
Rencana Indonesia untuk mengganti jet tempur F-5E/F Tiger II menarik perhatian sejumlah negara. Setidaknya, ada lima negara produsen pesawat mencoba merayu Kementerian Pertahanan dan TNI Angkatan Udara agar membeli produk mereka.Demi mengeruk pundi-pundi rupiah, mereka tak segan mengerahkan seluruh kemampuan lobinya. Ada yang meminta bantuan duta besar, undang jurnalis ke markasnya hingga datang sendiri ke Indonesia untuk menguji pesawat buatannya.
"Enggak, plan (rencana) sudah Sukhoi," tegas Kadispenau Marsekal Pertama Dwi Badarmanto saat dihubungi merdeka.com, Jumat (9/10).
Bahkan, Amerika Serikat yang baru aktif menawarkan varian F-16 terbarunya tetap tak mampu membuat Indonesia berpaling. TNI Angkatan Udara berpegang pada rencana awal, yakni mendatangkan Su-35.
Alhasil, mereka pun gigit jari. Negara-negara mana saja itu? Berikut rangkumannya:
1. SAAB, Swedia
Perusahaan avionik asal Swedia ini paling getol mempromosikan jet tempur buatannya. Khusus untuk Indonesia, mereka menawarkan pesawat bermesin tunggal multiperan, JAS 39 Gripen buat dipakai TNI Angkatan Udara.
Agar dilirik, mereka tak segan mengundang sejumlah wartawan Indonesia untuk datang dan melihat langsung produk andalannya dari dekat. Sedikitnya, ada lima media yang diundang ke markas mereka di Stockholm, Swedia pada 11 Maret lalu.
Wakil Presiden Saab, Peter Carlqvist mengaku sudah mengetahui keinginan TNI Angkatan Udara yang lebih melirik Su-35. Namun, mereka tetap yakin bisa membuat Indonesia mengalihkan perhatian ke JAS 39 Gripen.
Demi memuaskan TNI Angkatan Udara selaku user, SAAB menawarkan sejumlah garansi kepada Indonesia jika membeli jet tempur buatannya. Paket itu diberi nama 'paket kekuatan udara lengkap'.
"Berlawanan dengan apa yang ditawarkan Sukhoi, kami menawarkan paket kekuatan udara lengkap, tidak hanya pesawat. Sukhoi hanya menawarkan pesawat," kata Carlqvist.
Paket terbaru yang ditawarkan Saab ini meliputi jet tempur JAS39 Gripen, sistem peringatan dini dan kendali udara (AEW&C) Erieye, sistem tautan data taktis (tactical data link) yang bisa diintegrasikan dengan aset tempur matra lain, ditambah pusat perawatan pesawat dan pusat operasi penerbangan taktis (operation tactical flight center) untuk para pilot.
2. Dassault Aviation, Prancis
Berbeda dengan SAAB yang memilih mengundang wartawan ke markasnya, Dassault Aviation justru memilih mendatangkan langsung pesawat andalannya di hadapan TNI Angkatan Udara. Kedua pesawat yang dibawa itu adalah milik Angkatan Udara Prancis (Arme de l'Air).
Pesawat jenis Squall ini diberi nama Dassault Rafale merupakan generasi ke-4,5. Kedua pesawat tersebut tiba di Halim Perdanakusuma, Jakarta pada 23 Maret lalu. Tak hanya itu, mereka juga membawa satu pesawat A-400.
Dua pesawat ini langsung dibawa ke Indonesia setelah mengikuti pameran dirgantara dua tahunan di Malaysia. Tak hanya pamer, mereka juga mempersilakan pilot-pilot TNI Angkatan udara untuk mencobanya sendiri.
"Kesan saya sebagai penerbang F5, setelah saya coba terbangkan Rafale, saya bandingkan dengan F5 jauh sekali lompatan teknologinya. Pesawat F5 kan rakitan tahun 80-an sementara Rafale ini generasi ke-4. Kalau F5 banyak analog Rafale ini digital, radarnya juga jauh lebih canggih," kata Mayor Penerbang Abdul Haris dari Skuadron Udara 14 wing 3 Lanud Iswahyudi, di Lanud Halim, Rabu (25/3).
Senada dengan Abdul, pilot pesawat tempur lainnya Mayor Agus Dwi Aryanto dari Skuadron udara 3 wing 3 Lanud Iswahyudi, mengagumi kecanggihan pesawat Rafale. Agus yang biasa menerbangkan pesawat F16 buatan Amerika mengaku performance Rafale sudah sebanding dengan pesawat buatan AS itu.
"Saya rasa ini generasinya selevel (dengan F16), secara performance mirip, memang ada keunggulan dan kelebihan masing-masing. Kalau mau dibandingkan dengan F16 performance sama," kata Agus.
3. Eurofighter, Inggris
Sama seperti dua perusahaan sebelumnya, perusahaan Eurofighter asal Inggris juga tak mau setengah-setengah menawarkan produknya kepada Indonesia. Bahkan, mereka mengerahkan empat duta besar dari Jerman, Inggris, Spanyol dan Italia dengan mendatangi langsung dan berusaha melobi Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu.
Seperti yang dikutip dari siaran pers Eurofighter, Selasa (11/8/2015), keempat Duta Besar tersebut menyerahkan sepucuk surat formal berupa dukungan terhadap Eurofighter. Surat ini ditandatangani langsung oleh masing-masing Menteri Luar Negeri maupun Menteri Pertahanan di keempat negara yang mereka wakili.
Dalam surat dukungan itu menulis segala informasi terkait teknologi yang dipergunakan oleh Eurofighter. Tak hanya itu, perusahaan penerbangan juga berjanji akan memenuhi salah satu syarat yang diwajibkan pemerintah Indonesia, yakni Transfer Teknologi alias ToT.
Untuk memenuhi syarat tersebut, Eurofighter berjanji akan memindahkan pabrik mereka dari Inggris ke Bandung, sekaligus membuat perjanjian kerja sama jangka panjang dengan PT Dirgantara Indonesia dan Airbus Group.
"Ini adalah kombinasi operasional yang unik dan kapabilitas industri yang bisa memberikan pertumbuhan strategis terhadap sektor udara Indonesia," tulis siaran pers tersebut.
4. Lockheed Martin, Amerika Serikat
Akhir bulan lalu, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menyatakan Indonesia akan membeli jet tempur Su-35 dari Rusia. Pengumuman tersebut sekaligus menutup rapat-rapat kerja keras yang dilakukan tiga produsen asal Eropa.
Tapi tidak bagi Amerika Serikat. Melalui perusahaan Lockheed Martin, mereka tetap mencoba mencari celah agar Indonesia berpaling dari Su-35 dan membeli varian F-16 terbaru, yakni F-16 Viper.
Hal itu mereka lakukan dengan mendatangkan langsung simulator F-16 Viper tersebut ke Indonesia. Bahkan, perusahaan ini juga mengundang seluruh jurnalis Indonesia untuk mencobanya sendiri.
Dalam sebuah jumpa pers, Duta Besar AS, Robert O Blake mengungkapkan keyakinan tersebut. Bahkan, dia menyebut varian ini bisa memenuhi program Presiden Joko Widodo untuk menjadikan Indonesia sebagai kawasan maritim.
"Indonesia sudah punya tradisi panjang terbangkan F-16. Dan Viper adalah mode; terbaru yang ditawarkan Amerika Serikat kepada Indonesia," ujar Blake di Hotel Grand Hyatt,Jakarta, Rabu (7/10) kemarin.
Demi menuntaskan misinya, perusahaan ini rela mengurangi harganya agar lebih murah dari penawaran yang diberikan Sukhoi selaku produsen Su-35. Mereka juga menjamin ketersediaan suku cadang serta perawatan yang ramah kepada TNI Angkatan Udara selaku user.
"Sekarang mereka (Kemenhan) masih menimbang-nimbang Sukhoi, kami rasa mereka juga mempertimbangkan pesawat kami," ucap Direktur Bisnis Internasional Lockheed Martin, Robie Notestine dengan penuh keyakinan.
Sumber :
http://m.merdeka.com/peristiwa/negar...hoi-su-35.html
Eranya mama rosie, melihat ketimpangan super power yg sdh lama dikuasai mamarika & the friends, Indonesia sebagai negara yg dipandang penting secara geografis dan politis sepertinya berusaha membalikkan keseimbangan superioritas dengan memilih armada udara dan beberapa alutsista ke papabear (menyusul mungkin kapal selam), apalagi aksi papabear terakhir di Suriah membuat mamarika dan NATO meradang, semoga pilihan strategis ini bisa meningkatkan bargaining politik Indonesia dikawasan maupun regional kedepannya
Buat komeng agan2 :
Quote:
Original Posted By kodok.istana►
Setuju, Griphen menurut gw Lebih Rasional,
Datalink centernya itu loh.... keren bgt, gak salah klo Thailand beli 2 Squadron Pesawat ini...
dibanding
- Typhoon dan Rafale (sumpah Kemahalan)
- Su27/30/35, (bagus sih air superiority, Heavy Fighter pula, tapi cost operasionalnya Gila, Sekali terbang 1 mobil alphard dibuang)
- F16v/Blok 60 (Bagus nih, Pespur Multirole Fighter paling canggih, tapi mengingat yg sudah" Rawan embargo)
- JF17, Jitenbi (murah merian KW buatan Cina)
- Griphen ( Pesawat Multirole dengan kemampuan generasi 4++, dapet ToT, Datalink centre, cost Operasional murah... Pilihan paling bagus dibandingin yg lainnya, )
Indonesia terlebih TNI AU terlalu makan Gengsi, maunya Su35, mmg gk mahal" amat dibanding typhoon atau Rafale, tapi yg perlu diingat, beli Pesawat itu gak hanya beli doang, tapi juga harus diikuti pelatihan, persenjataan dan Operational cost yang besarannya bisa 2x lipat dari harga pembelian pesawat, dan dari semua Pesawat di atas, Sukhoi family memakan cost perawatan yg sangat besar, sekali take off 600jt ke buang, dan yang erlu diingat lagi anggaran Militer Indonesia terbatas, terlebih kita bukan negara kaya... Be Rasionable....
Quote:
Original Posted By danhen►
klo ane meragukan niat eurofighter yg dedengkotnya negara inggris dulu indonesia beli pesawat tempur hawk dr inggris n inggris cerewetnya minta ampun n pake syarat ini itu yg mengikat trus mengembargo,apalagi klo d kasih TOT gak mungkin bngt mereka pasti itung2an
kemarin indonesia d kasih hibah F16 bekas tp d upgrade tetep aja pake duit triliunan,tp pihak indonesia minta suku cadangnya d buat d indonesia d PT DI tp mamarika/lockheed martin keberatan ntu minta suku cadang pesawat bekas aja keberatan apalagi klo TOT bikin pesawat secara penuh gak mungkin bngt
india aja yg dulu jajahan inggris kebanyakan dpt TOT dr Rusia pdhl india itu pro barat loh gan
kemarin indonesia n korsel kerjasama bikin KFX/IFX gan,analisa ane justru knp korea ngajak ini kayaknya rencana2 negara2 barat krn intel barat tau indonesia mau mengganti pesawat tempur F5/tiger produk lockheed martin agar supaya tdk beli pesawat dr Rusia,n nyatanya Korsel tdk sepenuhnya menguasai tehnologi pesawat krn Korsel jg menggandeng Lockheed martin klo jd indonesia akan terikat dg mamarika/lockheed martin,n faktanya ketika d beri hibah F16 pesawat bekas indonesia minta TOT suku cadangnya doank gak d kasih gan ngapain jg ngasih pesawat??? nanti klo ada apa2 indonesia bs d embargo lg
sorry curhat kepanjangan
Quote:
Original Posted By .godzilla.►
klo menyangkut bisnis militer, ada pertimbangan politis di dalamnya
jgn lihat jumlahnya beberapa biji doang, tp kedekatan secara diplomatik antar negara
lagi pula kita jg mempertimbangkan kekuatan militer negara² tetangga kita
agak ribet juga, krn ada juga birokrasinya
sukhoi kan daya delajahnya tinggi gan, mengingat luas negara kita
blm lagi ada skema maintenance ama pihak rusia
Quote:
Original Posted By bramhiphip►
iya sih gan, ane jg pny khayalan tp pulau utama kita pny 1 skadron pesawat tempur, oke tu mesti.
mgkn disini agan menempatkan keunggulan numerical..sedangkan ane keunggulan dr sisi spec

kembali lg gan, tk lain tk bukan dr sisi ancaman gan, ane disini sangat menaruh kepada potensi perang di laut natuna dan keunggulan udara saat perang dg manapun krn sampe saat ini kita belom pny pesawat yg mampu unggul dlm suprioritas udara, tulang punggu msh f16 hibah dan sukhoi 27.
f16 jelas bakal keok lawan sukhoi cina at f18 aussie, mana f16 hibah bkn versi teratas. jd sukhoi 35 ya utk menang dlm perang td...soal black fight kita bs tempatkan f16 yg ada di ambon at kupang. dibarat di natuna bs tempatkan sukhoi di pontianak at di halim at dimedan, dg jangkauan tempur yg bs 3600km bs sangat mudah tu ke natuna tnapa isi bbm diudara.
TOT emg menggiurkan bt alih kemampuan kita dlm kemandirian tp itu td, kita g pny kocek lo..oke skg kita TOT tp apakah kita mau lengkapi armada kita dg 100 pesawt gripen, maukah dan sanggupkah belanja TNI beli 100 gripen? karena kita udh punya f16 belom lg ad isu mau beli f16v dr usa (walaupun msh g jelas baru isu)?kalau kita beli gripen, di jajaran pesawat kita ada gripen, f16 dan sukhoi series, akan sangat repot soal suku cadang, dg meminimalisir seri pesawt yg ada ud cukup bagi TNI memudahkan suku cadang pesawat tempur
bukan soal refueling tp soal kemudahan gan, skenario pake gripen dan f16 ni (cm skenario lo gan)
kita perang dg malay, pangkalan di medan, batam, dn pangkalan TNI AU di Sumetera ud dibom, sedangkan gripen yg ada di lanud halim ata pontianak TNI mw strike lgsg KL, gripen brgkt.
krn jangkauan rendah Gripen butuh isi BBM di tengara pulau batam pake c130 (kita pny 1 doang lo)
ud kelar terbang ke KL..situasi perang membuat gripen tpaksa terbang rendah dan bermanuver taktis yg jelas butuh konsumsi BBM, saat otw pulang kudu isi BBM lg (2x).
BBM di pesawt c130 habis dong, kudu balik ke halim bt isi lg.
nah padahal semua pesawat milik kita f16 dan gripen butuh BBM diudara, krn tnpa itu jangkauannya g bs sampe KL at lindungi ruang udara antara sumatera dan kaliamantan dlm wkt lama ..liat kekosongan ini Malaysia lgsg berangkatkan Mig29 strike lgsg halim atau hancurkan armada laut kita di koridor antara sumatera dan kalimantan..habis deh kita AL kita ata AU.
skenario berikut pake sukhoi dan f16 :
sukhoi bs terbang dr Halim ke KL dg isi BBM sekali saat saja aplg dr pontianak bs terbang lgsg ke KL tnpa isi BBM pp..itu jelas menguntungkan karena c130 bs dpake utk f16 utk melindungi ruang udara kita.
saat f16 habis bbm dan hrs otw balik, tgl sukhoi yg gantikan utk jaga wilayah udara kita, dst.
klo utk serang spratly mantap tu, krn perang modern bs ancurkan pangkalan udara lawan dluan adlah pemenang.
cm gtu sih gan : sukhoi dpilih krn jangkauan, ancaman, suku cadang, kemudahan (pilot indonesia ud familar dg sukhoi dan f16)
tp emg sih gan dr sisi fuel costnya gripen ama sukhoi emg ud kayak beda kelas bener..udh buset2an lah pokok e BBM si sukhoi 35 (gripen cm 2dollar..sukhoi 13dollar per mile
tp harga pesawat cm beda 4juta dollar lo gan..kalau 6 sukhoi bs utk 12 gripen oke..tp klau cm 6 sukhoi dpt 7 gripen..ah g ushlah gripen.
http://planes.axlegeeks.com/compare/...s-Sukhoi-Su-35
hahaha iya gan, diskusi aja yg sehat..namanya pendapat, sharing2 aja
Quote:
Original Posted By lolisekai►Su 35 dan "Plus - Minus" nya buat TNI AU # Meski secara desain bak pinak dibelah dua dengan Su-27, namun secara struktur Su-35 berbeda dengan Su-27, terlebih untuk jeroan elektronik yang dibenamkan. Bicara tentang airframe, struktur Su-35 diperkuat agar memiliki usia pakai lebih lama ketimbang Su-27, serta perkuatan airframe dimaksudkan agar pesawat mampu menahan gaya akibat manuver ekstrim. Meski avionik dan sensornya baru, tapi radarnya masih mengadopsi Irbis-E PESA (passive electronically scanned array), tapi jangkauannya terbilang jauh dan secara teknologi masih lebih baik dari mechanically scanned radar, atau radar konvensional. Radar Irbis-E di Su-35 dapat mendeteksi 30 sasaran di udara secara simultan, dan mampu melakukan serangan ke delapan target secara bersamaan. Jangkauan radar ini disebut-sebut mampu mengendus sasaran hingga jarak 400 Km. Radar Irbis-EDan sebagai produk teknologi, Su-35 pun tak lepas dari plus minus, dan berikut plus minus Sukhoi Su-35 dari perspektif Indonesia. "Plus" - Su-35 sampai saat ini baru dimiliki Rusia, itu pun masih terbatas karena tergolong pesawat baru. Faktor ini ditambah masih misteriusnya kapabilitas Super Flanker yang masih dirahasiakan. – Karena masih banyak yang berbau rahasia, sontak Su-35 punya daya deteren paling tinggi dibandingEurofighter Typhoon,Dassault Rafale, danJAS 39 Gripen NG. – Daya angkut senjata (tonase dan jumlah) tergolong tinggi dengan 12 hard point. – Mesin punya usia pakai yang lebih panjang ketimbang Flanker sebelumnya. – Paling rendah kerawanan terhadap adanya embargo. – Bisa memanfaatkan/membawa bekal senjata Flanker generasi sebelumnya. – Mampu beroperasi dari landasan pendek berkat mesin yang dilengkapi TVC (thrust vectoring control), bahkan konfigurasi rodanya menjadikan Su-35 dapat dioperasikan dari landasan yang agak kasar. – Pihak user (TNI AU) sudah menyatakan pilihannya pada Su-35. "Minus" – Hanya tersedia dalam varian kursi tunggal, alhasil proses latih tempura atau konversi hanya bisa dilakukan di simulator. Atau bisa juga mengandalkan Su-30MK2 Flanker yang juga telah dimiliki TNI AU. – Biaya operasional per jam terbilang paling tinggi, ada yang menyebut Sukhoi sebagai ‘ATM terbang.’ Mengutip informasi dari defence.pk, biaya operasional per jam (cost of flying per hours) Su-27/Su-30 mencapai US$7.000, sementara untuk Su-35 biaya operasi per jam bisa mencapai US$14.000. Sebagai perbandingan biayaoperasional per jam F-16 hanya US$3.600. – Belum ada kejelasan untuk detail skema ToT (Transfer of Technology) yang ditawarkan kepada pihak PT Dirgantara Indonesia.(Ram) Tapi di balik plus dan minusnya Su 35 ini, admin secara pribadi masih berharap agar TNI AU bisa mengakuisisi minimal 1 skadron Su 35 sebagai skadron Heavy Fighter TNI AU... Insya Alloh bisa lebih dari 1 skadron