- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Mitos say's [Sunda VS Jawa] No SARA


TS
justvhie
Mitos say's [Sunda VS Jawa] No SARA
Asalamualaikum...
Sampurasun sadayana, Halo all, Ohayou gozaimasu, Bonzoar...
Pagi ini ane mau bahas mengenai Mitos yang mengganggu keyakinan ane gan.
Berawal dari obrolan ringan saat sarapan pagi di kantor tempat ane kerja.
Ada topik yang menarik untuk di ulas gan.
Sebelumnya di baca ini dulu gan.
Saat ini kesenjangan sosial di antara suku sunda dan jawa semakin jelas terlihat dari mitos yg katanya "Laki-Laki Sunda ga cocok dan ga bagus nikah m Perempuan jawa.
Yuk kita kupas mengenai ini, supaya pikiran kita terbuka dan ga kuno.





ada benernya gan, ane jg berpikiran sama. Tapi semua kembali ke pribadi masing2, karena ga semua kriteria orang seperti yg di sebutkan TS

ane jg pengen cepet nikah
Nah itu dia gan Omong kosong itu semua ga berlandaskan apa2 kok isi dari wejangannya hanya masalah kesenjangan sosial seperti yg di tulis di sejarah kerajaan jaman dlu dan itu bertahan hingga kini gan, yg menerapkan wejangan ini rata2 yg masih percaya leluhur leluhur begitu gan.
Kita kan punya Al-Quran nur karim
Ane jg ga terlalu naggepin mitos gitu gan bahkan ane mau nikah taun depan sama calon ane yg jawa
Allah menciptakan manusia bukan untuk di nilai dari segi suku budaya aja, tapi dari agam dan ahlakul kharimahnya
CMIIW
Sampurasun sadayana, Halo all, Ohayou gozaimasu, Bonzoar...
Pagi ini ane mau bahas mengenai Mitos yang mengganggu keyakinan ane gan.
Berawal dari obrolan ringan saat sarapan pagi di kantor tempat ane kerja.
Ada topik yang menarik untuk di ulas gan.
Sebelumnya di baca ini dulu gan.
Quote:
Pernahkah anda mendengar bahwa orang Sunda dilarang menikah dengan orang Jawa atau sebaliknya? Ternyata hal itu hingga ini masih dipercaya oleh sebagian masyarakat kita. Lalu apa sebabnya?
Mitos tersebut hingga kini masih dipegang teguh beberapa gelintir orang. Tidak bahagia, melarat, tidak langgeng dan hal yang tidak baik bakal menimpa orang yang melanggar mitos tersebut.
Lalu mengapa orang Sunda dan Jawa dilarang menikah dan membina rumah tangga. Tidak ada literatur yang menuliskan tentang asal muasal mitos larang perkimpoian itu. Namun mitos itu diduga akibat dari tragedi perang Bubat.
Peristiwa Perang Bubat diawali dari niat Prabu Hayam Wuruk yang ingin memperistri putri Dyah Pitaloka Citraresmi dari Negeri Sunda. Konon ketertarikan Hayam Wuruk terhadap putri tersebut karena beredarnya lukisan sang putri di Majapahit, yang dilukis secara diam-diam oleh seorang seniman pada masa itu, bernama Sungging Prabangkara.
Hayam Wuruk memang berniat memperistri Dyah Pitaloka dengan didorong alasan politik, yaitu untuk mengikat persekutuan dengan Negeri Sunda. Atas restu dari keluarga kerajaan Majapahit, Hayam Wuruk mengirimkan surat kehormatan kepada Maharaja Linggabuana untuk melamar Dyah Pitaloka. Upacara pernikahan rencananya akan dilangsungkan di Majapahit.
Maharaja Linggabuana lalu berangkat bersama rombongan Sunda ke Majapahit dan diterima serta ditempatkan di Pesanggrahan Bubat. Raja Sunda datang ke Bubat beserta permaisuri dan putri Dyah Pitaloka dengan diiringi sedikit prajurit.
Menurut Kidung Sundayana, timbul niat Mahapatih Gajah Mada untuk menguasai Kerajaan Sunda. Gajah Mada ingin memenuhi Sumpah Palapa yang dibuatnya pada masa sebelum Hayam Wuruk naik tahta, sebab dari berbagai kerajaan di Nusantara yang sudah ditaklukkan Majapahit, hanya kerajaan Sunda lah yang belum dikuasai.
Dengan maksud tersebut, Gajah Mada membuat alasan oleh untuk menganggap bahwa kedatangan rombongan Sunda di Pesanggrahan Bubat adalah bentuk penyerahan diri Kerajaan Sunda kepada Majapahit. Gajah Mada mendesak Hayam Wuruk untuk menerima Dyah Pitaloka bukan sebagai pengantin, tetapi sebagai tanda takluk Negeri Sunda dan pengakuan superioritas Majapahit atas Sunda di Nusantara. Hayam Wuruk sendiri disebutkan bimbang atas permasalahan tersebut, mengingat Gajah Mada adalah Mahapatih yang diandalkan Majapahit pada saat itu.
Versi lain menyebut bahwa Raja Hayam Wuruk ternyata sejak kecil sudah dijodohkan dengan adik sepupunya Putri Sekartaji atau Hindu Dewi. Sehingga Hayam Wuruk harus menikahi Hindu Dewi sedangkan Dyah Pitaloka hanya dianggap tanda takluk.
![Mitos say's [Sunda VS Jawa] No SARA](https://dl.kaskus.id/uniqpost.com/wp-content/uploads/2013/04/dyah-pitaloka-citraresmi.jpeg)
"Soal pernikahan itu, teori saya tentang Gajah Mada, Gajah Mada tidak bersalah. Gajah Mada hanya melaksanakan titah sang raja. Gajah Mada hendak menjodohkan Hayam Wuruk dengan Diah Pitaloka. Gajah mada Ingin sekali untuk menyatukan antara Raja Sunda dan Raja Jawa lalu bergabung. Indah sekali," tegas sejarawan sekaligus arkeolog Universitas Indonesia (UI) Agus Aris Munandar.
Hal ini dia sampaikan dalam seminar Borobudur Writers & Cultural Festival 2012 bertemakan; 'Kontroversi Gajah Mada Dalam Perspektif Fiksi dan Sejarah' di Manohara Hotel, Kompleks Taman Wisata Candi Borobudur, Magelang, Jateng, Selasa (30/10).
Pihak Pajajaran tidak terima bila kedatangannya ke Majapahit hanya menyerahkan Dyah Pitaloka sebagai taklukan. Kemudian terjadi insiden perselisihan antara utusan Linggabuana dengan Gajah Mada.
Perselisihan ini diakhiri dengan dimaki-makinya Gajah Mada oleh utusan Negeri Sunda yang terkejut bahwa kedatangan mereka hanya untuk memberikan tanda takluk dan mengakui superioritas Majapahit, bukan karena undangan sebelumnya. Namun Gajah Mada tetap dalam posisi semula.
Belum lagi Hayam Wuruk memberikan putusannya, Gajah Mada sudah mengerahkan pasukan Bhayangkara ke Pesanggrahan Bubat dan mengancam Linggabuana untuk mengakui superioritas Majapahit. Demi mempertahankan kehormatan sebagai ksatria Sunda, Linggabuana menolak tekanan itu.
Terjadilah peperangan yang tidak seimbang antara Gajah Mada dengan pasukannya yang berjumlah besar, melawan Linggabuana dengan pasukan pengawal kerajaan (Balamati) yang berjumlah kecil serta para pejabat dan menteri kerajaan yang ikut dalam kunjungan itu. Peristiwa itu berakhir dengan gugurnya Raja Linggabuana, para menteri, pejabat kerajaan beserta segenap keluarga kerajaan Sunda di Pesanggrahan Bubat.
Tradisi menyebutkan sang Putri Dyah Pitaloka dengan hati berduka melakukan bela pati atau bunuh diri untuk membela kehormatan bangsa dan negaranya. Menurut tata perilaku dan nilai-nilai kasta ksatria, tindakan bunuh diri ritual dilakukan oleh para perempuan kasta tersebut jika kaum laki-lakinya telah gugur. Perbuatan itu diharapkan dapat membela harga diri sekaligus untuk melindungi kesucian mereka, yaitu menghadapi kemungkinan dipermalukan karena pemerkosaan, penganiayaan, atau diperbudak.
Hayam Wuruk pun kemudian meratapi kematian Dyah Pitaloka. Akibat peristiwa Bubat ini, bahwa hubungan Hayam Wuruk dengan Gajah Mada menjadi renggang. Gajah Mada sendiri menghadapi tentangan, kecurigaan, dan kecaman dari pihak pejabat dan bangsawan Majapahit, karena tindakannya dianggap ceroboh dan gegabah. Mahapatih Gajah Mada dianggap terlalu berani dan lancang dengan tidak mengindahkan keinginan dan perasaan sang Mahkota, Raja Hayam Wuruk sendiri.
Tragedi perang Bubat juga merusak hubungan kenegaraan antar Majapahit dan Pajajaran atau Sunda dan terus berlangsung hingga bertahun-tahun kemudian. Hubungan Sunda-Majapahit tidak pernah pulih seperti sedia kala.
Pangeran Niskalawastu Kancana, adik Putri Dyah Pitaloka yang tetap tinggal di istana Kawali dan tidak ikut ke Majapahit mengiringi keluarganya karena saat itu masih terlalu kecil dan menjadi satu-satunya keturunan Raja yang masih hidup dan kemudian akan naik takhta menjadi Prabu Niskalawastu Kancana.
Kebijakan Prabu Niskalawastu Kancana antara lain memutuskan hubungan diplomatik dengan Majapahit dan menerapkan isolasi terbatas dalam hubungan kenegaraan antar kedua kerajaan. Akibat peristiwa ini pula, di kalangan kerabat Negeri Sunda diberlakukan peraturan larangan estri ti luaran (beristri dari luar), yang isinya diantaranya tidak boleh menikah dari luar lingkungan kerabat Sunda, atau sebagian lagi mengatakan tidak boleh menikah dengan pihak Majapahit. Peraturan ini kemudian ditafsirkan lebih luas sebagai larangan bagi orang Sunda untuk menikahi orang Jawa.
Tindakan keberanian dan keperwiraan Raja Sunda dan putri Dyah Pitaloka untuk melakukan tindakan bela pati (berani mati) dihormati dan dimuliakan oleh rakyat Sunda dan dianggap sebagai teladan. Raja Lingga Buana dijuluki 'Prabu Wangi' (bahasa Sunda: raja yang harum namanya) karena kepahlawanannya membela harga diri negaranya. Keturunannya, raja-raja Sunda kemudian dijuluki Siliwangi yang berasal dari kata Silih Wangi yang berarti pengganti, pewaris atau penerus Prabu Wangi.
Beberapa reaksi tersebut mencerminkan kekecewaan dan kemarahan masyarakat Sunda kepada Majapahit, sebuah sentimen yang kemudian berkembang menjadi semacam rasa persaingan dan permusuhan antara suku Sunda dan Jawa yang dalam beberapa hal masih tersisa hingga kini. Antara lain, tidak seperti kota-kota lain di Indonesia, di kota Bandung, ibu kota Jawa Barat sekaligus pusat budaya Sunda, tidak ditemukan jalan bernama 'Gajah Mada' atau 'Majapahit'. Meskipun Gajah Mada dianggap sebagai tokoh pahlawan nasional Indonesia, kebanyakan rakyat Sunda menganggapnya tidak pantas akibat tindakannya yang dianggap tidak terpuji dalam tragedi ini.
Mitos tersebut hingga kini masih dipegang teguh beberapa gelintir orang. Tidak bahagia, melarat, tidak langgeng dan hal yang tidak baik bakal menimpa orang yang melanggar mitos tersebut.
Lalu mengapa orang Sunda dan Jawa dilarang menikah dan membina rumah tangga. Tidak ada literatur yang menuliskan tentang asal muasal mitos larang perkimpoian itu. Namun mitos itu diduga akibat dari tragedi perang Bubat.
Spoiler for Rombongan Pasukan pasundan:
![Mitos say's [Sunda VS Jawa] No SARA](https://dl.kaskus.id/artikeltulisan.files.wordpress.com/2011/12/rombonganpasundan.jpg)
Peristiwa Perang Bubat diawali dari niat Prabu Hayam Wuruk yang ingin memperistri putri Dyah Pitaloka Citraresmi dari Negeri Sunda. Konon ketertarikan Hayam Wuruk terhadap putri tersebut karena beredarnya lukisan sang putri di Majapahit, yang dilukis secara diam-diam oleh seorang seniman pada masa itu, bernama Sungging Prabangkara.
Hayam Wuruk memang berniat memperistri Dyah Pitaloka dengan didorong alasan politik, yaitu untuk mengikat persekutuan dengan Negeri Sunda. Atas restu dari keluarga kerajaan Majapahit, Hayam Wuruk mengirimkan surat kehormatan kepada Maharaja Linggabuana untuk melamar Dyah Pitaloka. Upacara pernikahan rencananya akan dilangsungkan di Majapahit.
Maharaja Linggabuana lalu berangkat bersama rombongan Sunda ke Majapahit dan diterima serta ditempatkan di Pesanggrahan Bubat. Raja Sunda datang ke Bubat beserta permaisuri dan putri Dyah Pitaloka dengan diiringi sedikit prajurit.
Menurut Kidung Sundayana, timbul niat Mahapatih Gajah Mada untuk menguasai Kerajaan Sunda. Gajah Mada ingin memenuhi Sumpah Palapa yang dibuatnya pada masa sebelum Hayam Wuruk naik tahta, sebab dari berbagai kerajaan di Nusantara yang sudah ditaklukkan Majapahit, hanya kerajaan Sunda lah yang belum dikuasai.
Dengan maksud tersebut, Gajah Mada membuat alasan oleh untuk menganggap bahwa kedatangan rombongan Sunda di Pesanggrahan Bubat adalah bentuk penyerahan diri Kerajaan Sunda kepada Majapahit. Gajah Mada mendesak Hayam Wuruk untuk menerima Dyah Pitaloka bukan sebagai pengantin, tetapi sebagai tanda takluk Negeri Sunda dan pengakuan superioritas Majapahit atas Sunda di Nusantara. Hayam Wuruk sendiri disebutkan bimbang atas permasalahan tersebut, mengingat Gajah Mada adalah Mahapatih yang diandalkan Majapahit pada saat itu.
Versi lain menyebut bahwa Raja Hayam Wuruk ternyata sejak kecil sudah dijodohkan dengan adik sepupunya Putri Sekartaji atau Hindu Dewi. Sehingga Hayam Wuruk harus menikahi Hindu Dewi sedangkan Dyah Pitaloka hanya dianggap tanda takluk.
Spoiler for Putri cantik dari sunda Dyah Pitaloka:
![Mitos say's [Sunda VS Jawa] No SARA](https://dl.kaskus.id/uniqpost.com/wp-content/uploads/2013/04/dyah-pitaloka-citraresmi.jpeg)
"Soal pernikahan itu, teori saya tentang Gajah Mada, Gajah Mada tidak bersalah. Gajah Mada hanya melaksanakan titah sang raja. Gajah Mada hendak menjodohkan Hayam Wuruk dengan Diah Pitaloka. Gajah mada Ingin sekali untuk menyatukan antara Raja Sunda dan Raja Jawa lalu bergabung. Indah sekali," tegas sejarawan sekaligus arkeolog Universitas Indonesia (UI) Agus Aris Munandar.
Hal ini dia sampaikan dalam seminar Borobudur Writers & Cultural Festival 2012 bertemakan; 'Kontroversi Gajah Mada Dalam Perspektif Fiksi dan Sejarah' di Manohara Hotel, Kompleks Taman Wisata Candi Borobudur, Magelang, Jateng, Selasa (30/10).
Pihak Pajajaran tidak terima bila kedatangannya ke Majapahit hanya menyerahkan Dyah Pitaloka sebagai taklukan. Kemudian terjadi insiden perselisihan antara utusan Linggabuana dengan Gajah Mada.
Perselisihan ini diakhiri dengan dimaki-makinya Gajah Mada oleh utusan Negeri Sunda yang terkejut bahwa kedatangan mereka hanya untuk memberikan tanda takluk dan mengakui superioritas Majapahit, bukan karena undangan sebelumnya. Namun Gajah Mada tetap dalam posisi semula.
Belum lagi Hayam Wuruk memberikan putusannya, Gajah Mada sudah mengerahkan pasukan Bhayangkara ke Pesanggrahan Bubat dan mengancam Linggabuana untuk mengakui superioritas Majapahit. Demi mempertahankan kehormatan sebagai ksatria Sunda, Linggabuana menolak tekanan itu.
Terjadilah peperangan yang tidak seimbang antara Gajah Mada dengan pasukannya yang berjumlah besar, melawan Linggabuana dengan pasukan pengawal kerajaan (Balamati) yang berjumlah kecil serta para pejabat dan menteri kerajaan yang ikut dalam kunjungan itu. Peristiwa itu berakhir dengan gugurnya Raja Linggabuana, para menteri, pejabat kerajaan beserta segenap keluarga kerajaan Sunda di Pesanggrahan Bubat.
Tradisi menyebutkan sang Putri Dyah Pitaloka dengan hati berduka melakukan bela pati atau bunuh diri untuk membela kehormatan bangsa dan negaranya. Menurut tata perilaku dan nilai-nilai kasta ksatria, tindakan bunuh diri ritual dilakukan oleh para perempuan kasta tersebut jika kaum laki-lakinya telah gugur. Perbuatan itu diharapkan dapat membela harga diri sekaligus untuk melindungi kesucian mereka, yaitu menghadapi kemungkinan dipermalukan karena pemerkosaan, penganiayaan, atau diperbudak.
Hayam Wuruk pun kemudian meratapi kematian Dyah Pitaloka. Akibat peristiwa Bubat ini, bahwa hubungan Hayam Wuruk dengan Gajah Mada menjadi renggang. Gajah Mada sendiri menghadapi tentangan, kecurigaan, dan kecaman dari pihak pejabat dan bangsawan Majapahit, karena tindakannya dianggap ceroboh dan gegabah. Mahapatih Gajah Mada dianggap terlalu berani dan lancang dengan tidak mengindahkan keinginan dan perasaan sang Mahkota, Raja Hayam Wuruk sendiri.
Tragedi perang Bubat juga merusak hubungan kenegaraan antar Majapahit dan Pajajaran atau Sunda dan terus berlangsung hingga bertahun-tahun kemudian. Hubungan Sunda-Majapahit tidak pernah pulih seperti sedia kala.
Pangeran Niskalawastu Kancana, adik Putri Dyah Pitaloka yang tetap tinggal di istana Kawali dan tidak ikut ke Majapahit mengiringi keluarganya karena saat itu masih terlalu kecil dan menjadi satu-satunya keturunan Raja yang masih hidup dan kemudian akan naik takhta menjadi Prabu Niskalawastu Kancana.
Kebijakan Prabu Niskalawastu Kancana antara lain memutuskan hubungan diplomatik dengan Majapahit dan menerapkan isolasi terbatas dalam hubungan kenegaraan antar kedua kerajaan. Akibat peristiwa ini pula, di kalangan kerabat Negeri Sunda diberlakukan peraturan larangan estri ti luaran (beristri dari luar), yang isinya diantaranya tidak boleh menikah dari luar lingkungan kerabat Sunda, atau sebagian lagi mengatakan tidak boleh menikah dengan pihak Majapahit. Peraturan ini kemudian ditafsirkan lebih luas sebagai larangan bagi orang Sunda untuk menikahi orang Jawa.
Spoiler for Peta jaman dulu:
![Mitos say's [Sunda VS Jawa] No SARA](https://dl.kaskus.id/images3.wikia.nocookie.net/__cb20120513162604/folktales/images/7/75/Perang-bubat.jpg)
Tindakan keberanian dan keperwiraan Raja Sunda dan putri Dyah Pitaloka untuk melakukan tindakan bela pati (berani mati) dihormati dan dimuliakan oleh rakyat Sunda dan dianggap sebagai teladan. Raja Lingga Buana dijuluki 'Prabu Wangi' (bahasa Sunda: raja yang harum namanya) karena kepahlawanannya membela harga diri negaranya. Keturunannya, raja-raja Sunda kemudian dijuluki Siliwangi yang berasal dari kata Silih Wangi yang berarti pengganti, pewaris atau penerus Prabu Wangi.
Beberapa reaksi tersebut mencerminkan kekecewaan dan kemarahan masyarakat Sunda kepada Majapahit, sebuah sentimen yang kemudian berkembang menjadi semacam rasa persaingan dan permusuhan antara suku Sunda dan Jawa yang dalam beberapa hal masih tersisa hingga kini. Antara lain, tidak seperti kota-kota lain di Indonesia, di kota Bandung, ibu kota Jawa Barat sekaligus pusat budaya Sunda, tidak ditemukan jalan bernama 'Gajah Mada' atau 'Majapahit'. Meskipun Gajah Mada dianggap sebagai tokoh pahlawan nasional Indonesia, kebanyakan rakyat Sunda menganggapnya tidak pantas akibat tindakannya yang dianggap tidak terpuji dalam tragedi ini.
Quote:
Gimana menurut kalian? bagi yang sudah membaca sampai habis.
Saat ini kesenjangan sosial di antara suku sunda dan jawa semakin jelas terlihat dari mitos yg katanya "Laki-Laki Sunda ga cocok dan ga bagus nikah m Perempuan jawa.
Yuk kita kupas mengenai ini, supaya pikiran kita terbuka dan ga kuno.
Spoiler for Di rate dlu gan jangan lupa:





Spoiler for Budayakan Komen gan:


Spoiler for Nyang udah ngalamin:
Quote:
Quote:
Original Posted By sangdedi►gan,, mohon ditaro di pejwan..
ini Id prime anS E N S O R. terus terang ane dari jawa (cowo) dilarang (kalo bisa) jangan nikah sm cewek sunda... itu wejangan dari nyokap anS E N S O R
Kenapa ??
Karena kata emak ane, org sunda itu biasanya narik cowok ke keluarganya (karena saking kuatnya kekerabatan mereka) nah, banyak tetangga ane yg nikah sm sunda, akhirnya seolah2 jadi gak deket sm keluarga aslinya, malah deketnya sama keluarga si cewek.. gitu gan alesannya... hehehe
walopun banyak yg bilang, ah tapi kan tergantung orangnya aja itu mah..
hahhaaa... but the stat shows the fact...
ini Id prime anS E N S O R. terus terang ane dari jawa (cowo) dilarang (kalo bisa) jangan nikah sm cewek sunda... itu wejangan dari nyokap anS E N S O R
Kenapa ??
Karena kata emak ane, org sunda itu biasanya narik cowok ke keluarganya (karena saking kuatnya kekerabatan mereka) nah, banyak tetangga ane yg nikah sm sunda, akhirnya seolah2 jadi gak deket sm keluarga aslinya, malah deketnya sama keluarga si cewek.. gitu gan alesannya... hehehe
walopun banyak yg bilang, ah tapi kan tergantung orangnya aja itu mah..
hahhaaa... but the stat shows the fact...
Quote:
Quote:
Original Posted By metva►ane baru tahu ntu cerita ttg gajah mada gan..emm beneran mitosnya dari ntu cerita gan?
tapi tetangga ane ada yg kimpoi antara cwonya jawa cwenya sunda..mreka jg fine2 aja mpe skrng..
imho gan
tapi tetangga ane ada yg kimpoi antara cwonya jawa cwenya sunda..mreka jg fine2 aja mpe skrng..
imho gan
Quote:
Quote:
Original Posted By utun_►ini hanya mitos sajah gan, bokap nyokap ane gak terjadi sesuatu hal tuh ampe puluhan tahun 

Quote:
Quote:
Original Posted By IndahNI►bokap ane jawa ibu ane sunda dan gak ada apa apa tuh gan
langgeng langgeng aja gan


Quote:
Quote:
Original Posted By Chepix Hollow►IMO ya gan
sebenernya tuh basicnya dari budaya
dimana
sunda = suka yg instant n gampang
jawa = suka yg ribet n bertele-tele
basicnya disini, kejadian kok waktu pernikahan adik ane cewe jawa dapet suami cowo sunda
keluarga suaminya pengen nikah simple, nyokap ane pengen ribet
bisa nyatu apa nggak tuh masalah adaptasi aja gan n gimana saling menerima
yang kolak malah sahabat ane, ane ama temen2 kl maen kerumahnya diceramahin ibunya, kl nikah pokoke jangan ama sunda, eh sahabat ane malah skarang istrinya sunda
sebenernya tuh basicnya dari budaya
dimana
sunda = suka yg instant n gampang
jawa = suka yg ribet n bertele-tele
basicnya disini, kejadian kok waktu pernikahan adik ane cewe jawa dapet suami cowo sunda
keluarga suaminya pengen nikah simple, nyokap ane pengen ribet
bisa nyatu apa nggak tuh masalah adaptasi aja gan n gimana saling menerima
yang kolak malah sahabat ane, ane ama temen2 kl maen kerumahnya diceramahin ibunya, kl nikah pokoke jangan ama sunda, eh sahabat ane malah skarang istrinya sunda


Quote:
Quote:
Original Posted By my5sn11mqr2►gw jawa, istri sunda. waktu pacaran juga pernah diwanti2 kayak gitu gan.
sekarang dah nikah, alhamdulillah nggak terjadi apa yang banyak di gembar gemborkan banyak pihak
nih pic gw ama istri
sekarang dah nikah, alhamdulillah nggak terjadi apa yang banyak di gembar gemborkan banyak pihak

nih pic gw ama istri
Spoiler for jawir vs sundel:
![Mitos say's [Sunda VS Jawa] No SARA](https://s.kaskus.id/images/2014/06/26/2722923_20140626021228.jpg)



Quote:
Quote:
Original Posted By Lanjutkan..lae►Hal ini dulu pernah ane tanyain sama Cew ane yg sunda , (kebetulan ane jawa). menurut orang tua2nya jaman dulu tu gini, Kalo Jawa itu lebih tua dan kalo sunda itu lebih muda (ane gak tau maksud secara historisnya gmn), jadi kalo yang nikah itu Cew nya jawa dan cowoknya sunda tidak cocok..katanya si suami bisa kalah dalam urusan Rumah tangga. Tapi kalo yg cew Sunda dan Cownya Jawa, itu baru cocok..karna kalo Jawa itu Lebih tua dan sunda itu lebih muda (gak begitu ngerti apanya yg Tua or muda).
Anyway, selama sumbernya masih seputaran mitos ato tahayul ane gak percaya sama yang gituan gan. karna sumber yang pasti itu ya Alquran dan Hadist
Anyway, selama sumbernya masih seputaran mitos ato tahayul ane gak percaya sama yang gituan gan. karna sumber yang pasti itu ya Alquran dan Hadist

Nah itu dia gan Omong kosong itu semua ga berlandaskan apa2 kok isi dari wejangannya hanya masalah kesenjangan sosial seperti yg di tulis di sejarah kerajaan jaman dlu dan itu bertahan hingga kini gan, yg menerapkan wejangan ini rata2 yg masih percaya leluhur leluhur begitu gan.
Kita kan punya Al-Quran nur karim

Quote:
Quote:
Original Posted By Riyadh1986►bener gan, ane cowo orang sunda asli (keluarga sunda semua)S E N S O Rulu almh nyokap pernah ngasih wanti-wanti kriteria pasangan yang baik menurut nyokap, ada tiga suku yang kata nyokap harus dihindari.. dan memang salah dua-nya adalah jawa (tengah dan timur) 
cuman alasannya bukan karena mitos itu gan tapi ke tabiatnya cocok apa nggak... kata nyokap masalah dominasi keluarga atau apalah.
ane ngga terlalu setuju soal ini, dan ane pikir suku tuh ngga ada hubungannya sama tabiat, tapi gara2 itu jadi lebih awas mengamati khusus suku2 itu kalau mau deket sama cewe atau ada cewe deket sama anS E N S O R
mungkin gara2 itu ane jadi agak selektif

cuman alasannya bukan karena mitos itu gan tapi ke tabiatnya cocok apa nggak... kata nyokap masalah dominasi keluarga atau apalah.
ane ngga terlalu setuju soal ini, dan ane pikir suku tuh ngga ada hubungannya sama tabiat, tapi gara2 itu jadi lebih awas mengamati khusus suku2 itu kalau mau deket sama cewe atau ada cewe deket sama anS E N S O R
mungkin gara2 itu ane jadi agak selektif

Ane jg ga terlalu naggepin mitos gitu gan bahkan ane mau nikah taun depan sama calon ane yg jawa

Allah menciptakan manusia bukan untuk di nilai dari segi suku budaya aja, tapi dari agam dan ahlakul kharimahnya

Spoiler for Komen ngakak:
Quote:
Quote:
Original Posted By ibenkdhnq►Yang ga boleh itu...Laki2 Jawa Nikah ama Laki2 Sunda atau sebaliknya....





Quote:
Quote:
Original Posted By oyataceh►lah saya orang aceh bijimane omgan 
urusan watak kelakuan balik masing masing, setia ndak setia balik ke masing-masing.
yang saya akui orang sunda rada manyun kalau di panggil jawa

urusan watak kelakuan balik masing masing, setia ndak setia balik ke masing-masing.
yang saya akui orang sunda rada manyun kalau di panggil jawa

Spoiler for Komen garing:
Quote:
Quote:
Original Posted By mboh28►ane orang jawa gan, pengen dapet cewe sunda kalo bisa

Quote:
Quote:
Original Posted By Kelthuzad.lich►ane orang jawa gan ...
tapi kakek ane orang ghuangzhou china gan, jadi rada cina gitu.
Jadi bagaimana gan, ane boleh nikah gan sama orang sunda ?
tapi kakek ane orang ghuangzhou china gan, jadi rada cina gitu.
Jadi bagaimana gan, ane boleh nikah gan sama orang sunda ?
Quote:
Diubah oleh justvhie 30-06-2014 02:04
0
24.6K
Kutip
220
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan