latihan remaja-remaja , itu memang ada. Dari pengalaman saya, itu mereka-mereka yang main, ikut latihan, sampai , kalau misalnya ada seleksi pemain nih... nah.. yang ikut-ikut seleksi itu menurut saya banyak bibit-bibit muda.. yang bener berskill main bola nya... tapi... ada tapi nya nih gan,,,,
Mohon maaf, tidak bermaksud sara atau diskreditkan kelompok tertentu,,
Antara remaja yang latihan di lapangan tersebut. Yang ber-Skill, pasti nya kalah dengan anak-anak yang asli di sekitar lapangan,,, belum tentu kalah skill , tapi lebih karena si pengurus kenal dengan keluarga si pemain...atau bisa jadi si pemain itu anak aparat,, yang bapak nya tinggal di sekitar lapangan asrama...
Belum lagi, pemain-pemain muda yang ber-skill harus di kaitkan dengan ras, atau semacamnya...
[Pengalaman Pribadi saya,, asli ini ]
SMP, saya gabung du salah satu pelatihan sepak bola dekat Asrama Ar**nud & Br**ob (lapangannya tempat aparat main bola nih)
Nah,, pas jam latihan nih...Maaf nih kebetulan Tionghua saya nya,,, saya di gini in ama pemain bola muda yang lain..
"Cina KONT*L... kalau mau main gabung sama kita.. lu harus juggling 10 kali..kalau ga bisa, ga usah kau main sama kami" nah ,, itu baru awal mau gabung nya. Kebetulan saya lewat gan,,, dan bisa gabung dan ikut latihan...
Pada masa-masa latihan.. nah ,,, itu lebih parah lagi.. kalau ngoper bola miss... atau dapet bola ,, saya dah ga asing sama kata-kata kaya , " Woi Aseng...sini bolanya... atau Woii Cien Cialo...bola nya... oper..." nah kalau latihan gitu pas lagi kalah ,, atau kebobolan,,, nah itu agan bisa bayangkanlah gimana ...
Nah kalau pass ada Tournament atau kompetisi... nah ,, itu bakalan ada aja pemain-muka baru yang kelihatan ga kita kenal,,, gabung ikut latihan pass di hari hari menjelang kompetisi..., kalau ga ada kompetisi nah ,, enggak kelihatan,,, mungkin anak pejabat atau gimana , yang menurut saya skill membuly nya jauh lebih bagus dari pada main bolanya.
Jadi saya rasa, nih pembina-pembina nya juga ga bener-bener nih,,,jangan karena ,memang punya toko olahraga . di jadiin pembina,,,perlu orang-orang yang memang niatannya , bener-bener mau majuin sepak bola lokal... bukan yang ikut-ikut taruhan di pinggir lapangan pass kompetisi...
Ini sedikit dari pengalaman saya deh gan,,, dulu cita-cita pingin jadi pemain timnas,, karena pada masa itu masa-masa filem nya Captain Tsubasa....tapi melihat Persepakbolaan Indonesia sekarang,,, ane rasa... ane ga nyesal-nyesal amat...
Quote:
Original Posted By NyangkuD►Di Jakarta mungkin agak bener tempat pembinaan pemain-pemain muda... bahkan setau saya ada sekolah-sekolah bola yang didirikan club-club liga eropa....yang mampir di Jkt.. beruntung,,, anak-anak ibu kota punya tempat belajar bola begitu...
Kalau saja waktu bisa di ulang balik,,, saya akan merantau ke negri tetangga buat main bola...
Kasihan kita-kita yang ga di ibu kota ini...sekarang lahan kosong udah minim,.. tempat latihan bola pada suka nge bully,anak pejabat yang di prioritaskan sama pembina,,,
Menurut saya pribadi perlu revolusi mental juga deh ,,untuk memajukan sepak bola Indo,,,dan kalau memang berjalan ,,, kita bisa lihat hasilnya di 7 atau 10 tahun mendatang....
Kalau saja waktu bisa di ulang balik,,, saya akan merantau ke negri tetangga buat main bola...
Kasihan kita-kita yang ga di ibu kota ini...sekarang lahan kosong udah minim,.. tempat latihan bola pada suka nge bully,anak pejabat yang di prioritaskan sama pembina,,,
Menurut saya pribadi perlu revolusi mental juga deh ,,untuk memajukan sepak bola Indo,,,dan kalau memang berjalan ,,, kita bisa lihat hasilnya di 7 atau 10 tahun mendatang....
Diubah oleh Bocretia 31-10-2016 11:25
0
44.3K
Kutip
293
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan