- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Dilematis Pasien BPJS Kesehatan yang Ditolak Rumah Sakit Hingga Meregang Nyawa


TS
ibnutiangfei
Dilematis Pasien BPJS Kesehatan yang Ditolak Rumah Sakit Hingga Meregang Nyawa
Quote:
Ada lagi nih, kabar kurang mengenakkan dari dunia kesehatan. Kabar seorang pasien peserta BPJS kesehatan yang sebelumnya sempat ditolak beberapa rumah sakit hingga akhirnya meninggal dunia.
Jadi pasien BPJS tersebut bisa diibaratkan sebagai bola pingpong, yang bisa seenaknya dioper atau dilempar kesana-kemari hingga akhirnya meninggal dunia
Kasus pasien BPJS yang ditolak pihak rumah sakit bukan kali ini saja terjadi, sebelumnya sudah sering berkali-kali diberitakan pasien BPJS ditolak rumah sakit dengan berbagai alasan. Alasan yang paling klasik biasanya kamarnya penuh bla...bla...bla...
Seperti ini nih kabar terbaru pasien BPJS meninggal dunia:



Quote:
Ditolak Tiga Rumah Sakit, Peserta BPJS Kelas 2 Meninggal Dunia
Quote:

Quote:
Udin Syahrudin (47), pasien peserta BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan di Bogor dikabarkan meninggal dunia setelah tak tertangani di sejumlah rumah sakit.
Keluarga pun heran dengan prosedur penanganan pihak rumah sakit. Udin pemegang kartu Kartu BPJS Kesehatan itu meninggal dunia, Selasa (1/3/2016) dinihari.
Sebelum meninggal dunia, Udin yang juga Ketua RT 06/08, Kampung Kedunghalang Talang, Kelurahan Kedunghalang, Bogor Utara, Kota Bogor sempat ditolak tiga rumah sakit di Bogor.
Tenny (42) istri almarhum kepada wartawan, Selasa (1/3/2016), mengungkapkan kebingungan atas prosedur rumah sakit. "Saya juga bingung kenapa tidak diambil tindakan dulu oleh dokter jaga Unit Gawat Darurat (UGD), RSUD Kota Bogor, padahal kondisi suami saya sudah lemas karena sebelumnya sempat ditolak juga di Rumah Sakit swasta di Jalan Pajajaran," kata Tenny.
Menurut Tenny pihak rumah sakit, langsung mengarahkan agar Udin dibawa ke Rumah Sakit Marzuki Mahdi (RSMM).
Menurut Tenny, almarhum Udin Syahrudin sebetulnya tidak memiliki riwayat jantung. Bahkan beberapa hari sebelum dibawa ke RS Mulia di Jalan Pajajaran, sempat dirawat satu hari di RS Family Medical Centre, Jalan Raya Bogor-Jakarta, Sukaraja, Kabupaten Bogor.
"Setelah itu dokter mempersilahkan pulang. Satu hari kemudian kambuh lagi, dadanya tiba-tiba nyesek dan dibawa ke RS Mulia di Jalan Pajajaran, tapi dokter di rumah sakit ini menyarankan suami saya yang sudah lemas itu harus segera dirawat di ruang ICU, saat itu juga kita bawa ke RSUD Kota Bogor,” ujar ibu anak satu itu.
Hal senada diungkapkan, Tina (39) adik Tenny yang ikut mengantar almarhum beberapa saat sebelum meninggal dunia. "Iya kita perempuan semua yang mengantar," katanya.
Mereka sekeluarga bingung, kenapa almarhum sebelum meninggal yang memang kondisinya sudah kritis dan harus mendapatkan penanganan intensif, malah mendapatkan perlakuan tak manusiawi.
"Padahal almarhum itu peserta BPJS kelas 2. Tiga rumah sakit yang menolak itu alasannya penuh. Seharusnya sebelum mereka menolak secara halus dengan dalih ruang penuh, lakukan tindakan," ujarnya.
Menurutnya, Rumah Sakit Islam Bogor tempat pasien akhirnya mendapatkan perawatan intensif hingga menghembuskan nafas terakhir mau menerima, setelah pihak keluarga pasien yang mengantar mengaku bukan peserta BPJS.
"Di RS Islam Bogor itupun kita mendaftar dan akhirnya mau ditangani setelah kita bilang pasien umum (bukan pasien BPJS)," katanya.
Hingga jasad almarhum dikuburkan, pihak keluarga belum mengetahui persis penyebab pasti atau hasil diagnosis dokter bahwa almarhum mengidap penyakit jantung.
"Sebelumnya nggak keluhan atau riwayat sakit jantung. Kami sangat menyayangkan, sikap beberapa rumah sakit, khususnya yang notabene milik pemerintah malah memperlakukan pasien yang sudah dalam kondisi lemas (sekarat). Kemana sisi kemanusiaannya," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Humas RSUD Kota Bogor Okto Muhammad Ikhsan saat dikonfirmasi, membantah pihaknya menolak hanya karena pasien adalah peserta BPJS Kesehatan.
"Yang jelas bukan karena BPJS, nanti saya coba cek dulu ke pihak IGD RSUD, dan saya minta detail identitas almarhum," ujarnya.
Dia juga mengatakan, pasien sebetulnya sempat ditangani dokter jaga ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD).
"Pasien sempat diperiksa dokter IGD Shift malam, rujukan dari RS Mulia dan sudah diberikan obat ISDN. Saat itu (almarhum) kondisinya sadar penuh, tanda-tanda vital dalam batas normal, keluhan nyeri ulu hati dan EKG batas normal. Sudah diberikan 02 nasal di IGD, karena ruang penuh dan kondisi pasien stabil maka pasien dirujuk lagi saran ke RS terdekat," kata Okto. Sumber
Keluarga pun heran dengan prosedur penanganan pihak rumah sakit. Udin pemegang kartu Kartu BPJS Kesehatan itu meninggal dunia, Selasa (1/3/2016) dinihari.
Sebelum meninggal dunia, Udin yang juga Ketua RT 06/08, Kampung Kedunghalang Talang, Kelurahan Kedunghalang, Bogor Utara, Kota Bogor sempat ditolak tiga rumah sakit di Bogor.
Tenny (42) istri almarhum kepada wartawan, Selasa (1/3/2016), mengungkapkan kebingungan atas prosedur rumah sakit. "Saya juga bingung kenapa tidak diambil tindakan dulu oleh dokter jaga Unit Gawat Darurat (UGD), RSUD Kota Bogor, padahal kondisi suami saya sudah lemas karena sebelumnya sempat ditolak juga di Rumah Sakit swasta di Jalan Pajajaran," kata Tenny.
Menurut Tenny pihak rumah sakit, langsung mengarahkan agar Udin dibawa ke Rumah Sakit Marzuki Mahdi (RSMM).
Menurut Tenny, almarhum Udin Syahrudin sebetulnya tidak memiliki riwayat jantung. Bahkan beberapa hari sebelum dibawa ke RS Mulia di Jalan Pajajaran, sempat dirawat satu hari di RS Family Medical Centre, Jalan Raya Bogor-Jakarta, Sukaraja, Kabupaten Bogor.
"Setelah itu dokter mempersilahkan pulang. Satu hari kemudian kambuh lagi, dadanya tiba-tiba nyesek dan dibawa ke RS Mulia di Jalan Pajajaran, tapi dokter di rumah sakit ini menyarankan suami saya yang sudah lemas itu harus segera dirawat di ruang ICU, saat itu juga kita bawa ke RSUD Kota Bogor,” ujar ibu anak satu itu.
Hal senada diungkapkan, Tina (39) adik Tenny yang ikut mengantar almarhum beberapa saat sebelum meninggal dunia. "Iya kita perempuan semua yang mengantar," katanya.
Mereka sekeluarga bingung, kenapa almarhum sebelum meninggal yang memang kondisinya sudah kritis dan harus mendapatkan penanganan intensif, malah mendapatkan perlakuan tak manusiawi.
"Padahal almarhum itu peserta BPJS kelas 2. Tiga rumah sakit yang menolak itu alasannya penuh. Seharusnya sebelum mereka menolak secara halus dengan dalih ruang penuh, lakukan tindakan," ujarnya.
Menurutnya, Rumah Sakit Islam Bogor tempat pasien akhirnya mendapatkan perawatan intensif hingga menghembuskan nafas terakhir mau menerima, setelah pihak keluarga pasien yang mengantar mengaku bukan peserta BPJS.
"Di RS Islam Bogor itupun kita mendaftar dan akhirnya mau ditangani setelah kita bilang pasien umum (bukan pasien BPJS)," katanya.
Hingga jasad almarhum dikuburkan, pihak keluarga belum mengetahui persis penyebab pasti atau hasil diagnosis dokter bahwa almarhum mengidap penyakit jantung.
"Sebelumnya nggak keluhan atau riwayat sakit jantung. Kami sangat menyayangkan, sikap beberapa rumah sakit, khususnya yang notabene milik pemerintah malah memperlakukan pasien yang sudah dalam kondisi lemas (sekarat). Kemana sisi kemanusiaannya," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Humas RSUD Kota Bogor Okto Muhammad Ikhsan saat dikonfirmasi, membantah pihaknya menolak hanya karena pasien adalah peserta BPJS Kesehatan.
"Yang jelas bukan karena BPJS, nanti saya coba cek dulu ke pihak IGD RSUD, dan saya minta detail identitas almarhum," ujarnya.
Dia juga mengatakan, pasien sebetulnya sempat ditangani dokter jaga ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD).
"Pasien sempat diperiksa dokter IGD Shift malam, rujukan dari RS Mulia dan sudah diberikan obat ISDN. Saat itu (almarhum) kondisinya sadar penuh, tanda-tanda vital dalam batas normal, keluhan nyeri ulu hati dan EKG batas normal. Sudah diberikan 02 nasal di IGD, karena ruang penuh dan kondisi pasien stabil maka pasien dirujuk lagi saran ke RS terdekat," kata Okto. Sumber
Quote:
Ditolak tiga rumah sakit, ketua RT di Bogor meninggal dunia
Quote:
Diduga karena lambannya penanganan medis akibat tiga rumah sakit yang didatanginya menolak untuk melakukan perawatan intensif, Udin Syahrudin (47) Ketua RT 06/08, Kampung Kedunghalang Talang, Kelurahan Kedunghalang, Bogor Utara, Kota Bogor meninggal dunia di Rumah Sakit Islam Bogor, Senin (29/02) petang.
Informasi diperoleh menyebutkan, peristiwa penolakan oleh pihak RSUD hingga akhirnya berujung maut yang memang kerap terjadi bagi pasien keluarga miskin (gakin) maupun pemegang Kartu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan pada pukul 01.00 WIB.
"Saya juga bingung kenapa tidak diambil tindakan dulu oleh dokter jaga Unit Gawat Darurat (UGD) RSUD Kota Bogor, padahal kondisi suami saya sudah lemas karena sebelumnya sempat ditolak juga di Rumah Sakit swasta di Jalan Pajajaran. Mereka langsung mengarahkan sebaiknya di bawa ke Rumah Sakit Marzuki Mahdi (RSMM)," kata Tenny (42) istri almarhum saat ditemui di rumah duka, Selasa (1/3).
Lebih lanjut dia menuturkan, almarhum sebetulnya tidak memiliki riwayat jantung. Bahkan beberapa jam sebelum dibawa ke RS Mulia di Jalan Pajajaran, sempat dirawat satu hari di RS Family Medical Centre, Jalan Raya Bogor- Jakarta, Sukaraja, Kabupaten Bogor.
"Setelah itu dokter mempersilakan pulang. Satu hari kemudian kambuh lagi, dadanya tiba-tiba nyesek dan dibawa ke RS Mulia di Jalan Pajajaran, tapi dokter di rumah sakit itu tanpa memeriksa lebih jauh, hanya menyarankan suami saya yang sudah lemas itu harus segera dirawat di ruang ICU, saat itu juga kita bawa ke RSUD Kota Bogor," ujar ibu anak satu itu.
Hal senada diungkapkan, Tina (39) adik Tenny yang ikut mengantar almarhum beberapa saat sebelum meninggal dunia. "Iya kita perempuan semua yang mengantar. Yang paling mengenaskan dan sakit hati yakni sikap petugas keamanan dan dokter jaga Unit Gawat Darurat (UGD) Rumah Sakit Marzuki Mahdi (RSMM). Baru juga sampai masuk gerbang, pihak petugas keamanan dan dokter jaga bilang pasiennya jangan dulu diturunkan dari mobil," ujarnya.
Mereka sekeluarga bingung, kenapa almarhum sebelum meninggal yang memang kondisinya sudah sekarang dan harus mendapatkan penanganan intensif, malah mendapatkan perlakuan tak manusiawi. "Padahal almarhum itu peserta BPJS kelas 2. Tiga rumah sakit yang menolak itu alasannya penuh. Seharusnya sebelum mereka menolak secara halus dengan dalih ruang penuh, lakukan tindakan," ungkapnya.
Menurutnya, Rumah Sakit Islam Bogor tempat pasien akhirnya mendapatkan perawatan intensif hingga mengembuskan napas terakhir mau menerima, setelah pihak keluarga pasien yang mengantar mengaku bukan peserta BPJS. "Di RS Islam Bogor itupun kita mendaftar dan akhirnya mau ditangani setelah kita bilang pasien umum (bukan pasien BPJS). Nggak tahu juga kalau awalnya bilang peserta BPJS, mungkin mendapat perlakuan sama," keluhnya.
Hingga jasad almarhum dikuburkan, pihak keluarga belum mengetahui persis penyebab pasti atau hasil diagnosis dokter bahwa almarhum mengidap penyakit jantung. "Sebelumnya nggak keluhan atau riwayat sakit jantung. Kami sangat menyayangkan, sikap beberapa rumah sakit, khususnya RSUD dan RSMM yang notabene milik pemerintah malah memperlakukan pasien yang sudah dalam kondisi lemas (sekarat). Ke mana sisi kemanusiaannya. Selain karena memang sudah takdir tapi ini karena abai atau lalainya pihak rumah sakit," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Humas RSUD Kota Bogor Okto Muhammad Ikhsan saat dikonfirmasi, membantah pihaknya menolak hanya karena pasien adalah peserta BPJS Kesehatan. "Yang jelas bukan karena BPJS, nanti saya coba cek dulu ke pihak IGD RSUD, dan saya minta detail identitas almarhum," jelasnya.
Lebih lanjut pihaknya berkilah bahwa, pasien sebetulnya sempat ditangani dokter jaga ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD). "Pasien sempat diperiksa dokter IGD Shift malam, rujukan dari RS Mulia dan sudah diberikan obat ISDN. Saat itu (almarhum) kondisinya sadar penuh, tanda-tanda vital dalam batas normal, keluhan nyeri ulu hati dan EKG batas normal. Sudah diberikan 02 nasal di IGD, karena ruang penuh dan kondisi pasien stabil maka pasien dirujuk lagi saran ke RS terdekat," tandasnya. Sumber
Informasi diperoleh menyebutkan, peristiwa penolakan oleh pihak RSUD hingga akhirnya berujung maut yang memang kerap terjadi bagi pasien keluarga miskin (gakin) maupun pemegang Kartu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan pada pukul 01.00 WIB.
"Saya juga bingung kenapa tidak diambil tindakan dulu oleh dokter jaga Unit Gawat Darurat (UGD) RSUD Kota Bogor, padahal kondisi suami saya sudah lemas karena sebelumnya sempat ditolak juga di Rumah Sakit swasta di Jalan Pajajaran. Mereka langsung mengarahkan sebaiknya di bawa ke Rumah Sakit Marzuki Mahdi (RSMM)," kata Tenny (42) istri almarhum saat ditemui di rumah duka, Selasa (1/3).
Lebih lanjut dia menuturkan, almarhum sebetulnya tidak memiliki riwayat jantung. Bahkan beberapa jam sebelum dibawa ke RS Mulia di Jalan Pajajaran, sempat dirawat satu hari di RS Family Medical Centre, Jalan Raya Bogor- Jakarta, Sukaraja, Kabupaten Bogor.
"Setelah itu dokter mempersilakan pulang. Satu hari kemudian kambuh lagi, dadanya tiba-tiba nyesek dan dibawa ke RS Mulia di Jalan Pajajaran, tapi dokter di rumah sakit itu tanpa memeriksa lebih jauh, hanya menyarankan suami saya yang sudah lemas itu harus segera dirawat di ruang ICU, saat itu juga kita bawa ke RSUD Kota Bogor," ujar ibu anak satu itu.
Hal senada diungkapkan, Tina (39) adik Tenny yang ikut mengantar almarhum beberapa saat sebelum meninggal dunia. "Iya kita perempuan semua yang mengantar. Yang paling mengenaskan dan sakit hati yakni sikap petugas keamanan dan dokter jaga Unit Gawat Darurat (UGD) Rumah Sakit Marzuki Mahdi (RSMM). Baru juga sampai masuk gerbang, pihak petugas keamanan dan dokter jaga bilang pasiennya jangan dulu diturunkan dari mobil," ujarnya.
Mereka sekeluarga bingung, kenapa almarhum sebelum meninggal yang memang kondisinya sudah sekarang dan harus mendapatkan penanganan intensif, malah mendapatkan perlakuan tak manusiawi. "Padahal almarhum itu peserta BPJS kelas 2. Tiga rumah sakit yang menolak itu alasannya penuh. Seharusnya sebelum mereka menolak secara halus dengan dalih ruang penuh, lakukan tindakan," ungkapnya.
Menurutnya, Rumah Sakit Islam Bogor tempat pasien akhirnya mendapatkan perawatan intensif hingga mengembuskan napas terakhir mau menerima, setelah pihak keluarga pasien yang mengantar mengaku bukan peserta BPJS. "Di RS Islam Bogor itupun kita mendaftar dan akhirnya mau ditangani setelah kita bilang pasien umum (bukan pasien BPJS). Nggak tahu juga kalau awalnya bilang peserta BPJS, mungkin mendapat perlakuan sama," keluhnya.
Hingga jasad almarhum dikuburkan, pihak keluarga belum mengetahui persis penyebab pasti atau hasil diagnosis dokter bahwa almarhum mengidap penyakit jantung. "Sebelumnya nggak keluhan atau riwayat sakit jantung. Kami sangat menyayangkan, sikap beberapa rumah sakit, khususnya RSUD dan RSMM yang notabene milik pemerintah malah memperlakukan pasien yang sudah dalam kondisi lemas (sekarat). Ke mana sisi kemanusiaannya. Selain karena memang sudah takdir tapi ini karena abai atau lalainya pihak rumah sakit," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Humas RSUD Kota Bogor Okto Muhammad Ikhsan saat dikonfirmasi, membantah pihaknya menolak hanya karena pasien adalah peserta BPJS Kesehatan. "Yang jelas bukan karena BPJS, nanti saya coba cek dulu ke pihak IGD RSUD, dan saya minta detail identitas almarhum," jelasnya.
Lebih lanjut pihaknya berkilah bahwa, pasien sebetulnya sempat ditangani dokter jaga ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD). "Pasien sempat diperiksa dokter IGD Shift malam, rujukan dari RS Mulia dan sudah diberikan obat ISDN. Saat itu (almarhum) kondisinya sadar penuh, tanda-tanda vital dalam batas normal, keluhan nyeri ulu hati dan EKG batas normal. Sudah diberikan 02 nasal di IGD, karena ruang penuh dan kondisi pasien stabil maka pasien dirujuk lagi saran ke RS terdekat," tandasnya. Sumber
Quote:
RSUD Kota Bogor Bantah Tolak Pasien BPJS
Quote:

Quote:
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Bogor mengonfirmasi terkait dugaan telah menolak pasien yang masuk menggunakan kartu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Direktur Utama (Dirut) RSUD Kota Bogor, Dewi Basamala menyatakan, pihaknya tidak pernah melakukan penolakan pasien BPJS Kesehatan.
“Tidak benar kami menolak pasien BPJS. Kami sudah melakukan penindakan oleh dokter jaga malam dari IGD (Instalasi Gawat Darurat),” kata Dewi dalam konferensi pers di RSUD Kota Bogor, Kamis (3/3).
Dewi menyatakan, petugas kesehatan rumah sakit tidak pernah membedakan pasien yang ditangani. Menurutnya, baik pasien umum, Jamkesda, dan BPJS Kesehatan tetap ditangani sesuai hak dari jaminan tersebut.
“Bahkan sebenarnya pasien di RSUD kita lebih banyak menggunakan BPJS atau jaminan kesehatan lain dibandingkan pasien umum,” kata Dewi.
Pasien BPJS yang dikabarkan ditolak di RSUD Kota Bogor menurut Dewi sudah ditangani secara medis. Dewi menegaskan, dokter jaga sudah mengobservasi, namun akhirnya diberi rujukan ke rumah sakit lain. Artinya bukan karena status BPJS, namun kondisi RSUD Kota Bogor belum memiliki dokter spesialis jantung dan ruangan penuh.
Diketahui, Udin Syahrudin (47), warga Kampung Kedunghalang Talang, Kota Bogor meninggal dunia di Rumah Sakit Islam Bogor. Sebelumnya, Udin sudah dibawa ke beberapa rumah sakit diantaranya Rumah Sakit Mulia, Rumah Sakit Salak, dan Rumah Sakit Family Medical Centre.
Ketika Udin dibawa ke rumah sakit, ia menggunakan kartu BPJS Kesehatan kelas dua. Keluarga mengeluhkan ada penolakan di RSUD Kota Bogor tidak memberikan tindakan dahulu, namun hal tersebut dibantah karena pasien sudah diberikan penanganan awal dan bukan ditolak karena menggunakan BPJS. Sumber
“Tidak benar kami menolak pasien BPJS. Kami sudah melakukan penindakan oleh dokter jaga malam dari IGD (Instalasi Gawat Darurat),” kata Dewi dalam konferensi pers di RSUD Kota Bogor, Kamis (3/3).
Dewi menyatakan, petugas kesehatan rumah sakit tidak pernah membedakan pasien yang ditangani. Menurutnya, baik pasien umum, Jamkesda, dan BPJS Kesehatan tetap ditangani sesuai hak dari jaminan tersebut.
“Bahkan sebenarnya pasien di RSUD kita lebih banyak menggunakan BPJS atau jaminan kesehatan lain dibandingkan pasien umum,” kata Dewi.
Pasien BPJS yang dikabarkan ditolak di RSUD Kota Bogor menurut Dewi sudah ditangani secara medis. Dewi menegaskan, dokter jaga sudah mengobservasi, namun akhirnya diberi rujukan ke rumah sakit lain. Artinya bukan karena status BPJS, namun kondisi RSUD Kota Bogor belum memiliki dokter spesialis jantung dan ruangan penuh.
Diketahui, Udin Syahrudin (47), warga Kampung Kedunghalang Talang, Kota Bogor meninggal dunia di Rumah Sakit Islam Bogor. Sebelumnya, Udin sudah dibawa ke beberapa rumah sakit diantaranya Rumah Sakit Mulia, Rumah Sakit Salak, dan Rumah Sakit Family Medical Centre.
Ketika Udin dibawa ke rumah sakit, ia menggunakan kartu BPJS Kesehatan kelas dua. Keluarga mengeluhkan ada penolakan di RSUD Kota Bogor tidak memberikan tindakan dahulu, namun hal tersebut dibantah karena pasien sudah diberikan penanganan awal dan bukan ditolak karena menggunakan BPJS. Sumber
Quote:
Tips Agar Pasien BPJS Kesehatan Tidak Ditolak Rumah Sakit
Quote:

Quote:
Kasus pasien BPJS Kesehatan yang ditolak dirawat di rumah sakit membuat banyak orang ragu akan manfaat dan untuk memiliki jaminan sosial dari pemerintah ini. Bahkan, ada anggapan bahwa pasien BPJS Kesehatan akan mendapatkan perlakuan yang berbeda dengan pasien lain. akan diberlakulan berbeda.
Ditemui Metrotvnews.com di kantor BPJS Kesehatan Jakarta, Kepala Departemen Komunikasi dan Humas BPJS Irfan Humaidi memberikan beberapa tips agar peserta BPJS Kesehatan tidak ditolak rumah sakit.
"Pertama-tama harus mengetahui hak dan kewajibannya. Anda itu berhak mendapatkan pelayanan dan juga berhak bertanya-tanya pada petugas medis di sana," terangnya.
Sedangkan kewajibannya, Irfan melanjutkan, untuk mengecek kembali apakan si peserta BPJS sudah melakukan sesuai prosedur penggunaan atau belum.
Sebagai informasi, kartu BPJS Kesehatan baru bisa dipakai 14 hari setelah pendaftaran dan dapat berobat ke rumah sakit ketika memiliki surat rujukan dari puskesmas atau klinik (kecuali dalam keadaan darurat) yang tercantum dalam kartu BPJS.
"Nah kalau sudah sesuai prosedur tapi ada oknum yang tetap menolak, cari alasan mengapa ditolak. Bila kamar penuh atau ada 'oknum yang nakal' segera laporkan ke kantor BPJS atau lewat hotline," ungkapnya.
Bahkan, Irfan meminta untuk memotret tenaga medis yang menolak untuk menangani pasien BPJS Kesehatan tersebut dan mencatat namanya sebagai bukti yang akurat.
Apabila ada rumah sakit yang bertindak tidak profesional terhadap pasien BPJS, Irfan menegaskan akan memutuskan kerjasama hingga terkait ijin dari Kementerian Kesehatan.
Di sisi lain, Irfan mengimbau semua peserta BPJS wajib kritis, apalagi saat disuruh membayar obat-obat tertentu. "BPJS tuh membayar beserta obatnya, bagaimana bisa masih disuruh bayar. Tapi, kalau alasannya kosong bisa meminta dicarikan obat lain yang punya khasiat yang sama," tutupnya. Sumber
Ditemui Metrotvnews.com di kantor BPJS Kesehatan Jakarta, Kepala Departemen Komunikasi dan Humas BPJS Irfan Humaidi memberikan beberapa tips agar peserta BPJS Kesehatan tidak ditolak rumah sakit.
"Pertama-tama harus mengetahui hak dan kewajibannya. Anda itu berhak mendapatkan pelayanan dan juga berhak bertanya-tanya pada petugas medis di sana," terangnya.
Sedangkan kewajibannya, Irfan melanjutkan, untuk mengecek kembali apakan si peserta BPJS sudah melakukan sesuai prosedur penggunaan atau belum.
Sebagai informasi, kartu BPJS Kesehatan baru bisa dipakai 14 hari setelah pendaftaran dan dapat berobat ke rumah sakit ketika memiliki surat rujukan dari puskesmas atau klinik (kecuali dalam keadaan darurat) yang tercantum dalam kartu BPJS.
"Nah kalau sudah sesuai prosedur tapi ada oknum yang tetap menolak, cari alasan mengapa ditolak. Bila kamar penuh atau ada 'oknum yang nakal' segera laporkan ke kantor BPJS atau lewat hotline," ungkapnya.
Bahkan, Irfan meminta untuk memotret tenaga medis yang menolak untuk menangani pasien BPJS Kesehatan tersebut dan mencatat namanya sebagai bukti yang akurat.
Apabila ada rumah sakit yang bertindak tidak profesional terhadap pasien BPJS, Irfan menegaskan akan memutuskan kerjasama hingga terkait ijin dari Kementerian Kesehatan.
Di sisi lain, Irfan mengimbau semua peserta BPJS wajib kritis, apalagi saat disuruh membayar obat-obat tertentu. "BPJS tuh membayar beserta obatnya, bagaimana bisa masih disuruh bayar. Tapi, kalau alasannya kosong bisa meminta dicarikan obat lain yang punya khasiat yang sama," tutupnya. Sumber
Quote:
Mengapa ya? Kok pasien peserta BPJS terkesan dianak tirikan oleh pihak rumah sakit
Terutama dalam hal pelayanan
Berbeda sekali dengan pasien biasa, bukan peserta BPJS. Tanya kenapa?


Tambahan dari Kaskuser
Quote:
Original Posted By wdikrama►Yang perlu kita tau RS Swasta memang masih banyak yg belum bekerja sama dengan BPJS Kesehatan...
RS Swasta berbeda dengan RS Pemerintah, walaupun sudah bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, RS tersebut akan membatasi jumlah kamar yang diberikan, karena mereka membutuhkan dana untuk melanjutkan operasional RS tersebut, sehingga membutuhkan pasien umum, dan juga pembayaran tagihan dari pengurus BPJS ke RS yg menagih bisa sampai lebih dari 3 bulan, nah selama 3 bulan itu RS tentu butuh biaya operasional yg tidak sedikit. di RS Mulia pasien itu bukan di tolak tapi sudah di beri layanan dan di isntruksikan di Rujuk ke RSUD karena butuh ruang ICU (nah masalahnya mungkin RS Mulia tidak punya ruang ICU atau blm kerjasama dengan PBJS Kesehatan), di RS Islam jg apakah RS tersebut sudah bekerjasama dengan BPJS atau blm.
mungkin yang perlu di cek di RSUD apakah benar2 kamar penuh atau tidak, karena RSUD adalah salah satu pusat tujuan pasien rujukan BPJS/Jamkesmas/Jaminan pemerintah daerah bisa jadi memungkinkan kamar penuh. sedangkan untuk kamar ICU biasanya tidak bisa menampung terlalu banyak karena keterbatasan jumlah bednya.
walaupun pembuat kebijakan menyatakan BPJS Kesehatan menjamin semua biaya pengobatan TAPI, setiap sebenarnya setiap diagnosa penyakit jika dirawat ada paketnya (atau batasan biaya yg dibayarkan ke RS) nah masalahnya kalo obat GENERIKNYA kosong atau susah order itu bisa jadi hambatan.
seharusnya peserta jaminan BPJS Kesehatan harus tau segamblang2nya juknis/juklak pasien BPJS dari jumlah biaya dan diagnosa yg ditanggung ataupun tidak.
Intinya tidak semua RS Memperlakukan pasien BPJS dengan buruk, yang saya tau dengan pemerintah mewajibkan perusahaan2 menggunakan jaminan BPJS untuk karyawannya makin banyak RS yang berlomba2 untuk menjadi pelayan BPJS, tapi tidak semudah itu ijinnya.
Intinya masih banyak yang harus diperbaiki dari system BPJS ini, Jangan sampai Pasien Rugi, dan RS pun Rugi.
RS Swasta berbeda dengan RS Pemerintah, walaupun sudah bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, RS tersebut akan membatasi jumlah kamar yang diberikan, karena mereka membutuhkan dana untuk melanjutkan operasional RS tersebut, sehingga membutuhkan pasien umum, dan juga pembayaran tagihan dari pengurus BPJS ke RS yg menagih bisa sampai lebih dari 3 bulan, nah selama 3 bulan itu RS tentu butuh biaya operasional yg tidak sedikit. di RS Mulia pasien itu bukan di tolak tapi sudah di beri layanan dan di isntruksikan di Rujuk ke RSUD karena butuh ruang ICU (nah masalahnya mungkin RS Mulia tidak punya ruang ICU atau blm kerjasama dengan PBJS Kesehatan), di RS Islam jg apakah RS tersebut sudah bekerjasama dengan BPJS atau blm.
mungkin yang perlu di cek di RSUD apakah benar2 kamar penuh atau tidak, karena RSUD adalah salah satu pusat tujuan pasien rujukan BPJS/Jamkesmas/Jaminan pemerintah daerah bisa jadi memungkinkan kamar penuh. sedangkan untuk kamar ICU biasanya tidak bisa menampung terlalu banyak karena keterbatasan jumlah bednya.
walaupun pembuat kebijakan menyatakan BPJS Kesehatan menjamin semua biaya pengobatan TAPI, setiap sebenarnya setiap diagnosa penyakit jika dirawat ada paketnya (atau batasan biaya yg dibayarkan ke RS) nah masalahnya kalo obat GENERIKNYA kosong atau susah order itu bisa jadi hambatan.
seharusnya peserta jaminan BPJS Kesehatan harus tau segamblang2nya juknis/juklak pasien BPJS dari jumlah biaya dan diagnosa yg ditanggung ataupun tidak.
Intinya tidak semua RS Memperlakukan pasien BPJS dengan buruk, yang saya tau dengan pemerintah mewajibkan perusahaan2 menggunakan jaminan BPJS untuk karyawannya makin banyak RS yang berlomba2 untuk menjadi pelayan BPJS, tapi tidak semudah itu ijinnya.
Spoiler for PENGALAMAN:
Di RS tempat ane bekerja beberapa kali menerima pasien BPJS dengan kasus EMERGENCY (RS tempat ane bekerja belum kerjasama dengan BPJS), kami terima pasien tersebut dan dilayani sesuai protap dengan standar pelayanan dr BPJS baik obat atau batasan biaya yg dijamin oleh BPJS
Intinya masih banyak yang harus diperbaiki dari system BPJS ini, Jangan sampai Pasien Rugi, dan RS pun Rugi.
Quote:
Original Posted By cemol4us►Bapak irfan dari bpjs itu main lapor2 aja...
ya maaf saja pak. Dari pegawai kesehatan sendiri ya patuh sama sop. Kalau tidak patuh sop, jelas yankes akan dibilang malpraktik...
Sekarang saya balik ya pak irfan, kenapa claim2 rs ke bpjs banyak yang miss? Udah berapa triliun rs yang dirugikan dengam sistem ina cbg bapak? Apa kabar dana 1 triliun yang menguap karena missmanagement pada bpjs riau? Kenapa hotline bpjs tidak berlaku penindakan tegas bila ada kasus penyelewengan uang rakyat?
Buat ts, tolong ditaruh di depan. Siapa tau dibaca sama pegawai bpjs dan orang yang nyalah2kan yankes...
ya maaf saja pak. Dari pegawai kesehatan sendiri ya patuh sama sop. Kalau tidak patuh sop, jelas yankes akan dibilang malpraktik...
Sekarang saya balik ya pak irfan, kenapa claim2 rs ke bpjs banyak yang miss? Udah berapa triliun rs yang dirugikan dengam sistem ina cbg bapak? Apa kabar dana 1 triliun yang menguap karena missmanagement pada bpjs riau? Kenapa hotline bpjs tidak berlaku penindakan tegas bila ada kasus penyelewengan uang rakyat?
Buat ts, tolong ditaruh di depan. Siapa tau dibaca sama pegawai bpjs dan orang yang nyalah2kan yankes...

Quote:
Mampir ke trit ane yg lain:
Spoiler for Trit ane yg lain:
Demi Keamanan Pembalap, Mulai 2017 Ada Pelindung Kokpit di Mobil Formula 1
Pemberitaan Visit Malaysia akan Menjadi Sponsor Rio Haryanto Ternyata Hoax
Ingin Sukses di Balapan F1? Rio Haryanto Wajib Meniru Kelakuan Sopir Metromini
Senjata Anti Mainstream Polisi India Mengusir Demonstran, Ketapel dan Bubuk Cabai
Banyu Biru, Anggota BIN yang Pamer SK Pengangkatan di Sosmed
Mengenang Kembali Musisi Legendaris Asal Jepang, Masanori Takahashi a.k.a Kitaro
Adakah yang Masih Ingat dengan Penyanyi Cilik Cleopatra Stratan?
Mengenang Kembali Masa Kejayaan Spice Girls pada Era 90-an
Mengenang Aktris-Aktris Mandarin Cantik Era 90-an, Ada yang Masih Ingat?
Pemberitaan Visit Malaysia akan Menjadi Sponsor Rio Haryanto Ternyata Hoax
Ingin Sukses di Balapan F1? Rio Haryanto Wajib Meniru Kelakuan Sopir Metromini
Senjata Anti Mainstream Polisi India Mengusir Demonstran, Ketapel dan Bubuk Cabai
Banyu Biru, Anggota BIN yang Pamer SK Pengangkatan di Sosmed
Mengenang Kembali Musisi Legendaris Asal Jepang, Masanori Takahashi a.k.a Kitaro
Adakah yang Masih Ingat dengan Penyanyi Cilik Cleopatra Stratan?
Mengenang Kembali Masa Kejayaan Spice Girls pada Era 90-an
Mengenang Aktris-Aktris Mandarin Cantik Era 90-an, Ada yang Masih Ingat?
Quote:
TERIMAKASIH ATAS KUNJUNGANNYA
NANTIKAN TRIT ANE BERIKUTNYA
NANTIKAN TRIT ANE BERIKUTNYA
Diubah oleh ibnutiangfei 05-03-2016 11:37
0
71.9K
Kutip
502
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan