Weleh weleh...
terima kasih mendalam kembali yang amat sangat banyak untuk momod/mimin yang udah mengangkat trit yang sederhana ini menjadi HOT TRIT tanggal 1 November 2015



Ini adalah HT ke-28 ane gan 
Terima kasih juga untuk agan2/wati sekalian yang udah menyediakan waktunya untuk mampir ke trit ini, rating dan juga lempar cendolnya ke ane 

Quote:
Selamat pagi/siang/sore/malam kaskuser di manapun kite2 berada. Kali ini ane lagi mau ngebahas mengenai wacana kewarganegaraan gandayang belum lama ini muncul beritanya. Di sini, ane gak mau banyak membahas mengenai aspek perpolitikan (karena ane rasa udah ada berita terkait di forum berita dan politik) jadi ane mengharapkan kita2 di sini bisa murni saling tukar pikiran mengenai untung dan ruginya mengenai status kewarganegaraan ganda.
Quote:
Seperti yang mungkin sudah kita ketahui, NKRI sampai saat ini
tidak mengakui status kewarganegaraan ganda. Oh iya, bagi yang belum terbiasa mengenai istilah ini, yuk tengok dulu apa arti dari frase 'kewarganegaraan ganda':
Quote:
Kewarganegaraan ganda adalah sebuah status yang disematkan kepada seseorang yang secara hukum merupakan warga negara sah di beberapa negara. Kewarganegaraan ganda ada karena sejumlah negara memiliki persyaratan kewarganegaraan yang berbeda dan tidak eksklusif. Secara umum, kewarganegaraan ganda berarti orang-orang yang "memiliki" kewarganegaraan ganda, tetapi secara teknis diklaim sebagai warga negara oleh masing-masing pemerintah negara bersangkutan. Karena itu, mungkin saja bagi seseorang menjadi warga negara di satu negara atau lebih, atau bahkan tanpa kewarganegaraan.
Quote:
Nah, ada alasan kenapa ane mem
boldkata 'tidak' di bagian atas, karena sebenarnya Indonesia pun punya system tersendiri mengenai sistem kewarganegaraan ganda. Jadi nih gan, kalau misalkan ada pasangan yang terdiri dari seorang WNA dan WNI, dan mereka dapet momongan, nah si anggota keluarga terbaru ini bisa pegang dua paspor, yang sifatnya terbatas, seperti tertuang di sini:
Quote:
Anak Berkewarganegaraan Ganda adalah anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c, huruf d, huruf h, dan huruf l serta dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Anak dalam kategori berkewarganegaraan ganda ini diberikan ruang hukum atau kesempatan untuk memiliki 2 (dua) kewarganegaraan secara bersamaan secara terbatas, yaitu hingga usia 18 (delapan belas) tahun atau sebelum itu namun sudah kimpoi.
Pembatasan ini diatur dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 yang mengamanatkan Anak Berkewarganegaraan Ganda setelah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kimpoi untuk “harus menyatakan memilih salah satu kewarganegaraannya”. Batas waktu yang diberikan untuk menyampaikan pernyataan untuk memilih kewarganegaraan tersebut adalah untuk disampaikan dalam waktu paling lambat 3 (tiga) tahun setelah anak berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kimpoi. Hal ini merupakan implementasi atas penerapan Asas kewarganegaraan ganda (bipatride) sebagai pengecualian dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006, yang bersifat terbatas.
Nah, belakangan ini muncul beberapa berita di media yang mengabarkan kalo presiden RI akan memperjuangkan pengakuan status kewarganegaraan ganda di NKRI, contoh beritanya seperti ini gan:
Quote:
Jokowi Janji Dorong Pembahasan Dwi-Kewarganegaraan ke DPR
Presiden Joko Widodo menegaskan akan mendorong pembahasan soal dwi kewarganegaraan atau kewarganegaraan ganda ke DPR, sesuai harapan banyak warga Indonesia di luar negeri yang sangat prihatin dengan hal ini.
29.10.2015
WASHINGTON DC—
Isu dwi kewarganegaraan atau kewarganegaraan ganda senantiasa menjadi sorotan dalam lawatan Presiden Joko Widodo ke luar negeri, termasuk ke Amerika baru-baru ini. Dalam dialog dengan lebih dari 1.250 warga Indonesia dari 24 negara bagian di Amerika, Presiden Joko Widodo kembali didesak untuk menyelesaikan soal dwi-kewarganegaraan.
Hani White, nama khas seorang warga Indonesia yang sudah puluhan tahun tinggal di Philadelphia dan dikenal luas masyarakat di Amerika, menanyakan hal ini secara blak-blakan kepada presiden. Ditemui seusai acara itu, Hani mengatakan ia memberanikan diri menanyakan hal ini langsung kepada presiden karena khawatir akan nasib anaknya – dan juga anak-anak Indonesia lain yang lahir di luar negeri dan memiliki kewarganegaraan setempat.
“Yang saya sampaikan adalah curahan hati karena saya punya anak yang lahir di Amerika dan saya sangat takut jika anak saya tidak mendapat dwi-kewarganegaraan maka ia akan menjadi warga negara asing. Padahal saya dan suami sama-sama WNI, tetapi anak saya memang lahir disini sehingga ia berkewarganegaraan Amerika. Yang seperti saya ini banyak sekali. Mereka bingung. Padahal sesungguhnya mereka adalah aset bagi Indonesia karena mereka terbukti pandai, unggul di sekolah, menguasai satu atau lebih bahasa – seperti anak saya bisa bahasa Inggris, Mandarin, Arab – tapi tidak bisa menjadi warga negara Indonesia. Tetapi ada juga teman-teman yang sudah menjadi warga negara Amerika bukan karena apa-apa, tapi karena pekerjaan mereka menuntut harus menjadi warga negara Amerika. Sekarang mereka ingin pensiun, kembali tinggal dan meninggal di Indonesia. Mereka ini juga punya aset, network yang luas dan sebenarnya bisa membantu Indonesia maju lebih jauh,” ungkap Hani.
Dwi kewarganegaraan merupakan isu yang menjadi perhatian serius warga Indonesia di luar negeri. Menurut Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, setiap kali Presiden Joko Widodo melawat ke luar negeri dan berdialog dengan warga masyarakat, maka pertanyaan pertama yang muncul pasti soal dwi kewarganegaraan. Mengingat banyaknya desakan untuk membahas isu ini secara lebih serius, maka Menteri Hukum dan HAM telah mulai membahas hal ini. Retno Marsudi meminta warga Indonesia agar tidak pernah meragukan keberpihakan pemerintah untuk menyelesaikan masalah ini.
“Keberpihakan pemerintah terhadap diaspora Indonesia yang tinggal di luar negeri sangat besar karena kami mengetahui besarnya potensi bapak ibu untuk mendukung pembangunan nasional, sehingga harus dikelola dengan baik. Oleh karena itu kita sudah melakukan banyak kajian dan sudah ada di meja saya dan meja Menteri Hukum dan HAM. Pak Presiden bahkan sudah mengatakan arahnya kini sudah lebih jelas,” tutur Retno Marsudi.
UU No.12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan mengatur bahwa seorang anak keturunan Indonesia yang lahir di luar negeri harus memilih salah satu kewarganegaraan ketika ia berusia 18 tahun. Artinya dwi kewarganegaraan yang diakui Indonesia bersifat terbatas dan hanya diperuntukkan bagi anak di bawah 18 tahun.
Dalam beberapa tahun ini banyak warga negara Indonesia di luar negeri yang lebih giat memperjuangkan dwi kewarganegaraan. Tidak saja untuk memperjuangkan anak-anak yang ketika berusia 18 tahun harus menentukan status kewarganegaraannya, tetapi juga bagi mereka sempat melepas kewarganegaraan Indonesia-nya karena berbagai alasan dan kini ingin kembali menjadi warga negara Indonesia. Upaya ini sudah mendapat tanggapan positif dengan masuk dalam Prolegnas atau Program Legislasi Nasional, yang tenggatnya hingga tahun 2019.
Ketika dikejar VOA seusai pertemuan di Wisma Indonesia di Tilden itu, Presiden Joko Widodo memastikan komitmennya untuk mendorong pembahasan soal dwi kewarganegaraan itu ke DPR segera.
“Ini akan didorong karena sekarang masih proses di Menkumham, dan nanti akan kami dorong ke Dewan (DPR, red.),” tegas Jokowi.
Sebelumnya dalam dialog di KBRI Washington DC bulan Mei lalu, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengakui bahwa tantangan untuk melegalkan dwi kewarganageraan tidak mudah karena ini merupakan isu sensitif. Beberapa alasan yang membuat isu ini sulit dibahas antara lain soal keamanan dan nasionalisme.
Namun Hani White membantah keras hal ini.
“Tidak ada hubungannya antara dwi kewarganegaraan dan kurangnya rasa nasionalisme. Banyak orang Indonesia yang tinggal di luar negeri bertahun-tahun lebih Indonesia daripada orang Indonesia sendiri. Mereka menjadi sangat cinta pada Indonesia karena jauh dari tanah air. (Anda mungkin benar karena ketika kemarin warga Indonesia sama-sama menyanyikan lagu “Indonesia Raya”, saya lihat banyak yang menangis haru?) Jangankan mendengar lagu “Indonesia Raya”, mendengar dangdut di Amerika saja sudah nangis saya. Justru orang di Indonesia itu “taken for granted”, mereka paling bilang “hallah dengar Indonesia Raya aja kok nangis!”. Sementara kini di sini bisa mendengar atau menyanyikan “Indonesia Raya” atau melangsungkan Upacara 17 Agustus sambal menaikkan bendera Merah Putih di kantor Walikota Philadelphia, nangis kami semua. Jadi tidak ada hubungannya antara orang yang punya kewarganegaraan ganda dengan tidak adanya rasa nasionalisme. Begitu banyak orang Indonesia di Amerika yang setiap hari masih menggunakan Bahasa Indonesia, makan tempe atau meninabobokkan anaknya dengan lagu-lagu Indonesia,” tambah Hani.
Meskipun sudah masuk ke Prolegnas, belum jelas kapan soal dwi kewarganegaraan ini akan dibahas. Namun, pernyataan Presiden Joko Widodo di hadapan warga negara Indonesia di Amerika 25 Oktober lalu mungkin bisa memberi harapan terselesaikannya masalah ini segera. [em/jm]
Quote:
Nah, dimulai dari ane yah gan:
Ane tidak setuju kalau sampai Indonesia menerapkan system kewarganegaraan ganda. Kenapa? Karena berdasarkan dari hasil baca-baca berita dan hasil dari ngobrol2 sama WNI yang tinggal di luar negeri, banyak yang menginginkan kewarganegaraan ganda ini murni karena alasan ekonomi dan bahkan pengertian dan hak/kewajiban sebagai pemegang paspor lebih dari satu pun tidak banyak yang paham. Bagi mereka, yang penting: pegang paspor Indonesia, punya asset di Indonesia, bisa ngejalanin bisnis di Indonesia, tiap kali pulang kampong gak perlu visa. Banyak WNI yang menikah dengan WNA, menetap di luar negeri dan secara sadar menggugurkan kewarganegaraan Indonesianya tapi karena alasan ekonomi, si mantan WNI ini ‘tidak rela’ kalau sampai kehilangan harta di Indonesia. Alhasil akan banyak juga WNA yang ‘memanfaatkan’ status kewarganegaraan Indonesia si pasangan untuk menjalankan kegiatan ekonomi (mencari keuntungan) di Indonesia dan ditambah lagi dengan sistem birokrasi di Indonesia yang sampai sekarang masih menjlimet (meskipun perlahan-lahan sudah ada perubahan) bisa-bisa nanti mereka ‘ngacir’ alias gak mau bayar pajak. Mungkin masih banyak yang menyangka kalau paspor Indonesia itu sekedar buku yang bisa diambil dan ‘dibuang’ kapan saja mereka mau, tapi untuk WNI (seperti ane) paspor Indonesia itu adalah dokumen yang sangat resmi, bisa dibilang hasil dari perjuangan nenek moyang kita pejuang kemerdekaan yang sampai sekarang bisa kita nikmatin. MEMANG, kekuatan paspor Indonesia untuk perjalanan ke luar negeri tanpa visa sampai sekarang masih memprihatinkan tapi setidaknya bu menlu sudah menunjukan kesungguhan untuk diplomasi bebas visa dengan negara2 lain. Kemudahan bepergian ke luar negeri tanpa visa juga jadi salah satu factor kenapa ada WNI yang ‘ngebet’ pengen ganti kewarganegaraan. Tapi ‘aneh’nya, begitu paspor asing sudah di tangan dan ketika di Indonesia harus membayar VOA, ada sebagian dari mereka yang merasa ‘dirugikan’ karena harus merogoh kocek 35 USD untuk biaya visa on arrival dan masa tinggal yang hanya 30 hari pun dianggap terlalu singkat. Jadi piye toh…
Ini murni opini pribadi ane mengenai sistem kewarganegaraan ganda apabila diterapkan di Indonesia. Monggo kalau ada yang tidak berkenan yah… Kalo kaskuser yang lain gimana…?
Quote:
Negara-negara yang mengijinkan sistem kewarganegaraan ganda:
Angola, Burundi, Pantai Gading, Djibouti, Gabon, Gambia, Ghana, Kenya, Mali, Maroko, Mozambik, Niger, Nigeria, Rwanda, Senegal, Sao Tome en Principe, Sierra Leone, Sudan, Tunisia, Uganda (Benua Afrika).
Hampir seluruh negara di benua Amerika mengijinkan warganya untuk memegang paspor lebih dari 1 negara.
Mayoritas dari negara-negara di Asia tidak mengijinkan warganya untuk memegang lebih dari 1 paspor, kecuali Filipina.
Australia, Selandia Baru, Fiji, Tonga, Samoa dan Vanuatu (Oceania).
Negara uni eropa mengijinkan warganya untuk memiliki lebih dari 1 kewarganegaraan, begitu pula dengan Albania, Armenia, Belarusia, Moldova, Rusia, dan Serbia, sedangkan Azerbaijan, Montenegro dan Makedonia tidak mengakui sistem kewarganegaraan ganda.
Sumber
Quote:
Komentar kaskuser yang setuju:
Quote:
Original Posted By nichocha►Ane SETUJU.
Kenapa??
Itung deh berapa bnyk WNA yg merit ma WNI?? Berapa banyak dari anak mereka yg ujung2nya jadi WNI?? dikit bahkan mungkin hampir gak ada. Ambil contoh Radja Nainggolan. Bapaknya orang batak asli, emaknya belgia. Lahir di Belgia, otomatis memeluk kewarganegaraan Belgia krn di sini gak berlaku kewarganegaraan ganda. Dari kasus ini, berarti kita udah kehilangan 1 potensi dari Orang indonesia walaupun dia cuma "setengah" Indonesia.
Berarti (lagi) hilang kesempatan Indonesia untuk lebih maju.
Klo mau di data, bakalan banyak bgt contohnya.
Dan ane setuju banget, tinggal di Luar Negeri bertahun2, malah bikin rasa nasionalisme dlm diri kita makin kuat, makin tertanam, makin mencintai tanah air krn faktor kangen. Makin bangga menjadi orang Indonesia apalagi saat indonesia mengukir prestasi kelas dunia.
Jadi, yg bilang orang2 Indo yg bertahun2 tinggal di luar negeri itu udah keilangan rasa nasionalismenya, berarti mereka yg ngomong itu mungkin lagi mabok. Kita yg tinggal di Indonesia malah lebih "welcome" sama budaya lain.
Di LN, jalan2 pake batik bangga. Di sini, khususnya anak muda jalan2 pake batik di bilang norak, kampungan, tua, dll.
Di LN, makan makanan khas Indo itu di nilai sesuatu yg "mewah" bagi orang indo yg makan, krn susah dapetinnya. Di sini makan makanan khas Indo, di bilang makanan kampung.
Di LN, dengerin Indonesia Raya di hadapan merah putih itu sesuatu yg mengharukan, apalagi klo konteksnya itu di kumandangkan saat meraih prestasi. Di sini, nyanyiin Indonesia Raya pas lagi upacara bendera aja masih banyak yg salah syair nya.
Nilai sendiri deh, mana yg lebih nasionalisme.
#TanyaKenapa