- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Sosok sederhana dan bersahaja di masa lalu (ampe spechless bacanya)


TS
harokiyun
Sosok sederhana dan bersahaja di masa lalu (ampe spechless bacanya)
Bismillah...
Seorang yang memilih jalan becek dan sunyi, berjalan kaki dengan tongkatnya dibanding gemerlap karpet merah dan mobil Land Cruiser, Alphard, dan gemerlap jantung kota lainnya. Kita tentu rindu sosok seperti mereka, bukan tentang melaratnya mereka, tapi tentang ruang kesederhanaan yang mengisi kekosongan nurani rakyat.
Ketika Wapres Mohammad Hata tak mampu membeli sepatu impiannya hingga akhir hayat. Ketika Perdana Menteri Natsir menggunakan jas tambal, mengayuh sepeda ontel ke rumah kontrakkanya. Ketika Menteri keuangan Pak Syafrudin yang tak mampu membeli popok untuk anaknya. Semoga Allah hadirkan mereka, sebuah keteladanan yang mulai memudar di tengah gemerlap karpet merah Istana dan Senayan
Seorang yang memilih jalan becek dan sunyi, berjalan kaki dengan tongkatnya dibanding gemerlap karpet merah dan mobil Land Cruiser, Alphard, dan gemerlap jantung kota lainnya. Kita tentu rindu sosok seperti mereka, bukan tentang melaratnya mereka, tapi tentang ruang kesederhanaan yang mengisi kekosongan nurani rakyat.
Ketika Wapres Mohammad Hata tak mampu membeli sepatu impiannya hingga akhir hayat. Ketika Perdana Menteri Natsir menggunakan jas tambal, mengayuh sepeda ontel ke rumah kontrakkanya. Ketika Menteri keuangan Pak Syafrudin yang tak mampu membeli popok untuk anaknya. Semoga Allah hadirkan mereka, sebuah keteladanan yang mulai memudar di tengah gemerlap karpet merah Istana dan Senayan
Spoiler for Sebelumnya:

Spoiler for Komen Ajib:
Quote:
Original Posted By ryanfdr►itu baru pemimpin indonesia yg amanah... untuk sekarang susah cari orang kayak mereka2... di iklan&baliho mengaku amanah... ternyata ketangkap KPK
Quote:
Original Posted By Vintorez►sekarang udah jarang yang begitu gan..........
Quote:
Original Posted By blackinsky►speechless melihat negri ini skrg dan jg hopeless
Quote:
Original Posted By milan22►Trit bagus kok sepi komen,sekarang mungkin masih byk calon pemimpin seperti itu gan,tp keburu terbuang oleh keadaan. Semoga kedepannya ada lg pemimpin baik yg tampil di depan 





Quote:
Original Posted By salatin86►mantap gan
Quote:
Original Posted By naraarema95►jaman skrg kepala kejaksaan negeri (setingkat kabupaten) semua kaya raya tiap pindah tugas beli rumah baru 

Quote:
Original Posted By fuhrer123►inspirasi buat kita-kita rakyat kecil aja gan.
tak di hirau kan oleh mereka-mereka yang di atas sana.
tak di hirau kan oleh mereka-mereka yang di atas sana.

Quote:
Original Posted By sutan.mulia►belom ada penggantinya tuhh para tokoh... 

Quote:
Original Posted By manggleng►Inspiratif gan, ane bantu sundul biar para generasi muda bisa mencontoh


Quote:
Original Posted By pourgofes►udh langka yg kaya begitu skrg gan.. 

Quote:
Original Posted By maldini.3►Ane doain HT gan..
Pejabat kita dulu memang luar biasa kesederhanaannya..

Klo ane msh takjub sama Umar ibn Khattab..
Ada kisah menakjubkan mengenai kesederhanaan beliau sebagai Khalifah saat itu..
Suatu saat rombongan delegasi Romawi dtg ke Madinah ingin bertemu Umar dgn membawa rombongan yg megah dan membawa berbagai macam hadiah..
Ketika sampai di Madinah, delegasi Romawi bertanya kpd pnduduk Madinah dimana istana Raja kalian?penduduk bingung ditanya seperti itu..
Lalu penduduk tsb berkata, jika yg kau maksud Umar amirul mukminin mari saya antar..
Diantarlah delegasi Romawi tsb ke Masjid Nabawi dan yg membuat delegasi Romawi tercengang dan bergetar adalah disanalah sang Khalifah sedang tiduran hanya beralaskan tikar tanpa seorangpun pengawal!
Padahal saat itu Umar adalah penguasa yg menaklukan Persia di Timur dan Jerussalem di Barat..
Luar biasa memang pemimpin yg amanah terhadap jabatan

Pejabat kita dulu memang luar biasa kesederhanaannya..

Klo ane msh takjub sama Umar ibn Khattab..
Ada kisah menakjubkan mengenai kesederhanaan beliau sebagai Khalifah saat itu..
Suatu saat rombongan delegasi Romawi dtg ke Madinah ingin bertemu Umar dgn membawa rombongan yg megah dan membawa berbagai macam hadiah..
Ketika sampai di Madinah, delegasi Romawi bertanya kpd pnduduk Madinah dimana istana Raja kalian?penduduk bingung ditanya seperti itu..
Lalu penduduk tsb berkata, jika yg kau maksud Umar amirul mukminin mari saya antar..
Diantarlah delegasi Romawi tsb ke Masjid Nabawi dan yg membuat delegasi Romawi tercengang dan bergetar adalah disanalah sang Khalifah sedang tiduran hanya beralaskan tikar tanpa seorangpun pengawal!
Padahal saat itu Umar adalah penguasa yg menaklukan Persia di Timur dan Jerussalem di Barat..
Luar biasa memang pemimpin yg amanah terhadap jabatan

Quote:
Original Posted By exsoduse►Ane terharu gan baca nih tread,sungguh luar bias pengorbanan yang telah mereka berikan kepada bangsa dan negara ini.
lewat kesederhaan yang mereka jalani semoga menjadi inspirasi bagi pemimpin-pemimpin yang akan datang di Negara tercinta ini.
matabelo
lewat kesederhaan yang mereka jalani semoga menjadi inspirasi bagi pemimpin-pemimpin yang akan datang di Negara tercinta ini.


Quote:
Original Posted By Radkenz►itulah pemimpin2 yang perlu kita contoh, keren gan treadnya
cek kulkas gan...ada yang seger2 buat agan.

cek kulkas gan...ada yang seger2 buat agan.

Pilkada segera tiba... Tentunya, yang paling diharapkan oleh rakyat adalah pimpinan yang dapat mensejahterakan Indonesia. Tapi mungkinkah? Bahkan sampai ada isitilah, "Biar gak bisa dipercaya, tapi gak ada yang lebih "baik" dari dia"...
Begitulah, memilih pemimpin saat ini seperti mencari jarum di padang ilalang... Berbeda mungkin dengan zaman dulu, ketika masih banyak pemimpin2 yang ikhlas melayani rakyatnya...
Nah, berikut ada beberapa kisah tentang kesederhanaan para pemimpin yang mudah2an dapat menginspirasi kita semua untuk menjadi atau mencari pemimpin yang baik...
Spoiler for Sosok Sederhana dan Bersahaja di Masa Lalu:
SEMANGAT kesederhanaan dan kejujuran bukan baru kali ini didengungkan. Beberapa menteri dari kabinet lama--bahkan di masa Orde Baru--telah lama menerapkan gaya hidup bersahaja di tengah banjir fasilitas bagi para pejabat.
Dari masa Presiden Soeharto, figur itu adalah Emil Salim, yang tiga kali menjadi menteri--Menteri Perhubungan, Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup, serta Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup--tapi tak punya tempat tinggal selain rumah dinasnya.
Memang ia memiliki satu rumah di Jalan Tosari, Jakarta Pusat, yang dibelinya pada 1968. Namun, rumah itu dikontrakkan dan hasilnya ditabung sebagai penghasilan tambahan, hingga kini.
Baru setelah keluar dari kabinet pada 1993, doktor ekonomi alumnus Universitas California ini keluar dari rumah dinas dan terpaksa berpikir untuk membeli rumah. Awal pindah ke rumah baru, menurut seorang aktivis lembaga swadaya masyarakat yang dekat dengannya, Emil tak memiliki peralatan rumah tangga yang banyak. Dia bahkan sempat kesulitan membeli ranjang kala itu.
Selain Emil, ada Mar'ie Muhammad yang juga hidup dalam kesederhanaan dan kejujuran. Tak hanya bagi dirinya, tapi juga keluarganya. Ia tak membolehkan anak-anaknya menggunakan mobil untuk ke kampus atau untuk keperluan pribadi lain.
Ia menolak anggaran taktis dan biaya perjalanan dinas yang dinilainya terlalu besar. Pria yang dijuluki Mr. Clean ini juga aktif berupaya meningkatkan efisiensi dan berusaha membendung kebocoran di instansi yang dipimpinnya, Departemen Keuangan.
Satrio Budihardjo Joedono juga salah satu menteri yang bersahaja. Mantan Menteri Perdagangan ini bahkan sangat tegas menolak aneka bentuk katebelece yang ditujukan kepadanya. Ia pernah menuturkan sering menerima parsel hari raya, bukan dalam bentuk makanan atau minuman, melainkan cek dalam jumlah besar.
Di masa Presiden Abdurrahman Wahid, ada satu sosok yang melegenda karena kejujuran dan kesederhanaannya. Dialah Baharuddin Lopa, yang meninggal dunia ketika menjabat sebagai Jaksa Agung.
Ia dikenal amat bersahaja. Selain dari gaji, penghasilannya diperoleh dengan membuka warung telekomunikasi dengan lima bilik telepon dan penyewaan PlayStation di samping rumahnya di Pondok Bambu, Jakarta. Ia juga rajin menulis kolom di berbagai majalah dan harian. Terang-terangan diakui, itu caranya menambah penghasilan dari keringat sendiri. Honor ratusan ribu rupiah dari menulis kolom inilah yang sering diandalkannya untuk memperbaiki ini dan itu di rumahnya.
Kisah pengusaha Jusuf Kalla, yang kini menjadi wakil presiden, menunjukkan kejujuran Lopa. Suatu hari, Kalla sebagai pengusaha pemegang agen tunggal Toyota di kawasan timur Indonesia ditelepon Lopa yang mau membeli mobil.
Di benak Jusuf, sebagai Direktur Jenderal Lembaga Pemasyarakatan, Lopa pasti mau sedan kelas satu. Toyota Crown ia tawarkan. Tapi Lopa menyatakan tak sanggup membeli sedan seharga Rp 100 juta itu. Cressida seharga Rp 60 juta pun masih dianggap mahal. Akhirnya, Jusuf menyodorkan Corona senilai Rp 30 juta. Harganya tak ia sebutkan karena ia berniat memberikannya untuk Lopa.
Lopa kontan menolak. Yang lucu, malah Kalla si penjual yang sampai menawar harga. Begini saja. Saya kan pemilik mobil, jadi terserah saya mau jual berapa. Saya mau jual mobil itu Rp 5 juta saja.
Lopa masih menolak. Jangan begitu. Kau harus jual dengan harga sama seperti ke orang lain. Tapi kasih diskon, nanti saya cicil. Tapi jangan kau tagih. Akhirnya, Lopa akan membelinya seharga Rp 25 juta. Uang muka sebesar Rp 5 juta langsung dibayar dan diantar Lopa dalam bungkusan koran bekas. Selebihnya betul-betul dicicil sampai lunas selama tiga tahun empat bulan. Kadang-kadang dibayar Rp 500 ribu, kadang-kadang sejuta, tutur Jusuf Kalla.
Menu makannya juga bukan buffet di hotel berbintang lima seperti pejabat kebanyakan. Suatu waktu, wartawan Tempo tengah menunggunya untuk sebuah wawancara. Lopa masih ikut rapat di dalam. Hari sudah larut malam, Tempo pun pamit sebentar untuk makan malam. Lopa langsung menukas. Bagaimana kalau makan malamku kita bagi dua? katanya serius sambil menunjuk piring berisi nasi bungkus dengan lauk ikan laut goreng.
Yang juga melegenda adalah sikapnya yang sangat keras dalam urusan penggunaan fasilitas dinas. Seluruh keluarganya dilarang menggunakan mobil dinasnya. Di Makassar, semasa Lopa menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, warga terbiasa melihat mereka berangkat ke pasar dan kampus dengan pete-pete (angkutan kota).
Bahkan telepon dinas di rumahnya selalu ia kunci. Lopa melarang istri ataupun anak-anaknya menggunakan telepon itu. Semasa menjabat Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, ia bahkan memasang telepon koin di rumah jabatannya untuk memilah tagihan. AKA (Sumber: Riset PDAT)
Dari masa Presiden Soeharto, figur itu adalah Emil Salim, yang tiga kali menjadi menteri--Menteri Perhubungan, Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup, serta Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup--tapi tak punya tempat tinggal selain rumah dinasnya.
Memang ia memiliki satu rumah di Jalan Tosari, Jakarta Pusat, yang dibelinya pada 1968. Namun, rumah itu dikontrakkan dan hasilnya ditabung sebagai penghasilan tambahan, hingga kini.
Baru setelah keluar dari kabinet pada 1993, doktor ekonomi alumnus Universitas California ini keluar dari rumah dinas dan terpaksa berpikir untuk membeli rumah. Awal pindah ke rumah baru, menurut seorang aktivis lembaga swadaya masyarakat yang dekat dengannya, Emil tak memiliki peralatan rumah tangga yang banyak. Dia bahkan sempat kesulitan membeli ranjang kala itu.
Selain Emil, ada Mar'ie Muhammad yang juga hidup dalam kesederhanaan dan kejujuran. Tak hanya bagi dirinya, tapi juga keluarganya. Ia tak membolehkan anak-anaknya menggunakan mobil untuk ke kampus atau untuk keperluan pribadi lain.
Ia menolak anggaran taktis dan biaya perjalanan dinas yang dinilainya terlalu besar. Pria yang dijuluki Mr. Clean ini juga aktif berupaya meningkatkan efisiensi dan berusaha membendung kebocoran di instansi yang dipimpinnya, Departemen Keuangan.
Satrio Budihardjo Joedono juga salah satu menteri yang bersahaja. Mantan Menteri Perdagangan ini bahkan sangat tegas menolak aneka bentuk katebelece yang ditujukan kepadanya. Ia pernah menuturkan sering menerima parsel hari raya, bukan dalam bentuk makanan atau minuman, melainkan cek dalam jumlah besar.
Di masa Presiden Abdurrahman Wahid, ada satu sosok yang melegenda karena kejujuran dan kesederhanaannya. Dialah Baharuddin Lopa, yang meninggal dunia ketika menjabat sebagai Jaksa Agung.
Ia dikenal amat bersahaja. Selain dari gaji, penghasilannya diperoleh dengan membuka warung telekomunikasi dengan lima bilik telepon dan penyewaan PlayStation di samping rumahnya di Pondok Bambu, Jakarta. Ia juga rajin menulis kolom di berbagai majalah dan harian. Terang-terangan diakui, itu caranya menambah penghasilan dari keringat sendiri. Honor ratusan ribu rupiah dari menulis kolom inilah yang sering diandalkannya untuk memperbaiki ini dan itu di rumahnya.
Kisah pengusaha Jusuf Kalla, yang kini menjadi wakil presiden, menunjukkan kejujuran Lopa. Suatu hari, Kalla sebagai pengusaha pemegang agen tunggal Toyota di kawasan timur Indonesia ditelepon Lopa yang mau membeli mobil.
Di benak Jusuf, sebagai Direktur Jenderal Lembaga Pemasyarakatan, Lopa pasti mau sedan kelas satu. Toyota Crown ia tawarkan. Tapi Lopa menyatakan tak sanggup membeli sedan seharga Rp 100 juta itu. Cressida seharga Rp 60 juta pun masih dianggap mahal. Akhirnya, Jusuf menyodorkan Corona senilai Rp 30 juta. Harganya tak ia sebutkan karena ia berniat memberikannya untuk Lopa.
Lopa kontan menolak. Yang lucu, malah Kalla si penjual yang sampai menawar harga. Begini saja. Saya kan pemilik mobil, jadi terserah saya mau jual berapa. Saya mau jual mobil itu Rp 5 juta saja.
Lopa masih menolak. Jangan begitu. Kau harus jual dengan harga sama seperti ke orang lain. Tapi kasih diskon, nanti saya cicil. Tapi jangan kau tagih. Akhirnya, Lopa akan membelinya seharga Rp 25 juta. Uang muka sebesar Rp 5 juta langsung dibayar dan diantar Lopa dalam bungkusan koran bekas. Selebihnya betul-betul dicicil sampai lunas selama tiga tahun empat bulan. Kadang-kadang dibayar Rp 500 ribu, kadang-kadang sejuta, tutur Jusuf Kalla.
Menu makannya juga bukan buffet di hotel berbintang lima seperti pejabat kebanyakan. Suatu waktu, wartawan Tempo tengah menunggunya untuk sebuah wawancara. Lopa masih ikut rapat di dalam. Hari sudah larut malam, Tempo pun pamit sebentar untuk makan malam. Lopa langsung menukas. Bagaimana kalau makan malamku kita bagi dua? katanya serius sambil menunjuk piring berisi nasi bungkus dengan lauk ikan laut goreng.
Yang juga melegenda adalah sikapnya yang sangat keras dalam urusan penggunaan fasilitas dinas. Seluruh keluarganya dilarang menggunakan mobil dinasnya. Di Makassar, semasa Lopa menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, warga terbiasa melihat mereka berangkat ke pasar dan kampus dengan pete-pete (angkutan kota).
Bahkan telepon dinas di rumahnya selalu ia kunci. Lopa melarang istri ataupun anak-anaknya menggunakan telepon itu. Semasa menjabat Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, ia bahkan memasang telepon koin di rumah jabatannya untuk memilah tagihan. AKA (Sumber: Riset PDAT)
Sumber
Spoiler for Sosok lainnya 1:
H. Agus Salim
DI dalam gang sempit itu, berkelok dari jalan utama, menyelusup gang-gang padat rumah di Jatinegara terdapat sebuah rumah mungil dengan satu ruang besar. Begitu pintu dibuka, akan ada koper-koper berkumpul di sudut rumah dan kasur-kasu digulung di sudut lainnya ruang besar itu. Di sanalah tempat tidur Haji Agus Salim (Menteri Luar Negeri RI) bersama istri dan anak-anaknya.
Dikontrakkan yang lain, Agus Salim, kira-kira enam bulan sekali mengubah letak meja kursi, lemari sampai tempat tidur rumahnya. Kadang-kadang kamar makan ditukarnya dengan kamar tidur. Haji Agus Salim berpendapat bahwa dengan berbuat demikian ia merasa mengubah lingkungan, yang manusia sewaktu-waktu perlukan tanpa pindah tempat atau rumah atau pergi istirahat di lain kota atau negeri.
Begitulah seperti dikisahkan Mr. Roem, murid dari H. Agus Salim yang juga tokoh Masyumi ini. Anies Baswedan dalam ‘Agus Salim: Kesederhanaan, Keteladanan yang Menggerakan’ menyebutkan bahwa H. Agus Salim hidup sebagai Menteri dengan pola ‘nomaden’ atau pindah kontrakkan ke kontrakkan lain.
Dari satu gang ke gang lain. Berkali-kali Agus Salim pindah rumah bersama keluarganya. “Selama hidupnya dia selalu melarat dan miskin,” kata Profesor Willem “Wim” Schermerhorn. Wim menjadi ketua delegasi Belanda dalam perundingan Linggarjati. (Majalah Tempo Edisi Khusus Agus Salim)
Pernah, pada salah satu kontrakkan tersebut, toiletnya rusak. Setiap Agus Salim menyiram WC, air dari dalam meluap. Sang istri pun menangis sejadi-jadinya, karena baunya yang meluber dan air yang meleber. Zainatun Nahar istrinya,tak kuat lagi menahan jijik sehingga ia muntah-muntah. Agus Salim akhirnya melarang istrinya membuang kakus di WC dan ia sendiri yang membuang kotoran istirnya menggunakan pispot.
Kasman Singodimedjo (tokoh Muhammadiyah dan Masyumi Ketua KNIP Pertama), dalam ‘Hidup Itu Berjuang’ mengutip perkataan mentornya yang paling terkenal: “leiden is lijden” (memimpin itu menderita) kata Agus Salim. Lihatlah bagaimana tak ada sumpah serapah meminta kenaikan jabatan, tunjangan rumah dinas, tunjangan kendaraan, tunjangan kebersihan WC, tunjangan dinas ke luar negeri untuk pelesiran, dll.
Saat salah satu anak Salim wafat ia bahkan tak punya uang untuk membeli kain kafan. Salim membungkus jenazah anaknya dengan taplak meja dan kelambu. Ia menolak pemberian kain kafan baru. “Orang yang masih hidup lebih berhak memakai kain baru,” kata Salim. “Untuk yang mati, cukuplah kain itu.”
Dalam Buku ‘Seratus Tahun Agus Salim’ Kustiniyati Mochtar menulis, “Tak jarang mereka kekurangan uang belanja.” Ya, seorang diplomat ulung, menteri, pendiri Bangsa yang mewakafkan dirinya untuk mengabdi kepada Allah, bahwa memimpin itu adalah ibadah.
Seorang yang memilih jalan becek dan sunyi, berjalan kaki dengan tongkatnya dibanding gemerlap karpet merah dan mobil Land Cruiser, Alphard, dan gemerlap jantung kota lainnya. Kita tentu rindu sosok seperti mereka, bukan tentang melaratnya mereka, tapi tentang ruang kesederhanaan yang mengisi kekosongan nurani rakyat.
Ketika Wapres Mohammad Hata tak mampu membeli sepatu impiannya hingga akhir hayat. Ketika Perdana Menteri Natsir menggunakan jas tambal, mengayuh sepeda ontel ke rumah kontrakkanya. Ketika Menteri keuangan Pak Syafrudin yang tak mampu membeli popok untuk anaknya. Semoga Allah hadirkan mereka, sebuah keteladanan yang mulai memudar di tengah gemerlap karpet merah Istana dan Senayan
Spoiler for Sosok Lainnya 2:
M. Natsir
Indonesianis George McTurman Kahin pada tahun 1948 tengah berada di Yogyakarta, Ibukota Republik yang masih muda. Satu hari dia diundang datang dalam suatu acara yang dihadiri para pejabat negara. Setibanya di tempat acara, Kahin menyalami satu demi satu para pejabat yang ada. Tibalah Kahin pada seorang lelaki berusia 40 tahun yang berwajah teduh dan berkacamata bulat, dia memakai baju dan pantalon dari bahan yang amat murah dengan potongan yang amat sederhana. Ketika diperkenalkan bahwa lelaki tersebut adalah seorang Menteri Penerangan RI, Kahin terkejut. Dia sama sekali tidak menyangka, lelaki yang kelak dikenalnya dengan nama Muhamad Natsir itu ternyata sangatlah bersahaya, tidak ada beda dengan rakyat kebanyakan. Apalagi dirinya mendengar jika baju itu merupakan satu-satunya baju yang dianggap pantas untuk acara-acara resmi.
Kahin mengenang, "Saya dengar, beberapa pekan kemudian, para anak buahnya di Kementerian Penerangan berpatungan membelikan Pak Menteri Natsir sehelai baju yang lebih pantas. Setelah baju itu dipakai Pak Menteri Natsir, para anak buahnya berkata, 'Nah ini baru kelihatan menteri betulan'."
Kesederhanaan merupakan prinsip hidup seorang Muhammad Natsir. Prinsip ini terus dipegangnya sejak kecil hingga menjadi pejabat negara. Dan kemudian memang terbukti, kesederhanaan inilah yang akhirnya menjadikan kekuatannya, menjadikan harga diri dan martabatnya sedemikian tinggi, dan semua orang dari berbagai kalangan menghormatinya.
Meskipun keras dalam memegang teguh pendirian dan idelogi Islamnya, Natsir tetap menjalin hubungan kultural dengan berbagai teman dalan lawan-lawan politiknya. Natsir tidak membuat jarak dengan lingkungannya. "Natsir tetap menjaga hubungan dengan orang-orang sosialis, bahkan dengan orang-orang Kristen. Tapi dia punya pendirian", ujar Mashadi dengan nada semangat. Selain itu, dalam kehidupan sehari-hari, Natsir juga dikenal sebagai sosok pemimpin yang jauh dari kemewahan. "Beliau adalah sosok yang zuhud, wara' dan tidak tergadai kehidupannya untuk hal-hal yang bersifat keduniaan. Natsir tidak meninggalkan harta sekian miliar, mobil sekian. Istrinya pun satu. Orang-orang Masyumi yang saya kenal, seperti Burhanuddin Harahap, Mohammad Roem, Sukiman Wirjosandjojo, juga seperti itu. Prawoto seperti itu juga," imbuh Mashadi. Mashadi melihat kharismatik Natsir kaya dengan nilai-nilai keteladanan. Ia mencontohkan salah satu keteladanan Natsir ketika pergi bersama dengan bendahara DDII, Adi, ke Bandung untuk meresmikan beberapa masjid. Sesampainya di Bandung, Natsir belum sarapan. Meskipun teman-teman mengingatkan Natsir untuk sarapan, tapi Natsir menolak karena tidak memiliki uang untuk membeli makanan. Bahkan Adi sempat menawarkan agar Natsir menggunakan uang masjid yang dibawanya dalam tas. Tetapi, Natsir dengan keras menolaknya. Sampai akhirnya Natsir berkunjung ke rumah KH. Rosyad Nurdin, ketua DDII Jawa Barat dan menerima sarapan di sana. "Ini menunjukkan Natsir benar-benar amanah," kata Mashadi.
Demikian beberapa kisah dari pemimpin kita di masa lalu... Semoga dapat menginspirasi kita semua...


Diubah oleh harokiyun 07-04-2014 09:41
0
8.3K
Kutip
56
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan