Jakarta - Benarkah listrik prabayar (pulsa listrik) lebih boros daripada menggunakan pasca bayar (meteran biasa)? Pakai pulsa listrik lebih banyak potongan tapi di meteran biasa tidak ada?
Pertanyaan-pertanyaan seperti itu masih banyak dikemukakan masyarakat khususnya pelanggan PLN. Namun benarkah itu?
PT PLN (Persero) menjelaskan keduanya sama saja, berikut penjelasan Kepala Divisi Niaga PLN Benny Marbun kepada detikFinance, Kamis (10/9/2015).
Perhitungan rekening listrik:
Contoh: Pelanggan dengan Golongan R-1 daya listrik 1.300 VA (volt ampere).
Bila menggunakan listrik prabayar (pulsa/token listrik)
Beli pulsa Rp 100.000
Dikurangi administrasi bank Rp 2.000
Materai Rp 0
PPN Rp 0
Rupiah transaksi ke PLN Rp 98.000
Dikurangi PPJ 10% Rp 8.909
Rupiah dikonversi ke kWh Rp 89.091
Tarif listrik golongan R-1/1.300 VA Rp 1.325/kWh
Pulsa/token listrik yang diperoleh adalah 66,90 kWh
Jadi, besaran 65,90 kWh yang masuk ke meteran listrik dengan kode token 20 digit adalah 65,90 kWh
Bila menggunakan listrik Pasca Bayar (meteran biasa)
Misalkan angka rekening pemakaian sebulan tercatat : 266-200
Perhitungannya:
Biaya Pemakaian 66 x Rp 1.352/kWh (golongan 1.300 VA) Rp 89.232
Ditambah PPJ 10% x 89.232 Rp 8.923
Rupiah rekening Rp 98.155
Ditambah administrasi bank Rp 2.000
Materai Rp 0
PPN Rp 0
Rupiah tagihan rekening ke pelanggan Rp 100.155
Besaran konsumsi listrik 66 kWh berdasarkan angka meteran biasa pelanggan yang harus dibayar adalah Rp 100.155
Bila melihat penjelasan tersebut:
Bayar pulsa listrik dengan sistem prabayar 65,90 kWh = Rp 100.00
Bayar tagihan listrik pasca bayar dengan konsumsi 66 kWh = Rp 100.155
"Jadi sama saja, tidak ada yang beda, tidak ada yang dicuri, tidak ada yang lebih boros dan lebih mahal, sama saja," tegas Benny.
Keterangan:
PPJ adalah Pajak Penerangan Jalan umum
PPN adalah Pajak Pertambangan Nilai.
kWh adalah kilo Watt hour
[URL]http://m.detik.com/finance/read/2015/09/10/105521/3015070/1034/beda-tapi-sama-pakai-pulsa-listrik-atau-meteran-biasa[URL]
Quote:
Kisruh Voucher Listrik, Salah Mafia atau Salah Paham?
VIVA.co.id - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli pada awal pekan ini mengkritik tajam soal tata niaga penjualan listrik kepada masyarakat yang diterapkan Perusahaan Listrik Negara (PLN) saat ini.
Saat menggelar rapat koordinasi tentang proyek kelistrikan, di kantornya, Senin 7 September 2015. Rizal secara langsung menegur PLN yang dinilai membebankan masyarakat, terutama dalam pembayaran listrik pra bayar menggunakan pulsa berbentuk voucher dari sebelumnya menggunakan meteran.
Rizal menegaskan, teguran yang disampaikannya tersebut merupakan salah satu cara dia untuk meluruskan fungsi pemerintah, yang memiliki kewajiban untuk mempermudah masyarakatnya untuk mendapatkan pelayanan terbaik. Dalam hal ini, selaku koordinator kementerian yang membawahi masalah kelistrikan, hal tersebut merupakan kewenangannya.
"Kami akan lakukan kajian terhadap PLN," tegasnya kala itu.
Kenapa penggunaan sistem voucher listrik dinilai sangat membebani rakyat? Menurut Rizal, karena adanya perubahan dari meteran ke voucher tersebut, memberikan kesempatan oknum tidak betanggungjawab untuk bermain di dalamnya.
Hal tersebut dikarenakan adanya biaya-biaya administrasi dalam setiap voucher yang dibeli masyarakat untuk mengisi daya listrik di rumah. Biaya administrasi tersebut dianggap menggerus hak daya listrik yang seharusnya diperoleh masyarakat ketika membeli voucher dalam besaran tertentu.
"Kalau pulsanya Rp100 ribu, maksimum biayanya Rp5.000. Jadi, saat beli listrik Rp100 ribu, dapatnya Rp95 ribu. Provider pulsa listrik itu setengahnya mafia. Pak Sofyan ini luar biasa, kami mohon keputusan ini segera dilakukan," kata Rizal.
Mendapat sentilan tersebut, Sofyan Basyir yang saat ini sebagai orang nomor satu di PLN langsung menanggapinya. Dia berjanji, akan memperbaiki sistem pembayaran pulsa voucher listrik ini.
Menurut Sofyan, pihaknya berjanji akan memaksimalkan daya listrik untuk masyarakat dengan memotong biaya administrasi seminimal mungkin.
Sekretaris Perusahaan PLN, Adi Supriono, memberikan penjelaskan kepada VIVA.co.id mengenai masalah ini, Menurut dia, Menteri Rizal telah salah persepsi.
Diapun menjabarkan simulasi perhitungan yang digunakan PLN pada pembelian token listrik. Berikut ini perhitungan administrasi, ketika membeli pulsa voucher listrik Rp100 ribu:
1. Biaya administrasi bank (tergantung bank) Rp1.600. Sisa uang Rp100 ribu-Rp1.600 = Rp98.400
2. Biaya materai (tidak dibebankan karena kurang dari Rp250 ribu)
3. Pajak penerangan jalan (PPJ) untuk DKI Jakarta sebesar 2,4 persen dari tagihan listrik.
4. PPJ Rp2,4 persen x Rp98.400 = Rp2.361,6. Sisa uang Rp98.400-Rp2.361,6 = Rp96.038,4.
Jadi, pelanggan PLN dengan golongan R-I/TR 900 VA, Rp96.038,4 dibagi Rp605/kWh (tarif listrik untuk golongan 900 VA), hasilnya 158,74 kWh. Sedangkan untuk pelanggan PLN dengan golongan R-I/TR 1.300 VA, R-I/TR 2.200 VA, dan R-I/TR 3.500 VA, Rp96.038,4 dibangi Rp1.352/kWh (tarif listrik untuk golongan 1.300 VA, 2.200 VA, dan 3.500 VA), hasilnya 71,03 kWh.
"Jadi yang dimaksud Pak Rizal itu salah persepsi, seharusnya mungkin 71.03 kWh, bukan beli voucher Rp100 ribu hanya mendapat Rp70 ribuan," kata Adi, Selasa, 8 September 2015.
Salah Persepsi
Masalah ini cepat mendapatkan respon dari perwakilan rakyat di parlemen, pada Selasa 8 September 2015, Komisi VII DPR menggelar rapat bersama PLN. Salah satu yang dibahas mengenai tata niaga kelistrikan yang diterapkan PLN.
DPR meminta PLN menjabarkan secara detail mengenai kajian sistem pembayaran dengan token listrik. Sofyan Basir dalam rapat tersebut berjanji akan segera menjawab pertanyaan DPR tersebut dengan detail secara tertulis.
Namun, penjelasan awal yang disampaikan, dia menduga ada pemahaman yang keliru tentang struk listrik prabayar yang diterima masyarakat.
"Kemungkinan masyarakat keliru memahami bahwa yang tercantum dalam struk adalah rupiah, padahal yang tercantum dalam listrik yang diperoleh adalah 'kWh', bukan 'rupiah' seperti top-up pulsa handphone," ujarnya.
Sofyan memberi contoh, masyarakat pelanggan golongan R-1 1.300 VA, membeli token listrik sebesar Rp100 ribu. Biaya administrasi yang dikenakan sebesar Rp1.600 sehingga biaya pembelian listrik sebesar Rp98.400.
Biaya pembelian listrik itu dikurangi biaya pajak penerangan jalan (PPJ) sebesar Rp2.306 sehingga menjadi Rp96.094. Dengan Rp96.094, pelanggan listrik 1.300 VA (tarif tenaga listrik 1.300 sebesar Rp1.352 per kWh) akan mendapatkan listrik sebesar 71,08 kWh.
Besaran 71,08 kWh inilah yang akan di-input ke meteran listrik lewat token 20 digit dan yang akan bertambah pada meteran adalah kWh, bukan rupiah.
"Dugaan keluhan beli Rp100 ribu mendapat listrik Rp70 ribu hanyalah karena salah persepsi," kata mantan dirut PT Bank Rakyat Indonesia Tbk.
Sofyan menduga bahwa sebagian masyarakat beranggapan angka 70-an yang ada diperoleh di struk pembelian listrik sama dengan angka Rp70 ribu, padahal yang sebenarnya adalah angka kWh yang didapat dari pembelian listrik.
"Seolah-olah ada mafia yang mengambil Rp30 ribu," kata dia.
Dalam kesempatan berbeda, Head of Commercial Division PT PLN, Benny Marbun juga menegaskan, membeli pulsa listrik berbeda dengan pulsa telepon.
"Berulang kali di media massa sampaikan ke publik informasi yang perlu diluruskan hal listrik prabayar. Boleh jadi ada info yang didapat perlu diklarifikasi," ujarnya.
Benny menjelaskan, dalam pembelian voucher listrik pelanggan mendapatkan itu kWh dengan besaran tertentu sesuai dengan tarif. Dengan penjelasan ini dia berharap tidak ada lagi polemik di masyarakat.
"Kalau beli pulsa listrik, Rp100 ribu, dapat 75 kWh. Jadi, ini berbeda satuan. Beda dengan beli pulsa telepon," katanya.
Kembali pakai meteran
Karena polemik ini, PLN mendapatkan masukan untuk kembali menggunakan meteran listrik sebagai alat pencatat penggunaan listrik. Sofyan pun mengaku akan mengkaji lebih lanjut masukan tersebut.
Namun dia memaparkan ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan perseroan untuk mewujudkan hal tersebut. Salah satunya punya risiko besarnya biaya operasional untuk merekrut tenaga kerja baru yang mencatat penggunaan listrik di setiap rumah tangga.
Belum lagi pada saat proses pencatatannya dilakukan ada risiko penyelewengan oknum yang tidak menjalankan tugasnya dengan benar.
"Pada suatu saat, (pencatat) tidak datang ke rumah orang. Tiba-tiba pelanggan disuruh bayar denda luar biasa oleh PLN. Padahal, itu kesalahan oknum. Nah, hal-hal inilah yang biasanya terjadi," kata dia.
Meskipun demikian, Sofyan mengatakan bahwa tidak berarti sistem token dan prabayar merupakan sistem yang sempurna. "Token dan prabayar juga ada kelemahan. Mari kita perbaiki kelemahannya," ujarnya.
Siapa Mafia Listrik ?
Besarnya biaya administrasi yang dibebankan PLN pada setiap pengisian ulang listrik prabayar menimbulkan kecurigaan bahwa ada mafia yang bermain di dalamnya. Sofyan berjanji akan mencari tahu apakah tudingan itu benar, ataukah hanya kesalahan persepsi di masyarakat
"Kami belum tahu. Kami akan mencari tahu dari beliau, kemudian akan kami follow up," ungkapnya.
Namun, dia mengaku masih bingung, jika memang ada mafia, di celah mana dia bermain. Sebab potongan token pulsa tersebut murni biaya administrasi.
Mengapa biayanya besar, Sofyan menjelaskan, karena dengan sistem ini, pola pembayaran listrik yang dilakukan masyarakat, cenderung tidak sekaligus dibayarkan untuk kebutuhan satu bulan. Karena dilakukan berulang kali dengan nilai yang lebih kecil dari yang dibayarkan ketika masih menggunakan meteran, biaya administrasi yang dikenakan menjadi bertambah.
"Ada yang tidak beli sekaligus. Ada yang beli Rp20 ribu, terus beli lagi. Biaya administrasinya, kan, bertambah. Ini berarti bukan dicuri, tapi kena biaya administrasi," kata dia.
Dia menegaskan akan berkoordinasi dengan semua pihak terkait untuk menyelesaikan masalah ini. Sehingga dapat dipastikan masyarakat tidak dirugikan.
"Jangan sampai ada yang menjadi mafia," tegasnya.
Masyarakat berhak memilih
Terlepas dari dugaan bahwa ada mafia yang bermain dibalik sistem listrik prabayar ini, Rizal Ramli menegaskan, masyarakat seharusnya berhak memilih sistem pembayaran listrik yang akan dilakukan.
Sebab menurutnya, tidak semua lapisan masyarakat bisa menggunakan mekanisme baru tersebut. Terlebih lagi penerapan sistem ini baru dilakukan dan memerlukan masa penyesuaian yang tidak sebentar.
"Rakyat harus punya dua pilihan, jangan memaksakan dong. Pengen sistem meteran ya kasih meteran," tegas Rizal.
Dia mencontohkan, yang bisa terjadi di masyarakat miskin misalnya, dengan sistem voucher atau token ini listrik tiba-tiba bisa habis di waktu-waktu yang tidak diduga, seperti malam hari. Hal tersebut sangat menyusahkan lapisan masyarakat kelas sosial itu
"Banyak anak-anak, listrik mati pukul 7-8 malam enggak ada token, susah nyarinya," ujar Rizal.
Senada dengan Rizal, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Tulus Abadi mengungkapkan hal senada. Sebagai Koordinator kementerian yang mengurusi hal ini, Rizal diminta untuk memperbaiki mekanisme sistem pembayaran listrik yang saat ini diterapkan.
"Sebaiknya Rizal Ramli mengungkap sumber data perihal info yang dimaksud sehingga tak membingungkan konsumen dan masyarakat umum," kata dia kepada VIVA.co.id, rabu 9 September 2015.
Tulus pun mengatakan seharusnya PT PLN (Persero) tak boleh memaksa konsumen untuk menggunakan listrik prabayar. Perusahaan pelat merah ini pun diminta agar mempersilakan konsumen menggunakan meteran listrik kalau tak ingin menggunakan token pra bayar.
"Manajemen PLN harus memperbaiki distribusi pulsa token yang di banyak tempat masih sulit diperoleh konsumen, terutama di pedesaan," kata dia.
BUMN setrum ini pun juga diminta lebih proaktif mengedukasi konsumen tentang listrik prabayar. Hal ini bertujuan agar masyarakat lebih paham tentang jenis langganan listrik ini.
"(Lalu), bagaimana juga menggunakan pulsa token secara cerdas dan efisien," kata dia. (ren)
http://m.news.viva.co.id/news/read/6...u-salah-paham-
____________________
Quote:
Lebih Untung Mana Pakai Listrik Pascabayar atau Prabayar?
Jika Anda datang ke kantor PLN untuk menyambung listrik, petugas akan langsung menawarkan kepada Anda untuk memasang listrik prabayar. Anda mungkin ragu, sebenarnya lebih untung mana menggunakan listrik prabayar atau pascabayar?
Salah satu pemakai listrik prabayar Houtmand Saragih mengaku dirinya lebih suka menggunakan listrik prabayar karena bisa memantau pemakaian listrik setiap bulan.
"Hanya ribetnya kalau habis pulsa pas tengah malam. Tapi sekarang tidak susah karena sekarang sudah tersedia di semua ATM," jelas Houtmand saat berbincang dengan liputan6.com.
Pengguna prabayar lainnya Sanusi. Pria berusia 30 tahun ini lebih memilih menggunakan listrik prabayar karena tidak perlu bertemu dengan petugas PLN yang rutin mengecek pemakaian listrik di rumahnya.
"Minim pencurian. Tapi repot kalau habis pulsa tengah malam," ungkap dia.
Berbeda dengan Alfian, pria berprofesi sebagai wartawan ini lebih suka menggunakan listrik pascabayar karena lebih praktis dan tidak perlu terus memantau pulsa listrik yang tersisa.
"Kalau lupa isi bisa gelap gulita dan dengar-dengar kalau listrik prabayar itu lebih boros," ujar dia.
Lalu bagaimana penjelasan PLN? Berikut petikan wawancara liputan6.com dengan Manajer Senior Komunikasi Korporat PLN Bambang Dwiyanto.
Kenapa sekarang ini PLN lebih mengarahkan pelanggan menggunakan listrik prabayar?
Pemanfaatan listrik prabayar menguntungkan pelanggan karena dengan menggunakan layanan tersebut pelanggan dapat mengatur pemakaian listrik dan dapat mematok anggaran biaya listrik bulanan.
Selain itu, pelanggan juga terlepas dari masalah kesalahan catat penggunaan listrik serta terbebas dari sanksi pemutusan telat bayar listrik. Secara otomatis layanan ini juga mengatasi keluhan pelanggan tentang pembacaan meter oleh petugas PLN yang tidak akurat.
Pelanggan juga tidak perlu khawatir mati listrik mendadak saat stroom yang tertera di meter sudah habis. Karena secara otomatis, meteran prabayar akan memberikan alarm jika jumlah kilowatt hour sudah mulai habis.
Kabarnya tarifnya lebih mahal?
Tarif satuannya kan sama. Jadi ya sama saja. Bedanya jika menggunakan listrik prabayar itu tidak ada rekening minimum sehingga kalau pemakaian rendah tidak kena rekening minimum.
Sebagai gambaran untuk daya 2.200 voltampere (VA), rekening minimumnya Rp 68 ribu. Jadi jika pelanggan pascabayar pemakaian listriknya di bawah Rp 68 ribu maka tetap kena tagihan rekening minimun Rp 68 ribu.
Kalau prabayar, pemakaian kecil maka tagihan rekeningnya bisa kurang dari Rp 68 ribu, bahkan kalau rumahnya kosong dan tidak pakai listrik sama sekali ya tidak usah bayar. Prabayar tidak menggunakan rekening minimum.
Saat ini voucher listrik prabayar bisa dibeli di mana?
Di semua channel bank-bank besar dan bank kecil. Saat ini sudah terdapat 58 bank yang telah bekerja sama dengan PLN, di semua loket pembayaran rekening listrik non-bank yang semua sudah online, di gerai alfamart, indomart. Jika darurat, di kantor PLN terdekat biasanya juga jual untuk melayani darurat tersebut.
Soal keluhan mati tiba-tiba tengah malam, bagaimana tanggapannya?
Saran saya isi ulang pulsa listrik secara teratur tiap bulan seperti saat bayar listrik pascabayar. Dijamin tidak akan kesulitan dan tidak akan tiba-tiba kehabisan di tengah malam.
Kenapa masih ada masyarakat yang ingin pasang pascabayar?
Mungkin karena harus sedikit mengubah kebiasaan jadi ada yang malas pakai prabayar. (NDW)
http://m.liputan6.com/bisnis/read/46...-atau-prabayar
_______________________
Pembelian pulsa listrik harga lebih besar kalau beli secara berulang dikarenakan ada biaya admin, tetapi dengan token pelanggan bisa lebih bertanggung jawab, dan bisa meminimalkan jumlah tunggakan tagihan
Penilaian dari ibu-ibu
:
Quote:
Original Posted By Luphlyana►sama aja perhitungan secara kwh nya
malah enakan pake token,, soalnya kita lebih bisa ngontrol pemakaian listrikk
kalo udh berasa bayar tokennya besar bs dikontrol untuk lebih hemat listrik
masyarakat pintar pake listrik pintar

Quote:
Original Posted By kanataqueen►Ane lbh suka yg pake meteran gan karena ane suka males keluar rumah buat beli token.. Udh gitu klo listrik suka tiba tiba abis tengah malam ga bs lgsg beli ke indomaret krn minimarket br bs jual token klo udh jam 2 pagi
Sebulan pmkaian sejuta tp ane skali beli 200rb.. Mahal ya listrik skrg.. Ane ac cuma dua. Sering ga pkai ac tp sehemat hematnya 100rb buat tiga hari

Quote:
Original Posted By galihleo►Kalo meteran biasa sumber kecurangan bisa bersumber dari petugas catat meternya.
Ini kisah yang saya alamin sendiri.
Saya selama ini tinggal di rumah kontrakan di salah satu komplek di bintaro, karena lingkungan perumahan lama, jadinya meterannya masih yang lama, alias pasca bayar, bahkan nama pelanggannya pun masih nama developer. Selama 3 tahun tinggal tidak ada masalah.
Masalah baru timbul belakangan ini. Ketika selama 3 bulan rumah saya tinggal dalam kondisi kosong karena lagi keluar kota dan nyicil barang untuk pindahan ke tempat lain (kebetulan tempat baru ini listriknya token).
Pemakaian rata-rata selama ini kurang lebih 350ribuan perbulannya (1300 VA). Selama pergi memang MCB PLN saya turunkan jadinya tidak ada pemakaian sama sekali. Selama pergi ninggalin rumah itu saya memang skip membayar, karena toh dengan kondisi MCB mati paling hanya tinggal bayar abodemen (71ribuan perbulannya). Tapi betapa terkejutnya saya ketika lihat surat pencabutan listrik yang diselipin di pagar dengan jumlah tagihan 1jutaan (berarti saya tetap dihitung ada pemakaian selama rumah dalam kondisi MCB PLN MATI). Daripada tercabut dan saya kehilangan deposit saya di pemilik rumah, saya tetap bayar itu tagihan di indomaret.
Akhirnya saya datang ke kantor PLN Cabang Bintaro menyampaikan protes sambil saya foto kondisi meter terakhir, dan memang ada selisih di sampe beberapa ratus kwh. Akhirnya diambil solusi oleh CS PLN bahwa untuk bulan berikutnya tidak akan ditagihkan, cukup bayar abodemennya saja (71ribuan itu) sampe ketemu angka kwh yang ada di meter..
sekarang di tempat baru pake token.
jumlah pemakaian sama aja sih kurang lebih, sebulan kira-kira 3-4x isi Rp. 100.000. Lebih praktis sih, thanks to internet banking, tinggal isi dari hp aja. Takut kehabisan malem-malem? kan bisa lihat di displaynya? Kalo bisa dibiasakan ngisi jangan nunggu alarm. Saya biasa nerapin alarm sendiri, isi sebelum angka 15kwh. Sendainya telat-telat dikit dari angka itu masih bisa toleransi dan masih nyala...