- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Surat Terbuka Untuk Kepala Stasiun Manggarai


TS
Tadzo
Surat Terbuka Untuk Kepala Stasiun Manggarai

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA—Pembenahan yang dilakukan Direktur Utama PT KAI Ignatius Jonan terhadap operasional kereta commuter line rupanya dinilai tidak merata. Fasilitas penunjang seperti musholla di hampir semua stasiun justru tak terurus. Penambahan fasilitas bersegmen menengah ke atas malah digeber.
Keluhan tersebut disampaikan di berbagai linimassa, seperti yang dilakukan seorang mahasiswi asal Depok, Reny Anggraeni. Ia seringkali terlambat menunaikan kewajibannya sebagai seorang Muslim karena harus mengantri lama di musholla sempit Stasiun Manggarai bersama ribuan anak kereta lainnya.
Berikut kutipan dari blognya,
http://rainyrens.tumblr.com/post/982...iun-manggarai.
Quote:
Ketika surat-surat yang berada di dalam kotak saran sudah tak lagi di baca, sudah saatnya media yang menyadarkannya.
Fungsi dari adanya kotak saran itu adalah menampung semua keluh kesah dari sang pengguna, bukan hanya sebagai pajangan yang harus ada tapi tak berdaya guna.
——————————————
"Surat Terbuka Untuk Kepala Stasiun Manggarai"
Assalamu’alaykum pak/bu. Saya Reni Anggraeni. Mahasiswa. Muslimah. Pengguna setia commuter line. Manusia yang menghabiskan hampir 25 menit dari waktunya untuk mengantri agar bisa sholat maghrib di mushollah mini stasiun Manggarai. Saya seorang commuter juga. Berdomisili di Depok namun kuliah di Jakarta.
Saya yang selalu mengikuti perubahan kondisi fisik dari stasiun Manggarai. Mulai dari tahun 2012 saya mulai menjadi anak kereta. Pada saat itu pedagang kaki lima masih diperbolehkan untuk menjajakan dagangannya di dalam stasiun, peron pada khususnya. Pendagang-pedagang di Peron itu menjual Aqua botol seharga Rp. 3.000,- sedangkan di Indomaret point (karena pada saat itu hanya ada Indomaret Point) pun menjual Aqua botol seharga Rp. 2.500,-
Kondisi mushollah pada saat itu hanya seukuran kamar anak kost berbiaya Rp. 300.000,- perbulan, dan itu pun dibagi dua antara laki-laki dan perempuannya serta di samping mushollah tersebut terdapat kamar mandi. Tidak layak sebenarnya jika bangunan itu dijadikan tempat sholat.
Setelah CEO PT. KAI yang bernama Jonan itu mengeluarkan kebijakan menggusur pedagang yang ada di stasiun hingga sapu bersih tanpa tanggungjawab. Stasiun Manggarai mulai berubah menjadi penampung mini market, seperti mushollahnya yang mini.
Beberapa bulan kemudian, Indomaret Point masih menjadi satu-satunya tumpuan untuk penumpang kereta membeli minum atau sekedar cemilan. Renovasi mulai terjadi di banyak sisi di stasiun Manggarai ini, dimulai dari pemindahan loket dan pintu masuk, kamar mandi hingga mushollah. Jujur, saya senang sekali ketika mendengar mushollah di stasiun Manggarai ini sedang direnovasi. Ekspektasi saya, mushollah di stasiun Manggarai akan di tingkat dua atau minimal lebih luas dan mempunyai tempat wudhu yang layak. Harapan tinggallah harapan, mushollah di stasiun Manggarai tetaplah mini.
Hingga akhirnya kini, stasiun Manggarai layaknya mall setelah Indomaret berdiri, kemudian menyusul Seven Eleven, Roti O, KFC, dan yang teranyar starbuck dan Q buble (maaf kalau tulisannya salah).
Pertanyaannya, bisakah pembangunan segala macam minimarket, tempat kopi atau apalah itu di stasiun Manggarai dihentikan? Apa gunanya ada Indomaret jika Sevel pun ada? Padahal sama-sama menjual minuman dan makanan ringan? Apa gunanya Roti O, dan starbuck ada jika sama-sama menjual kopi dan roti? Padahal kopi dan roti itu kita bisa dapatkan di Indomaret ataupun Sevel? Apa gunanya KFC ada jika Sevel ada? Padahal sama-sama menjual nasi dan ayam goreng?
Kenapa pengelola stasiun Manggarai tidak memperhatikan pemugaran mushollahnya? Tahu kah kawan, stasiun Manggarai selalu dikunjungi oleh ratusan bahkan ribuan orang setiap maghribnya, entah itu yang mau pulang ke arah Bogor, Bekasi, Tangerang, Jatinegara ataupun Jakarta Kota dll. Biasanya diantara ratusan bahkan ribuan manusia itu separuhnya akan menunaikan sholat maghrib di mushollah mini tersebut. Dan kondisi dari mushollah itu sungguh tidak layak. Kalau dihitung mushollah tersebut hanya bisa menampung 20 orang saja. Sisanya masih harus mengantri giliran dengan yang lain. Pernah suatu ketika bapak-bapak menunaikan sholat maghrib di teras mushollahnya, dengan kondisi kotor dan beralaskan koran. Dia berujar “Maghrib keburu abis neng, udah jam berapa ini.” Mungkin, tidak hanya bapak ini yang bernasib demikian. Masih banyak pengguna kereta yang lain yang bernasib sama.
Bagaimana ini pak/bu? Berulang kali saya memasukkan surat ke dalam kotak saran yang berisi meminta pemugaran mushollah kembali tapi tak pernah ada respon positif dari pengelola stasiun. Yang ada malah pembangunan mini market yang semakin merajalela. Padahal lebih banyak pegunjung mushollah daripada mini market tersebut.
Saran saya, hentikan pembangunan mini market yang berada di stasiun Manggarai. Jika bingung tidak ada lahan yang bisa dibangun kembali untuk membangun mushollah, saya menyarankan untuk membangun mushollah di tempat loket dan pintu masuk yang lama, lahan tersebut cukup luas daripada lahan mushollah mini yang sekarang.
Surat ini murni pendapat subjektif saya. Mohon maaf jika ada kata yang salah.
Salam Anker (Anak Kereta)!!!!
Fungsi dari adanya kotak saran itu adalah menampung semua keluh kesah dari sang pengguna, bukan hanya sebagai pajangan yang harus ada tapi tak berdaya guna.
——————————————
"Surat Terbuka Untuk Kepala Stasiun Manggarai"
Assalamu’alaykum pak/bu. Saya Reni Anggraeni. Mahasiswa. Muslimah. Pengguna setia commuter line. Manusia yang menghabiskan hampir 25 menit dari waktunya untuk mengantri agar bisa sholat maghrib di mushollah mini stasiun Manggarai. Saya seorang commuter juga. Berdomisili di Depok namun kuliah di Jakarta.
Saya yang selalu mengikuti perubahan kondisi fisik dari stasiun Manggarai. Mulai dari tahun 2012 saya mulai menjadi anak kereta. Pada saat itu pedagang kaki lima masih diperbolehkan untuk menjajakan dagangannya di dalam stasiun, peron pada khususnya. Pendagang-pedagang di Peron itu menjual Aqua botol seharga Rp. 3.000,- sedangkan di Indomaret point (karena pada saat itu hanya ada Indomaret Point) pun menjual Aqua botol seharga Rp. 2.500,-
Kondisi mushollah pada saat itu hanya seukuran kamar anak kost berbiaya Rp. 300.000,- perbulan, dan itu pun dibagi dua antara laki-laki dan perempuannya serta di samping mushollah tersebut terdapat kamar mandi. Tidak layak sebenarnya jika bangunan itu dijadikan tempat sholat.
Setelah CEO PT. KAI yang bernama Jonan itu mengeluarkan kebijakan menggusur pedagang yang ada di stasiun hingga sapu bersih tanpa tanggungjawab. Stasiun Manggarai mulai berubah menjadi penampung mini market, seperti mushollahnya yang mini.
Beberapa bulan kemudian, Indomaret Point masih menjadi satu-satunya tumpuan untuk penumpang kereta membeli minum atau sekedar cemilan. Renovasi mulai terjadi di banyak sisi di stasiun Manggarai ini, dimulai dari pemindahan loket dan pintu masuk, kamar mandi hingga mushollah. Jujur, saya senang sekali ketika mendengar mushollah di stasiun Manggarai ini sedang direnovasi. Ekspektasi saya, mushollah di stasiun Manggarai akan di tingkat dua atau minimal lebih luas dan mempunyai tempat wudhu yang layak. Harapan tinggallah harapan, mushollah di stasiun Manggarai tetaplah mini.
Hingga akhirnya kini, stasiun Manggarai layaknya mall setelah Indomaret berdiri, kemudian menyusul Seven Eleven, Roti O, KFC, dan yang teranyar starbuck dan Q buble (maaf kalau tulisannya salah).
Pertanyaannya, bisakah pembangunan segala macam minimarket, tempat kopi atau apalah itu di stasiun Manggarai dihentikan? Apa gunanya ada Indomaret jika Sevel pun ada? Padahal sama-sama menjual minuman dan makanan ringan? Apa gunanya Roti O, dan starbuck ada jika sama-sama menjual kopi dan roti? Padahal kopi dan roti itu kita bisa dapatkan di Indomaret ataupun Sevel? Apa gunanya KFC ada jika Sevel ada? Padahal sama-sama menjual nasi dan ayam goreng?
Kenapa pengelola stasiun Manggarai tidak memperhatikan pemugaran mushollahnya? Tahu kah kawan, stasiun Manggarai selalu dikunjungi oleh ratusan bahkan ribuan orang setiap maghribnya, entah itu yang mau pulang ke arah Bogor, Bekasi, Tangerang, Jatinegara ataupun Jakarta Kota dll. Biasanya diantara ratusan bahkan ribuan manusia itu separuhnya akan menunaikan sholat maghrib di mushollah mini tersebut. Dan kondisi dari mushollah itu sungguh tidak layak. Kalau dihitung mushollah tersebut hanya bisa menampung 20 orang saja. Sisanya masih harus mengantri giliran dengan yang lain. Pernah suatu ketika bapak-bapak menunaikan sholat maghrib di teras mushollahnya, dengan kondisi kotor dan beralaskan koran. Dia berujar “Maghrib keburu abis neng, udah jam berapa ini.” Mungkin, tidak hanya bapak ini yang bernasib demikian. Masih banyak pengguna kereta yang lain yang bernasib sama.
Bagaimana ini pak/bu? Berulang kali saya memasukkan surat ke dalam kotak saran yang berisi meminta pemugaran mushollah kembali tapi tak pernah ada respon positif dari pengelola stasiun. Yang ada malah pembangunan mini market yang semakin merajalela. Padahal lebih banyak pegunjung mushollah daripada mini market tersebut.
Saran saya, hentikan pembangunan mini market yang berada di stasiun Manggarai. Jika bingung tidak ada lahan yang bisa dibangun kembali untuk membangun mushollah, saya menyarankan untuk membangun mushollah di tempat loket dan pintu masuk yang lama, lahan tersebut cukup luas daripada lahan mushollah mini yang sekarang.
Surat ini murni pendapat subjektif saya. Mohon maaf jika ada kata yang salah.
Salam Anker (Anak Kereta)!!!!
Quote:
Okezone JAKARTA - Sempitnya ruangan musala di stasiun kereta api Manggarai dikeluhkan oleh sejumlah pengguna kereta di stasiun ini atau para commuter. Ukuran musala yang hanya seukuran kamar kos seharga Rp300 ribu itu harus digunakan secara bergantian oleh ratusan pengunjung stasiun kereta di Manggarai.
Adalah Reni Anggraeni, wanita asal Depok yang menulis surat terbuka pada untuk kepala stasiun Manggarai. Reni yang berprofesi sebagai mahasiswa ini sehari-harinya mengaku menggunakan moda kereta api dari Depok ke tempat kuliahnya di Jakarta.
"Kondisi musala pada saat itu hanya seukuran kamar anak kost berbiaya Rp300 per bulan, dan itu pun dibagi dua antara laki-laki dan perempuannya serta di samping musala tersebut terdapat kamar mandi. Tidak layak sebenarnya jika bangunan itu dijadikan tempat salat," kata Reni yang dikutip dari surat terbukanya, Senin (29/9/2014).
Dia mempertanyakan mengapa pembangunan minimarket di stasiun semakin menjamur, namun untuk fasilitas seperti musala malah sangat memprihatinkan. Bahkan, menurut dia kini stasiun Manggarai sudah seperti mal karena dipenuhi dengan berbagai makanan.
Berbeda dengan musala yang ada di stasiun ini, tutur Reni, yang hanya bisa menampung 20 orang saja dan sangat tidak layak. Sisanya masih harus mengantri giliran dengan yang lain.
"Saran saya, hentikan pembangunan mini market yang berada di stasiun Manggarai. Jika bingung tidak ada lahan yang bisa di bangun kembali untuk membangun musala, saya menyarankan untuk membangun mushollah di tempat loket dan pintu masuk yang lama, lahan tersebut cukup luas daripada lahan musala mini yang sekarang," kata Reni. (wdi)
Adalah Reni Anggraeni, wanita asal Depok yang menulis surat terbuka pada untuk kepala stasiun Manggarai. Reni yang berprofesi sebagai mahasiswa ini sehari-harinya mengaku menggunakan moda kereta api dari Depok ke tempat kuliahnya di Jakarta.
"Kondisi musala pada saat itu hanya seukuran kamar anak kost berbiaya Rp300 per bulan, dan itu pun dibagi dua antara laki-laki dan perempuannya serta di samping musala tersebut terdapat kamar mandi. Tidak layak sebenarnya jika bangunan itu dijadikan tempat salat," kata Reni yang dikutip dari surat terbukanya, Senin (29/9/2014).
Dia mempertanyakan mengapa pembangunan minimarket di stasiun semakin menjamur, namun untuk fasilitas seperti musala malah sangat memprihatinkan. Bahkan, menurut dia kini stasiun Manggarai sudah seperti mal karena dipenuhi dengan berbagai makanan.
Berbeda dengan musala yang ada di stasiun ini, tutur Reni, yang hanya bisa menampung 20 orang saja dan sangat tidak layak. Sisanya masih harus mengantri giliran dengan yang lain.
"Saran saya, hentikan pembangunan mini market yang berada di stasiun Manggarai. Jika bingung tidak ada lahan yang bisa di bangun kembali untuk membangun musala, saya menyarankan untuk membangun mushollah di tempat loket dan pintu masuk yang lama, lahan tersebut cukup luas daripada lahan musala mini yang sekarang," kata Reni. (wdi)
Komentar Kaskuser:
Quote:
Original Posted By Joko.Wi►Ya, betul. Saya juga (pernah) merasakan kekurang kusyukan sholat di sana (Musholla Stasiun Manggarai). Jadi waktu itu pas blusukan, masuk adzan (sholat Maghrib), ya antri lah kita..., panjang banget... Tempat wudhu pria dan wanita juga bareng (tidak dipisah). Itu yang abis wudhu ya bisanya anguk anguk aja, nunggu yang di dalam selesai sholat. Pas yang di dalam (imamnya) memberi salam, langsung yang anguk anguk tadi iqomat. Waduhh..., gimana gitu rasanya.
Quote:
Original Posted By ikhsanlie►Sarannya bagus gan, cuma mau napak tilas ajah nih dr ane nih gan (ane roker citayem dr tahun 95
)....sebenernya kalo menurut ane sekarang KRL udah jauhhh lebih bagus di banding tahun 2000 ke bawah gan, tapi emang sekarang lebih banyak penumpang jd masalah lebih rumit
....ane sendiri sekarang masih jd penumpang setia KRL gan & ane sendiri juga hampir tiap hari sholat di musholla stasiun, yah kalo dibilang penuh+antri ya itu memang kenyataanya gan tapi bagi ane sih gak masalah selama niatnya mau ibadah pasti gak masalah....cuman just saran ajah dari ane nih gan khusus sholat magrib ajah yg waktunya paling 1 jam ajah, bagusnya gini:
1.Sholat jamaah emang bagus tp kalo kondisi memungkinkan loh gan, kalo udh musholla sempit+yg mau sholat banyak menurut ane gak jamaah juga gak masalah...trus bacaan gak usah panjang2+doa setelah sholat di persingkat saja supaya yg belakangnya gak makin antri
(inget yah ini saran khusus magrib yah gan yg waktunya cuma 1 jam)
2.Kalo memang terlalu padat kita bisa mengalihkan ke stasiun terdekat yg gak padat atau atur waktu lagi (contoh: penumpang dr sudirman jurusan bekasi berarti harus transit dimanggarai, nah kalo emang kira2 udh mepet magrib gak ada salahnya sholat dulu di stasiun sudirman)
3.Lebih sabar & bertoleransi lagilah kepada sesama penumpang yah gan
....jujur ajah gan penumpang KRL sekarang jauh lebih TIDAK toleran dibanding penumpang jaman2 th.2004 kebawah dulu (ini nyata & real yah gan)...hilangkan sikap masa bodoh, mau menang sendiri & kesombongan (inget yah kalo nanti mati tidak ada yg bisa menggali kuburannya sendiri
)
Jadi intinya: saran udah masuk & udah ada tanggapan dr pihak yg terkait, jd gak ada salahnya kita lebih sabar & mencoba cari solusi yg paling simpel dr diri sendiri dulu
(noh ada diatas
)....hilangkan ego masing2


1.Sholat jamaah emang bagus tp kalo kondisi memungkinkan loh gan, kalo udh musholla sempit+yg mau sholat banyak menurut ane gak jamaah juga gak masalah...trus bacaan gak usah panjang2+doa setelah sholat di persingkat saja supaya yg belakangnya gak makin antri

2.Kalo memang terlalu padat kita bisa mengalihkan ke stasiun terdekat yg gak padat atau atur waktu lagi (contoh: penumpang dr sudirman jurusan bekasi berarti harus transit dimanggarai, nah kalo emang kira2 udh mepet magrib gak ada salahnya sholat dulu di stasiun sudirman)
3.Lebih sabar & bertoleransi lagilah kepada sesama penumpang yah gan


Jadi intinya: saran udah masuk & udah ada tanggapan dr pihak yg terkait, jd gak ada salahnya kita lebih sabar & mencoba cari solusi yg paling simpel dr diri sendiri dulu


Quote:
Original Posted By gigabyte387►juanda juga ga kalah parah...
1. Jalan untuk pejalan kaki di bagian timur stasiun dipager dari ujung sampai ujung. Bagi pejalan kaki yang melintas melalui jl. pintu air 1 tidak bisa langsung meng-akses ke trotoar harus memutar dulu... gimana kalo kesenggol mobil or motor ya? mana ga ada polisi tidur jadi tuh kendaraan pada ngebut.
2. Akses pejalan kaki untuk ke arah barat stasiun pun ditutup, padahal pintu pagar ke arah barat stasiun sudah jadi tapi ga dibuka-buka. apa pihak stasiun ingin memaksakan para pejalan kaki agar melewati ruko-ruko barunya stasiun juanda jadi menutup pintu itu?
3. Mushola juanda sudah dari lama tidak dapat menampung banyaknya orang yang ingin beribadah. saat ini musholanya malah pindah ke ruang terbuka setelah menaiki eskalator. Buat ane pribadi ane rada risih kalo ane solat diliatin orang lain yang lewat dan jalan... ya minimal dikacain kek kayak ruko-ruko di bawah stasiun juanda itu.
4. harusnya pihak stasiun juga memberikan peraturan soal membuang air kotor, ane ga tau air kotor kobokan/cucian/apalah tapi para pegawai yang ada di ruko2 itu membuang airnya ke trotoar pejalan kaki di timur stasiun sehingga baunya ga sedap kalo jalan lewat situ. Ane pernah lagi jalan lalu ada yang buat air kotor ke situ, otomatis ane berhenti jalan pas mau lewat sambil geleng-geleng kepala, sambil malu tuh pegawai bilang maap ke ane udah buang air kotor disitu... entah pihak penyewa ruko yang salah membuang air kotor sembarang atau pihak stasiun yang tidak menyediakan pembuangan... yang pasti sih buat ane itu mengganggu kenyamanan orang lain.
poin-poin diatas berdasarkan pengalaman pribadi dan jeritan hati ane.
1. Jalan untuk pejalan kaki di bagian timur stasiun dipager dari ujung sampai ujung. Bagi pejalan kaki yang melintas melalui jl. pintu air 1 tidak bisa langsung meng-akses ke trotoar harus memutar dulu... gimana kalo kesenggol mobil or motor ya? mana ga ada polisi tidur jadi tuh kendaraan pada ngebut.
2. Akses pejalan kaki untuk ke arah barat stasiun pun ditutup, padahal pintu pagar ke arah barat stasiun sudah jadi tapi ga dibuka-buka. apa pihak stasiun ingin memaksakan para pejalan kaki agar melewati ruko-ruko barunya stasiun juanda jadi menutup pintu itu?
3. Mushola juanda sudah dari lama tidak dapat menampung banyaknya orang yang ingin beribadah. saat ini musholanya malah pindah ke ruang terbuka setelah menaiki eskalator. Buat ane pribadi ane rada risih kalo ane solat diliatin orang lain yang lewat dan jalan... ya minimal dikacain kek kayak ruko-ruko di bawah stasiun juanda itu.
4. harusnya pihak stasiun juga memberikan peraturan soal membuang air kotor, ane ga tau air kotor kobokan/cucian/apalah tapi para pegawai yang ada di ruko2 itu membuang airnya ke trotoar pejalan kaki di timur stasiun sehingga baunya ga sedap kalo jalan lewat situ. Ane pernah lagi jalan lalu ada yang buat air kotor ke situ, otomatis ane berhenti jalan pas mau lewat sambil geleng-geleng kepala, sambil malu tuh pegawai bilang maap ke ane udah buang air kotor disitu... entah pihak penyewa ruko yang salah membuang air kotor sembarang atau pihak stasiun yang tidak menyediakan pembuangan... yang pasti sih buat ane itu mengganggu kenyamanan orang lain.
poin-poin diatas berdasarkan pengalaman pribadi dan jeritan hati ane.

Tanggapan KAI
Quote:
PT KAI Janji Perluas Mushala di Stasiun Manggarai
Kamis, 2 Oktober 2014 | 10:10 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com— PT KAI berjanji akan memperluas mushala di Stasiun Manggarai, yang dikritik karena tempatnya yang sempit. Kepala Humas PT KAI Daerah Operasional (Daop) I Agus Komarudin mengatakan, masalah mushala sudah dibahas dan dievaluasi jauh sebelum keluar kritikan tersebut.
"Itu bukan kita tidak pikirkan. Kita memang ada program penataan stasiun pada tahun 2015 dari pembuatan penyeberangan orang di bawah tanah, termasuk mushala yang diperluas itu," kata Agus kepada Kompas.com, Kamis (2/10/2014).
Agus menuturkan, perluasan mushala sebenarnya sudah masuk dalam anggaran 2015. Namun, karena adanya surat terbuka dari pengguna mushala di stasiun tersebut yang tersebar di Facebook, instansinya berencana merenovasi lebih awal.
"Kita upayakan 2014 ini. Bisa diupayakan itu di 2014 ini. Sudah ada rancangannya, tapi gambarnya masih belum fix," kata dia.
Berdasarkan rancangan penataan itu, PT KAI menyatakan tidak akan memindahkan lokasi mushala. Hanya, perluasan tetap dilakukan. Soal adanya saran membangun mushala di tempat loket dan pintu masuk yang lama, Agus menyatakan mushala akan didirikan di luar loket dan masih berada dalam stasiun.
"Yang penting jangan di luar, itu kan masih tanggung jawab KAI. Kalau di luar buat umum, nanti pembersihan dan tidak perawatan gimana? Harus tetap dalam stasiun," ujar Agus.
Sebelumnya, seorang pengguna kereta api Commuter Line mengkritik sempitnya mushala di Stasiun Manggarai, Jakarta Selatan. Dalam surat terbukanya untuk Kepala Stasiun Manggarai melalui blog pribadi, Reni Anggaraeni mengungkapkan bahwa mushala di stasiun itu terlalu kecil.
"(Saya) manusia yang menghabiskan hampir 25 menit dari waktunya untuk mengantre agar bisa sholat maghrib di musala mini stasiun Manggarai," tulisnya dalam blog pribadnya, Selasa (23/9/2014).
Dalam blog itu, ia mempertanyakan mengapa pengelola Stasiun Manggarai tidak memperhatikan pemugaran mushala. Padahal, mushala di stasiun itu selalu dikunjungi oleh ratusan, bahkan ribuan orang, pada saat jam shalat maghrib tiba.
Biasanya, mahasiswa salah satu perguruan tinggi negeri di Jakarta ini melihat antara ratusan, bahkan ribuan manusia, itu separuhnya akan menunaikan shalat maghrib di mushala mini tersebut. Menurut dia, kondisi mushala itu sungguh tidak layak.
"Kalau dihitung mushala tersebut hanya bisa menampung 20 orang saja. Sisanya masih harus mengantre giliran dengan yang lain," tulis dia.
Kamis, 2 Oktober 2014 | 10:10 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com— PT KAI berjanji akan memperluas mushala di Stasiun Manggarai, yang dikritik karena tempatnya yang sempit. Kepala Humas PT KAI Daerah Operasional (Daop) I Agus Komarudin mengatakan, masalah mushala sudah dibahas dan dievaluasi jauh sebelum keluar kritikan tersebut.
"Itu bukan kita tidak pikirkan. Kita memang ada program penataan stasiun pada tahun 2015 dari pembuatan penyeberangan orang di bawah tanah, termasuk mushala yang diperluas itu," kata Agus kepada Kompas.com, Kamis (2/10/2014).
Agus menuturkan, perluasan mushala sebenarnya sudah masuk dalam anggaran 2015. Namun, karena adanya surat terbuka dari pengguna mushala di stasiun tersebut yang tersebar di Facebook, instansinya berencana merenovasi lebih awal.
"Kita upayakan 2014 ini. Bisa diupayakan itu di 2014 ini. Sudah ada rancangannya, tapi gambarnya masih belum fix," kata dia.
Berdasarkan rancangan penataan itu, PT KAI menyatakan tidak akan memindahkan lokasi mushala. Hanya, perluasan tetap dilakukan. Soal adanya saran membangun mushala di tempat loket dan pintu masuk yang lama, Agus menyatakan mushala akan didirikan di luar loket dan masih berada dalam stasiun.
"Yang penting jangan di luar, itu kan masih tanggung jawab KAI. Kalau di luar buat umum, nanti pembersihan dan tidak perawatan gimana? Harus tetap dalam stasiun," ujar Agus.
Sebelumnya, seorang pengguna kereta api Commuter Line mengkritik sempitnya mushala di Stasiun Manggarai, Jakarta Selatan. Dalam surat terbukanya untuk Kepala Stasiun Manggarai melalui blog pribadi, Reni Anggaraeni mengungkapkan bahwa mushala di stasiun itu terlalu kecil.
"(Saya) manusia yang menghabiskan hampir 25 menit dari waktunya untuk mengantre agar bisa sholat maghrib di musala mini stasiun Manggarai," tulisnya dalam blog pribadnya, Selasa (23/9/2014).
Dalam blog itu, ia mempertanyakan mengapa pengelola Stasiun Manggarai tidak memperhatikan pemugaran mushala. Padahal, mushala di stasiun itu selalu dikunjungi oleh ratusan, bahkan ribuan orang, pada saat jam shalat maghrib tiba.
Biasanya, mahasiswa salah satu perguruan tinggi negeri di Jakarta ini melihat antara ratusan, bahkan ribuan manusia, itu separuhnya akan menunaikan shalat maghrib di mushala mini tersebut. Menurut dia, kondisi mushala itu sungguh tidak layak.
"Kalau dihitung mushala tersebut hanya bisa menampung 20 orang saja. Sisanya masih harus mengantre giliran dengan yang lain," tulis dia.
Diubah oleh Tadzo 13-10-2014 07:45
0
10.9K
Kutip
118
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan