"Halo sayang, ini Ben. Aku mungkin tidak bisa mengunjungimu malam ini. Aku menemukan sedikit kegilaan di sini."
Setelah meninggalkan pesan untuk Rose, Ben Cameron menutup ponselnya.
Ya, hari ini Ben disuguhkan sebuah kasus pembunuhan yang membuat kepalanya pusing. Ben meraih cangkir kopi ke-3 dan mencoba kembali menganalisa kasus ini.
Spoiler for C A S E :
Ini tentang Marry T. Mayfield, seorang psikolog cantik meski telah berusia 44 tahun. Pagi ini ia ditemukan tewas di atas ranjang dengan bekas lilitan di lehernya. Ben hanya menemukan sebuah petunjuk di seprei.
Spoiler for K O D E:
Marry sepertinya mencoba menulis pesan sebelum ajalnya benar-benar lewat dari tenggorokan. Ben menemukan dua huruf D dan satu huruf I di sprei. Marry menulisnya dengan lipstick. Mungkin itu satu-satunya 'alat tulis' yg bisa ia jangkau saat itu. Dan mungkin cuma itu pula yang sempat ia tulis.
"Hanya 3 huruf? Yang benar saja." sesal Ben.
Korban ditemukan oleh Eiber (17), yang merupakan anak angkat korban.
Eiber mengatakan bahwa malam sebelum kematian korban, Marry diantar oleh temannya.
Setelah dikonfirmasi, didapatlah nama Duxter T. Walker (37) sahabat dekat Marry dan ia membenarkan malam itu mengantar Marry pulang.
Spoiler for Keterangan/kesaksian/dll:
Spoiler for Keterangan Duxter:
"Malam itu Marry mengajakku minum. Tapi aku menjamin kalau dia tidak sampai mabuk. Malam itu ia bercerita bahwa ia telah gagal dan mengalami depresi. Aku tidak tau apa masalahnya, karena Marry menolak menceritakan lebih lanjut. Aku mengantarnya pulang dan mampir sebentar, kira-kira pukul 23.30. Aku tidak bisa berlama-lama karena aku tahu Eiber dari dulu tidak menyukaiku. Aku beruntung malam itu tidak bertemu dengannya."
"Apa yang kau tahu tentang Eiber?" Tanya Ben.
"Yang aku tahu, Marry mengadopsinya saat Eiber masih berumur 12 tahun. Maaf, Marry seorang lesbian tapi dia juga tidak pernah punya kekasih. Marry selalu mengatakan bahwa ia mengadopsi Eiber karena ia ingin mencoba memperbaiki suatu hal. Jangan tanyakan apa, karena Marry tidak memberitahukanku.
Pertama bertemu Eiber, aku menangkap kesan dia seorang anak yang baik dan sopan. Ia pun selalu terlihat menyayangi Marry. Ia membereskan semua pekerjaan rumah meski Marry melarangnya. Tapi semenjak aku sering bertamu, ia seperti tak suka denganku. Aku tidak tau kenapa.
"Apa kau pernah melihat orang lain di rumah Marry?"
"Tidak. Tidak pernah kecuali Eiber," jawab Duxter yakin.
Spoiler for Keterangan Eiber:
"Pukul 7.00 pagi aku mengantarkan susu untuk Marry. Aku memang melakukannya setiap hari. Aku sangat menyayanginya. Ia telah mengadopsiku dari panti asuhan, merawatku dan memanjakanku. Meski terkadang Marry menanyakan hal-hal aneh yang aku tak mengerti. Dan jujur terkadang aku juga kesal saat Marry menolak kehadiran teman-temanku di rumah ini." Eiber memberikan keterangan. Matanya masih terlihat merah karena menangis kematian Marry.
"Teman? Apa malam itu mereka ada di sini?"
Eiber mengangguk.
"Boleh aku tahu teman-temanmu?" tanya Ben.
"Elyne dan Hardty. Mereka teman terbaikku. Elyne si cantik tapi usil. Dia tidak suka dibohongi. dan Hardty, dia seorang yang pemarah." jelas Eiber.
"Kenapa Marry tidak menyukai mereka?" tanya Ben lagi.
"Aku tak tau. Aku tak mengerti." Eiber menundukkan kepalanya.
"Dimana mereka sekarang? Boleh aku menemuinya? Pinta Ben.
"Mereka sedang pergi. Apakah kau mencurigai mereka?" Eiber balas bertanya.
"Jika kau punya seekor anjing, aku juga ingin menemuinya saat ini," jawab Ben.
"Kau benar-benar seorang detektif." Timpal Eiber dengan sedikit senyuman.
"Kau mengenal Duxter bukan? Bisa kau ceritakan sedikit tentang dia?" Ben melanjutkan.
"Aku benci dia. Cintanya pernah ditolak Marry. Dulu ia memang terlihat baik tapi, akhir-akhir ini ia sering mengantar Marry pulang larut malam. Itu telah membuatku kesepian. Dan Marry selalu pulang dengan wajah alkohol."
"Kesepian? Bukankah kau punya teman?" potong Ben.
"Benar. Tapi mereka tidak selalu ada."
Spoiler for Mungkin membantu:
Saat melihat-lihat kamar Eiber, Ben menemukan banyak pakaian perempuan dan jersey basket. Eiber pun menangkap keheranan di wajah Ben.
"Itu pakaian Elyne dan itu (jersey basket) milik Hardty." jelas Eiber.
Spoiler for kutipan:
"Ketika aku akan membuka sebuah pintu, yang aku pikirkan bukan siapa yang berada di baliknya tapi, bagaimana jika setelahnya ada dua atau tiga pintu lagi." [MR]
Ben tersentak dari tidurnya. Tiga cangkir kopi yang telah kosong, membuat meja kerjanya terlihat agak berantakan. Sementara, ada sebuah kasus yang belum juga menemui titik terang. Ben beringsut dari kursi. Entahlah, mungkin ia akan mengambil secangkir kopi lagi.
Kalau agan-agan terhibur dan tertantang dengan kasus si Ben Cameron ini, ane menapung dan titipan untuk si Ben
Kan kasian gan kalo dia minum kopi mulu. Yang ada ujung2nya dia ikutan mati
Just kidding gan
Ane lebih suka agan-agan ikut menganalisa kasus ini ketimbang cendol.
Salam
kasus ini original karya ane sendiri. No repost, No adaptasi, No copas. Kalau terkesan kacangan, maklum ane masih nubitah. Kalau kasusnya kepanjangan/bertele-tele ane mohon maaf karena tujuan ane ingin agan benar2 masuk ke dalam ceritanya.