- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Prof. Dr. Taruna Ikrar Bantah Pernyataan, Ahok Perlu Observasi Otak


TS
bobybs
Prof. Dr. Taruna Ikrar Bantah Pernyataan, Ahok Perlu Observasi Otak

Quote:
Wartakesehatan.com – Maraknya pemberitaan di beberapa media online tanah air, terkait dengan hasil penelitian yang menerangkan bahwa Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, yang merupakan Gubernur DKI Jakarta saat ini, memiliki tujuh faktor negatif.
Hasil penelitian ini, menyeret nama Profesor yang kini dipercaya oleh dunia luar sebagai Kepala Riset Otak di University California. Dalam pemberitaan tersebut menyebutkan Prof Dr Taruna Ikrar sebagai Kepala Riset Otak di University of California, melalui tulisan yang ditulis oleh seorang yang bernama Sem Haisy, yang menyebutkan bahwa hasil penelitian Prof Dr Taruna Ikrar menyatakan, ada tujuh faktor negatif yang melekat pada sikap dan retorika Ahok dalam memimpin Jakarta.
Dalam pemberitaan yang dihimpun oleh wartakesehatan dari beberapa media online Profesor yang pernah dicalonkan sebagai penerima nobel ini menyatakan, dari sudut pandang neurosains, Ahok termasuk pemimpin di Indonesia yang perlu diobservasi otaknya. Dimana Prof Taruna menggunakan tiga metode, untuk mengukur hal tersebut, yakni performance emotions, Unstable less empathy, dan Wild decision.
Terkait sejumlah situs online yang menyertakan namanya, Prof Taruna, menyatakan bahwa keterangan terkait dengan Ahok memiliki tujuh faktor negatif tidak benar adanya.
Berikut bantahan Prof Dr Taruna Ikrar Kepala Riset Otak di University of California, melalui pesan elektronik yang diterima redaksi wartakesehatan.com, senin (1/8/16).
“Terkait sejumlah situs online yang menyertakan nama saya dalam berita/artikelnya terkait sosok Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dan pendukungnya mengalami masalah otak, bersama ini saya menyampaikan klarifikasi bahwa saya tidak pernah menyatakan/menulis hal seperti itu.”
“Tulisan/Berita tersebut telah menyampaikan informasi yang tidak benar dan berpotensi untuk menyesatkan opini publik serta mengandung fitnah (Rasisme and Diskriminatif) yang mencemarkan nama baik saya.”
“Saya berharap agar masyarakat tidak terpancing dan bijak menanggapi serta menyikapi setiap informasi yang disampaikan lewat sumber berita online atau media sosial.”
Sebagai klarifikasi, bahwa tulisan tersebut, “BUKAN PERNYATAAN SAYA”
Terimakasih atas perhatiannya
Wassalam,
Prof Dr Taruna Ikrar
Hasil penelitian ini, menyeret nama Profesor yang kini dipercaya oleh dunia luar sebagai Kepala Riset Otak di University California. Dalam pemberitaan tersebut menyebutkan Prof Dr Taruna Ikrar sebagai Kepala Riset Otak di University of California, melalui tulisan yang ditulis oleh seorang yang bernama Sem Haisy, yang menyebutkan bahwa hasil penelitian Prof Dr Taruna Ikrar menyatakan, ada tujuh faktor negatif yang melekat pada sikap dan retorika Ahok dalam memimpin Jakarta.
Dalam pemberitaan yang dihimpun oleh wartakesehatan dari beberapa media online Profesor yang pernah dicalonkan sebagai penerima nobel ini menyatakan, dari sudut pandang neurosains, Ahok termasuk pemimpin di Indonesia yang perlu diobservasi otaknya. Dimana Prof Taruna menggunakan tiga metode, untuk mengukur hal tersebut, yakni performance emotions, Unstable less empathy, dan Wild decision.
Terkait sejumlah situs online yang menyertakan namanya, Prof Taruna, menyatakan bahwa keterangan terkait dengan Ahok memiliki tujuh faktor negatif tidak benar adanya.
Berikut bantahan Prof Dr Taruna Ikrar Kepala Riset Otak di University of California, melalui pesan elektronik yang diterima redaksi wartakesehatan.com, senin (1/8/16).
“Terkait sejumlah situs online yang menyertakan nama saya dalam berita/artikelnya terkait sosok Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dan pendukungnya mengalami masalah otak, bersama ini saya menyampaikan klarifikasi bahwa saya tidak pernah menyatakan/menulis hal seperti itu.”
“Tulisan/Berita tersebut telah menyampaikan informasi yang tidak benar dan berpotensi untuk menyesatkan opini publik serta mengandung fitnah (Rasisme and Diskriminatif) yang mencemarkan nama baik saya.”
“Saya berharap agar masyarakat tidak terpancing dan bijak menanggapi serta menyikapi setiap informasi yang disampaikan lewat sumber berita online atau media sosial.”
Sebagai klarifikasi, bahwa tulisan tersebut, “BUKAN PERNYATAAN SAYA”
Terimakasih atas perhatiannya
Wassalam,
Prof Dr Taruna Ikrar
Tau sendiri kan kerjaan siapa?





Spoiler for Sumber:
Spoiler for Parah ini mah pencemaran nama baik:
Sampe page 17 nggak ada seekor dedengkot nasbung pun yg nongol, yg keluar klon nasbung newbie ga nyampe 5 ekor





Spoiler for Sumber valid, beda sama trit tandingan sebelah:




Spoiler for Clear ya:
Quote:
Original Posted By fireinthedeep►
portal berita yg nasbung bawa udah kasih hak koreksi
salut masih mau ikut kode etik jurnalistik
portal berita yg nasbung bawa udah kasih hak koreksi

salut masih mau ikut kode etik jurnalistik

Quote:
Berita tentang Otak Ahok Bukan Pernyataan Taruna Ikrar
PROF. Dr. Taruna Ikrar, ahli neurobiologi di Universitas California – Amerika Serikat, mengklarifikasi informasi sejumlah situs online yang menyertakan namanya dalam berita dan artikel terkait sosok Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dan pendukungnya mengalami masalah otak, bersumber dari dirinya. Tulisan / Berita tersebut tidak bersumber darinya.
Dalam klarifikasinya, Taruna mengemukakan, tulisan tersebut, “bukan pernyataan saya.” Klarifikasi itu disampaikan via whatsapp kepada Tomi Lebang, yang mengkonfirmasi artikel Neuropolitic dalam Pilkada DKI Jakarta yang dimuat di portal analisis berita dan peristiwa akarpadinews.com. Artikel tersebut merujuk artikel nusantarakini.com, 29 Juni 2016 bertajuk Evaluasi Otak Ahok. Berikut Penjelasan Guru Besar Neurobiologi Universitas California.
Secara lengkap konfirmasi Taruna Ikrar tersebut, seperti ini:
“Terkait sejumlah situs online yang menyertakan nama saya dalam berita / artikel terkait sosok Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dan pendukungnya mengalami masalah otak saya tidak pernah menyatakan / menulis hal seperti itu.
Tulisan / Berita tersebut telah menyampaikan informasi yang tidak benar dan berpotensi untuk menyesatkan opini publik serta mengandung fitnah (Rasisme and Diskriminatif) yang mencemarkan nama baik saya.
Saya berharap agar masyarakat tidak terpancing dan bijak menanggapi serta menyikapi setiap informasi yang disampaikan lewat sumber berita online atau media sosial.
Sebagai klarifikasi, bahwa tulisan tersebut, BUKAN PERNYATAAN SAYA. Terima kasih atas perhatiannya.
Wassalam Prof Dr Taruna Ikrar.”
Artikel opini bertajuk Neuropolitic dalam Pilkada DKI, selain merujuk pada artikel yang dimuat nusantarakini.com, juga merujuk berbagai informasi – pemberitaan beberapa media, yang telah menjadi pembicaraan publik.
Artikel tersebut dikutip beberapa media online dan di-share di media sosial. Antara lain dengan menghilangkan beberapa bagian, sehingga tak dapat terbaca secara utuh.
Ketika menulis artikel tersebut saya abai tak memverifikasi media rujukan lebih dulu dan tidak mengkonfirmasi isi artikel yang saya rujuk tersebut kepada Prof Dr Taruna Ikrar.
Neurosains dan Kepemimpinan
National Geographic Indonesia, 8 April 2014, menurunkan tulisan M Zaid Wahyudi / Kompas, bertajuk: Indonesia Butuh Otak Calon Pemimpin yang Sehat. Dalam artikel itu dikemukakan, pentingnya peran otak sebagai pusat pengambilan keputusan membuat pemeriksaan otak calon pemimpin perlu dilakukan.
Lebih lanjut, artikel itu menguraikan, metode ini banyak diterapkan negara maju, tetapi belum jamak di Indonesia. Syarat kesehatan calon pemimpin Indonesia baru dilihat dari aspek fisik semata, belum melibatkan aspek psikologi dan neurosains.
Kajian tentang neurosains dan kepemimpinan kini sedang berkembang di dunia. Dalam artikelnya di jurnal Academy of Management Perspectives – David A. Waldman, Pierre A. Balthazard, dan Suzanne J. Peterson secara bersama menulis tentang Leadership and Neuroscience.
Para peneliti menghadapi tantangan utama, yaitu berikhtiar membuat hubungan teoritis antara aktivitas otak dan perilaku kepemimpinan yang jelas dan berkualitas. Mereka mengemukakan, Henry Mintzberg, pada 1976 merekomendasikan tantangan untuk meneliti otak kiri – otak kanan yang mungkin relevan dengan manajemen dan kepemimpinan.
Secara khas, Mintzberg berpendapat para pemimpin mungkin relatif berbeda dalam mengelola kekuatan relatif atau dominasi berkaitan dengan dua belahan otak. Dalam pandangan Hambrick (1996), pemimpin dengan belahan otak kiri yang dominan, fokusnya sebagian besar berfikir rasional, menggunakan logika. Pemimpin seperti ini dapat membuat rencana yang baik.
Sebaliknya, pemimpin dengan belahan otak kanan yang dominan, fokusnya sebagian besar imajinasi, kreativitas, citra visual, dan respon emosional, dapat menjadi pemimpin yang baik.
Sebelumnya, peneliti lain (Hines, 1987) secara kritis telah ‘meninggalkan mitologi otak kiri – otak kanan.’
Merujuk pada Barsade dan Gibson, 2007, mereka menulis, kepemimpinan yang efektif mengekspresikan hal-hal yang positif, suasana optimis tentang masa depan, dan meminimalkan ekspresi kecemasan, sedih, atau rasa takut yang mungkin menurunkan motivasi para pengikutnya.
Selain itu, kepemimpinan yang efektif melibatkan pemahaman dan kemampuan mempengaruhi emosi positif kepada orang lain melalui harapan dan inspirasi. Dalam konteks itu, hubungan antara aktivitas otak tertentu dan emosi dapat dipertemukan melalui pemahaman lebih baik tentang sifat keseimbangan emosional.
Koran Sindo edisi 6 Maret 2016, di bawah tajuk Singkap Ilmu Neurosains kepada Publik, menyajikan informasi, bahwa neurosains bermanfaat bagi pengembangan pribadi, keluarga, kemajuan bisnis, perusahaan, dan kesiapan bangsa Indonesia dalam memasuki era masyarakat ekonomi ASEAN (MEA).
Pentingnya ilmu ini, menurut artikel di Koran Sindo, ini disingkap oleh oleh komunitas Neuronesia, yang getol berbagi ilmu dan menggelar kegiatan tentang neurosains. Neurosains sendiri merupakan studi ilmiah dari sistem saraf.
Secara tradisional, neurosains telah dilihat sebagai cabang biologi. Namun, saat ini ilmu interdisipliner yang bekerja sama dengan bidang-bidang lainnya seperti kimia, ilmu kognitif, ilmu komputer, teknik, linguistik, matematika, kedokteran (termasuk neurologi), dan genetika bersekutu, termasuk filosofi, fisika, dan psikologi.
Koran Sindo juga menulis, berbagai aspek kehidupan banyak disinggung komunitas ini, antara lain, neuroeducation, neuroteaching, neuroparenting, neuromarketing, neuromanagement, neurocoaching, neuroleadership, neuropsychology, neurocommunication, neuropolitics, neurocultural, neuroeconomics, neuroengineering, dan lain-lainnya.
Akan halnya Media Indonesia, Sabtu: 4 Juni 2016, menyajikan informasi, bahwa perilaku yang baik mencirikan fungsi otak yang baik, demikian juga sebaliknya. Hal itu merupakan kesimpulan dari penggunaan alat positron emission tomography. |
Editor : sem haesy
Sumber http://akarpadinews.com/read/polhukam/berita-tentang-otak-ahok-bukan-pernyataan-taruna-ikrar
PROF. Dr. Taruna Ikrar, ahli neurobiologi di Universitas California – Amerika Serikat, mengklarifikasi informasi sejumlah situs online yang menyertakan namanya dalam berita dan artikel terkait sosok Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dan pendukungnya mengalami masalah otak, bersumber dari dirinya. Tulisan / Berita tersebut tidak bersumber darinya.
Dalam klarifikasinya, Taruna mengemukakan, tulisan tersebut, “bukan pernyataan saya.” Klarifikasi itu disampaikan via whatsapp kepada Tomi Lebang, yang mengkonfirmasi artikel Neuropolitic dalam Pilkada DKI Jakarta yang dimuat di portal analisis berita dan peristiwa akarpadinews.com. Artikel tersebut merujuk artikel nusantarakini.com, 29 Juni 2016 bertajuk Evaluasi Otak Ahok. Berikut Penjelasan Guru Besar Neurobiologi Universitas California.
Secara lengkap konfirmasi Taruna Ikrar tersebut, seperti ini:
“Terkait sejumlah situs online yang menyertakan nama saya dalam berita / artikel terkait sosok Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dan pendukungnya mengalami masalah otak saya tidak pernah menyatakan / menulis hal seperti itu.
Tulisan / Berita tersebut telah menyampaikan informasi yang tidak benar dan berpotensi untuk menyesatkan opini publik serta mengandung fitnah (Rasisme and Diskriminatif) yang mencemarkan nama baik saya.
Saya berharap agar masyarakat tidak terpancing dan bijak menanggapi serta menyikapi setiap informasi yang disampaikan lewat sumber berita online atau media sosial.
Sebagai klarifikasi, bahwa tulisan tersebut, BUKAN PERNYATAAN SAYA. Terima kasih atas perhatiannya.
Wassalam Prof Dr Taruna Ikrar.”
Artikel opini bertajuk Neuropolitic dalam Pilkada DKI, selain merujuk pada artikel yang dimuat nusantarakini.com, juga merujuk berbagai informasi – pemberitaan beberapa media, yang telah menjadi pembicaraan publik.
Artikel tersebut dikutip beberapa media online dan di-share di media sosial. Antara lain dengan menghilangkan beberapa bagian, sehingga tak dapat terbaca secara utuh.
Ketika menulis artikel tersebut saya abai tak memverifikasi media rujukan lebih dulu dan tidak mengkonfirmasi isi artikel yang saya rujuk tersebut kepada Prof Dr Taruna Ikrar.
Neurosains dan Kepemimpinan
National Geographic Indonesia, 8 April 2014, menurunkan tulisan M Zaid Wahyudi / Kompas, bertajuk: Indonesia Butuh Otak Calon Pemimpin yang Sehat. Dalam artikel itu dikemukakan, pentingnya peran otak sebagai pusat pengambilan keputusan membuat pemeriksaan otak calon pemimpin perlu dilakukan.
Lebih lanjut, artikel itu menguraikan, metode ini banyak diterapkan negara maju, tetapi belum jamak di Indonesia. Syarat kesehatan calon pemimpin Indonesia baru dilihat dari aspek fisik semata, belum melibatkan aspek psikologi dan neurosains.
Kajian tentang neurosains dan kepemimpinan kini sedang berkembang di dunia. Dalam artikelnya di jurnal Academy of Management Perspectives – David A. Waldman, Pierre A. Balthazard, dan Suzanne J. Peterson secara bersama menulis tentang Leadership and Neuroscience.
Para peneliti menghadapi tantangan utama, yaitu berikhtiar membuat hubungan teoritis antara aktivitas otak dan perilaku kepemimpinan yang jelas dan berkualitas. Mereka mengemukakan, Henry Mintzberg, pada 1976 merekomendasikan tantangan untuk meneliti otak kiri – otak kanan yang mungkin relevan dengan manajemen dan kepemimpinan.
Secara khas, Mintzberg berpendapat para pemimpin mungkin relatif berbeda dalam mengelola kekuatan relatif atau dominasi berkaitan dengan dua belahan otak. Dalam pandangan Hambrick (1996), pemimpin dengan belahan otak kiri yang dominan, fokusnya sebagian besar berfikir rasional, menggunakan logika. Pemimpin seperti ini dapat membuat rencana yang baik.
Sebaliknya, pemimpin dengan belahan otak kanan yang dominan, fokusnya sebagian besar imajinasi, kreativitas, citra visual, dan respon emosional, dapat menjadi pemimpin yang baik.
Sebelumnya, peneliti lain (Hines, 1987) secara kritis telah ‘meninggalkan mitologi otak kiri – otak kanan.’
Merujuk pada Barsade dan Gibson, 2007, mereka menulis, kepemimpinan yang efektif mengekspresikan hal-hal yang positif, suasana optimis tentang masa depan, dan meminimalkan ekspresi kecemasan, sedih, atau rasa takut yang mungkin menurunkan motivasi para pengikutnya.
Selain itu, kepemimpinan yang efektif melibatkan pemahaman dan kemampuan mempengaruhi emosi positif kepada orang lain melalui harapan dan inspirasi. Dalam konteks itu, hubungan antara aktivitas otak tertentu dan emosi dapat dipertemukan melalui pemahaman lebih baik tentang sifat keseimbangan emosional.
Koran Sindo edisi 6 Maret 2016, di bawah tajuk Singkap Ilmu Neurosains kepada Publik, menyajikan informasi, bahwa neurosains bermanfaat bagi pengembangan pribadi, keluarga, kemajuan bisnis, perusahaan, dan kesiapan bangsa Indonesia dalam memasuki era masyarakat ekonomi ASEAN (MEA).
Pentingnya ilmu ini, menurut artikel di Koran Sindo, ini disingkap oleh oleh komunitas Neuronesia, yang getol berbagi ilmu dan menggelar kegiatan tentang neurosains. Neurosains sendiri merupakan studi ilmiah dari sistem saraf.
Secara tradisional, neurosains telah dilihat sebagai cabang biologi. Namun, saat ini ilmu interdisipliner yang bekerja sama dengan bidang-bidang lainnya seperti kimia, ilmu kognitif, ilmu komputer, teknik, linguistik, matematika, kedokteran (termasuk neurologi), dan genetika bersekutu, termasuk filosofi, fisika, dan psikologi.
Koran Sindo juga menulis, berbagai aspek kehidupan banyak disinggung komunitas ini, antara lain, neuroeducation, neuroteaching, neuroparenting, neuromarketing, neuromanagement, neurocoaching, neuroleadership, neuropsychology, neurocommunication, neuropolitics, neurocultural, neuroeconomics, neuroengineering, dan lain-lainnya.
Akan halnya Media Indonesia, Sabtu: 4 Juni 2016, menyajikan informasi, bahwa perilaku yang baik mencirikan fungsi otak yang baik, demikian juga sebaliknya. Hal itu merupakan kesimpulan dari penggunaan alat positron emission tomography. |
Editor : sem haesy
Sumber http://akarpadinews.com/read/polhukam/berita-tentang-otak-ahok-bukan-pernyataan-taruna-ikrar



Diubah oleh bobybs 02-08-2016 17:35
0
33K
Kutip
454
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan