- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Devy Sondakh sadis membunuh hewan dilindungi !


TS
dazzca
Devy Sondakh sadis membunuh hewan dilindungi !
Setelah beberapa waktu lalu kita di hebohkan dengan beberapa berita tentang penembak kucing dan juga pembunuhan beberapa hewan dilindungi tanpa rasa bersalah kali ini ada kabar terbaru lagi tentang seorang dosen yang katanya ahli hukum internasional menembak hewan dilindungi dua ekor monyet hitam sulawesi (Macaca nigra ) atau yaki, yang diduga sudah mati dan dua ekor kuskus sulawesi hanya untuk kesenangan saja 




Gimana menurut agan dan sist soal kejadian yang dilakukan oleh Dr. Devy K.G. Sondakh,SH,MH ini ?
ini ada chapter komen beliau di post foto tersebut ..



Dia nantangin suruh bikin seminar biar dia jadi pembicara utama atau dilaporin ke pihak berwenang


Gimana ini gan?
Kenapa kita mesti menyayangi binatang?
berhubung ane islam jadi ane kasih beberapa kisah Rasulullah SAW tentang mengapa umat manusia harus menyayangi hewan walaupun pada dasar hampir semua agama juga mengajarkan hal yang sama untuk menyayangi sesama mahluk tuhan, mudah-mudahan menginspirasi
News Update
walaupun sudah dilaporakan ke kantor polisi kita mesti terus pantau jalannya hukum

mesti log in Facebook dulu biar kebuka

dan Ini dia Pelakunya Dr. Devy K.G. Sondakh,SH,MH 

Spoiler for pelaku:



Gimana menurut agan dan sist soal kejadian yang dilakukan oleh Dr. Devy K.G. Sondakh,SH,MH ini ?

ini ada chapter komen beliau di post foto tersebut ..
Spoiler for Chapter komentar:
Dia nantangin suruh bikin seminar biar dia jadi pembicara utama atau dilaporin ke pihak berwenang

Gimana ini gan?

Spoiler for Kompas.com:
Quote:
MANADO, KOMPAS.com — Seorang dosen di salah satu perguruan tinggi ternama di Manado, Devy Sondakh, menghebohkan dunia maya karena mengunggah foto hasil berburu satwa liar yang dilindungi di akun jejaring sosial Facebook miliknya.
Foto yang diunggah tertanggal 19 Desember 2014 itu memperlihatkan Devy tengah memegang dua ekor monyet hitam sulawesi (Macaca nigra) atau yaki, yang diduga sudah mati dan dua ekor kuskus sulawesi. Foto itu diunggah dengan keterangan, "Hasil berburu kemarin: Para kembaranku, Natalan bersama..."
Manajer Program Pusat Penyelamatan Satwa Tasikoki, Simon Garth, mengaku geram melihat tindakan tersebut ditengah upaya berbagai pihak menyelamatkan satwa liar endemik Sulawesi yang sudah semakin terancam punah. Terlebih lagi, populasinya dilindungi oleh undang-undang.
"Saya mendengar Direktur Reskrim Polda Sulut dan Kejaksaan Manado mengatakan dalam konferensi penegakan hukum pada bulan lalu Kamis (27/11/2014) bahwa hal seperti ini bisa dijerat dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi dan Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya," kata Simon, Selasa (23/12/2014).
Undang-undang tersebut, khususnya pada Pasal 21 ayat 2, menyatakan larangan bagi setiap orang untuk menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup.
Larangan itu disertai dengan ancaman pidana penjara 5 tahun dan denda Rp 100 juta sebagaimana diatur pada Pasal 40.
Mirisnya, Devy yang dalam foto itu ikut menyertakan tiga senapan angin menantang berbagai pihak untuk melaporkan tindakannya ke pihak terkait.
"Aku berharap ada yg melaporkan "kasus" (kalau bisa dibilang kasus) ini kepada otoritas atau mereka yg "involved" dengan hutan. Kemudian kita bikin seminar tentang hutan dan satwa, bukan hanya berdebat/berkoar-koar di media tentang hutan, padahal cuma berteori, tidak pernah sekalipun masuk bahkan tidur sendirian di hutan. Aku sendiri bersedia jadi speaker, biar kita buka boroknya negara kita soal hutan. Aku sendiri peneliti tentang "climate change", kolaborasi dengan NSC Univ," tulis Devy di komentar foto yang diunggahnya di akun Facebook miliknya.
Devy menulis komentar itu menanggapi banyaknya protes yang dilayangkan terhadap aksinya tersebut. Dari foto-foto yang ada di akun Facebooknya, Devy memang sering berburu.
"Kasihan ehhh, torank da sementara kampanye selamatkan Yaki (Kasihan, kami sedang mengampanyekan selamatkan yaki-monyet hitam sulawesi)," tulis Essa Senita menanggapi.
Namun, di bagian lain komentarnya, Devy menyatakan ingin mempertanggungjawabkan tindakannya itu karena posisinya sebagai seorang ilmuwan dan seorang pakar hukum.
"Aku ahli Hukum Perikemanusiaan Internasional (Hukum Humaniter Internasional-International Humanitarian Law), pernah dikontrak dan bekerja 4 tahun sebagai ‘legal adviser’ International Committee of the Red Cross-ICRC) di Jakarta," tulisnya.
Dia memberikan contoh soal keberadaan monyet di hutan Molibagu yang sering menjadi musuh petani karena merusak. Alasannya, kalau monyet dipreservasi dan konservasi, semestinya satwa itu dilokalisasi agar tidak merusak lahan pertanian warga.
"Karena hukum bukan hanya soal Rechtmatigheid, tetapi juga Doelmatigheid. Sehingga, kalau ada Undang-undang perlindungan terhadap satwa monyet yang habitatnya jutaan, dan merusak pertanian warga, itu artinya undang-undang tersebut salah dan harus dicabut. Jadi, apakah protes karena langka atau tidak, enak atau tidak, itu soal rasio dan rasa," tulis Devy.
Sumber Kompas.com di Unsrat yang tidak ingin namanya disebutkan mengakui jika Devy merupakan seorang doktor di Unsrat sesuai dengan informasi yang ditulis di akunnya, yaitu bekerja di Jurusan Hukum Internasional Unsrat. Informasi lainnya menyebutkan bahwa Devy mengajar filsafat.
Hingga Selasa (23/12/2014) pagi, foto yang diunggah Devy telah di-share oleh ratusan kali serta mendapat ribuan tanggapan yang menentang aksinya tersebut. Namun, banyak pula yang mendukung aksi Devy, bahkan menyatakan ingin ikut serta menyantap daging satwa liar tersebut.
Terancam punah
Sebelumnya, Field Station Manager Macaca Nigra Project, Stephan Lentey, menjelaskan bahwa monyet hitam sulawesi (Macaca nigra) atau yang disebut Yaki saat ini statusnya berada dalam "critically endangered" atau sangat terancam punah sesuai daftar IUCN.
"Dari penelitian pada 2010 yang dilakukan Juan-Fran Gallardo, saat ini hanya tersisa 5.000 ekor yaki di habtitat aslinya, 2.000 ekor di antaranya ada di Cagar Alam Tangkoko," ungkap Stephan.
Dalam kurun waktu 40 tahun terakhir, populasi yaki terus menurun dari kepadatan 300 ekor per meter persegi pada tahun 1980 hingga pada tahun 2010 tersisa kepadatan yaki hanya 44,9 ekor per meter persegi.
"Jika tidak ada penanganan yang serius dan menyeluruh, yaki akan menuju kepunahan. Pertumbuhan yaki sangat lambat. Betinanya hanya melahirkan satu bayi setiap hamil," tambah Stephan.
Yaki, lanjutnya, merupakan "agen" penyebar biji-bijian di lantai hutan Sulawesi. Artinya, bila membunuh, menangkap, atau mengonsumsi yaki, secara tidak langsung kita telah berperan dalam menggundulkan hutan Sulawesi.
Kepala Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Utara Sudiyono saat dimintai pendapat oleh Kompas.com mengenai masalah ini berjanji untuk mengusut tindakan tersebut.
"Ini sudah kasus yang berapa kali, beberapa waktu lalu juga ada yang melakukan hal seperti ini," ujar Sudiyono, Senin (21/12/2014) kemarin.
Beberapa warga yang geram dengan tindakan Devy mendesak pihak-pihak terkait untuk melaporkan yang bersangkutan ke pihak berwajib.
"Ini pelecehan dan penghinaan terhadap hukum di bidang lingkungan hidup. Pemerintah, LSM, pemerhati lingkungan hidup, praktisi lingkungan, para pecinta alam gencar mengkampanyekan tentang pelestarian kera Sulawesi yang hampir punah, eeh, dosen ini justru membantai hewan yang dilindungi ini secara terang-terangan dan terbuka," tulis Jemmy ikut berkomentar.
Sumber
Foto yang diunggah tertanggal 19 Desember 2014 itu memperlihatkan Devy tengah memegang dua ekor monyet hitam sulawesi (Macaca nigra) atau yaki, yang diduga sudah mati dan dua ekor kuskus sulawesi. Foto itu diunggah dengan keterangan, "Hasil berburu kemarin: Para kembaranku, Natalan bersama..."
Manajer Program Pusat Penyelamatan Satwa Tasikoki, Simon Garth, mengaku geram melihat tindakan tersebut ditengah upaya berbagai pihak menyelamatkan satwa liar endemik Sulawesi yang sudah semakin terancam punah. Terlebih lagi, populasinya dilindungi oleh undang-undang.
"Saya mendengar Direktur Reskrim Polda Sulut dan Kejaksaan Manado mengatakan dalam konferensi penegakan hukum pada bulan lalu Kamis (27/11/2014) bahwa hal seperti ini bisa dijerat dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi dan Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya," kata Simon, Selasa (23/12/2014).
Undang-undang tersebut, khususnya pada Pasal 21 ayat 2, menyatakan larangan bagi setiap orang untuk menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup.
Larangan itu disertai dengan ancaman pidana penjara 5 tahun dan denda Rp 100 juta sebagaimana diatur pada Pasal 40.
Mirisnya, Devy yang dalam foto itu ikut menyertakan tiga senapan angin menantang berbagai pihak untuk melaporkan tindakannya ke pihak terkait.
"Aku berharap ada yg melaporkan "kasus" (kalau bisa dibilang kasus) ini kepada otoritas atau mereka yg "involved" dengan hutan. Kemudian kita bikin seminar tentang hutan dan satwa, bukan hanya berdebat/berkoar-koar di media tentang hutan, padahal cuma berteori, tidak pernah sekalipun masuk bahkan tidur sendirian di hutan. Aku sendiri bersedia jadi speaker, biar kita buka boroknya negara kita soal hutan. Aku sendiri peneliti tentang "climate change", kolaborasi dengan NSC Univ," tulis Devy di komentar foto yang diunggahnya di akun Facebook miliknya.
Devy menulis komentar itu menanggapi banyaknya protes yang dilayangkan terhadap aksinya tersebut. Dari foto-foto yang ada di akun Facebooknya, Devy memang sering berburu.
"Kasihan ehhh, torank da sementara kampanye selamatkan Yaki (Kasihan, kami sedang mengampanyekan selamatkan yaki-monyet hitam sulawesi)," tulis Essa Senita menanggapi.
Namun, di bagian lain komentarnya, Devy menyatakan ingin mempertanggungjawabkan tindakannya itu karena posisinya sebagai seorang ilmuwan dan seorang pakar hukum.
"Aku ahli Hukum Perikemanusiaan Internasional (Hukum Humaniter Internasional-International Humanitarian Law), pernah dikontrak dan bekerja 4 tahun sebagai ‘legal adviser’ International Committee of the Red Cross-ICRC) di Jakarta," tulisnya.
Dia memberikan contoh soal keberadaan monyet di hutan Molibagu yang sering menjadi musuh petani karena merusak. Alasannya, kalau monyet dipreservasi dan konservasi, semestinya satwa itu dilokalisasi agar tidak merusak lahan pertanian warga.
"Karena hukum bukan hanya soal Rechtmatigheid, tetapi juga Doelmatigheid. Sehingga, kalau ada Undang-undang perlindungan terhadap satwa monyet yang habitatnya jutaan, dan merusak pertanian warga, itu artinya undang-undang tersebut salah dan harus dicabut. Jadi, apakah protes karena langka atau tidak, enak atau tidak, itu soal rasio dan rasa," tulis Devy.
Sumber Kompas.com di Unsrat yang tidak ingin namanya disebutkan mengakui jika Devy merupakan seorang doktor di Unsrat sesuai dengan informasi yang ditulis di akunnya, yaitu bekerja di Jurusan Hukum Internasional Unsrat. Informasi lainnya menyebutkan bahwa Devy mengajar filsafat.
Hingga Selasa (23/12/2014) pagi, foto yang diunggah Devy telah di-share oleh ratusan kali serta mendapat ribuan tanggapan yang menentang aksinya tersebut. Namun, banyak pula yang mendukung aksi Devy, bahkan menyatakan ingin ikut serta menyantap daging satwa liar tersebut.
Terancam punah
Sebelumnya, Field Station Manager Macaca Nigra Project, Stephan Lentey, menjelaskan bahwa monyet hitam sulawesi (Macaca nigra) atau yang disebut Yaki saat ini statusnya berada dalam "critically endangered" atau sangat terancam punah sesuai daftar IUCN.
"Dari penelitian pada 2010 yang dilakukan Juan-Fran Gallardo, saat ini hanya tersisa 5.000 ekor yaki di habtitat aslinya, 2.000 ekor di antaranya ada di Cagar Alam Tangkoko," ungkap Stephan.
Dalam kurun waktu 40 tahun terakhir, populasi yaki terus menurun dari kepadatan 300 ekor per meter persegi pada tahun 1980 hingga pada tahun 2010 tersisa kepadatan yaki hanya 44,9 ekor per meter persegi.
"Jika tidak ada penanganan yang serius dan menyeluruh, yaki akan menuju kepunahan. Pertumbuhan yaki sangat lambat. Betinanya hanya melahirkan satu bayi setiap hamil," tambah Stephan.
Yaki, lanjutnya, merupakan "agen" penyebar biji-bijian di lantai hutan Sulawesi. Artinya, bila membunuh, menangkap, atau mengonsumsi yaki, secara tidak langsung kita telah berperan dalam menggundulkan hutan Sulawesi.
Kepala Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Utara Sudiyono saat dimintai pendapat oleh Kompas.com mengenai masalah ini berjanji untuk mengusut tindakan tersebut.
"Ini sudah kasus yang berapa kali, beberapa waktu lalu juga ada yang melakukan hal seperti ini," ujar Sudiyono, Senin (21/12/2014) kemarin.
Beberapa warga yang geram dengan tindakan Devy mendesak pihak-pihak terkait untuk melaporkan yang bersangkutan ke pihak berwajib.
"Ini pelecehan dan penghinaan terhadap hukum di bidang lingkungan hidup. Pemerintah, LSM, pemerhati lingkungan hidup, praktisi lingkungan, para pecinta alam gencar mengkampanyekan tentang pelestarian kera Sulawesi yang hampir punah, eeh, dosen ini justru membantai hewan yang dilindungi ini secara terang-terangan dan terbuka," tulis Jemmy ikut berkomentar.
Sumber
Quote:
MUI Fatwakan Haram Aniaya dan Bunuh Ilegal Satwa Langka
Kepmen Kehutanan dan Perkebunan No. 104/KPTS-II/2000
Undang-Undang RI No. 5 TAHUN 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
UU No 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Kepmen Kehutanan dan Perkebunan No. 104/KPTS-II/2000
Undang-Undang RI No. 5 TAHUN 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
UU No 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Kenapa kita mesti menyayangi binatang?
berhubung ane islam jadi ane kasih beberapa kisah Rasulullah SAW tentang mengapa umat manusia harus menyayangi hewan walaupun pada dasar hampir semua agama juga mengajarkan hal yang sama untuk menyayangi sesama mahluk tuhan, mudah-mudahan menginspirasi
Spoiler for inspirasi:
Quote:
”Ya Abu Hurairah, sayangilah semua makhluk Allah, maka Allah akan menyayangimu dan menjagamu dari neraka pada hari kiamat.” Aku bertanya, “Ya Rasulullah, aku pernah menyelamatkan seekor lalat yang jatuh ke air.” Jawab Rasulullah, “Allah mencintaimu. Allah mencintaimu. Allah mencintaimu.” (Nasihat Rasulullah SAW pada Abu Hurairah)
SUATU hari, Rasulullah berkisah kepada para sahabat yang tengah berkumpul. Ia mengisahkan tentang seorang laki-laki dari kalangan Bani Israil tengah berjalan di bawah terik matahari, dengan rasa rasa haus yang amat sangat. Ketika ia melihat ada sebuah sumur, maka ia segera turun dan mengambil airnya untuk diminum. Setelah hausnya terpuaskan dan laki-laki itu hendak meninggalkan tempat itu, ia melihat seekor anjing yang sedang kehausan. Anjing itu menjilat-jilat pasir karena hausnya.
Dalam hatinya, laki-laki ini mengatakan,”Anjing ini menderita kehausan, sebagaimana aku.” Akhirnya, ia kembali turun ke sumur dan memenuhi sepatu kulitnya dengan air, dan diberikanlah kepada binatang malang itu.
Rasulullah SAW setelah membawakan kisah ini bersabda, ”Maka Allah memujinya dan mengampuninya.”
Mendengar kisah tersebut, para sahabat bertanya,”Wahai Rasulullah, apakah benar-benar kami memperoleh pahala karena binatang?” Rasulullah pun menjawab, ”Di setiap hati yang lembab ada shadaqah.”
‘Hati yang lembab’ adalah perumpamaan terhadap makhluk hidup apapun. Makhluk yang mati, hati dan badannya mengering. Sebab itulah, Imam An Nawawi menyimpulkan dari kisah di atas bahwa berbuat baik kepada binatang hidup, baik memberi minum atau lainnya merupakan sebuah bentuk shadaqah (Syarah Shahih Muslim, 7/503).
Jelas, dari keterangan di atas, Islam amat memuliakan binatang. Memenuhi kebutuhan binatang pula dihitung sebagai sebuah shadaqah, sebagaimana juga memberi kepada manusia, karena kedua-duanya ‘berhati lembab’.
Hal yang sama disebutkan Rasulullah, “Seorang Muslim tidak menanam tanaman, hingga memakan dari tanaman itu manusia, binatang atau burung, kecuali merupakan shadaqah baginya, hingga datang hari kiamat. (Riwayat Muslim)
Binatang Pun Mengeluh
Kenapa Islam menjauhkan pemeluknya dari pebuatan zalim terhadap binatang? Karena binatang itu seperti manusia. Ia juga merasakan lapar, haus, lelah atau sakit jika terzalimi. Rasulullah pernah memperoleh pengaduan dari beberapa binatangyang memperoleh perlakukan tidak baik dari pemiliknya. Sebagaimana termaktub dalam Shahih Muslim, Rasulullah pernah berkisah, bahwa beliau menemui seorang laki-laki yang menarik sapi untuk mengangkut. Sapi itu menoleh kepada beliau dan mengatakan, “Demi Allah, aku tidak diciptakan untuk hal ini, namun untuk membajak.”
Dalam hadits lainnya yang diriwayatkan Abu Dawud disebutkan,
Suatu saat Rasulullah memasuki sebuah kebun milik sahabat Anshar. Di kebun itu terdapat seekor onta, yang tiba-tiba matanya mengeluarkan air mata ketika melihat Rasulullah. Akhirnya beliau bertanya,”Siapa pemilik onta ini?” Saat itu seorang pemuda datang dengan mengatakan,”Saya wahai Rasulullah.” Beliau pun menyampaikan,”Apakah engkau tidak takut kepada Allah mengenai binatang ini? Sesunggunya ia mengadu kepadaku, bahwa engkau membiarkannya lapar dan terus-menerus mamaksanya bekerja.” (H.R. Abu Dawud)
Tidak Menghina Binatang
Yang terlarang dalam Islam bukan hanya menzalimi binatang secara fisik, namun merendahkan ataun mencelanya juga dilarang, karena binatang pun termasuk ciptaan Allah Ta’ala. Pernah suatu saat Rasulullah menjumpai wanita yang tengah melaknat onta yang ia tunggangi, hingga akhirnya beliau menghukum wanita tersebut, sebagaimana disebutkan Imam Muslim. Imam Al Ghazali juga melarang merendahkan ciptaan Allah termasuk hewan, tatkala beliau membahas mengenai hal penjagaan terhadap mulut. (lihat Al Maraqi Al Ubudiyah, hal.69)
SUATU hari, Rasulullah berkisah kepada para sahabat yang tengah berkumpul. Ia mengisahkan tentang seorang laki-laki dari kalangan Bani Israil tengah berjalan di bawah terik matahari, dengan rasa rasa haus yang amat sangat. Ketika ia melihat ada sebuah sumur, maka ia segera turun dan mengambil airnya untuk diminum. Setelah hausnya terpuaskan dan laki-laki itu hendak meninggalkan tempat itu, ia melihat seekor anjing yang sedang kehausan. Anjing itu menjilat-jilat pasir karena hausnya.
Dalam hatinya, laki-laki ini mengatakan,”Anjing ini menderita kehausan, sebagaimana aku.” Akhirnya, ia kembali turun ke sumur dan memenuhi sepatu kulitnya dengan air, dan diberikanlah kepada binatang malang itu.
Rasulullah SAW setelah membawakan kisah ini bersabda, ”Maka Allah memujinya dan mengampuninya.”
Mendengar kisah tersebut, para sahabat bertanya,”Wahai Rasulullah, apakah benar-benar kami memperoleh pahala karena binatang?” Rasulullah pun menjawab, ”Di setiap hati yang lembab ada shadaqah.”
‘Hati yang lembab’ adalah perumpamaan terhadap makhluk hidup apapun. Makhluk yang mati, hati dan badannya mengering. Sebab itulah, Imam An Nawawi menyimpulkan dari kisah di atas bahwa berbuat baik kepada binatang hidup, baik memberi minum atau lainnya merupakan sebuah bentuk shadaqah (Syarah Shahih Muslim, 7/503).
Jelas, dari keterangan di atas, Islam amat memuliakan binatang. Memenuhi kebutuhan binatang pula dihitung sebagai sebuah shadaqah, sebagaimana juga memberi kepada manusia, karena kedua-duanya ‘berhati lembab’.
Hal yang sama disebutkan Rasulullah, “Seorang Muslim tidak menanam tanaman, hingga memakan dari tanaman itu manusia, binatang atau burung, kecuali merupakan shadaqah baginya, hingga datang hari kiamat. (Riwayat Muslim)
Binatang Pun Mengeluh
Kenapa Islam menjauhkan pemeluknya dari pebuatan zalim terhadap binatang? Karena binatang itu seperti manusia. Ia juga merasakan lapar, haus, lelah atau sakit jika terzalimi. Rasulullah pernah memperoleh pengaduan dari beberapa binatangyang memperoleh perlakukan tidak baik dari pemiliknya. Sebagaimana termaktub dalam Shahih Muslim, Rasulullah pernah berkisah, bahwa beliau menemui seorang laki-laki yang menarik sapi untuk mengangkut. Sapi itu menoleh kepada beliau dan mengatakan, “Demi Allah, aku tidak diciptakan untuk hal ini, namun untuk membajak.”
Dalam hadits lainnya yang diriwayatkan Abu Dawud disebutkan,
Suatu saat Rasulullah memasuki sebuah kebun milik sahabat Anshar. Di kebun itu terdapat seekor onta, yang tiba-tiba matanya mengeluarkan air mata ketika melihat Rasulullah. Akhirnya beliau bertanya,”Siapa pemilik onta ini?” Saat itu seorang pemuda datang dengan mengatakan,”Saya wahai Rasulullah.” Beliau pun menyampaikan,”Apakah engkau tidak takut kepada Allah mengenai binatang ini? Sesunggunya ia mengadu kepadaku, bahwa engkau membiarkannya lapar dan terus-menerus mamaksanya bekerja.” (H.R. Abu Dawud)
Tidak Menghina Binatang
Yang terlarang dalam Islam bukan hanya menzalimi binatang secara fisik, namun merendahkan ataun mencelanya juga dilarang, karena binatang pun termasuk ciptaan Allah Ta’ala. Pernah suatu saat Rasulullah menjumpai wanita yang tengah melaknat onta yang ia tunggangi, hingga akhirnya beliau menghukum wanita tersebut, sebagaimana disebutkan Imam Muslim. Imam Al Ghazali juga melarang merendahkan ciptaan Allah termasuk hewan, tatkala beliau membahas mengenai hal penjagaan terhadap mulut. (lihat Al Maraqi Al Ubudiyah, hal.69)
Spoiler for Tanggapan Kaskuser:
Quote:
Original Posted By vimax►
wah sama orang ahli hukum pastinya akan membela diri sampai kapanpun padahal sudah tau membunuh, kalau memang babi hutan dan monyet suka merusak pertanian warga knp musti diburu dan dibunuh
memang tidak ada cara lain selain itu 



Quote:
Original Posted By adefhy►wah seru neh,,yang mau di bully ternyata orang pinter berpendidikan,di tambah dia pakar hukum,,yang justru malah mematahkan undan undang yang dapat menjeratnya,,
kalau pendapat ane memang serba salah,,,
1.petani harus bertahan jika ladangnya dirusak,atau dapur gagal ngepul
2.monyet habitatnya terusik dengan aktifitas logging (legal/ilegal)
3.karena terusik habitatnya,akhirnya mengganggu lahan pertanian
4.hewan yang dilindungi UU,tidak berada ditempat yang seharusnya(di lahan pertanian penduduk) sehingga UU nya jadi tidak tepat sasaran.
tapi kalau menurut ane sebagai seorang ilmuwan dan pakar hukum,kenapa hanya mengedepankan naluri pemburunya,bukan mencari solusi gimana agar monyet tidak mengganggu lahan pertanian,jadi hanya terlihat pelaku memang senang pemburu (karena memang jiwa pemburunya terbentuk dari kecil) sehingga hanya egonya saja yang di turuti,dan mengesampingkan hukum,karena menganggap hukum bisa di putar balik oleh lidahnya
kalau pendapat ane memang serba salah,,,
1.petani harus bertahan jika ladangnya dirusak,atau dapur gagal ngepul
2.monyet habitatnya terusik dengan aktifitas logging (legal/ilegal)
3.karena terusik habitatnya,akhirnya mengganggu lahan pertanian
4.hewan yang dilindungi UU,tidak berada ditempat yang seharusnya(di lahan pertanian penduduk) sehingga UU nya jadi tidak tepat sasaran.
tapi kalau menurut ane sebagai seorang ilmuwan dan pakar hukum,kenapa hanya mengedepankan naluri pemburunya,bukan mencari solusi gimana agar monyet tidak mengganggu lahan pertanian,jadi hanya terlihat pelaku memang senang pemburu (karena memang jiwa pemburunya terbentuk dari kecil) sehingga hanya egonya saja yang di turuti,dan mengesampingkan hukum,karena menganggap hukum bisa di putar balik oleh lidahnya
Quote:
Original Posted By radityaprasetya►Untuk diketahui kasus yang baru-baru ini santer di media sosial FB, ternyata membuat kita sadar akan pupulasi satwa yang dilindungi ternyata masihkurang dalam perlindungannya.
Kasus ini tidak hanya menyertakan satwa Monyet Yaki yang dilindungi tetapi juga jika temen-temen amati dengan cermat terdapat Kuskus kerdil 2 ekor terlentang mati dibawah. Untuk diketahui kuskus kerdil masuk dalam hewan endemik di Sulawesi dan dilindungi. Nasi Kuseatau kuskus di Sulawesi Utara berada dalam bahaya karena populasinya sudah terlampau kecil. Antara tahun 1980 dan 1995 di Tangkoko telah terjadi pengurangan kepadatan sebesar 50%, yakni dari 3,9 ekor per km2 menjadi 2,0 ekor per km2. Selama survei WCS di hutan- hutan lindung Sulawesi Utara tahun 1999, binatang ini hanya terlihat tujuh kali di sepanjang 491 km jalur transek. Ini menunjukkan kepadatan populasi yang sangat rendah.
Tidak hanya itu Kuskus kerdil merupakan satwa dilindungi di Indonesia masuk daftar Apendix II. Ia satu dari tiga jenis kuskus Sulawesi, selain kuskus beruang (Aulirops ursinus) dan kuskus talaud (Aulirops melanotis). Satwa lucu ini terancam karena dipelihara dan dikonsumsi.
Kasus ini tidak hanya menyertakan satwa Monyet Yaki yang dilindungi tetapi juga jika temen-temen amati dengan cermat terdapat Kuskus kerdil 2 ekor terlentang mati dibawah. Untuk diketahui kuskus kerdil masuk dalam hewan endemik di Sulawesi dan dilindungi. Nasi Kuseatau kuskus di Sulawesi Utara berada dalam bahaya karena populasinya sudah terlampau kecil. Antara tahun 1980 dan 1995 di Tangkoko telah terjadi pengurangan kepadatan sebesar 50%, yakni dari 3,9 ekor per km2 menjadi 2,0 ekor per km2. Selama survei WCS di hutan- hutan lindung Sulawesi Utara tahun 1999, binatang ini hanya terlihat tujuh kali di sepanjang 491 km jalur transek. Ini menunjukkan kepadatan populasi yang sangat rendah.
Tidak hanya itu Kuskus kerdil merupakan satwa dilindungi di Indonesia masuk daftar Apendix II. Ia satu dari tiga jenis kuskus Sulawesi, selain kuskus beruang (Aulirops ursinus) dan kuskus talaud (Aulirops melanotis). Satwa lucu ini terancam karena dipelihara dan dikonsumsi.
Quote:
Original Posted By linggglinggg►ayo segera d tindak biar cepet d tangkep & d hukum berat
biar masyrakat maupun hewan tidak resah lagi
biadab orang ini emang

biar masyrakat maupun hewan tidak resah lagi
biadab orang ini emang

Quote:
Original Posted By aresrfh►Aneh juga org berpindidikan tinggi bisa melakukan hal seperti itu..pdhl gelarnya berderet kan bisa bekerja dgn mendapatkan gaji yg luar biasa tinggi 

Quote:
Original Posted By hackerprolyn►Dosen kog gitu kelakuan nya, gelar Doktor pula

Quote:
Quote:
Original Posted By sidoel2000►Makan hewan langka sudah tidak relevan lagi koq.
Banyak pasal yang bisa menjerat beliau ini seperti: SK Menteri Pertanian 29 Januari 1970 No.421/Kpts/um/8/1970, SK Menteri Kehutanan 10 Juni 1991 No.301/Kpts-II/1991 dan Undang-undang No.5 1990. Dalam daftar yang dikeluarkan IUCN, yaki digolongkan sebagai satwa hampir punah “endangered” dan dicantumkan dalam Apendix II CITES (Supriatna, 2000).
Kalau instansi hukum Indonesia gentar dengan si ahli hukum jagoan koar koar ini, kita angkat ke kancah internasional seperti menginformasikan kasus ini ke International Committee of the Red Cross-ICRC) dan NSC University di mana dia pernah bergabung/berkolaborasi, juga tentu saja ke CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora).
Tinggal bagaimana pemerintah dan aparat hukum Indonesia aja...
Banyak pasal yang bisa menjerat beliau ini seperti: SK Menteri Pertanian 29 Januari 1970 No.421/Kpts/um/8/1970, SK Menteri Kehutanan 10 Juni 1991 No.301/Kpts-II/1991 dan Undang-undang No.5 1990. Dalam daftar yang dikeluarkan IUCN, yaki digolongkan sebagai satwa hampir punah “endangered” dan dicantumkan dalam Apendix II CITES (Supriatna, 2000).
Kalau instansi hukum Indonesia gentar dengan si ahli hukum jagoan koar koar ini, kita angkat ke kancah internasional seperti menginformasikan kasus ini ke International Committee of the Red Cross-ICRC) dan NSC University di mana dia pernah bergabung/berkolaborasi, juga tentu saja ke CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora).
Tinggal bagaimana pemerintah dan aparat hukum Indonesia aja...
Biar thread ini makin terkenal dan berita lebih terekspos jangan lupa
Rekomenin buat jadiHT
Rekomenin buat jadiHT
News Update

Quote:
walaupun sudah dilaporakan ke kantor polisi kita mesti terus pantau jalannya hukum
Diubah oleh dazzca 29-12-2014 14:02
0
23.4K
Kutip
143
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan