- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
BREAKING NEWS: Hasil Uji Materi UU MD3 Gan!


TS
rajakin28
BREAKING NEWS: Hasil Uji Materi UU MD3 Gan!
Sejauh ini ane liat disidang bahwa Uji Materi UU MD3 DITOLAK Gan!
Ayo Terus pantau
Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak uji materi UU 17 No 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD atau MD3. Menurut MK, susunan pimpinan DPR tak bertentangan dengan UUD '45.
"Menurut MK, dalam materi UU dibentuk setelah pemilu tidak bertentangan dengan UUD 1945, perubahan U itu sudah diagendakan. Setelah pemilu telah lazim dilakukan, MK perlu mengingatkan perubahan UU MD3 tiap 5 tahun sekali tidak akan membangun sistem yang ajaib," kata Hakim Konstitusi Patrialis Akbar saat membacakan putusan, Senin (29/9/2014).
Menurut dia, pembentukan UU MD3 tidak dilakukan setiap 5 tahun sekali. Saat MPR bersidang maka DPR dan DPD berfungsi jadi anggota MPR. Setiap keputusan MPR, maka ketetapan anggota DPR juga.
"Pengaturan mengenai fungsi antara lembaga negara justru akan menyulitkan, pasal 2 ayat 1 UUD. Tatacara pimpinan DPR diatur dalam tatib DPR, tidak bertentangan dengan prinsip kepastian hukum yang adil," terang Patrialis.
"Masalah pimpinan DPR menjadi hak dan kewenangan DPR terpilih," tambah Patrialis.
Soal komposisi ini yang disoal PDIP. Mereka sebagai pemenang pemilu tak otomatis mendapat kursi DPR.
"Hal tersebut bukanlah diskriminasi, dalam putusan sebelumnya karena perbedaan ras, suku, dan agama, berdasarkan seluruh pertimbangan di atas permohonan pemohon tidak berdasarkan menurut hukum," tuturnya.
Sementara itu ditegaskan Ketua MK Hamdan Zoelva, majelis hakim menolak uji materi PDIP.
"Mengadili menyatakan menerima eksepsi pihak terkait untuk sebagian sepanjang kedudukan hukum pemohon. Menolak eksepsi pihak terkait mengenai permohonan para pemohon prematur. Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," tutupnya.
Sumber
JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi memutuskan menolak permohonan terhadap uji materi Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).
"Menolak para pemohon untuk seluruhnya,"kata ketua majelis hakim konstitusi Hamdan Zoelva, saat membacakan putusan di Gedung MK, Jakarta, Senin (29/9/2014).
Dalam amar putusan, ada dua hakim konstitusi yang berbeda pendapat alias dissenting opinion, yakni Arief Hidayat dan Maria Maria Farida Indrati.
Putusan itu terkait permohonan dengan nomor perkara 73/PUU-XII/2014 yang diajukan PDI Perjuangan yang diwakili Megawati Soekarnoputri dan Tjahjo Kumolo, serta empat orang perseorangan, yakni Dwi Ria Latifa, Junimart Girsang, Rahmani Yahya, dan Sigit Widiarto.
Mereka menguji aturan pemilihan pimpinan DPR dan pimpinan alat kelengkapan DPR sebagaimana diatur dalam pasal 84, pasal 97, pasal 104, pasal 109 pasal 115, pasal 121 dan pasal 152 UU MD3. Aturan tersebut dianggap merugikan hak konstitusional PDI-P selaku pemenang pemilu 2014.
Dengan aturan itu, para pemangku jabatan di parlemen akan dipilih langsung oleh anggota DPR. Jabatan itu, yaitu pimpinan DPR, pimpinan Komisi, Badan Legislasi, Badan Anggaran, Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP), Mahkamah Kehormatan Dewan, dan Badan Urusan Rumah Tangga (BURT).
Mahkamah berpendapat, perubahan mekanisme pemilihan pimpinan DPR dan alat kelengkapan lain dalam UU MD3 tidak bertentangan dengan konstitusi. Menurut MK, menjadi kewenangan anggota DPR untuk memilih pimpinan di parlemen.
Hal itu dianggap lazim dengan sistem presidensial dengan multi partai. Menurut MK, kompromi antarparpol sangat menentukan dalam pemilihan pimpinan di DPR. "Kompromi dan kesepakatan tidak bisa dihindari," ucap Hamdan.
Selain itu, Mahkamah berpendapat, tidak ikut sertanya DPD dalam pembahasan UU MD3 bukan persoalan konstitusional. Masalah itu dianggap hanya berkaitan dengan tata cara pembentukan UU yang baik.
Menurut Mahkamah, pembentukan UU yang tidak mengikuti aturan tata cara pembentukan UU tidak serta merta membuat UU yang dihasilkan dianggap inkonstitusional. Bisa saja UU yang dihasilkan sesuai aturan, justru materinya bertentangan dengan UUD 1945. Sebaliknya, UU yang dibuat tidak sesuai aturan justru materinya sesuai UUD 1945.
Mahkamah berpendapat, perubahan UU MD3 yang dilakukan setelah Pilpres juga tidak bertentangan dengan konstitusi. MK menganggap hal itu lazim dilakukan. Bahkan, perubahan UU MD3 dapat terjadi segera setelah pelantikan anggota Dewan yang baru.
MK hanya mengingatkan perubahan UU MD3 setiap lima tahun sekali tidak membangun sistem yang matang dan akan jadi permainan politik. Di masa depan, MK menyarankan pembentukan UU MD3 tidak dilakukan lima tahun sekali, tetapi revisi hanya dilakukan apabila benar-benar diperlukan.
Sumber
Pantau Terus Gan
Ayo Terus pantau

Quote:
Uji Materi MD3 PDIP Ditolak MK, Posisi Ketua DPR Hak Anggota DPR Terpilih
Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak uji materi UU 17 No 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD atau MD3. Menurut MK, susunan pimpinan DPR tak bertentangan dengan UUD '45.
"Menurut MK, dalam materi UU dibentuk setelah pemilu tidak bertentangan dengan UUD 1945, perubahan U itu sudah diagendakan. Setelah pemilu telah lazim dilakukan, MK perlu mengingatkan perubahan UU MD3 tiap 5 tahun sekali tidak akan membangun sistem yang ajaib," kata Hakim Konstitusi Patrialis Akbar saat membacakan putusan, Senin (29/9/2014).
Menurut dia, pembentukan UU MD3 tidak dilakukan setiap 5 tahun sekali. Saat MPR bersidang maka DPR dan DPD berfungsi jadi anggota MPR. Setiap keputusan MPR, maka ketetapan anggota DPR juga.
"Pengaturan mengenai fungsi antara lembaga negara justru akan menyulitkan, pasal 2 ayat 1 UUD. Tatacara pimpinan DPR diatur dalam tatib DPR, tidak bertentangan dengan prinsip kepastian hukum yang adil," terang Patrialis.
"Masalah pimpinan DPR menjadi hak dan kewenangan DPR terpilih," tambah Patrialis.
Soal komposisi ini yang disoal PDIP. Mereka sebagai pemenang pemilu tak otomatis mendapat kursi DPR.
"Hal tersebut bukanlah diskriminasi, dalam putusan sebelumnya karena perbedaan ras, suku, dan agama, berdasarkan seluruh pertimbangan di atas permohonan pemohon tidak berdasarkan menurut hukum," tuturnya.
Sementara itu ditegaskan Ketua MK Hamdan Zoelva, majelis hakim menolak uji materi PDIP.
"Mengadili menyatakan menerima eksepsi pihak terkait untuk sebagian sepanjang kedudukan hukum pemohon. Menolak eksepsi pihak terkait mengenai permohonan para pemohon prematur. Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," tutupnya.
Sumber
Quote:
MK Tolak Gugatan PDI-P soal UU MD3
JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi memutuskan menolak permohonan terhadap uji materi Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).
"Menolak para pemohon untuk seluruhnya,"kata ketua majelis hakim konstitusi Hamdan Zoelva, saat membacakan putusan di Gedung MK, Jakarta, Senin (29/9/2014).
Dalam amar putusan, ada dua hakim konstitusi yang berbeda pendapat alias dissenting opinion, yakni Arief Hidayat dan Maria Maria Farida Indrati.
Putusan itu terkait permohonan dengan nomor perkara 73/PUU-XII/2014 yang diajukan PDI Perjuangan yang diwakili Megawati Soekarnoputri dan Tjahjo Kumolo, serta empat orang perseorangan, yakni Dwi Ria Latifa, Junimart Girsang, Rahmani Yahya, dan Sigit Widiarto.
Mereka menguji aturan pemilihan pimpinan DPR dan pimpinan alat kelengkapan DPR sebagaimana diatur dalam pasal 84, pasal 97, pasal 104, pasal 109 pasal 115, pasal 121 dan pasal 152 UU MD3. Aturan tersebut dianggap merugikan hak konstitusional PDI-P selaku pemenang pemilu 2014.
Dengan aturan itu, para pemangku jabatan di parlemen akan dipilih langsung oleh anggota DPR. Jabatan itu, yaitu pimpinan DPR, pimpinan Komisi, Badan Legislasi, Badan Anggaran, Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP), Mahkamah Kehormatan Dewan, dan Badan Urusan Rumah Tangga (BURT).
Mahkamah berpendapat, perubahan mekanisme pemilihan pimpinan DPR dan alat kelengkapan lain dalam UU MD3 tidak bertentangan dengan konstitusi. Menurut MK, menjadi kewenangan anggota DPR untuk memilih pimpinan di parlemen.
Hal itu dianggap lazim dengan sistem presidensial dengan multi partai. Menurut MK, kompromi antarparpol sangat menentukan dalam pemilihan pimpinan di DPR. "Kompromi dan kesepakatan tidak bisa dihindari," ucap Hamdan.
Selain itu, Mahkamah berpendapat, tidak ikut sertanya DPD dalam pembahasan UU MD3 bukan persoalan konstitusional. Masalah itu dianggap hanya berkaitan dengan tata cara pembentukan UU yang baik.
Menurut Mahkamah, pembentukan UU yang tidak mengikuti aturan tata cara pembentukan UU tidak serta merta membuat UU yang dihasilkan dianggap inkonstitusional. Bisa saja UU yang dihasilkan sesuai aturan, justru materinya bertentangan dengan UUD 1945. Sebaliknya, UU yang dibuat tidak sesuai aturan justru materinya sesuai UUD 1945.
Mahkamah berpendapat, perubahan UU MD3 yang dilakukan setelah Pilpres juga tidak bertentangan dengan konstitusi. MK menganggap hal itu lazim dilakukan. Bahkan, perubahan UU MD3 dapat terjadi segera setelah pelantikan anggota Dewan yang baru.
MK hanya mengingatkan perubahan UU MD3 setiap lima tahun sekali tidak membangun sistem yang matang dan akan jadi permainan politik. Di masa depan, MK menyarankan pembentukan UU MD3 tidak dilakukan lima tahun sekali, tetapi revisi hanya dilakukan apabila benar-benar diperlukan.
Sumber
Quote:
Original Posted By hiddenboy►

Pantau Terus Gan

Diubah oleh rajakin28 29-09-2014 11:10
0
6.6K
Kutip
107
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan