- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Kisah Yang Mengajak Agan Senantiasa Mencintai Istri dan Tidak Berpikir Poligami


TS
yoyokbagus
Kisah Yang Mengajak Agan Senantiasa Mencintai Istri dan Tidak Berpikir Poligami
Sebelumnya..

Ane sampein dulu nih..
Baca pelan-pelan gan... Biasakan menikmati bacaan di kaskus.. InsyaAllah tread ini bagus dan berguna bagi agan...
Oke ga usah panjang lebar. Cekibrot..
Steamboat Mountain pembunuh, dan sopir truk yang menyusuri jalan raya Alaska memperlakukannya dengan hormat, terutama di musim dingin. Tikungan dan belokan jalan di gunung itu dan tebingnya yang curam menukik tajam dari jalanan berlapis es. Tak terhitung truk dan sopir truk yang tersesat di situ dan masih banyak lagi yang diyakini akan mengikuti jejak terakhir mereka.
Dalam suatu perjalanan di jalan raya itu, aku bertemu dengan Royal Canadian Mounted Police (polisi kanada) dan beberapa mobil derek menarik sisa sebuah mobil menaiki tebing terjal. Aku memarkir trukku dan menghampiri sekelompok sopir truk yang diam mengawasi mobil hancur yang mulai muncul dari jurang.
Salah seorang polisi menghampiri kami dan berkata perlahan. "Saya minta maaf," katanya, "Sopirnya sudah meninggal saat kami menemukannya. Ia pasti melampaui jalan ini dua hari yang lalu waktu ada badai salju yang buruk. Tak terlihat banyak jejak. Untung kami melihat sinar matahari memantulkan logamnya."
Ia menggelengkan kepalanya perlahan dan merogoh saku mantelnya. "Ini.. Mungkin kalian sebaiknya membaca ini. Rupanya dia masih hidup beberapa jam sebelum mati kedinginan."
Aku belum pernah melihat polisi berlinangan air mata.
Aku selalu menyangka mereka sudah sering melihat kematian dan kesusahan sehingga mereka sudah kebal, tapi ia menghapus air mata saat ia menyerahkan surat itu kepadaku. Selagi aku membacanya, aku mulai menangis. Semua supir terdiam membaca kata-kata itu, lalu berjalan kembali ke truknya masing-masing. Kata-kata itu terpatri dalam ingatanku, dan sekarang, bertahun-tahun kemudian, surat itu masih terlihat jelas seakan aku memegangnya di hadapanku.
Aku ingin berbagi yang diceritakan surat itu dengan anda dan keluarga anda.
Desember, 1974
Istriku yang tercinta,
Tak ada orang yang ingin menulis surat seperti ini, tapi aku cukup beruntung memiliki kesempatan untuk mengatakan apa yang sering lupa kukatakan. Aku mencintaimu, Sayang.
Kamu sering berkelakar bahwa aku lebih mencintai truk daripada kamu karena aku lebih banyak menghabiskan waktu dengannya. Aku memang mencintai mesin ini - ia baik padaku. Ia menemaniku dalam masa sulit dan tempat yang sulit. Aku selalu dapat mengandalkannya dalam perjalanan panjang dan ia dapat melaju cepat. Ia tak pernah mengecewakanku.
Tapi, tahu tidak? Aku mencintaimu karena alasan yang sama. Kamu juga selalu menemaniku dalam waktu yang sulit dan tempat yang sulit.
Ingat truk kita yang pertama? Truk rongsokan yang selalu membuat kita bangkrut, tapi yang selalu mengumpulkan cukup uang untuk kita makan? Kamu harus mencari pekerjaan supaya kita dapat membayar sewa rumah dan bon tagihan. Setiap sen yang kuhasilkan dipakai untuk truk, sementara uangmu memberi kita makanan dan atap untuk bernaung.
Aku ingat aku pernah mengeluhkan truk itu, tapi aku tak pernah mendengarmu mengeluh waktu pulang kerja dengan lelah dan aku meminta uang darimu untuk pergi lagi. Seandainya pun kamu mengeluh, mungkin aku tak mendengarnya. Aku terlalu terlena oleh masalahku sendiri sehingga tak pernah memikirkan masalahmu.
Aku memikirkannya sekarang, semua yang kau korbankan untukku. Pakaian, liburan, pesta, teman. Kamu tak pernah mengeluh dan entah bagaimana aku tak pernah ingat untuk berterima kasih padamu untuk menjadi dirimu.
Saat aku duduk minum kopi bersama teman-teman, aku selalu membicarakan trukku, kendaraanku, pembayaranku.
Rupanya aku lupa bahwa kamu adalah mitraku meskipun kamu tak berada bersamaku.
Pengorbanan dan keteguhan hati dari pihakku dan dari pihakmu jugalah yang akhirnya membelikan kita truk baru.
Aku begitu bangga dengan truk itu hingga rasanya seperti ingin meledak. Aku bangga akan dirimu juga, tapi aku tak pernah mengatakannya. Aku menganggap kamu pasti sudah tahu, tapi andai aku melewatkan waktu untuk mengobrol denganmu sama banyaknya dengan untuk memoles trukku, mungkin aku akan mengatakannya.
Bertahun-tahun selama aku mendera aspal, aku selalu tahu doamu mengiringiku. Tapi kali ini doa ini tidak cukup. Aku cedera parah. Ini perjalananku yang terakhir dan aku ingin mengatakan semua yang seharusnya kukatakan sebelumnya. Hal yang terlupakan karena aku terlalu sibuk dengan truk dan pekerjaan.
Aku memikirkan ulang tahunmu dan ulang tahun pernikahan kita yang terlupakan. Drama sekolah dan pertandingan hoki yang kauhadiri sendirian karena aku sedang di jalanan. Aku memikirkan malam-malam sepi yang kau lewatkan seorang diri, bertanya-tanya di mana aku berada dan bagaimana keaadanmu. Aku memikirkan semua saat aku ingin meneleponmu hanya untuk menyapa tapi tak pernah jadi. Aku memikirkan perasaanku yang damai karena tahu kamu berada di rumah bersama anak-anak menungguku.
Tiap kali ada makan malam keluarga, kau selalu harus menghabiskan seluruh waktumu untuk menjelaskan kepada orang tuamu mengapa aku tak dapat hadir. Aku sibuk mengganti oli; aku sibuk mencari onderdil; aku sedang tidur karena harus berangkat pagi-pagi esoknya.
Selalu ada alasan, tapi rasanya sekarang alasan itu tak begitu penting. Waktu kita menikah, kamu tak tahu cara mengganti lampu. Tapi, setelah beberapa tahun, kamu mampu memperbaiki perapian selagi badai, sementara aku menunggu muatan di Florida. Kamu menjadi montir yang cukup baik, membantuku memperbaiki, dan aku bangga sekali akan dirimu waktu kamu melompat ke dalam truk dan mundur melindas semak mawar. Aku bangga akan dirimu saat aku masuk ke halaman dan melihatmu tidur di mobil menungguku. Apakah itu jam dua subuh atau jam dua siang, kamu selalu kelihatan seperti seorang bintang film bagiku. Kamu cantik sekali. Mungkin aku tak mengatakannya akhir-akhir ini, tapi kamu memang cantik. Aku banyak berbuat kesalahan dalam hidupku, tapi seandainya aku pernah mengambil satu keputusan bagus, itu adalah saat aku melamarmu. Kamu tak akan pernah bisa mengerti apa yang membuatku terus mengemudikan truk. Aku juga tak mengerti, tapi itulah cara hidupku. Masa susah, masa senang, kamu selalu ada. Aku mencintaimu, Sayang, dan aku mencintai anak-anak. Tubuhku sakit, tapi hatiku jauh lebih sakit. Kamu tak akan hadir saat aku mengakhiri perjalanan ini.
Untuk pertama kalinya sejak kita bersama, aku benar-benar sendirian dan aku takut. Aku sangat membutuhkanmu, dan aku tahu sudah terlambat.
Lucu juga ya, tapi yang kumiliki sekarang adalah truk ini. Truk terkutuk ini yang mengatur hidup kita begitu lama. Baja rongsok tempatku hidup selama bertahun-tahun. Tapi truk ini tak dapat membalas cintaku. Hanya kamu yang bisa.
Kamu beribu mil jauhnya, tapi aku merasakan dirimu bersamaku di sini. Aku dapat melihat wajahmu dan merasakan cintamu dan aku takut melakukan perjalanan terakhir ini sendirian.
Katakanlah pada anak-anak bahwa aku sangat mencintai mereka dan jangan ijinkan mereka bekerja sebagai supir truk. Mungkin cuma itu, Manis. Ya Tuhan, aku betul-betul mencintaimu. Jagalah dirimu dan ingatlah selalu bahwa aku mencintaimu melebihi segala yang ada dalam hidup ini. Aku cuma lupa mengatakannya.
Aku mencintaimu,
Bill
Pada tahun 1971 surat kabar New York Post menulis kisah nyata tentang seorang pria yang hidup di sebuah kota kecil di White Oak, Georgia, Amerika.
Pria ini menikahi seorang wanita yang cantik dan baik, sayangnya dia tidak pernah menghargai istrinya. Dia tidak menjadi seorang suami dan ayah yang baik. Dia sering pulang malam- malam dalam keadaan mabuk, lalu memukuli anak dan isterinya.
Satu malam dia memutuskan untuk mengadu nasib ke kota besar, New York. Dia mencuri uang tabungan isterinya, lalu dia naik bis menuju ke utara, ke kota besar, ke kehidupan yang baru. Bersama-sama beberapa temannya dia memulai bisnis baru. Untuk beberapa saat dia menikmati hidupnya. Sex, gambling, drug. Dia menikmati semuanya.
Bulan berlalu. Tahun berlalu. Bisnisnya gagal, dan ia mulai kekurangan uang. Lalu dia mulai terlibat dalam perbuatan kriminal. Ia menulis cek palsu dan menggunakannya untuk menipu uang orang. Akhirnya pada suatu saat naas, dia tertangkap. Polisi menjebloskannya ke dalam penjara, dan pengadilan menghukum dia tiga tahun penjara.
Menjelang akhir masa penjaranya, dia mulai merindukan rumahnya. Dia merindukan istrinya. Dia rindu keluarganya. Akhirnya dia memutuskan untuk menulis surat kepada istrinya, untuk menceritakan betapa menyesalnya dia. Bahwa dia masih mencintai isteri dan anak-anaknya. Dia berharap dia masih boleh kembali. Namun dia juga mengerti bahwa mungkin sekarang sudah terlambat, oleh karena itu ia mengakhiri suratnya dengan menulis, "Sayang, engkau tidak perlu menunggu aku.
Namun jika engkau masih ada perasaan padaku, maukah kau nyatakan? Jika kau masih mau aku kembali padamu, ikatkanlah sehelai pita kuning bagiku, pada satu-satunya pohon beringin yang berada di pusat kota. Apabila aku lewat dan tidak menemukan sehelai pita kuning, tidak apa-apa. Aku akan tahu dan mengerti. Aku tidak akan turun dari bis, dan akan terus menuju Miami. Dan aku berjanji aku tidak akan pernah lagi menganggu engkau dan anak-anak seumur hidupku."
Akhirnya hari pelepasannya tiba. Dia sangat gelisah. Dia tidak menerima surat balasan dari isterinya. Dia tidak tahu apakah isterinya menerima suratnya atau sekalipun dia membaca suratnya, apakah dia mau mengampuninya?
Dia naik bis menuju Miami, Florida, yang melewati kampung halamannya, White Oak. Dia sangat sangat gugup. Seisi bis mendengar ceritanya, dan mereka meminta kepada sopir bus itu, "Tolong, pas lewat White Oak, jalan pelan-pelan...kita mesti lihat apa yang akan terjadi..."
Hatinya berdebar-debar saat bis mendekati pusat kota White Oak. Dia tidak berani mengangkat kepalanya. Keringat dingin mengucur deras.
Akhirnya dia melihat pohon itu. Air mata menetas di matanya...
Dia tidak melihat sehelai pita kuning...
Tidak ada sehelai pita kuning....
Tidak ada sehelai......
Melainkan ada seratus helai pita-pita kuning....bergantungan di pohon beringin itu...Ooh...seluruh pohon itu dipenuhi pita kuning...!!!!!!!!!!!!
Kisah nyata ini menjadi lagu hits nomor satu pada tahun 1973 di Amerika.
Sang sopir langsung menelpon surat kabar dan menceritakan kisah ini. Seorang penulis lagu menuliskan kisah ini menjadi lagu, "Tie a Yellow Ribbon Around the Old Oak Tree", dan ketika album ini di-rilis pada bulan Februari 1973, langsung menjadi hits pada bulan April 1973.
I'm coming home I've done my time And I have to know what is or isn't mine. If you received my letter Telling you I'd soon be free Then you'd know just what to do If you still want me If you still want me Oh tie a yellow ribbon
'Round the old oak tree It's been three long years Do you still want me. If I don't see a yellow ribbon 'Round the old oak tree I'll stay on the bus, forget about us Put the blame on me If I don't see a yellow ribbon
'Round the old oak tree Bus driver please look for me 'Cause I couldn't bare to see what I might see I'm really still in prison And my love she holds the key A simple yellow ribbon's all I need to set me free I wrote and told her please
Oh tie a yellow ribbon 'Round the old oak tree It's been three long years
Do you still want me If I don't see a yellow ribbon 'Round the old oak tree I'll stay on the bus, forget about us Put the blame on me If I don't see a yellow ribbon 'Round the old oak tree Now the whole damn bus is cheering And I can't believe I see A hundred yellow ribbons 'Round the old, the old oak tree Tie a ribbon 'round the old oak tree Tie a ribbon 'round the old oak tree Tie a ribbon 'round the old oak tree Tie a ribbon 'round the old oak tree Tie a ribbon 'round the old oak tree Tie a ribbon 'round the old oak tree Tie a ribbon 'round the old oak tree Tie a ribbon 'round the old oak tree
Jangan lupa
Sebenarnya masih ada beberapa cerita lagi gan, Tapi Ane rasa itu cukup gan... Kalau banyak respon dan bagi agan2 menarik, serta agan sedikit berbagi cendol, akan ane update..
Suami saya adalah seorang yang sederhana, saya mencintai sifatnya yang alami dan saya menyukai perasaan hangat yang muncul di perasaan saya, ketika saya bersandar di bahunya yang bidang. Tiga tahun dalam masa perkenalan, dan dua tahun dalam masa pernikahan, saya harus akui, bahwa saya mulai merasa lelah, alasan-alasan saya mencintainya dulu telah berubah menjadi sesuatu yang menjemukan. Saya seorang wanita yang sentimentil dan benar-benar sensitif serta berperasaan halus. Saya merindukan saat-saat romantis seperti seorang anak yang menginginkan permen. Tetapi semua itu tidak pernah saya dapatkan.
Suami saya jauh berbeda dari yang saya harapkan. Rasa sensitif-nya kurang. Dan ketidakmampuannya dalam menciptakan suasana yang romantis dalam pernikahan kami telah mementahkan semua harapan saya akan cinta yang ideal.
Suatu hari, saya beranikan diri untuk mengatakan keputusan saya kepadanya, bahwa saya menginginkan perceraian.
"Mengapa?", tanya suami saya dengan terkejut.
"Saya lelah, kamu tidak pernah bisa memberikan cinta yang saya inginkan," jawab saya.
Suami saya terdiam dan termenung sepanjang malam di depan komputernya, tampak seolah-olah sedang mengerjakan sesuatu, padahal tidak.
Kekecewaan saya semakin bertambah, seorang pria yang bahkan tidak dapat mengekspresikan perasaannya, apalagi yang bisa saya harapkan darinya?
Dan akhirnya suami saya bertanya, "Apa yang dapat saya lakukan untuk merubah pikiran kamu?"
Saya menatap matanya dalam-dalam dan menjawab dengan pelan, "Saya punya pertanyaan, jika kau dapat menemukan jawabannya di dalam perasaan saya, saya akan merubah pikiran saya :
"Seandainya, saya menyukai setangkai bunga indah yg ada di tebing gunung. Kita berdua tahu jika kamu memanjat gunung itu, kamu akan mati.
Apakah kamu akan memetik bunga itu untuk saya?"
Dia termenung dan akhirnya berkata, "Saya akan memberikan jawabannya besok."
Perasaan saya langsung gundah mendengar responnya.
Keesokan paginya, dia tidak ada di rumah, dan saya menemukan selembar kertas dengan oret-oretan tangannya dibawah sebuah gelas
yang berisi susu hangat yang bertuliskan ......
"Sayang, saya tidak akan mengambil bunga itu untukmu, tetapi ijinkan saya untuk menjelaskan alasannya."
Kalimat pertama ini menghancurkan perasaan saya.
Saya melanjutkan untuk membacanya.
"Kamu selalu pegal-pegal pada waktu 'teman baik kamu' datang setiap bulannya, dan saya harus memberikan tangan saya untuk memijat kaki kamu yang pegal."
"Kamu senang diam di rumah, dan saya selalu kuatir kamu akan menjadi 'aneh'. Saya harus membelikan sesuatu yang dapat menghibur kamu di rumah atau meminjamkan lidah saya untuk menceritakan hal-hal lucu yang saya alami."
"Kamu selalu terlalu dekat menonton televisi, terlalu dekat membaca buku, dan itu tidak baik untuk kesehatan mata kamu. Saya harus menjaga mata saya agar ketika kita tua nanti, saya masih dapat menolong mengguntingkan kuku kamu dan mencabuti uban kamu."
"Tangan saya akan memegang tangan kamu, membimbing kamu menelusuri pantai, menikmati matahari pagi dan pasir yang indah. Menceritakan warna-warna bunga yang bersinar dan indah seperti cantiknya wajah kamu."
"Tetapi Sayang, saya tidak akan mengambil bunga indah yang ada di tebing gunung itu hanya untuk mati. Karena, saya tidak sanggup melihat air mata kamu mengalir.
"Sayang, saya tahu, ada banyak orang yang bisa mencintai kamu lebih dari saya mencintai kamu. Untuk itu Sayang, jika semua yang telah diberikan tangan saya, kaki saya, mata saya tidak cukup buat kamu, saya tidak bisa menahan kamu untuk mencari tangan, kaki, dan mata lain yang dapat membahagiakan kamu."
Air mata saya jatuh ke atas tulisannya dan membuat tintanya menjadi kabur, tetapi saya tetap berusaha untuk terus membacanya.
"Dan sekarang, Sayang, kamu telah selesai membaca jawaban saya.
Jika kamu puas dengan semua jawaban ini, dan tetap menginginkan saya untuk tinggal di rumah ini, tolong bukakan pintu rumah kita, saya sekarang sedang berdiri di sana menunggu jawaban kamu."
"Jika kamu tidak puas dengan jawaban saya ini, Sayang, biarkan saya masuk untuk membereskan barang-barang saya, dan saya tidak akan mempersulit hidup kamu. Percayalah, bahagia saya adalah bila kamu bahagia."
Saya segera berlari membuka pintu dan melihatnya berdiri di depan pintu dengan wajah penasaran sambil tangannya memegang susu dan roti kesukaan saya.
Oh, kini saya tahu, tidak ada orang yang pernah mencintai saya lebih dari dia mencintai saya.
Itulah cinta, di saat kita merasa cinta itu telah berangsur-angsur hilang dari perasaan kita, karena kita merasa dia tidak dapat memberikan cinta dalam wujud yang kita inginkan, maka cinta itu sesungguhnya telah hadir dalam wujud lain yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya.
Seringkali yang kita butuhkan adalah memahami wujud cinta dari pasangan kita, dan bukan mengharapkan wujud tertentu.
Karena cinta tidak selalu harus berwujud "bunga".
Oiya, sebelum baca, siapkan tisu ya gan, sist..


Ane sampein dulu nih..
Spoiler for "No Repost":

Spoiler for Perbedaan pandapat pada agan2::
Quote:
Quote:
Original Posted By kontrolBESAR►ane mewek gan,
ane mewek dulu deh kalo gitu,
tulus bener tu istri yang ngiketin pita kuning
ane mewek dulu deh kalo gitu,
tulus bener tu istri yang ngiketin pita kuning

Quote:
Original Posted By laviolife►yg pita kuning bikin terharu gan 

Quote:
Original Posted By zLdA11►yang supir truk menyentuh banget gan 

Quote:
Quote:
Original Posted By geroonainezz►yg terakhir....hiks...hiks.... syahdu.... 

Quote:
Original Posted By dirairawan►kisah supirt truk itu yang oaling mengharukan menurut ane 

Quote:
Original Posted By yudyud88►cerita yang supir truk bikin ane 
ane bukmak ah biar bisa ane tunjukin temen2 ane, biar pada tambah cinta sama istrinya

ane bukmak ah biar bisa ane tunjukin temen2 ane, biar pada tambah cinta sama istrinya

Terkadang sebagian kita yang telah mempunyai pasangan, terlintas pikiran untuk berselingkuh.
Banyak bekerja dan lupa akan sang istri di rumah
Merasa menyesal telah berpasangan dengan dia
Selalu melihat kekurangan pasangan
Lupa masa2 indah dulu saat Pacaran/PDKT
Padahal, sekali kita menikah, pantang untuk menyesalinya dan mutalk kita menghargai dan mencintai selalu Istri kita..
Kisah-kisah berikut mengajak agan untuk menghargai pasangan agan dan mengajak berulangkali berpikir untuk berselingkuh.
Banyak bekerja dan lupa akan sang istri di rumah
Merasa menyesal telah berpasangan dengan dia
Selalu melihat kekurangan pasangan
Lupa masa2 indah dulu saat Pacaran/PDKT
Padahal, sekali kita menikah, pantang untuk menyesalinya dan mutalk kita menghargai dan mencintai selalu Istri kita..
Kisah-kisah berikut mengajak agan untuk menghargai pasangan agan dan mengajak berulangkali berpikir untuk berselingkuh.
Bookmark tread ane ini. Suatu ketika agan berpikir untuk melakukan perbuatan yang menyakiti Istri agan, buka lagi tread ane ini..
Manjur pada Ane. Trust Me
Baca pelan-pelan gan... Biasakan menikmati bacaan di kaskus.. InsyaAllah tread ini bagus dan berguna bagi agan...
Oke ga usah panjang lebar. Cekibrot..
Spoiler for "Surat Terakhir sopir Truk":
Steamboat Mountain pembunuh, dan sopir truk yang menyusuri jalan raya Alaska memperlakukannya dengan hormat, terutama di musim dingin. Tikungan dan belokan jalan di gunung itu dan tebingnya yang curam menukik tajam dari jalanan berlapis es. Tak terhitung truk dan sopir truk yang tersesat di situ dan masih banyak lagi yang diyakini akan mengikuti jejak terakhir mereka.
Dalam suatu perjalanan di jalan raya itu, aku bertemu dengan Royal Canadian Mounted Police (polisi kanada) dan beberapa mobil derek menarik sisa sebuah mobil menaiki tebing terjal. Aku memarkir trukku dan menghampiri sekelompok sopir truk yang diam mengawasi mobil hancur yang mulai muncul dari jurang.
Salah seorang polisi menghampiri kami dan berkata perlahan. "Saya minta maaf," katanya, "Sopirnya sudah meninggal saat kami menemukannya. Ia pasti melampaui jalan ini dua hari yang lalu waktu ada badai salju yang buruk. Tak terlihat banyak jejak. Untung kami melihat sinar matahari memantulkan logamnya."
Ia menggelengkan kepalanya perlahan dan merogoh saku mantelnya. "Ini.. Mungkin kalian sebaiknya membaca ini. Rupanya dia masih hidup beberapa jam sebelum mati kedinginan."
Aku belum pernah melihat polisi berlinangan air mata.
Aku selalu menyangka mereka sudah sering melihat kematian dan kesusahan sehingga mereka sudah kebal, tapi ia menghapus air mata saat ia menyerahkan surat itu kepadaku. Selagi aku membacanya, aku mulai menangis. Semua supir terdiam membaca kata-kata itu, lalu berjalan kembali ke truknya masing-masing. Kata-kata itu terpatri dalam ingatanku, dan sekarang, bertahun-tahun kemudian, surat itu masih terlihat jelas seakan aku memegangnya di hadapanku.
Aku ingin berbagi yang diceritakan surat itu dengan anda dan keluarga anda.
Desember, 1974
Istriku yang tercinta,
Tak ada orang yang ingin menulis surat seperti ini, tapi aku cukup beruntung memiliki kesempatan untuk mengatakan apa yang sering lupa kukatakan. Aku mencintaimu, Sayang.
Kamu sering berkelakar bahwa aku lebih mencintai truk daripada kamu karena aku lebih banyak menghabiskan waktu dengannya. Aku memang mencintai mesin ini - ia baik padaku. Ia menemaniku dalam masa sulit dan tempat yang sulit. Aku selalu dapat mengandalkannya dalam perjalanan panjang dan ia dapat melaju cepat. Ia tak pernah mengecewakanku.
Tapi, tahu tidak? Aku mencintaimu karena alasan yang sama. Kamu juga selalu menemaniku dalam waktu yang sulit dan tempat yang sulit.
Ingat truk kita yang pertama? Truk rongsokan yang selalu membuat kita bangkrut, tapi yang selalu mengumpulkan cukup uang untuk kita makan? Kamu harus mencari pekerjaan supaya kita dapat membayar sewa rumah dan bon tagihan. Setiap sen yang kuhasilkan dipakai untuk truk, sementara uangmu memberi kita makanan dan atap untuk bernaung.
Aku ingat aku pernah mengeluhkan truk itu, tapi aku tak pernah mendengarmu mengeluh waktu pulang kerja dengan lelah dan aku meminta uang darimu untuk pergi lagi. Seandainya pun kamu mengeluh, mungkin aku tak mendengarnya. Aku terlalu terlena oleh masalahku sendiri sehingga tak pernah memikirkan masalahmu.
Aku memikirkannya sekarang, semua yang kau korbankan untukku. Pakaian, liburan, pesta, teman. Kamu tak pernah mengeluh dan entah bagaimana aku tak pernah ingat untuk berterima kasih padamu untuk menjadi dirimu.
Saat aku duduk minum kopi bersama teman-teman, aku selalu membicarakan trukku, kendaraanku, pembayaranku.
Rupanya aku lupa bahwa kamu adalah mitraku meskipun kamu tak berada bersamaku.
Pengorbanan dan keteguhan hati dari pihakku dan dari pihakmu jugalah yang akhirnya membelikan kita truk baru.
Aku begitu bangga dengan truk itu hingga rasanya seperti ingin meledak. Aku bangga akan dirimu juga, tapi aku tak pernah mengatakannya. Aku menganggap kamu pasti sudah tahu, tapi andai aku melewatkan waktu untuk mengobrol denganmu sama banyaknya dengan untuk memoles trukku, mungkin aku akan mengatakannya.
Bertahun-tahun selama aku mendera aspal, aku selalu tahu doamu mengiringiku. Tapi kali ini doa ini tidak cukup. Aku cedera parah. Ini perjalananku yang terakhir dan aku ingin mengatakan semua yang seharusnya kukatakan sebelumnya. Hal yang terlupakan karena aku terlalu sibuk dengan truk dan pekerjaan.
Aku memikirkan ulang tahunmu dan ulang tahun pernikahan kita yang terlupakan. Drama sekolah dan pertandingan hoki yang kauhadiri sendirian karena aku sedang di jalanan. Aku memikirkan malam-malam sepi yang kau lewatkan seorang diri, bertanya-tanya di mana aku berada dan bagaimana keaadanmu. Aku memikirkan semua saat aku ingin meneleponmu hanya untuk menyapa tapi tak pernah jadi. Aku memikirkan perasaanku yang damai karena tahu kamu berada di rumah bersama anak-anak menungguku.
Tiap kali ada makan malam keluarga, kau selalu harus menghabiskan seluruh waktumu untuk menjelaskan kepada orang tuamu mengapa aku tak dapat hadir. Aku sibuk mengganti oli; aku sibuk mencari onderdil; aku sedang tidur karena harus berangkat pagi-pagi esoknya.
Selalu ada alasan, tapi rasanya sekarang alasan itu tak begitu penting. Waktu kita menikah, kamu tak tahu cara mengganti lampu. Tapi, setelah beberapa tahun, kamu mampu memperbaiki perapian selagi badai, sementara aku menunggu muatan di Florida. Kamu menjadi montir yang cukup baik, membantuku memperbaiki, dan aku bangga sekali akan dirimu waktu kamu melompat ke dalam truk dan mundur melindas semak mawar. Aku bangga akan dirimu saat aku masuk ke halaman dan melihatmu tidur di mobil menungguku. Apakah itu jam dua subuh atau jam dua siang, kamu selalu kelihatan seperti seorang bintang film bagiku. Kamu cantik sekali. Mungkin aku tak mengatakannya akhir-akhir ini, tapi kamu memang cantik. Aku banyak berbuat kesalahan dalam hidupku, tapi seandainya aku pernah mengambil satu keputusan bagus, itu adalah saat aku melamarmu. Kamu tak akan pernah bisa mengerti apa yang membuatku terus mengemudikan truk. Aku juga tak mengerti, tapi itulah cara hidupku. Masa susah, masa senang, kamu selalu ada. Aku mencintaimu, Sayang, dan aku mencintai anak-anak. Tubuhku sakit, tapi hatiku jauh lebih sakit. Kamu tak akan hadir saat aku mengakhiri perjalanan ini.
Untuk pertama kalinya sejak kita bersama, aku benar-benar sendirian dan aku takut. Aku sangat membutuhkanmu, dan aku tahu sudah terlambat.
Lucu juga ya, tapi yang kumiliki sekarang adalah truk ini. Truk terkutuk ini yang mengatur hidup kita begitu lama. Baja rongsok tempatku hidup selama bertahun-tahun. Tapi truk ini tak dapat membalas cintaku. Hanya kamu yang bisa.
Kamu beribu mil jauhnya, tapi aku merasakan dirimu bersamaku di sini. Aku dapat melihat wajahmu dan merasakan cintamu dan aku takut melakukan perjalanan terakhir ini sendirian.
Katakanlah pada anak-anak bahwa aku sangat mencintai mereka dan jangan ijinkan mereka bekerja sebagai supir truk. Mungkin cuma itu, Manis. Ya Tuhan, aku betul-betul mencintaimu. Jagalah dirimu dan ingatlah selalu bahwa aku mencintaimu melebihi segala yang ada dalam hidup ini. Aku cuma lupa mengatakannya.
Aku mencintaimu,
Bill
Spoiler for "Ikatkan Sehelai Pita Kuning Bagiku":
Pada tahun 1971 surat kabar New York Post menulis kisah nyata tentang seorang pria yang hidup di sebuah kota kecil di White Oak, Georgia, Amerika.
Pria ini menikahi seorang wanita yang cantik dan baik, sayangnya dia tidak pernah menghargai istrinya. Dia tidak menjadi seorang suami dan ayah yang baik. Dia sering pulang malam- malam dalam keadaan mabuk, lalu memukuli anak dan isterinya.
Satu malam dia memutuskan untuk mengadu nasib ke kota besar, New York. Dia mencuri uang tabungan isterinya, lalu dia naik bis menuju ke utara, ke kota besar, ke kehidupan yang baru. Bersama-sama beberapa temannya dia memulai bisnis baru. Untuk beberapa saat dia menikmati hidupnya. Sex, gambling, drug. Dia menikmati semuanya.
Bulan berlalu. Tahun berlalu. Bisnisnya gagal, dan ia mulai kekurangan uang. Lalu dia mulai terlibat dalam perbuatan kriminal. Ia menulis cek palsu dan menggunakannya untuk menipu uang orang. Akhirnya pada suatu saat naas, dia tertangkap. Polisi menjebloskannya ke dalam penjara, dan pengadilan menghukum dia tiga tahun penjara.
Menjelang akhir masa penjaranya, dia mulai merindukan rumahnya. Dia merindukan istrinya. Dia rindu keluarganya. Akhirnya dia memutuskan untuk menulis surat kepada istrinya, untuk menceritakan betapa menyesalnya dia. Bahwa dia masih mencintai isteri dan anak-anaknya. Dia berharap dia masih boleh kembali. Namun dia juga mengerti bahwa mungkin sekarang sudah terlambat, oleh karena itu ia mengakhiri suratnya dengan menulis, "Sayang, engkau tidak perlu menunggu aku.
Namun jika engkau masih ada perasaan padaku, maukah kau nyatakan? Jika kau masih mau aku kembali padamu, ikatkanlah sehelai pita kuning bagiku, pada satu-satunya pohon beringin yang berada di pusat kota. Apabila aku lewat dan tidak menemukan sehelai pita kuning, tidak apa-apa. Aku akan tahu dan mengerti. Aku tidak akan turun dari bis, dan akan terus menuju Miami. Dan aku berjanji aku tidak akan pernah lagi menganggu engkau dan anak-anak seumur hidupku."
Akhirnya hari pelepasannya tiba. Dia sangat gelisah. Dia tidak menerima surat balasan dari isterinya. Dia tidak tahu apakah isterinya menerima suratnya atau sekalipun dia membaca suratnya, apakah dia mau mengampuninya?
Dia naik bis menuju Miami, Florida, yang melewati kampung halamannya, White Oak. Dia sangat sangat gugup. Seisi bis mendengar ceritanya, dan mereka meminta kepada sopir bus itu, "Tolong, pas lewat White Oak, jalan pelan-pelan...kita mesti lihat apa yang akan terjadi..."
Hatinya berdebar-debar saat bis mendekati pusat kota White Oak. Dia tidak berani mengangkat kepalanya. Keringat dingin mengucur deras.
Akhirnya dia melihat pohon itu. Air mata menetas di matanya...
Dia tidak melihat sehelai pita kuning...
Tidak ada sehelai pita kuning....
Tidak ada sehelai......
Melainkan ada seratus helai pita-pita kuning....bergantungan di pohon beringin itu...Ooh...seluruh pohon itu dipenuhi pita kuning...!!!!!!!!!!!!
Kisah nyata ini menjadi lagu hits nomor satu pada tahun 1973 di Amerika.
Sang sopir langsung menelpon surat kabar dan menceritakan kisah ini. Seorang penulis lagu menuliskan kisah ini menjadi lagu, "Tie a Yellow Ribbon Around the Old Oak Tree", dan ketika album ini di-rilis pada bulan Februari 1973, langsung menjadi hits pada bulan April 1973.
I'm coming home I've done my time And I have to know what is or isn't mine. If you received my letter Telling you I'd soon be free Then you'd know just what to do If you still want me If you still want me Oh tie a yellow ribbon
'Round the old oak tree It's been three long years Do you still want me. If I don't see a yellow ribbon 'Round the old oak tree I'll stay on the bus, forget about us Put the blame on me If I don't see a yellow ribbon
'Round the old oak tree Bus driver please look for me 'Cause I couldn't bare to see what I might see I'm really still in prison And my love she holds the key A simple yellow ribbon's all I need to set me free I wrote and told her please
Oh tie a yellow ribbon 'Round the old oak tree It's been three long years
Do you still want me If I don't see a yellow ribbon 'Round the old oak tree I'll stay on the bus, forget about us Put the blame on me If I don't see a yellow ribbon 'Round the old oak tree Now the whole damn bus is cheering And I can't believe I see A hundred yellow ribbons 'Round the old, the old oak tree Tie a ribbon 'round the old oak tree Tie a ribbon 'round the old oak tree Tie a ribbon 'round the old oak tree Tie a ribbon 'round the old oak tree Tie a ribbon 'round the old oak tree Tie a ribbon 'round the old oak tree Tie a ribbon 'round the old oak tree Tie a ribbon 'round the old oak tree
Jangan lupa

Sebenarnya masih ada beberapa cerita lagi gan, Tapi Ane rasa itu cukup gan... Kalau banyak respon dan bagi agan2 menarik, serta agan sedikit berbagi cendol, akan ane update..

Spoiler for "Kalau cerita ini untuk sista":
Suami saya adalah seorang yang sederhana, saya mencintai sifatnya yang alami dan saya menyukai perasaan hangat yang muncul di perasaan saya, ketika saya bersandar di bahunya yang bidang. Tiga tahun dalam masa perkenalan, dan dua tahun dalam masa pernikahan, saya harus akui, bahwa saya mulai merasa lelah, alasan-alasan saya mencintainya dulu telah berubah menjadi sesuatu yang menjemukan. Saya seorang wanita yang sentimentil dan benar-benar sensitif serta berperasaan halus. Saya merindukan saat-saat romantis seperti seorang anak yang menginginkan permen. Tetapi semua itu tidak pernah saya dapatkan.
Suami saya jauh berbeda dari yang saya harapkan. Rasa sensitif-nya kurang. Dan ketidakmampuannya dalam menciptakan suasana yang romantis dalam pernikahan kami telah mementahkan semua harapan saya akan cinta yang ideal.
Suatu hari, saya beranikan diri untuk mengatakan keputusan saya kepadanya, bahwa saya menginginkan perceraian.
"Mengapa?", tanya suami saya dengan terkejut.
"Saya lelah, kamu tidak pernah bisa memberikan cinta yang saya inginkan," jawab saya.
Suami saya terdiam dan termenung sepanjang malam di depan komputernya, tampak seolah-olah sedang mengerjakan sesuatu, padahal tidak.
Kekecewaan saya semakin bertambah, seorang pria yang bahkan tidak dapat mengekspresikan perasaannya, apalagi yang bisa saya harapkan darinya?
Dan akhirnya suami saya bertanya, "Apa yang dapat saya lakukan untuk merubah pikiran kamu?"
Saya menatap matanya dalam-dalam dan menjawab dengan pelan, "Saya punya pertanyaan, jika kau dapat menemukan jawabannya di dalam perasaan saya, saya akan merubah pikiran saya :
"Seandainya, saya menyukai setangkai bunga indah yg ada di tebing gunung. Kita berdua tahu jika kamu memanjat gunung itu, kamu akan mati.
Apakah kamu akan memetik bunga itu untuk saya?"
Dia termenung dan akhirnya berkata, "Saya akan memberikan jawabannya besok."
Perasaan saya langsung gundah mendengar responnya.
Keesokan paginya, dia tidak ada di rumah, dan saya menemukan selembar kertas dengan oret-oretan tangannya dibawah sebuah gelas
yang berisi susu hangat yang bertuliskan ......
"Sayang, saya tidak akan mengambil bunga itu untukmu, tetapi ijinkan saya untuk menjelaskan alasannya."
Kalimat pertama ini menghancurkan perasaan saya.
Saya melanjutkan untuk membacanya.
"Kamu selalu pegal-pegal pada waktu 'teman baik kamu' datang setiap bulannya, dan saya harus memberikan tangan saya untuk memijat kaki kamu yang pegal."
"Kamu senang diam di rumah, dan saya selalu kuatir kamu akan menjadi 'aneh'. Saya harus membelikan sesuatu yang dapat menghibur kamu di rumah atau meminjamkan lidah saya untuk menceritakan hal-hal lucu yang saya alami."
"Kamu selalu terlalu dekat menonton televisi, terlalu dekat membaca buku, dan itu tidak baik untuk kesehatan mata kamu. Saya harus menjaga mata saya agar ketika kita tua nanti, saya masih dapat menolong mengguntingkan kuku kamu dan mencabuti uban kamu."
"Tangan saya akan memegang tangan kamu, membimbing kamu menelusuri pantai, menikmati matahari pagi dan pasir yang indah. Menceritakan warna-warna bunga yang bersinar dan indah seperti cantiknya wajah kamu."
"Tetapi Sayang, saya tidak akan mengambil bunga indah yang ada di tebing gunung itu hanya untuk mati. Karena, saya tidak sanggup melihat air mata kamu mengalir.
"Sayang, saya tahu, ada banyak orang yang bisa mencintai kamu lebih dari saya mencintai kamu. Untuk itu Sayang, jika semua yang telah diberikan tangan saya, kaki saya, mata saya tidak cukup buat kamu, saya tidak bisa menahan kamu untuk mencari tangan, kaki, dan mata lain yang dapat membahagiakan kamu."
Air mata saya jatuh ke atas tulisannya dan membuat tintanya menjadi kabur, tetapi saya tetap berusaha untuk terus membacanya.
"Dan sekarang, Sayang, kamu telah selesai membaca jawaban saya.
Jika kamu puas dengan semua jawaban ini, dan tetap menginginkan saya untuk tinggal di rumah ini, tolong bukakan pintu rumah kita, saya sekarang sedang berdiri di sana menunggu jawaban kamu."
"Jika kamu tidak puas dengan jawaban saya ini, Sayang, biarkan saya masuk untuk membereskan barang-barang saya, dan saya tidak akan mempersulit hidup kamu. Percayalah, bahagia saya adalah bila kamu bahagia."
Saya segera berlari membuka pintu dan melihatnya berdiri di depan pintu dengan wajah penasaran sambil tangannya memegang susu dan roti kesukaan saya.
Oh, kini saya tahu, tidak ada orang yang pernah mencintai saya lebih dari dia mencintai saya.
Itulah cinta, di saat kita merasa cinta itu telah berangsur-angsur hilang dari perasaan kita, karena kita merasa dia tidak dapat memberikan cinta dalam wujud yang kita inginkan, maka cinta itu sesungguhnya telah hadir dalam wujud lain yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya.
Seringkali yang kita butuhkan adalah memahami wujud cinta dari pasangan kita, dan bukan mengharapkan wujud tertentu.
Karena cinta tidak selalu harus berwujud "bunga".
Oiya, sebelum baca, siapkan tisu ya gan, sist..
Spoiler for Thxs to agan2 sista yang ngasih cendol dan abu:

Diubah oleh yoyokbagus 20-12-2013 10:50


tien212700 memberi reputasi
1
17.7K
Kutip
170
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan