- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Alasan Konyol Atas Batalnya Syuting Film JB di Indonesia


TS
hollywooddess
Alasan Konyol Atas Batalnya Syuting Film JB di Indonesia
Baca aja gan.. bahasanya ringan kok
Ini bukan sahibul hikayat atau sekadar imajinasi atas betapa dungunya birokrat kita menangani promosi pariwisata. Juga bukan mentang mentang May Huang menjadi simbol ikon pariwisata Indonesia.
Medio 1996 saya dihubungi oleh Nigel Goldsack, seorang teman lama dan bekerja di EON productions . Mereka tertarik untuk membuat film James Bond yang berjudul "Tomorrow Never Dies" di Indonesia dengan bintang Kanjeng cah bagus Pierce Brosnan yang jatmika. Mak jedug saya terhenyak tersandar di kursi. James Bond? Syuting di Indonesia? Ini bisa menjadi berita hebat. Maka berhubung waktu itu saya masih bekerja pada orang, maka berita ini saya laporkan kepada boss pemilik perusahaan.
Serangkaian meeting digelar bersama Executive Producer, Michael G Wilson yang terbang khusus dari London. Hunting lokasi di seluruh pelosok Indonesia. Direncanakan kapal perang Indonesia akan dicat menjadi Her Majesty Ship – british Navy – yang ngapung di selat sunda dengan latar belakang gunung Krakatau. Markas si penjahat bisa di gunung gunung Tana Toraja, atau sekitar candi candi Jawa Tengah. Ingat adegan James Bond meluncur melorot melalui banner dari puncak gedung imperium bisnis si penjahat? Tadinya direncanakan akan memakai Gedung Kota BNI di Jalan Sudirman. Tak ketinggalan James Bond mengendarai BMW canggih ciptaan Mr.Q akan kejar kejaran di seputaran kota tua Jakarta.
RCTI dan SCTV berlomba lomba meminta hak eksklusif penyiaran the making selama di Indonesia. Mata dunia akan serta merta mengunjungi Indonesia, tentu saja sektor pariwisata akan berbunga bunga. Promosi pariwisata bisa berjalan pararel dengan media film. Thailand menjadi bertambah ramai setelah syuting James Bond “Man with golden gun“. Menara Petronas menjadi popular ketika "The Entrapment" – Sean Connery dan Chaterine Zeta Jones – syuting disana. Kita tak akan pernah tahu exoticnya kepulauan Karibia tanpa melalui film film yang mengambil setting disana.
Namun Indonesia tetap ngindonesiana yang selalu ragu dan nggak mutu dalam melihat sebuah peluang emas. Gubernur Jakarta tidak pernah mengeluarkan perijinan untuk memakai ruang publik. Panglima Armada Barat lebih suka kapal perangnya yang tua karatan bersandar di pelabuhan Tanjung Priok – karena tidak ada dana operasional – daripada disewakan. Tentu saja puncaknya, top of the top, sambutan Dirjen Pariwisata waktu itu Bp. Andi Mapasameng yang menerima audiensi kita.
Dengan wajah yang kurang ramah, yang mungkin kurang tidur karena sibuk bagaimana meningkatkan kunjungan wisatawan ke Indonesia. Ekspresi wajahnya tetap datar, walau pihak London telah memaparkan akan menghabiskan biaya sekitar 70 juta dollar untuk budget produksi di sini. Dari biaya perijinan, lokasi, setting, peralatan, art department, termasuk penyerapan tenaga kerja lokal, katering, hotel, crew, figuran sampai tukang angkut.
Ujung ujungnya bapak dirjen nyeletuk – setelah diterjemahkan –
“Saya nggak suka tuh Film James Bond , tidak masuk akal ceritanya !“
“Kita adalah bangsa yang rasional dan selalu mengangkat cerita film berdasarkan aspek kehidupan nyata“
Gombalmukiyo bangsa yang rasional ! Mendadak saya mengkeret. Lemas, dan malu terhadap tamu tamu. Bukankah sebagai pengambil keputusan tertinggi di bawah Menteri, seharusnya beliau lebih ramah, dan kalau perlu kempus dan ndobos. Sebagai satrio pinilih bidang pariwisata, semestinya beliau sadar bahwa ini potensi luar biasa corong pariwisata Indonesia.
"Your country never change (negara Anda tidak berubah)
"begitu Nigel Goldsack saat melepas saya pada makan malam perpisahan di Regent Hotel – sekarang Four Seassion. Akhirnya mereka kembali syuting di Thailand dan Kamboja. Sampai sekarang setiap saya menonton James Bond, saya selalu trenyuh dan teringat kasus ini. Hilang sudah kesempatan melihat Michelle Yeoh – yang sekarang menjadi duta wisata Malaysia – secara langsung di sini. Siapa tahu kita bisa lebih dulu mencuri Michelle Yeoh menjadi duta wisata kita dengan slogannya yang dasyat "Truly Indonesia". Tapi tanpa dia setidaknya kini kita memiliki May Huang, toh sama sama berwajah orientalis.
Sumber
Film rasional nih
Eh salah
nih


Quote:
Ini bukan sahibul hikayat atau sekadar imajinasi atas betapa dungunya birokrat kita menangani promosi pariwisata. Juga bukan mentang mentang May Huang menjadi simbol ikon pariwisata Indonesia.
Medio 1996 saya dihubungi oleh Nigel Goldsack, seorang teman lama dan bekerja di EON productions . Mereka tertarik untuk membuat film James Bond yang berjudul "Tomorrow Never Dies" di Indonesia dengan bintang Kanjeng cah bagus Pierce Brosnan yang jatmika. Mak jedug saya terhenyak tersandar di kursi. James Bond? Syuting di Indonesia? Ini bisa menjadi berita hebat. Maka berhubung waktu itu saya masih bekerja pada orang, maka berita ini saya laporkan kepada boss pemilik perusahaan.
Serangkaian meeting digelar bersama Executive Producer, Michael G Wilson yang terbang khusus dari London. Hunting lokasi di seluruh pelosok Indonesia. Direncanakan kapal perang Indonesia akan dicat menjadi Her Majesty Ship – british Navy – yang ngapung di selat sunda dengan latar belakang gunung Krakatau. Markas si penjahat bisa di gunung gunung Tana Toraja, atau sekitar candi candi Jawa Tengah. Ingat adegan James Bond meluncur melorot melalui banner dari puncak gedung imperium bisnis si penjahat? Tadinya direncanakan akan memakai Gedung Kota BNI di Jalan Sudirman. Tak ketinggalan James Bond mengendarai BMW canggih ciptaan Mr.Q akan kejar kejaran di seputaran kota tua Jakarta.
RCTI dan SCTV berlomba lomba meminta hak eksklusif penyiaran the making selama di Indonesia. Mata dunia akan serta merta mengunjungi Indonesia, tentu saja sektor pariwisata akan berbunga bunga. Promosi pariwisata bisa berjalan pararel dengan media film. Thailand menjadi bertambah ramai setelah syuting James Bond “Man with golden gun“. Menara Petronas menjadi popular ketika "The Entrapment" – Sean Connery dan Chaterine Zeta Jones – syuting disana. Kita tak akan pernah tahu exoticnya kepulauan Karibia tanpa melalui film film yang mengambil setting disana.
Namun Indonesia tetap ngindonesiana yang selalu ragu dan nggak mutu dalam melihat sebuah peluang emas. Gubernur Jakarta tidak pernah mengeluarkan perijinan untuk memakai ruang publik. Panglima Armada Barat lebih suka kapal perangnya yang tua karatan bersandar di pelabuhan Tanjung Priok – karena tidak ada dana operasional – daripada disewakan. Tentu saja puncaknya, top of the top, sambutan Dirjen Pariwisata waktu itu Bp. Andi Mapasameng yang menerima audiensi kita.
Dengan wajah yang kurang ramah, yang mungkin kurang tidur karena sibuk bagaimana meningkatkan kunjungan wisatawan ke Indonesia. Ekspresi wajahnya tetap datar, walau pihak London telah memaparkan akan menghabiskan biaya sekitar 70 juta dollar untuk budget produksi di sini. Dari biaya perijinan, lokasi, setting, peralatan, art department, termasuk penyerapan tenaga kerja lokal, katering, hotel, crew, figuran sampai tukang angkut.
Ujung ujungnya bapak dirjen nyeletuk – setelah diterjemahkan –
“Saya nggak suka tuh Film James Bond , tidak masuk akal ceritanya !“
“Kita adalah bangsa yang rasional dan selalu mengangkat cerita film berdasarkan aspek kehidupan nyata“
Gombalmukiyo bangsa yang rasional ! Mendadak saya mengkeret. Lemas, dan malu terhadap tamu tamu. Bukankah sebagai pengambil keputusan tertinggi di bawah Menteri, seharusnya beliau lebih ramah, dan kalau perlu kempus dan ndobos. Sebagai satrio pinilih bidang pariwisata, semestinya beliau sadar bahwa ini potensi luar biasa corong pariwisata Indonesia.
"Your country never change (negara Anda tidak berubah)

Sumber
Quote:
Film rasional nih
Spoiler for rasional:

Eh salah

nih
Spoiler for rasional:


Diubah oleh hollywooddess 28-12-2012 11:06
0
14.3K
Kutip
189
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan