- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Makna Patung Patung di Jakarta ( + cerita sedih dibalik pembuatan nya )


TS
lanakllpejabatl
Makna Patung Patung di Jakarta ( + cerita sedih dibalik pembuatan nya )
Welcome to my threat
Spoiler for repsol:
no repsol dijamin

Sesuai judul kali ini ane nyoba share makna patung patung di jakarta + cerita sedih dibaliknya ( pancoran inside )...... cekibrott !
1. Patung Selamat Datang


Quote:
Nama plesetan : Patung jali-jali
, patung HI
Patung Selamat Datang dibangun buat nyambut para atlit peserta Asian Games IV tahun 1962. Patung ini ada di depan gedung Hotel Indonesia yang mana berdiri persis diatas air mancur bunderan HI. patung perunggu ini dibuat sama Edhi Sunarso, dan dirancang sama Henk Ngantung mantan Gubernur Jakarta. Sesuai sama namanya, patung ini berdiri untuk ngasih salam selamat datang buat para pendatang karena emang patung ini ngadep ke arah Kota (Utara) sebagai pusat bisnis, perdagangan dan pendatang dari pelabuhan waktu itu.
Disekitar patung ini ada lima formasi Air Mancur yang dijadiin simbol ideologi Negara Republik Indonesia, Pancasila. Katanya sih ini juga jadi simbol dari tanda memberi salam kepada kota Jakarta sebagai kota Ibu Negara dan Kota Metropolitan dengan formasi ucapan Selamat Pagi, Selamat Siang, Selamat Petang, Selamat Malam dan Selamat Hari Minggu. Maksudnya Jakarta emang gak pernah tidur kali yeee..

Patung Selamat Datang dibangun buat nyambut para atlit peserta Asian Games IV tahun 1962. Patung ini ada di depan gedung Hotel Indonesia yang mana berdiri persis diatas air mancur bunderan HI. patung perunggu ini dibuat sama Edhi Sunarso, dan dirancang sama Henk Ngantung mantan Gubernur Jakarta. Sesuai sama namanya, patung ini berdiri untuk ngasih salam selamat datang buat para pendatang karena emang patung ini ngadep ke arah Kota (Utara) sebagai pusat bisnis, perdagangan dan pendatang dari pelabuhan waktu itu.
Disekitar patung ini ada lima formasi Air Mancur yang dijadiin simbol ideologi Negara Republik Indonesia, Pancasila. Katanya sih ini juga jadi simbol dari tanda memberi salam kepada kota Jakarta sebagai kota Ibu Negara dan Kota Metropolitan dengan formasi ucapan Selamat Pagi, Selamat Siang, Selamat Petang, Selamat Malam dan Selamat Hari Minggu. Maksudnya Jakarta emang gak pernah tidur kali yeee..
2. Patung Arjuna Wijaya/ Patung Asta Brata


Quote:
Nama plesetan :Patung kuda setan, Patung delman
Patung Arjuna Wijaya yang dibangun Agustus 1987 ini ngegambarin Arjuna dalam perang Baratayudha yang kereta perangnya ’disetirin’ sama Batara Kresna. Adegan patung karya pematung Nyoman Nuarta itu diambil dari fragmen waktu mereka melawan Adipati Karna. Kereta itu ditarik delapan kuda, yang melambangkan delapan ajaran kehidupan yang diidolai oleh Presiden Soeharto. Asta Brata itu meliputi falsafah bahwa hidup harus mencontoh bumi, matahari, api, bintang, samudra, angin, hujan dan bulan. Di bagian patung itu nempel prasasti yang bertuliskan ‘Kuhantarkan kau melanjutkan perjuangan dengan pembangunan yang tidak mengenal akhir.’
Pada waktu pembuatannya, karena keterbatasan dana, akhirnya patung itu dibuat dari bahan poliester resin yang punya kelemahan mudah rapuh jika terkena sinar ultraviolet. Emang kebukti kok kalu patung ini mulai keropos, sampe akhirnya tahun 2003, patung ini direnovasi dengan menelan biaya 4M (4 miliar, bukan 4 meter!!!) dan material patungnya diganti dengan bahan tembaga.

Patung Arjuna Wijaya yang dibangun Agustus 1987 ini ngegambarin Arjuna dalam perang Baratayudha yang kereta perangnya ’disetirin’ sama Batara Kresna. Adegan patung karya pematung Nyoman Nuarta itu diambil dari fragmen waktu mereka melawan Adipati Karna. Kereta itu ditarik delapan kuda, yang melambangkan delapan ajaran kehidupan yang diidolai oleh Presiden Soeharto. Asta Brata itu meliputi falsafah bahwa hidup harus mencontoh bumi, matahari, api, bintang, samudra, angin, hujan dan bulan. Di bagian patung itu nempel prasasti yang bertuliskan ‘Kuhantarkan kau melanjutkan perjuangan dengan pembangunan yang tidak mengenal akhir.’
Pada waktu pembuatannya, karena keterbatasan dana, akhirnya patung itu dibuat dari bahan poliester resin yang punya kelemahan mudah rapuh jika terkena sinar ultraviolet. Emang kebukti kok kalu patung ini mulai keropos, sampe akhirnya tahun 2003, patung ini direnovasi dengan menelan biaya 4M (4 miliar, bukan 4 meter!!!) dan material patungnya diganti dengan bahan tembaga.
3. Patung Dirgantara


Quote:
Nama plesetan:
’, Patung Pancoran
Patung yang ada didaerah pancoran ini dirancang sama Edhi Sunarso sekitar tahun 1964 - 1965 dengan bantuan dari Keluarga Arca Yogyakarta atas permintaan Bung Karno buat nampilin keperkasaan dan kekuatan angkatan udara bangsa Indonesia. Sahabat anehdidunia.com patung ini menghadap ke Utara dengan tangannya mengacung ke bekas Bandar Udara Internasional Kemayoran. Lokasinya deket sama Markas Besar Angkatan Udara di Selatannya dan Bandar Udara Domestik Halim Perdana Kusuma di Tenggaranya. Karena bertempat di kawasan Pancoran makanya patung ini sering dibilang patung Pancoran. Oia, ada gosip yang bilang kalo Presiden Soekarno harus jual mobilnya buat ngebiayain pembuatan patung ini.

Patung yang ada didaerah pancoran ini dirancang sama Edhi Sunarso sekitar tahun 1964 - 1965 dengan bantuan dari Keluarga Arca Yogyakarta atas permintaan Bung Karno buat nampilin keperkasaan dan kekuatan angkatan udara bangsa Indonesia. Sahabat anehdidunia.com patung ini menghadap ke Utara dengan tangannya mengacung ke bekas Bandar Udara Internasional Kemayoran. Lokasinya deket sama Markas Besar Angkatan Udara di Selatannya dan Bandar Udara Domestik Halim Perdana Kusuma di Tenggaranya. Karena bertempat di kawasan Pancoran makanya patung ini sering dibilang patung Pancoran. Oia, ada gosip yang bilang kalo Presiden Soekarno harus jual mobilnya buat ngebiayain pembuatan patung ini.
Spoiler for Kisah sedih patung pancoran:
Patung Pancoran dengan nama lain Monumen Patung Dirgantara adalah salah satu monumen patung yang terdapat di Jakarta. Sebelumnyakami pernah posting tentang makna patung patung di jakarta. Letak monumen ini berada di kawasan Pancoran, Jakarta Selatan. Tepat di depan kompleks perkantoran Wisma Aldiron Dirgantara yang dulunya merupakan Markas Besar TNI Angkatan Udara. Posisinya yang strategis karena merupakan pintu gerbang menuju Jakarta bagi para pendatang yang baru saja mendarat di Bandar Udara Halim Perdanakusuma.

Patung ini dirancang oleh Edhi Sunarso sekitar tahun 1964 - 1965 dengan bantuan dari Keluarga Arca Yogyakarta. Sedangkan proses pengecorannya dilaksanakan oleh Pengecoran Patung Perunggu Artistik Dekoratif Yogyakarta pimpinan I Gardono. Berat patung yang terbuat dari perunggu ini mencapai 11 Ton. Sementara tinggi patung itu sendiri adalah 11 Meter, dan kaki patung mencapai 27 Meter. Proses pembangunannya dilakukan oleh PN Hutama Karya dengan IR. Sutami sebagai arsitek pelaksana.
Pengerjaannya sempat mengalami keterlambatan karena peristiwa Gerakan 30 September PKI di tahun 1965.
Rancangan patung ini berdasarkan atas permintaan Bung Karno untuk menampilkan keperkasaan bangsa Indonesia di bidang dirgantara. Penekanan dari desain patung tersebut berarti bahwa untuk mencapai keperkasaan, bangsa Indonesia mengandalkan sifat-sifat Jujur, Berani dan Bersemangat. Total biaya pembuatan Patung Dirgantara atau Patung Pancoran pada tahun 1964 adalah 12 juta rupiah.
Biaya awal ditanggung oleh Edhi Sunarso, sang pemahat. Bung Karno menjual mobil pribadinya seharga 1 juta rupiah pada waktu itu. Pemerintah sendiri hanya membayar 5 juta rupiah. Sisanya, sebesar 6 juta rupiah, menjadi hutang pemerintah yang sampai saat ini tidak pernah terbayar.
Manusia besar dengan gagasan besar. Itu sebuah julukan lain buat Bung Karno. Ciri-ciri manusia besar, terletak pada peninggalannya yang kekal. Dalam beberapa hal, Bung Karno memenuhi kriteria itu. Ajarannya tentang Marhaenisme, penemuan ideologi Pancasila, serta semangat kebangsaan, setidaknya masih bisa kita rasakan hingga detik ini. Sekalipun ia “dikubur” tiga dasawarsa lamanya, jejak-jejak peninggalan dan karya besar Bung Karno bergeming dari gerusan zaman.
Selain ide dan gagasan berupa isme, ajaran, spirit, dan nilai-nilai sosial dan politik, Bung Karno juga mewariskan monumen-monumen. Ia menggagas pembangunan masjid Istiqlal yang ia targetkan melebihi kekokohan candi borobudur. Ia merancang tugu selamat datang di Bundaran HI yang menjadi icon ibukota. Ia mendirikan tugu pembebasan Irian Barat di Lapangan Banteng. Ia juga mengobarkan semangat bangsa melalui Patung Dirgantara di Pancoran.

Nah, yang disebut terakhir, adalah fokus tulisan ini. Boleh dibilang, itulah peninggalan terakhir Bung Karno. Digagas tahun 1965, saat matahari kekuasaannya sudah condong ke barat. Adalah pematung Edhi Sunarso yang mendapat kehormatan, mengerjakan pembuatan patung itu. Sahabat anehdidunia.com Edhi adalah pematung kesayangan Bung Karno. Ia pula yang ditunjuk membuat patung “Selamat Datang” di Bundaran HI.
Edhi ingat persis, ketika instruksi Bung Karno diterimanya. Hatinya sempat mandeg-mangu, ragu-ragu, bimbang, dan galau. Sebagai seniman patung, ia belum pernah sama sekali membuat patung dengan bahan perunggu. Sementara perintah Bung Karno jelas, ia menghendaki patung dengan bahan perunggu.
Saat raut wajahnya sulit menyembunyikan perasaan hatinya, Bung Karno segera paham. Maka, berkatalah Bung Karno kepada Edhi, “”Hey Ed, kamu punya rasa bangga berbangsa dan bernegara tidak? Apa perlu saya menyuruh seniman luar untuk mengerjakan monumen dalam negeri sendiri? Saya tidak mau kau coba-coba, kau harus sanggup.”
Waktu satu minggu yang diberikan Bung Karno, dijawab tuntas oleh Edhi dengan mengumpulkan teman-teman pematung di Yogya, dan mewujudkan harapan Bung Karno dalam replika yang terbuat dari gypsum. Gaya melambaikan tangan laiknya orang menyambut kedatangan sahabat, diperagakan langsung oleh Bung Karno. Gaya itu pula yang kemudian menjadi model pada patung Tugu Selamat Datang di bundaran HI.
Nah, lain lagi kisah Patung Dirgantara, Pancoran. Proyek itu sempat mangkrak, alias terhenti. Peristiwa 30 September 1965, adalah pemicu terancam gagalnya pembuatan patung itu. Bung Karno menghadapi hantaman dari dalam negeri. Ia didemo nyaris tiap hari. Klimaksnya adalah penolakan MPRS atas pertanggungjawaban Bung Karno, terhadap peristiwa pemberontakan PKI tadi. Buntutnya sama-sama kita ketahui, Bung Karno dilengserkan, dan Soeharto diorbitkan.
Nasib patung Dirgantara yang digagas Bung Karno sebagai simbol semangat bangsa, terombang-ambing. Meski begitu, Bung Karno bukan manusia yang meninggalkan sejarah ke-plin-plan-an. Bung Karno tidak pernah mengajarkan sikap yang kurang bertanggung jawab. Alhasil, sekalipun nasibnya sendiri di ujung tanduk. Posisinya sebagai presiden terancam. Tekanan dalam dan luar negeri menghimpit dirinya, Bung Karno tetap komit.
Ia menyempatkan diri untuk memantau perkembangan proyek patung dirgantara tadi. Kepada Bung Karno, dengan nada prihatin, Edhi melaporkan kemandegan proyek tadi. Sekalipun pedestial atau tiang penyangga patung sudah selesai, tapi pekerjaan terancam mandeg, karena pemerintahan transisi tidak menggubrisnya. Di sisi lain, dalam status tahanan politik, dalam kondisi badan yang makin ringkih digerogoti sakit ginjalnya, Bung Karno keukeuh menuntaskan proyek terakhirnya.
Edhi sendiri tak sanggup meneruskan pekerjaan itu, mengingat dirinya pun sudah dililit utang untuk pekerjaan itu. Maklumlah, semua proyek pembuatan monumen yang ia kerjakan atas perintah Bung Karno, tidak menggunakan semacam dokumen perintah resmi negara. Murni soal kepercayaan.
Atas kondisi tersebut, Bung Karno lantas memanggil Edhi dan memberinya uang Rp 1,7 juta. Belakangan Edhi baru tahu, uang itu hasil penjualan mobil pribadi Bung Karno. Dengan uang itu, sekalipun belum cukup menutup semua biaya, Edhi langsung menuntaskan pengerjaan patung Dirgantara.
Alkisah… di pagi yang cerah, di hari Minggu tanggal 21 Juni 1970, Edhie sedang berada di puncak Tugu Dirgantara. Tiba-tiba, melintas iring-iringan mobil jenazah. Salah seorang pekerja di bawah sontak memberi tahu Edhi, bahwa yang barusan lewat adalah iring-iringan mobil jenazah… jenazah Bung Karno, sang penggagas Tugu Dirgantara.
Lemas lunglai Edhi demi mendengar berita itu. Ia pun langsung turun dari puncak Tugu Dirgantara, dan menyusul ke Blitar, memberi penghormatan terakhir kepada Putra Sang Fajar.
Belum usai duka berlalu, Edhi bersemangat menuntaskan amanat terakhir Bung Karno. Sekalipun pekerjaan itu meninggalkan utang negara. Sekalipun patung itu tidak pernah diresmikan oleh pemerintahan Soeharto. Tugu Dirgantara tegar berdiri, menggelorakan semangat, mengekspresikan wajah Gatotkaca. Wajah perkasa yang menyimpan duka di balik pembuatannya.

Patung ini dirancang oleh Edhi Sunarso sekitar tahun 1964 - 1965 dengan bantuan dari Keluarga Arca Yogyakarta. Sedangkan proses pengecorannya dilaksanakan oleh Pengecoran Patung Perunggu Artistik Dekoratif Yogyakarta pimpinan I Gardono. Berat patung yang terbuat dari perunggu ini mencapai 11 Ton. Sementara tinggi patung itu sendiri adalah 11 Meter, dan kaki patung mencapai 27 Meter. Proses pembangunannya dilakukan oleh PN Hutama Karya dengan IR. Sutami sebagai arsitek pelaksana.
Pengerjaannya sempat mengalami keterlambatan karena peristiwa Gerakan 30 September PKI di tahun 1965.
Rancangan patung ini berdasarkan atas permintaan Bung Karno untuk menampilkan keperkasaan bangsa Indonesia di bidang dirgantara. Penekanan dari desain patung tersebut berarti bahwa untuk mencapai keperkasaan, bangsa Indonesia mengandalkan sifat-sifat Jujur, Berani dan Bersemangat. Total biaya pembuatan Patung Dirgantara atau Patung Pancoran pada tahun 1964 adalah 12 juta rupiah.
Biaya awal ditanggung oleh Edhi Sunarso, sang pemahat. Bung Karno menjual mobil pribadinya seharga 1 juta rupiah pada waktu itu. Pemerintah sendiri hanya membayar 5 juta rupiah. Sisanya, sebesar 6 juta rupiah, menjadi hutang pemerintah yang sampai saat ini tidak pernah terbayar.
Manusia besar dengan gagasan besar. Itu sebuah julukan lain buat Bung Karno. Ciri-ciri manusia besar, terletak pada peninggalannya yang kekal. Dalam beberapa hal, Bung Karno memenuhi kriteria itu. Ajarannya tentang Marhaenisme, penemuan ideologi Pancasila, serta semangat kebangsaan, setidaknya masih bisa kita rasakan hingga detik ini. Sekalipun ia “dikubur” tiga dasawarsa lamanya, jejak-jejak peninggalan dan karya besar Bung Karno bergeming dari gerusan zaman.
Selain ide dan gagasan berupa isme, ajaran, spirit, dan nilai-nilai sosial dan politik, Bung Karno juga mewariskan monumen-monumen. Ia menggagas pembangunan masjid Istiqlal yang ia targetkan melebihi kekokohan candi borobudur. Ia merancang tugu selamat datang di Bundaran HI yang menjadi icon ibukota. Ia mendirikan tugu pembebasan Irian Barat di Lapangan Banteng. Ia juga mengobarkan semangat bangsa melalui Patung Dirgantara di Pancoran.

Nah, yang disebut terakhir, adalah fokus tulisan ini. Boleh dibilang, itulah peninggalan terakhir Bung Karno. Digagas tahun 1965, saat matahari kekuasaannya sudah condong ke barat. Adalah pematung Edhi Sunarso yang mendapat kehormatan, mengerjakan pembuatan patung itu. Sahabat anehdidunia.com Edhi adalah pematung kesayangan Bung Karno. Ia pula yang ditunjuk membuat patung “Selamat Datang” di Bundaran HI.
Edhi ingat persis, ketika instruksi Bung Karno diterimanya. Hatinya sempat mandeg-mangu, ragu-ragu, bimbang, dan galau. Sebagai seniman patung, ia belum pernah sama sekali membuat patung dengan bahan perunggu. Sementara perintah Bung Karno jelas, ia menghendaki patung dengan bahan perunggu.
Saat raut wajahnya sulit menyembunyikan perasaan hatinya, Bung Karno segera paham. Maka, berkatalah Bung Karno kepada Edhi, “”Hey Ed, kamu punya rasa bangga berbangsa dan bernegara tidak? Apa perlu saya menyuruh seniman luar untuk mengerjakan monumen dalam negeri sendiri? Saya tidak mau kau coba-coba, kau harus sanggup.”
Waktu satu minggu yang diberikan Bung Karno, dijawab tuntas oleh Edhi dengan mengumpulkan teman-teman pematung di Yogya, dan mewujudkan harapan Bung Karno dalam replika yang terbuat dari gypsum. Gaya melambaikan tangan laiknya orang menyambut kedatangan sahabat, diperagakan langsung oleh Bung Karno. Gaya itu pula yang kemudian menjadi model pada patung Tugu Selamat Datang di bundaran HI.
Nah, lain lagi kisah Patung Dirgantara, Pancoran. Proyek itu sempat mangkrak, alias terhenti. Peristiwa 30 September 1965, adalah pemicu terancam gagalnya pembuatan patung itu. Bung Karno menghadapi hantaman dari dalam negeri. Ia didemo nyaris tiap hari. Klimaksnya adalah penolakan MPRS atas pertanggungjawaban Bung Karno, terhadap peristiwa pemberontakan PKI tadi. Buntutnya sama-sama kita ketahui, Bung Karno dilengserkan, dan Soeharto diorbitkan.
Nasib patung Dirgantara yang digagas Bung Karno sebagai simbol semangat bangsa, terombang-ambing. Meski begitu, Bung Karno bukan manusia yang meninggalkan sejarah ke-plin-plan-an. Bung Karno tidak pernah mengajarkan sikap yang kurang bertanggung jawab. Alhasil, sekalipun nasibnya sendiri di ujung tanduk. Posisinya sebagai presiden terancam. Tekanan dalam dan luar negeri menghimpit dirinya, Bung Karno tetap komit.
Ia menyempatkan diri untuk memantau perkembangan proyek patung dirgantara tadi. Kepada Bung Karno, dengan nada prihatin, Edhi melaporkan kemandegan proyek tadi. Sekalipun pedestial atau tiang penyangga patung sudah selesai, tapi pekerjaan terancam mandeg, karena pemerintahan transisi tidak menggubrisnya. Di sisi lain, dalam status tahanan politik, dalam kondisi badan yang makin ringkih digerogoti sakit ginjalnya, Bung Karno keukeuh menuntaskan proyek terakhirnya.
Edhi sendiri tak sanggup meneruskan pekerjaan itu, mengingat dirinya pun sudah dililit utang untuk pekerjaan itu. Maklumlah, semua proyek pembuatan monumen yang ia kerjakan atas perintah Bung Karno, tidak menggunakan semacam dokumen perintah resmi negara. Murni soal kepercayaan.
Atas kondisi tersebut, Bung Karno lantas memanggil Edhi dan memberinya uang Rp 1,7 juta. Belakangan Edhi baru tahu, uang itu hasil penjualan mobil pribadi Bung Karno. Dengan uang itu, sekalipun belum cukup menutup semua biaya, Edhi langsung menuntaskan pengerjaan patung Dirgantara.
Alkisah… di pagi yang cerah, di hari Minggu tanggal 21 Juni 1970, Edhie sedang berada di puncak Tugu Dirgantara. Tiba-tiba, melintas iring-iringan mobil jenazah. Salah seorang pekerja di bawah sontak memberi tahu Edhi, bahwa yang barusan lewat adalah iring-iringan mobil jenazah… jenazah Bung Karno, sang penggagas Tugu Dirgantara.
Lemas lunglai Edhi demi mendengar berita itu. Ia pun langsung turun dari puncak Tugu Dirgantara, dan menyusul ke Blitar, memberi penghormatan terakhir kepada Putra Sang Fajar.
Belum usai duka berlalu, Edhi bersemangat menuntaskan amanat terakhir Bung Karno. Sekalipun pekerjaan itu meninggalkan utang negara. Sekalipun patung itu tidak pernah diresmikan oleh pemerintahan Soeharto. Tugu Dirgantara tegar berdiri, menggelorakan semangat, mengekspresikan wajah Gatotkaca. Wajah perkasa yang menyimpan duka di balik pembuatannya.
Quote:
Original Posted By ab4008cf►Wuihh...
Simbah buyut ane tuw..hohoho
Mbah eddy...
Beliau msih sehat smpai sekarang..
Rumahnya di jalan kaliurang depan hotel cakra kembang...
Simbah buyut ane tuw..hohoho
Mbah eddy...

Beliau msih sehat smpai sekarang..
Rumahnya di jalan kaliurang depan hotel cakra kembang...

4. Patung Pahlawan

Quote:
Nama plesetan : Patung Pak Tani dan Ibu tani
Patung ini dibuat buat ngasih penghargaan pada para pejuang kemerdekaan Indonesia, dilambangin dengan seorang laki-laki yang make caping, nyandang senapan dan lagi minta restu pada wanita yang ada disisinya untuk maju ke medan perang. Mungkin karena suka pake caping itu kali yaa orang-orang jadi bilangnya itu patung Pak Tani. Tapi katanya sih, patung ini juga simbolisasi gerakan politik petani.
Ide patung ini dimulai waktu Soekarno ke Moskow dan doi terkesan banget sama patung-patung yang ada disana. Kemudian Presiden Rusia saat itu ngenalin Soekarno ke seniman patung, Matvei Manizer dan anaknya Otto Manizer. Mereka pun diundang dateng ke Indonesia untuk ngebuat patung yang melambangkan semangat kemerdekaan. Disinilah kedua pematung itu berkelana dan nemuin legenda Jawa Barat yang berkisah tentang seorang Ibu yang mengiringi anaknya untuk pergi berperang. Sang Ibu ngasih semangat supaya memenangkan setiap peperangan dan selalu inget sama orang tua dan negaranya. Patung perunggu ini dibuat di Rusia dan dibawa ke Indonesia pake kapal laut, diresmikan tahun 1963 oleh Presiden Soekarno dan pada papan di monumen ini tertulis "Bangsa yang menghargai pahlawannya adalah bangsa yang besar".

Patung ini dibuat buat ngasih penghargaan pada para pejuang kemerdekaan Indonesia, dilambangin dengan seorang laki-laki yang make caping, nyandang senapan dan lagi minta restu pada wanita yang ada disisinya untuk maju ke medan perang. Mungkin karena suka pake caping itu kali yaa orang-orang jadi bilangnya itu patung Pak Tani. Tapi katanya sih, patung ini juga simbolisasi gerakan politik petani.
Ide patung ini dimulai waktu Soekarno ke Moskow dan doi terkesan banget sama patung-patung yang ada disana. Kemudian Presiden Rusia saat itu ngenalin Soekarno ke seniman patung, Matvei Manizer dan anaknya Otto Manizer. Mereka pun diundang dateng ke Indonesia untuk ngebuat patung yang melambangkan semangat kemerdekaan. Disinilah kedua pematung itu berkelana dan nemuin legenda Jawa Barat yang berkisah tentang seorang Ibu yang mengiringi anaknya untuk pergi berperang. Sang Ibu ngasih semangat supaya memenangkan setiap peperangan dan selalu inget sama orang tua dan negaranya. Patung perunggu ini dibuat di Rusia dan dibawa ke Indonesia pake kapal laut, diresmikan tahun 1963 oleh Presiden Soekarno dan pada papan di monumen ini tertulis "Bangsa yang menghargai pahlawannya adalah bangsa yang besar".
5. Patung Pemuda Membangun


Quote:
Nama plesetan :Pizza Man
, Patung Laki-laki bawa obor
Patung ini dibuat sebagai penghargaan untuk pemuda dan pemudi dalam keikut sertaannya pada pembangunan Indonesia. Patung ini dilambangin sama seorang pemuda gagah dan kuat sedang memegang piring berisi api yang tak pernah padam sebagai perwujudan semangat pembangunan yang tak pernah mati. Awalnya direncanain untuk diremiin di Hari Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1971, tapi karena pembangunan belum selesai akhirnya diresmiin pada bulan Maret 1972. Patung ini terletak di Bunderan Senayan, tempat strategis sebagai titik temu antara Senayan sebagai pintu gerbang Jakarta Pusat dengan area Jakarta Selatan.

Patung ini dibuat sebagai penghargaan untuk pemuda dan pemudi dalam keikut sertaannya pada pembangunan Indonesia. Patung ini dilambangin sama seorang pemuda gagah dan kuat sedang memegang piring berisi api yang tak pernah padam sebagai perwujudan semangat pembangunan yang tak pernah mati. Awalnya direncanain untuk diremiin di Hari Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1971, tapi karena pembangunan belum selesai akhirnya diresmiin pada bulan Maret 1972. Patung ini terletak di Bunderan Senayan, tempat strategis sebagai titik temu antara Senayan sebagai pintu gerbang Jakarta Pusat dengan area Jakarta Selatan.
BONUS
Spoiler for nih gan :
TS NOLAK

TS NERIMA

MINIMAL di


Spoiler for for ember:
wassalaam

* jangan lupa solat 5 waktu gan

Diubah oleh lanakllpejabatl 01-04-2014 15:56
0
6.8K
Kutip
20
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan