- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Fakta Tersembunyi di papua yang menyedihkan


TS
anton56
Fakta Tersembunyi di papua yang menyedihkan
Seperti biasa say the magic word terlebih dahulu ..... NO SARA GAN ... 
Orang Papua Suka Makan Pinang Tapi Malas Jadi Penjual Pinang
Jayapura, Jubi – Aneh bin ajaib! Dari sekitar 50-an meja tempat jual pinang di pasar Youtefa, hanya tiga meja yang dimiliki pedagang pinang asli Papua. Mayoritas pedagang yang menjual pinang di pasar Youtefa bukanlah orang asli Papua, tetapi didominasi oleh pedagang asal berbagai daerah di luar Papua.
Yakob Suhuniap, satu dari antara tiga penjual pinang asli Papua di Pasar Youtefa yang ditemui Jubi mengatakan, memang tidak ada orang Papua yang menjual pinang di pasar. Padahal orang yang makan pinang adalah mayoritas orang Papua.
“Orang Papua itu pemalas. Pembelinya adalah rata-rata orang Papua. Bukan orang pendatang. Tahunya makan pinang. Tidak mau berusaha untuk duduk dan menjual pinang. Uang yang mereka dapat itu semua pakai beli pinang. Padahal kalau jual pinang, penghasilan juga cukup,” katanya kepada Jubi di pasar Youtefa, Jumat (6/2/2015).
Yakob mengatakan, dirinya menjual pinang karena ingin mencari penghasilan untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya.
“Kalau untuk saya, daripada jalan-jalan tanpa tujuan, mabuk-mabukkan setelah itu dapat tangkap dan masuk penjara lalu masuk di lembaga pemasyarakatan, lebih baik saya menjual pinang dan dapat hasil untuk saya bisa pakai memenuhi kebutuhan sehari-hari,” ungkapnya.
........
Dikatakannya, sejak dirinya mulai menjual pinang di pasar Youtefa, jarang melihat orang Papua yang jual. Kalaupun ada, bisa dihitung dengan jari. Orang asli Papua kebanyakan datang untuk membeli.(Arnold Belau)
http://tabloidjubi.com/2015/02/06/or...enjual-pinang/
Otsus Papua hanya menjadikan orang Papua malas
"Dana Otsus itu bisa Rp 4 triliun setiap tahun dan diberikan dengan dana cair kepada masyarakat masuk ke kantong-kantong mereka dan jadi malas bekerja," kata Ikrar Nusa Bakti, hari ini, di gedung DPD, Senayan.
Selain dana Otsus tersebut, terdapat bantuan dana lain dalam bentuk uang melalui program PNPM Mandiri yang dikordinasikan kantor wakil presiden, dan dana dari pemerintah kabupaten ke kecamatan.
"Mereka (orang Papua yang mendapat dana) merasa sudah merdeka artinya dapat uang dari pemerintah dan untuk apa bekerja," kata pengamat dari LIPI itu.
Akan lebih tepat guna dan berdampak jangka panjang, kata Ikrar, jika program pemajuan tersebut diberikan melalui pembangunan fisik, sarana, dan prasarana, juga non fisik melalui pendidikan bagi orang-orang Papua.
http://www.beritasatu.com/nasional/9...pua-malas.html
Trend Miras di Papua
Pada perayaan malam tahun baru 2015, tidak sedikit yang konsumsi minuman keras (miras). Pagi harinya, ada yang tergelatak di tepi jalan. Ada yang jalan miring-miring, sambil pegang botol. Sebagian putar musik keras-keras di kandang Natal sambil konsumsi miras dan berpesta-ria.
Saat libur di Merauke, saya alami hal yang sama. Kompleks tempat tinggal kami di Kelapa Lima, tidak pernah luput dari orang mabuk. Mereka konsumsi miras, lalu bikin ribut. Suasana aman kurang terasa. Selalu ada perasaan was-was. Tidak ada hari tanpa orang mabuk. Tampak bahwa miras benar-benar jadi trend. Orang merasa bangga tatkala konsumsi miras.
Padahal miras merusak hidup manusia. Kurang ada kesadaran dari segenap warga masyarakat, terutama orang Papua bahwa miras merusak hidup manusia. Akibatnya, konsumsi miras menjadi trend. Uang yang diperoleh dengan susah payah, digunakan untuk membeli miras. Setelah konsumsi miras, bikin kacau. Seringkali, para pelaku pulang ke rumah dan pukul istri dan anak-anak. Rumah menjadi kurang aman. Suasana hidup damai dalam keluarga terasa jauh.
Di Jayapura, toko-toko miras tumbuh seperti jamur di musim hujan. Mencari toko miras tidak susah. Harganya pun terjangkau untuk ukuran di Papua. Akibatnya, konsumsi miras sulit dikendalikan. Lihat saja, tatkala malam tiba, tidak sedikit yang bergegas ke toko miras, mencari hiburan dengan konsumsi miras. Miras seperti istri dalam hidup. Tanpa miras hidup terasa hampa.
Bahkan saat ini, miras sudah masuk sampai ke sendi-sendi hidup keluarga dan komunitas-komunitas mahasiswa. Saat saya berkunjung ke teman, yang seorang polisi di Merauke, dia bercerita sewaktu ke Jayapura dan jalan-jalan ke salah satu asrama mahasiswa, dia menjumpai para mahasiswa itu sedang duduk berkeliling sambil menghadap botol miras. “Saya kaget waktu lihat para calon pemimpin gereja itu minum mabuk,” ungkapnya. Saya tertegun mendengar ceritanya. Namun, itulah realitas sesungguhnya. Miras telah mengjungkirbalikkan daya refleksi manusia. Konsumsi miras menjadi kebanggan tersendiri, tanpa peduli pada nilai dan martabat manusia.
Orang Papua harus sadar, bahwa populasi orang Papua semakin sedikit. Kematian demi kematian telah menyebabkan orang Papua menjadi minoritas. Ke depan orang Papua harus kembali ke budaya asalnya. Menghidupkan nilai-nilai kearifan yang diwariskan leluhur dan berhenti konsumsi miras, yang hanya merusak hidup dan masa depan orang Papua.
Abepura, 04-01-2015; 20.17 WIT
http://www.kompasiana.com/petrusbaik...5513982b6c7928
Waduh! Suku Asli Papua Terancam Punah Akibat HIV
Metrotvnews.com, Nabire: Kasus penularan penyakit HIV/AIDS di Papua semakin mengkhawatirkan. Laju penularan HIV semakin tidak terkendali. Kondisi ini mulai mengancam keberlangsungan hidup suku asli di Papua.
“Saya datang ke Kabupaten Paniai, di sana dilaporkan sudah empat marga penduduk asli punah gara-gara HIV,” ujar Pangdam XVII Cendrawasih, Mayjen TNI Fransen G Siahaan, pada acara tatap muka dengan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise, di Nabire, Papua, Rabu (28/1/2015) malam.
Menurut dia, setidaknya terdapat dua faktor utama yang menyebabkan penularan HIV di Papua tumbuh dengan cepat. Pertama, maraknya minuman keras (miras). Kedua, perilaku seks bebas.
Kedua kebiasaan negatif tersebut, lanjut dia, dapat membuat suatu bangsa mengalami fenomena lost generation. Berkaca dari hal itu, Fransen meminta agar Yohana Yembise dapat mengoordinasi pemerintah di pusat agar lebih peduli dengan masalah penularan HIV di tanah Papua.
Yohana sendiri mengamini pernyataan Fransen. Dia menilai miras adalah penyebab utama terjadinya perilaku seks bebas dan kekerasan di Papua.
“Miras adalah akar permasalahan di Papua. Saya sendiri belum menemukan solusi yang jitu untuk menekan konsumsi miras di kalangan orang asli Papua,” sebut Yohana.
Keprihatinan terhadap tingginya kasus HIV di Papua juga diutarakan oleh Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Kabupaten Nabire, Yufinia Mote.
“Di Nabire hampir setiap bulan ada sekitar 6 ibu yang kena HIV. Sekitar 5-6 tahun lagi, bisa habis orang asli Papua di sini,” ujar Yufinia.
Yufinia menceritakan, saat ini, banyak terdapat bayi di Nabire yang lahir tanpa memiliki ayah dan ibu karena meninggal akibat HIV. Pemkab Nabire pun masih kesulitan untuk mengurus pendidikan dan pengasuhan pada mereka. Dia menambahkan Nabire adalah kota ketiga dengan kasus HIV tertinggi di Papua, setelah Timika dan Jayapura.
Data Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi Papua pada 2013, penderita HIV/AIDS secara akumulatif di Papua mencapai sekitar 24 ribu. Padahal, kata Yufinia, total penduduk di Papua tidak sampai 4 juta orang. Itu pun, mayoritas penduduk Papua pada saat ini adalah pendatang.
http://news.metrotvnews.com/read/201...nah-akibat-hiv
=======================================================================
Ternyata kenapa papua itu tidak maju, kelaparan dan kismin adalah : MALAS, MIRAS dan SEKS BEBAS .....
Ayo anak papua, apakah isi berita dari kompas dan metrotv itu benar adanya atau mereka bohong, kalau bohong nanti kita orang lapor ke komnas ham
Kata mereka :

Quote:
Orang Papua Suka Makan Pinang Tapi Malas Jadi Penjual Pinang
Jayapura, Jubi – Aneh bin ajaib! Dari sekitar 50-an meja tempat jual pinang di pasar Youtefa, hanya tiga meja yang dimiliki pedagang pinang asli Papua. Mayoritas pedagang yang menjual pinang di pasar Youtefa bukanlah orang asli Papua, tetapi didominasi oleh pedagang asal berbagai daerah di luar Papua.
Yakob Suhuniap, satu dari antara tiga penjual pinang asli Papua di Pasar Youtefa yang ditemui Jubi mengatakan, memang tidak ada orang Papua yang menjual pinang di pasar. Padahal orang yang makan pinang adalah mayoritas orang Papua.
“Orang Papua itu pemalas. Pembelinya adalah rata-rata orang Papua. Bukan orang pendatang. Tahunya makan pinang. Tidak mau berusaha untuk duduk dan menjual pinang. Uang yang mereka dapat itu semua pakai beli pinang. Padahal kalau jual pinang, penghasilan juga cukup,” katanya kepada Jubi di pasar Youtefa, Jumat (6/2/2015).
Yakob mengatakan, dirinya menjual pinang karena ingin mencari penghasilan untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya.
“Kalau untuk saya, daripada jalan-jalan tanpa tujuan, mabuk-mabukkan setelah itu dapat tangkap dan masuk penjara lalu masuk di lembaga pemasyarakatan, lebih baik saya menjual pinang dan dapat hasil untuk saya bisa pakai memenuhi kebutuhan sehari-hari,” ungkapnya.
........
Dikatakannya, sejak dirinya mulai menjual pinang di pasar Youtefa, jarang melihat orang Papua yang jual. Kalaupun ada, bisa dihitung dengan jari. Orang asli Papua kebanyakan datang untuk membeli.(Arnold Belau)
http://tabloidjubi.com/2015/02/06/or...enjual-pinang/
Quote:
Otsus Papua hanya menjadikan orang Papua malas
"Dana Otsus itu bisa Rp 4 triliun setiap tahun dan diberikan dengan dana cair kepada masyarakat masuk ke kantong-kantong mereka dan jadi malas bekerja," kata Ikrar Nusa Bakti, hari ini, di gedung DPD, Senayan.
Selain dana Otsus tersebut, terdapat bantuan dana lain dalam bentuk uang melalui program PNPM Mandiri yang dikordinasikan kantor wakil presiden, dan dana dari pemerintah kabupaten ke kecamatan.
"Mereka (orang Papua yang mendapat dana) merasa sudah merdeka artinya dapat uang dari pemerintah dan untuk apa bekerja," kata pengamat dari LIPI itu.
Akan lebih tepat guna dan berdampak jangka panjang, kata Ikrar, jika program pemajuan tersebut diberikan melalui pembangunan fisik, sarana, dan prasarana, juga non fisik melalui pendidikan bagi orang-orang Papua.
http://www.beritasatu.com/nasional/9...pua-malas.html
Quote:
Trend Miras di Papua
Pada perayaan malam tahun baru 2015, tidak sedikit yang konsumsi minuman keras (miras). Pagi harinya, ada yang tergelatak di tepi jalan. Ada yang jalan miring-miring, sambil pegang botol. Sebagian putar musik keras-keras di kandang Natal sambil konsumsi miras dan berpesta-ria.
Saat libur di Merauke, saya alami hal yang sama. Kompleks tempat tinggal kami di Kelapa Lima, tidak pernah luput dari orang mabuk. Mereka konsumsi miras, lalu bikin ribut. Suasana aman kurang terasa. Selalu ada perasaan was-was. Tidak ada hari tanpa orang mabuk. Tampak bahwa miras benar-benar jadi trend. Orang merasa bangga tatkala konsumsi miras.
Padahal miras merusak hidup manusia. Kurang ada kesadaran dari segenap warga masyarakat, terutama orang Papua bahwa miras merusak hidup manusia. Akibatnya, konsumsi miras menjadi trend. Uang yang diperoleh dengan susah payah, digunakan untuk membeli miras. Setelah konsumsi miras, bikin kacau. Seringkali, para pelaku pulang ke rumah dan pukul istri dan anak-anak. Rumah menjadi kurang aman. Suasana hidup damai dalam keluarga terasa jauh.
Di Jayapura, toko-toko miras tumbuh seperti jamur di musim hujan. Mencari toko miras tidak susah. Harganya pun terjangkau untuk ukuran di Papua. Akibatnya, konsumsi miras sulit dikendalikan. Lihat saja, tatkala malam tiba, tidak sedikit yang bergegas ke toko miras, mencari hiburan dengan konsumsi miras. Miras seperti istri dalam hidup. Tanpa miras hidup terasa hampa.
Bahkan saat ini, miras sudah masuk sampai ke sendi-sendi hidup keluarga dan komunitas-komunitas mahasiswa. Saat saya berkunjung ke teman, yang seorang polisi di Merauke, dia bercerita sewaktu ke Jayapura dan jalan-jalan ke salah satu asrama mahasiswa, dia menjumpai para mahasiswa itu sedang duduk berkeliling sambil menghadap botol miras. “Saya kaget waktu lihat para calon pemimpin gereja itu minum mabuk,” ungkapnya. Saya tertegun mendengar ceritanya. Namun, itulah realitas sesungguhnya. Miras telah mengjungkirbalikkan daya refleksi manusia. Konsumsi miras menjadi kebanggan tersendiri, tanpa peduli pada nilai dan martabat manusia.
Orang Papua harus sadar, bahwa populasi orang Papua semakin sedikit. Kematian demi kematian telah menyebabkan orang Papua menjadi minoritas. Ke depan orang Papua harus kembali ke budaya asalnya. Menghidupkan nilai-nilai kearifan yang diwariskan leluhur dan berhenti konsumsi miras, yang hanya merusak hidup dan masa depan orang Papua.
Abepura, 04-01-2015; 20.17 WIT
http://www.kompasiana.com/petrusbaik...5513982b6c7928
Quote:
Waduh! Suku Asli Papua Terancam Punah Akibat HIV
Metrotvnews.com, Nabire: Kasus penularan penyakit HIV/AIDS di Papua semakin mengkhawatirkan. Laju penularan HIV semakin tidak terkendali. Kondisi ini mulai mengancam keberlangsungan hidup suku asli di Papua.
“Saya datang ke Kabupaten Paniai, di sana dilaporkan sudah empat marga penduduk asli punah gara-gara HIV,” ujar Pangdam XVII Cendrawasih, Mayjen TNI Fransen G Siahaan, pada acara tatap muka dengan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise, di Nabire, Papua, Rabu (28/1/2015) malam.
Menurut dia, setidaknya terdapat dua faktor utama yang menyebabkan penularan HIV di Papua tumbuh dengan cepat. Pertama, maraknya minuman keras (miras). Kedua, perilaku seks bebas.
Kedua kebiasaan negatif tersebut, lanjut dia, dapat membuat suatu bangsa mengalami fenomena lost generation. Berkaca dari hal itu, Fransen meminta agar Yohana Yembise dapat mengoordinasi pemerintah di pusat agar lebih peduli dengan masalah penularan HIV di tanah Papua.
Yohana sendiri mengamini pernyataan Fransen. Dia menilai miras adalah penyebab utama terjadinya perilaku seks bebas dan kekerasan di Papua.
“Miras adalah akar permasalahan di Papua. Saya sendiri belum menemukan solusi yang jitu untuk menekan konsumsi miras di kalangan orang asli Papua,” sebut Yohana.
Keprihatinan terhadap tingginya kasus HIV di Papua juga diutarakan oleh Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Kabupaten Nabire, Yufinia Mote.
“Di Nabire hampir setiap bulan ada sekitar 6 ibu yang kena HIV. Sekitar 5-6 tahun lagi, bisa habis orang asli Papua di sini,” ujar Yufinia.
Yufinia menceritakan, saat ini, banyak terdapat bayi di Nabire yang lahir tanpa memiliki ayah dan ibu karena meninggal akibat HIV. Pemkab Nabire pun masih kesulitan untuk mengurus pendidikan dan pengasuhan pada mereka. Dia menambahkan Nabire adalah kota ketiga dengan kasus HIV tertinggi di Papua, setelah Timika dan Jayapura.
Data Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi Papua pada 2013, penderita HIV/AIDS secara akumulatif di Papua mencapai sekitar 24 ribu. Padahal, kata Yufinia, total penduduk di Papua tidak sampai 4 juta orang. Itu pun, mayoritas penduduk Papua pada saat ini adalah pendatang.
http://news.metrotvnews.com/read/201...nah-akibat-hiv
=======================================================================
Ternyata kenapa papua itu tidak maju, kelaparan dan kismin adalah : MALAS, MIRAS dan SEKS BEBAS .....
Ayo anak papua, apakah isi berita dari kompas dan metrotv itu benar adanya atau mereka bohong, kalau bohong nanti kita orang lapor ke komnas ham
Kata mereka :
Quote:
Original Posted By tiko.dragon►gw dah pernah kerja dinabire bray, ... apa yg lw bilang memang benar bray, mereka makan pinang, tapi jarang yg jual pinang, bisanya cuma mabuk, sekali mabuk baru berani tantang tantang orang .
Quote:
Original Posted By arieejack►Dah lama kok baru sekarang pada kaget..Miras di Papua bagaikan istri ke-2..asli bro
Diubah oleh anton56 21-07-2015 08:37
0
6.9K
Kutip
27
Balasan
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan