Jenjang Demokrasi Terlalu Panjang, JK Dukung Pilgub Langsung Dihapus
REPUBLIKA.CO.ID,AMBON - Wakil presiden Republik Indonesia periode 2004-2009, Jusuf Kalla (JK), mendukung usulan pemerintah menghapus pemilihan gubernur (pilgub) secara langsung. Menurut pendapat JK, gubernur lebih baik dipilih DPRD provinsi sebab posisinya merupakan kepanjangan pemerintah pusat di daerah.
Model demokrasi di Indonesia, kata dia, sangat tidak efektif. Sebab, jenjang pemerintahan pemilihan pemimpin mulai desa, kabupaten/kota, provinsi, hingga negara, dilakukan secara langsung. Hanya tingkat kecamatan saja yang ditunjuk melalui pejabat karier pegawai negeri sipil (PNS).
''Jenjang demokrasi di Indonesia terlalu tinggi. Gubernur lebih baik dipilih DPRD,'' kata JK kepada Republika, Ahad (2/10).
Dalam draf revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Pemda), pemerintah mengusulkan penghapusan usulan pemilihan langsung. Sebagai gantinya, gubernur dipilih lewat mekanisme pemilihan DPRD. Adapun gubernur terpilih menunjuk wakil gubernur yang berasal dari birokrat dengan jenjang pangkat dan jabatan tertinggi.
Meski banyak kalangan menilai usulan pemerintah itu bentuk kemunduran demokrasi, JK mengapresiasi kebijakan pemerintah soal RUU Pemda itu. Pasalnya, tidak ada negara di dunia yang menerapkan model pemilihan langsung berjenjang seperti di Indonesia. Karena itu, ia sependapat gubernur dipilih melalui mekanisme terbatas oleh DPRD.
Biaya Tinggi Jadi Alasan Usul Pilkada Tak Langsung
VIVAnews – Wakil Ketua DPR Pramono Anung menyatakan pemilihan kepala daerah langsung membutuhkan banyak anggaran. Oleh sebab itu diperlukan penghematan uang negara melalui pilkada tak langsung di tingkat provinsi.
Pramono pun mengajak masyarakat melihat secara jernih dan obyektif sejumlah pilkada yang selama ini digelar di tanah air. “Hampir 8 kali kita melakukan pemilihan secara langsung, mulai dari tingkat lurah sampai presiden.
Kalau masing-masing pemilihan berjalan dua putaran berarti 16 kali, dan ini menimbulkan pembiayaan yang sangat besar,” kata Pram di Gedung DPR, Jakarta, 25 September 2012.
“Jadi lebih baik apabila biaya politik ditekan,” ujar dia. Namun pilkada tak langsung di tingkat provinsi melalui DPRD, memerlukan perencanaan yang matang. “Saya sebetulnya termasuk yang menolak pemilihan lewat DPRD, tapi kalau melihat proses yang terjadi, itu logis,” lanjut politisi PDIP itu.
Cukup Gubernur
Namun Pram mengaku hanya bisa menolerir pilkada tak langsung di tingkat provinsi. “Cukup gubernur saja yang dipilih DPRD, karena gubernur merupakan kepanjangan tangan pemerintah pusat di daerah. Untuk bupati/wali kota, tetap harus pemilihan langsung,” kata dia.
Dengan alasan yang sama, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi selaku wakil pemerintah dalam pembahasan RUU Pilkada di Komisi II DPR, menyambut baik usul pemilihan gubernur tak langsung itu. “Kalau sudah melalui DPRD, biayanya pasti murah karena calon tidak perlu kampanye lagi. Cukup menyampaikan visi dan misi di DPRD,” ujar Gamawan.
VIVAnews – Partai Kebangkitan Bangsa belum resmi mengambil keputusan terkait pasal pilkada tak langsung tingkat provinsi dalam Rancangan Undang Undang Pemilihan Kepala Daerah yang kini tengah digodok oleh DPR dan pemerintah. Namun PKB memberi siyarat bahwa mereka condong menyetujui pilkada tak langsung.
Dengan pilkada tak langsung, pemilihan gubernur akan dilakukan lewat DPRD sebagai wakil rakyat, bukan oleh rakyat sendiri. “Alasan utama mendukung Pilgub lewat DPRD adalah keputusan Munas NU. Munas NU merekomendasikan itu,” kata Ketua Dewan Pimpinan Pusat PKB Hanif Dhakiri kepada VIVAnews, Selasa 25 September 2012.
Seperti diketahui, Musyawarah Nasional Alim Ulama Nahdlatul Ulama yang digelar di Cirebon belum lama ini merekomendasikan agar pilkada dilaksanakan secara tak langsung melalui DPRD. “Bahkan rekomendasi itu juga untuk pemilihan bupati dan wali kota di tingkat kabupaten/kota,” ujar Hanif.
“Kami sebagai anak kandung NU, PKB tentu akan mengamankan keputusan Munas NU yang menganggap pilkada langsung lebih banyak mudharat ketimbang manfaatnya,” kata Sekretaris Fraksi PKB itu. Terlebih, imbuhnya, konstitusi juga tidak mewajibkan pemilu langsung.
“Bahkan sila keempat Pancasila jelas menyatakan frasa ‘pemusyawaratan perwakilan.’ Jadi pilgub tidak langsung melalui DPRD juga bisa demokratis. Tinggal membuat sistemnya dengan sebaik-baiknya,” kata Hanif. Sistem itu misalnya dengan memberi ruang kontrol bagi publik terhadap proses-proses politik pilgub lewat DPRD itu.
NU menilai pilkada langsung menyebabkan politik uang merebak di masyarakat. Negara dan para kandidat yang hendak bertarung di pilkada juga jadi harus mengeluarkan uang banyak. Belum lagi pilkada langsung dipandang memicu konflik horizontal di antara massa pendukung calon.
Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi sendiri selaku wakil pemerintah dalam pembahasan RUU Pilkada, menyetujui penerapan pilkada tak langsung, namun hanya untuk tingkat provinsi. “Pilkada di kabupaten/kota masih tetap pemilihan langsung,” katanya.
Liputan6.com, Cilacap: Gubernur sebaiknya dipilih oleh Presiden berdasarkan nama yang diusulkan DPRD. "Ke depan direncanakan gubernur ini perpanjangan tangan pemerintah pusat. Baru bupati atau wali kota mungkin yang dapat dipilih oleh rakyat," kata Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar di Cilacap, Sabtu (14/8).
Dengan demikian, kata dia, gubernur punya kewenangan yang nyata. "Tak seperti sekarang, kewenangannya tidak ada, kegiatannya tidak besar. Tapi proses pemilihannya terlampau mahal," kata Muhaimin. Menurut dia, wacana ini sebenarnya muncul karena keprihatinan dalam pemilihan gubernur yang terlampau berbiaya tinggi kalau dilaksanakan secara langsung.
Dalam hal ini, kata dia, seorang calon gubernur dapat menghabiskan puluhan miliar rupiah tapi kewenangannya terbatas. Terkait hal itu, dia mengatakan, analisis mengenai pemilihan kepala daerah khususnya pemilihan gubernur yang berbiaya mahal jika dilaksanakan langsung ini masih dimatangkan. "Dalam koalisi pun sudah muncul tetapi belum serius," katanya.(ANT/JUM)
Memang agak riskan kalau bentuk dukungan terhadap pilkada langsung atau tidak langsung cuma atas argumentasi mendukung partai A atau koalisi B. Untuk itulah masyarakat harus cerdas dalam berpolitik. Boleh berpendapat mendukung pilkada langsung maupun pilkada lewat DPRD, asal argumennya kuat dan datang dari pemikiran yang jernih.
Sebagai tambahan data. Berikut posisi dukungan partai-partai dalam beberapa periode. Dapat dilihat perubahan sikap partai secara signifikan datang pada saat dilakukan rapat tanggal 3 September (Setelah Pemilu Presiden)