- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Mana yang patut didukung? dr. Ayu vs putusan MA


TS
re2may
Mana yang patut didukung? dr. Ayu vs putusan MA
Langsung aja gan, ane yakin semua pada tau kasus dr. Ayu. kalau ada yang belum tau silakan main2 ke BP, banyak tuh tritnya.
Ane membuat trit ini tidak bertujuan untuk memihak pada siapapun, ane cuma ingin tau mana yang menurut agan2 sekalian yg lebih masuk akal:
Dr. Ayu tidak bersalahatau MA sudah benar
Profesi sebagai seorang dokter memang tidak mudah, hidup dan mati seseorang banyak tergantung dr tindakan seorang dokter saat membuat keputusan medis (hasil akhirnya ttp di tangan Tuhan).
Disisi lain, MA membuat keputusan vonis bersalah kepada dr. Ayu dan rekan2 berdasar pada materi dan bukti dakwaan di pengadilan, MA sebagai lembaga peradilan tinggi negara berusaha memberikan yang terbaik saat membuat keputusan, lepas dari manusia itu tempatnya lalai dan salah.
Kemarin, dokter melakukan aksi mogok menuntut PK pada MA, terakhir para dokter ini mengancam untuk melakukan Defensive Medicine.
Hasil akhir memang ada di tangan Tuhan, dokter hanya melakukan yg terbaik untuk menyelamatkan pasien. Namun, dokterpun adalah profesi yang memiliki kewajiban untuk patuh pada hukum.
Saat terjadi dugaan malpraktik, menurut ane yg mesti dijadikan fokus adalah SOP.
ya SOP, semua pekerjaan di dunia ini memiliki SOP.
Saat terjadi penyimpangan terhadap pelaksanaan SOP, baik sengaja maupun tidak sengaja, ataupun melakukan tindakan jalan pintas, ini akan mengakibatkan penyimpangan pada hasil akhir.
Ane membuat trit ini tidak bertujuan untuk memihak pada siapapun, ane cuma ingin tau mana yang menurut agan2 sekalian yg lebih masuk akal:
Dr. Ayu tidak bersalahatau MA sudah benar
Sebagai dasar pikiran ane membuat trit ini:
Quote:
Spoiler for Pikiran Ane:
Profesi sebagai seorang dokter memang tidak mudah, hidup dan mati seseorang banyak tergantung dr tindakan seorang dokter saat membuat keputusan medis (hasil akhirnya ttp di tangan Tuhan).
Disisi lain, MA membuat keputusan vonis bersalah kepada dr. Ayu dan rekan2 berdasar pada materi dan bukti dakwaan di pengadilan, MA sebagai lembaga peradilan tinggi negara berusaha memberikan yang terbaik saat membuat keputusan, lepas dari manusia itu tempatnya lalai dan salah.
Kemarin, dokter melakukan aksi mogok menuntut PK pada MA, terakhir para dokter ini mengancam untuk melakukan Defensive Medicine.
Spoiler for Pikiran Ane:
Hasil akhir memang ada di tangan Tuhan, dokter hanya melakukan yg terbaik untuk menyelamatkan pasien. Namun, dokterpun adalah profesi yang memiliki kewajiban untuk patuh pada hukum.
Saat terjadi dugaan malpraktik, menurut ane yg mesti dijadikan fokus adalah SOP.
ya SOP, semua pekerjaan di dunia ini memiliki SOP.
Saat terjadi penyimpangan terhadap pelaksanaan SOP, baik sengaja maupun tidak sengaja, ataupun melakukan tindakan jalan pintas, ini akan mengakibatkan penyimpangan pada hasil akhir.
Sebagai referensi 1:
Quote:
Original Posted By re2may►
JAKARTA - Ratusan dokter hari ini melakukan aksi solidaritas dengan melakukan longmarch menuju Gedung Mahkamah Agung (MA), guna memprotes dugaan kriminalisasi terhadap dr Dewa Ayu Sasiary Prawani dan dr Hendry Simanjuntak. Mereka sudah kumpul sejak pukul 08.00 WIB tadi di Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat.
"Ini tujuannya satu, yaitu solidaritas. Apa yang dilakukan dr Ayu sudah sesuai SOP, bukan malapraktik," ujar salah seorang dokter umum yang enggan disebutkan namanya saat ditemui di lokasi, Rabu (27/11/2013).
Dokter yang mengaku berdinas di Depok, Jawa Barat, itu mengaku cukup tergerak hatinya untuk ikut berunjuk rasa sebagai solidaritas seprofesi.
"Dalam SOP lalu terjadi komunikasi dan selama sesuai dengan SOP, sudah diuji, sudah diperhitungan, efek samping seperti apa. Sebelum melakukan kita memberitahukan apa yang terjadi. Jadi, bukan hasil akhir yang diderita," paparnya.
Dia berharap kasus kriminalisasi terhadap dokter ke depannya tidak terjadi lagi. "Ke depan tidak ada lagi dokter yang dikriminalisasi," ujarnya sambil terus melanjutkan longmarch.
Sementara itu, imbas aksi longmarch para dokter ini, arus lalu lintas di Jalan MH Thamrin mengarah ke Bundaran HI agak tersendat lantaran sejumlah dokter melakukan aksi bagi-bagi bunga kepada pengendara yang melewati jalan tersebut. Aksi ini mendapat pengawalan puluhan aparat Kepolisian.
Liputan6.com, Pengacara O.C. Kaligis mengajukan peninjauan kembali (PK) terhadap kliennya, Dewa Ayu Sasiary Prawarni, dokter di RS Malalayang Manado, Sulawesi Utara, terkait dengan kasus dugaan malapraktik.
"Kami sudah siapkan permohonan PK dan dalam waktu dekan diajukan atas putusan hakim Mahkamah Agung (MA) yang mengandung kekhilafan dan kekeliruan nyata," kata O.C. Kaligis di Jakarta, seperti dikutip dari Antara, Senin (25/11/2013).
Pernyataan tersebut terkait dengan kliennya, Dewa Ayu Sasiary Parwarni, yang bertugas di RS Malalayang Manado bersama dokter lainnya, yakni Hendry Simanjuntak, menanggani persalinan pasien bernama Siska Makatey.
Namun, pada tanggal 10 April 2010 pukul 22.00 WITA tim dokter melakukan operasi "Cito Secsio Sesario" (persalinan dengan tindakan sesar secara darurat) terhadap pasien, padahal pukul 18.00 WITA setelah diperiksa masih belum melahirkan secara normal.
Dalam operasi tersebut tidak harus dilakukan pemeriksaan pendukung karena bersifat darurat, cepat, dan segera sehingga tidak diperlukan persetujuan pasien atau keluarga. Bila tidak dilakukan operasi, bayi kemungkinan besar meninggal dunia.
Setelah operasi itu dilakukan, maka bayi lahir dengan selamat. Akan tetapi, beberapa saat pasien mengalami komplikasi dan akhirnya meninggal dunia.
Kaligis mengatakan bahwa orang tua korban melakukan tindakan hukum dan disidang di PN Manado dengan dakwaan dugaan malapraktik.
Kemudian, hakim PN Manado mengeluarkan putusan No.90/PID.B/2011/PN.MDO menyatakan bahwa Dewa Ayu Sasiary Prawarni dengan hukuman bebas. Maka, jaksa melakukan kasasi.
Belakangan ini turun putusan MA dengan No.365/Pid/2012 yang menghukum Dewa Ayu dengan pidana penjara 10 bulan.
Kaligis mengutip ahli Dr. Marhady Saleh sesuai dengan putusan PN Manado bahwa udara yang masuk ke jantung korban adalah terjadi di luar dugaan dan tidak dapat diprediksi sebelumnya. Hal itu bukan merupakan kelalaian karena dalam praktik tidak menyalahi standar operasional prosedur (SOP).
Dalam menangani pasien, dokter yang menanggani operasi tersebut telah sesuai dengan Pasal 13 Kode Etik Kedokteran, yakni dokter wajib melaksanakan pertolongan darurat sebagai suatu tugas peri kemanusiaan.
Sesuai dengan putusan PN Manado itu, tim dokter yang menanggani pasien tersebut tidak terbukti bersalah dalam dugaan tindak pidana Pasal 359 KUHP dan Pasal 361 KUHP juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Akibat putusan MA tersebut, sejumlah dokter di Manado melakukan aksi unjuk rasa dan mereka prihatin karena telah melaksanakan tugas sesuai dengan SOP dan Kode Etik Kedokteran.
Meski telah menunjukkan totalitas dalam melayani masyarakat, masih dituduh melakukan suatu tindakan pidana.
TRIBUNNEWS.COM, MANADO - Satu demi satu, dokter yang menangani pasien Siska Makelty hingga meninggal dunia ditangkap.
Setelah lama menjadi buron, dr Dewa Ayu Sasiary Prawarni Sp OG dan dr Hendry Simanjuntak Sp OG akhirnya dieksekusi jaksa di dua tempat yang berbeda berselang sekitar tiga pekan. Kini, jaksa masih memburu dr Hendy Siagian Sp OG.
Mereka sebelumnya masuk dalam daftar pencarian orang (DPO), pascaputusan kasasi yang telah berkekuatan hukum tetap dari majelis kasasi Mahkamah Agung (MA). Adalah hakim agung Artidjo Alkostar, Dudu Duswara dan Sofyan Sitompul yang menjatuhi para dokter itu vonis bersalah.
Ketiga dokter itu, sempat dibebaskan oleh majelis hakim tingkat pertama di Pengadilan Negeri Manado. Majelis hakim menyatakan, tiga dokter spesialis itu tidak terbukti melakukan kelalaian. Namun, oleh majelis kasasi, putusan itu dibatalkan.
Bagaimana putusan kasasi tersebut? Artidjo dan dua hakim anggotanya menemukan kekeliruan penafsiran oleh hakim PN Manado. Majelis menyatakan, tiga dokter itu terbukti melakukan kesalahan seperti diatur dalam Pasal 359 KUHP. Maka, majelis kasasi menjatuhkan hukuman kepada tiga dokter muda itu pidana penjara masing-masing 10 bulan.
"Menyatakan para terdakwa dr Dewa Ayu Sasiary Prawani, dr Hendry Simanjuntak dan dr Hendy Siagian telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana 'perbuatan yang karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain," demikian bunyi putusan kasasi seperti dimuat di laman MA.
Dalam putusan, majelis kasasi menemukan kesalahan yang dilakukan dr Ayu dan dua koleganya. Kesalahan para dokter itu, menurut hakim, yakni tidak mempertimbangkan hasil rekam medis dari puskesmas yang merujuk Siska Makatey.
Rekam medis itu menyatakan, saat masuk Rumah Sakit (RS) Prof RF Kandou, Malalayang, Manado, keadaan Siska Makatey adalah lemah. Selain itu, status penyakitnya adalah berat.
Kesalahan kedua, seperti dalam pertimbangan majelis kasasi, sebelum menjalankan operasi darurat kelahiran atau cito secsio sesaria, ketiga dokter itu tidak pernah menyampaikan kepada keluarga pasien setiap risiko dan kemungkinan yang bakal terjadi, termasuk risiko kematian.
Dalam dakwaan jaksa bahkan dijelaskan, tanda tangan Siska yang tertera dalam surat persetujuan pelaksanaan operasi berbeda dengan tanda tangan Siska pada kartu tanda penduduk (KTP) dan Kartu Askes-nya. Dokter Hendy-lah yang bertanggung jawab untuk meminta tanda tangan Siska.
Kesalahan ketiga, para dokter itu melakukan kelalaian yang menyebabkan udara masuk ke dalam bilik kanan jantung Siska. Hal itu menghambat aliran darah yang masuk ke paru-paru hingga terjadi kegagalan fungsi jantung. Berefek domino, hal itu mengakibatkan kegagalan fungsi jantung.
Dalam dakwaannya, jaksa menjabarkan, sebelum melakukan operasi, dokter tidak melakukan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan jantung dan foto rontgen dada. Padahal, sebelum dibius, tekanan darah Siska tergolong tinggi, yaitu mencapai 160/70.
Pemeriksaan jantung baru dilakukan pascaoperasi dilaksanakan. Dari pemeriksaan itu disimpulkan Siska mengalami kelainan irama jantung. Denyut nadi Siska, pascaoperasi mencapai 180 kali per menit.
Hal itu, pertanda bahwa pada jantung pasien terjadi kegagalan akut karena terjadi emboli, yaitu penyumbatan pembuluh darah oleh suatu bahan seperti darah, air ketuban, udara, lemah atau trombus.
Menurut saksi Najoan Nan Warouw, Konsultan Jaga Bagian Kebidanan dan Penyakit Kandungan yang bertugas saat operasi dilaksanakan, keadaan yang dialami Siska pasti menyebabkan kematian.
"Selanjutnya, korban dinyatakan meninggal dunia oleh bagian penyakit dalam," kata memori kasasi jaksa.
Majelis kasasi menilai, kesalahan itu mempunyai hubungan sebab dan akibat dengan meninggalnya Siska. "Perbuatan para terdakwa mempunyai hubungan kausal dengan meninggalnya Siska Makatey," kata majelis kasasi dalam putusan.
Dalam pertimbangan majelis kasasi, hal yang meringankan dr Ayu dan kawan-kawan, yakni saat melakukan operasi, ketiganya masih menempuh pendidikan pada Program Pendidikan Dokter Spesialis Universitas Sam Ratulangi Manado. Artinya, saat melakukan operasi itu, tiga dokter itu belum menjadi dokter spesialis kandungan, meski kini sudah.
Akibat putusan MA itu, para dokter yang tergabung di beberapa organisasi profesi dokter menyampaikan protes dengan mogok praktik hari ini. Meski demikian, anggota majelis kasasi Sofyan Sitompul bergeming. Pasalnya, putusan kasasi memang bersifat final dan mengikat. "Sudah adil. Sudah sesuai," katanya, Selasa (26/11/2013).
TEMPO.CO, Jakarta - Aksi solidaritas dari ribuan dokter yang akan melakukan longmarch dari Tugu Proklamasi, Bundaran Hotel Indonesia, dan ke kantor Mahkamah Agung pada Rabu, 27 November 2013 menyedot perhatian masyarakat. Aksi ini dipicu oleh vonis Mahkamah Agung yang menghukum dokter Dewa Ayu Sasiary Prawan, 38 tahun, beserta dua koleganya. Mereka divonis 10 bulan penjara.
Kasus dokter Ayu dan kawan-kawan berawal dari meninggalnya pasien yang mereka tangani, Julia Fransiska Maketey, di Rumah Sakit R.D. Kandou Malalayang, Manado, Sulawesi Utara, pada 10 April 2010. Keluarga Julia menggugat ke pengadilan negeri. Hasilnya, Ayu dan kedua rekannya dinyatakan tidak bersalah. Namun, di tingkat kasasi, ketiga dokter itu divonis 10 bulan penjara. (Baca: IDI Yogyakarta Desak Ada Peradilan Profesi)
Majelis hakim kasasi memvonis Dewa Ayu Sasiary serta dua rekannya, Hendy Siagian dan Hendry Simanjuntak, bersalah saat menangani Julia Fransiska Maketey. Julia akhirnya meninggal saat melahirkan. Berikut ini pertimbangan majelis kasasi seperti yang tercantum dalam putusan yang dirumuskan dalam sidang 18 September 2012. (Baca juga Malpraktek atau Tidak dr Ayu? Lihat Empat Poin Ini)
1. Julia dinyatakan dalam keadaan darurat pada pukul 18.30 Wita, padahal seharusnya dinyatakan darurat sejak ia masuk rumah sakit pada pagi hari.
2. Sebagian tindakan medis Ayu dan rekan-rekannya tidak dimasukkan ke rekam medis.
3. Ayu tidak mengetahui pemasangan infus dan jenis obat infus yang diberikan kepada korban.
4. Meski Ayu menugasi Hendy memberi tahu rencana tindakan kepada pasien dan keluarganya, Hendy tidak melakukannya. Ia malah menyerahkan lembar persetujuan tindakan yang telah ditandatangani Julia kepada Ayu, tapi ternyata tanda tangan di dalamnya palsu.
5. Tidak ada koordinasi yang baik dalam tim Ayu saat melakukan tindakan medis.
6. Tidak ada persiapan jika korban mendadak mengalami keadaan darurat.
Tuduhan itu dinilai tak berdasar oleh O.C. Kaligis pengacara dokter Ayu. O.C. Kaligis menilai putusan Mahkamah Agung tak berdasar. Dalam persidangan di pengadilan negeri, kata Kaligis, sudah dihadirkan saksi ahli kedokteran yang menyatakan Ayu dan dua rekannya tak melakukan kesalahan prosedural. Para saksi itu antara lain Reggy Lefran, dokter kepala bagian jantung Rumah Sakit Profesor Kandou Malalayang; Murhady Saleh, dokter spesialis obygin Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto, Jakarta; dan dokter forensik Johanis.
Mahkamah Kode Etik Kedokteran (MKEK) Pusat sudah menyidang dr. Ayu. Hasil sidang, dokter Ayu tidak melanggar kode etik.
Spoiler for Dokter Ayu Tidak Bersalah:
Spoiler for Dokter Ayu Tak Lakukan Malapraktik!:
JAKARTA - Ratusan dokter hari ini melakukan aksi solidaritas dengan melakukan longmarch menuju Gedung Mahkamah Agung (MA), guna memprotes dugaan kriminalisasi terhadap dr Dewa Ayu Sasiary Prawani dan dr Hendry Simanjuntak. Mereka sudah kumpul sejak pukul 08.00 WIB tadi di Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat.
"Ini tujuannya satu, yaitu solidaritas. Apa yang dilakukan dr Ayu sudah sesuai SOP, bukan malapraktik," ujar salah seorang dokter umum yang enggan disebutkan namanya saat ditemui di lokasi, Rabu (27/11/2013).
Dokter yang mengaku berdinas di Depok, Jawa Barat, itu mengaku cukup tergerak hatinya untuk ikut berunjuk rasa sebagai solidaritas seprofesi.
"Dalam SOP lalu terjadi komunikasi dan selama sesuai dengan SOP, sudah diuji, sudah diperhitungan, efek samping seperti apa. Sebelum melakukan kita memberitahukan apa yang terjadi. Jadi, bukan hasil akhir yang diderita," paparnya.
Dia berharap kasus kriminalisasi terhadap dokter ke depannya tidak terjadi lagi. "Ke depan tidak ada lagi dokter yang dikriminalisasi," ujarnya sambil terus melanjutkan longmarch.
Sementara itu, imbas aksi longmarch para dokter ini, arus lalu lintas di Jalan MH Thamrin mengarah ke Bundaran HI agak tersendat lantaran sejumlah dokter melakukan aksi bagi-bagi bunga kepada pengendara yang melewati jalan tersebut. Aksi ini mendapat pengawalan puluhan aparat Kepolisian.
Spoiler for Pengacara OC Kaligis Ajukan PK untuk Dokter Ayu:
Liputan6.com, Pengacara O.C. Kaligis mengajukan peninjauan kembali (PK) terhadap kliennya, Dewa Ayu Sasiary Prawarni, dokter di RS Malalayang Manado, Sulawesi Utara, terkait dengan kasus dugaan malapraktik.
"Kami sudah siapkan permohonan PK dan dalam waktu dekan diajukan atas putusan hakim Mahkamah Agung (MA) yang mengandung kekhilafan dan kekeliruan nyata," kata O.C. Kaligis di Jakarta, seperti dikutip dari Antara, Senin (25/11/2013).
Pernyataan tersebut terkait dengan kliennya, Dewa Ayu Sasiary Parwarni, yang bertugas di RS Malalayang Manado bersama dokter lainnya, yakni Hendry Simanjuntak, menanggani persalinan pasien bernama Siska Makatey.
Namun, pada tanggal 10 April 2010 pukul 22.00 WITA tim dokter melakukan operasi "Cito Secsio Sesario" (persalinan dengan tindakan sesar secara darurat) terhadap pasien, padahal pukul 18.00 WITA setelah diperiksa masih belum melahirkan secara normal.
Dalam operasi tersebut tidak harus dilakukan pemeriksaan pendukung karena bersifat darurat, cepat, dan segera sehingga tidak diperlukan persetujuan pasien atau keluarga. Bila tidak dilakukan operasi, bayi kemungkinan besar meninggal dunia.
Setelah operasi itu dilakukan, maka bayi lahir dengan selamat. Akan tetapi, beberapa saat pasien mengalami komplikasi dan akhirnya meninggal dunia.
Kaligis mengatakan bahwa orang tua korban melakukan tindakan hukum dan disidang di PN Manado dengan dakwaan dugaan malapraktik.
Kemudian, hakim PN Manado mengeluarkan putusan No.90/PID.B/2011/PN.MDO menyatakan bahwa Dewa Ayu Sasiary Prawarni dengan hukuman bebas. Maka, jaksa melakukan kasasi.
Belakangan ini turun putusan MA dengan No.365/Pid/2012 yang menghukum Dewa Ayu dengan pidana penjara 10 bulan.
Kaligis mengutip ahli Dr. Marhady Saleh sesuai dengan putusan PN Manado bahwa udara yang masuk ke jantung korban adalah terjadi di luar dugaan dan tidak dapat diprediksi sebelumnya. Hal itu bukan merupakan kelalaian karena dalam praktik tidak menyalahi standar operasional prosedur (SOP).
Dalam menangani pasien, dokter yang menanggani operasi tersebut telah sesuai dengan Pasal 13 Kode Etik Kedokteran, yakni dokter wajib melaksanakan pertolongan darurat sebagai suatu tugas peri kemanusiaan.
Sesuai dengan putusan PN Manado itu, tim dokter yang menanggani pasien tersebut tidak terbukti bersalah dalam dugaan tindak pidana Pasal 359 KUHP dan Pasal 361 KUHP juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Akibat putusan MA tersebut, sejumlah dokter di Manado melakukan aksi unjuk rasa dan mereka prihatin karena telah melaksanakan tugas sesuai dengan SOP dan Kode Etik Kedokteran.
Meski telah menunjukkan totalitas dalam melayani masyarakat, masih dituduh melakukan suatu tindakan pidana.
Spoiler for Putusan MA:
Spoiler for Ini 3 Kesalahan dr Ayu dkk Menurut Mahkamah Agung:
TRIBUNNEWS.COM, MANADO - Satu demi satu, dokter yang menangani pasien Siska Makelty hingga meninggal dunia ditangkap.
Setelah lama menjadi buron, dr Dewa Ayu Sasiary Prawarni Sp OG dan dr Hendry Simanjuntak Sp OG akhirnya dieksekusi jaksa di dua tempat yang berbeda berselang sekitar tiga pekan. Kini, jaksa masih memburu dr Hendy Siagian Sp OG.
Mereka sebelumnya masuk dalam daftar pencarian orang (DPO), pascaputusan kasasi yang telah berkekuatan hukum tetap dari majelis kasasi Mahkamah Agung (MA). Adalah hakim agung Artidjo Alkostar, Dudu Duswara dan Sofyan Sitompul yang menjatuhi para dokter itu vonis bersalah.
Ketiga dokter itu, sempat dibebaskan oleh majelis hakim tingkat pertama di Pengadilan Negeri Manado. Majelis hakim menyatakan, tiga dokter spesialis itu tidak terbukti melakukan kelalaian. Namun, oleh majelis kasasi, putusan itu dibatalkan.
Bagaimana putusan kasasi tersebut? Artidjo dan dua hakim anggotanya menemukan kekeliruan penafsiran oleh hakim PN Manado. Majelis menyatakan, tiga dokter itu terbukti melakukan kesalahan seperti diatur dalam Pasal 359 KUHP. Maka, majelis kasasi menjatuhkan hukuman kepada tiga dokter muda itu pidana penjara masing-masing 10 bulan.
"Menyatakan para terdakwa dr Dewa Ayu Sasiary Prawani, dr Hendry Simanjuntak dan dr Hendy Siagian telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana 'perbuatan yang karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain," demikian bunyi putusan kasasi seperti dimuat di laman MA.
Dalam putusan, majelis kasasi menemukan kesalahan yang dilakukan dr Ayu dan dua koleganya. Kesalahan para dokter itu, menurut hakim, yakni tidak mempertimbangkan hasil rekam medis dari puskesmas yang merujuk Siska Makatey.
Rekam medis itu menyatakan, saat masuk Rumah Sakit (RS) Prof RF Kandou, Malalayang, Manado, keadaan Siska Makatey adalah lemah. Selain itu, status penyakitnya adalah berat.
Kesalahan kedua, seperti dalam pertimbangan majelis kasasi, sebelum menjalankan operasi darurat kelahiran atau cito secsio sesaria, ketiga dokter itu tidak pernah menyampaikan kepada keluarga pasien setiap risiko dan kemungkinan yang bakal terjadi, termasuk risiko kematian.
Dalam dakwaan jaksa bahkan dijelaskan, tanda tangan Siska yang tertera dalam surat persetujuan pelaksanaan operasi berbeda dengan tanda tangan Siska pada kartu tanda penduduk (KTP) dan Kartu Askes-nya. Dokter Hendy-lah yang bertanggung jawab untuk meminta tanda tangan Siska.
Kesalahan ketiga, para dokter itu melakukan kelalaian yang menyebabkan udara masuk ke dalam bilik kanan jantung Siska. Hal itu menghambat aliran darah yang masuk ke paru-paru hingga terjadi kegagalan fungsi jantung. Berefek domino, hal itu mengakibatkan kegagalan fungsi jantung.
Dalam dakwaannya, jaksa menjabarkan, sebelum melakukan operasi, dokter tidak melakukan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan jantung dan foto rontgen dada. Padahal, sebelum dibius, tekanan darah Siska tergolong tinggi, yaitu mencapai 160/70.
Pemeriksaan jantung baru dilakukan pascaoperasi dilaksanakan. Dari pemeriksaan itu disimpulkan Siska mengalami kelainan irama jantung. Denyut nadi Siska, pascaoperasi mencapai 180 kali per menit.
Hal itu, pertanda bahwa pada jantung pasien terjadi kegagalan akut karena terjadi emboli, yaitu penyumbatan pembuluh darah oleh suatu bahan seperti darah, air ketuban, udara, lemah atau trombus.
Menurut saksi Najoan Nan Warouw, Konsultan Jaga Bagian Kebidanan dan Penyakit Kandungan yang bertugas saat operasi dilaksanakan, keadaan yang dialami Siska pasti menyebabkan kematian.
"Selanjutnya, korban dinyatakan meninggal dunia oleh bagian penyakit dalam," kata memori kasasi jaksa.
Majelis kasasi menilai, kesalahan itu mempunyai hubungan sebab dan akibat dengan meninggalnya Siska. "Perbuatan para terdakwa mempunyai hubungan kausal dengan meninggalnya Siska Makatey," kata majelis kasasi dalam putusan.
Dalam pertimbangan majelis kasasi, hal yang meringankan dr Ayu dan kawan-kawan, yakni saat melakukan operasi, ketiganya masih menempuh pendidikan pada Program Pendidikan Dokter Spesialis Universitas Sam Ratulangi Manado. Artinya, saat melakukan operasi itu, tiga dokter itu belum menjadi dokter spesialis kandungan, meski kini sudah.
Akibat putusan MA itu, para dokter yang tergabung di beberapa organisasi profesi dokter menyampaikan protes dengan mogok praktik hari ini. Meski demikian, anggota majelis kasasi Sofyan Sitompul bergeming. Pasalnya, putusan kasasi memang bersifat final dan mengikat. "Sudah adil. Sudah sesuai," katanya, Selasa (26/11/2013).
Spoiler for Inilah Alasan Hakim MA Menghukum dr Ayu:
TEMPO.CO, Jakarta - Aksi solidaritas dari ribuan dokter yang akan melakukan longmarch dari Tugu Proklamasi, Bundaran Hotel Indonesia, dan ke kantor Mahkamah Agung pada Rabu, 27 November 2013 menyedot perhatian masyarakat. Aksi ini dipicu oleh vonis Mahkamah Agung yang menghukum dokter Dewa Ayu Sasiary Prawan, 38 tahun, beserta dua koleganya. Mereka divonis 10 bulan penjara.
Kasus dokter Ayu dan kawan-kawan berawal dari meninggalnya pasien yang mereka tangani, Julia Fransiska Maketey, di Rumah Sakit R.D. Kandou Malalayang, Manado, Sulawesi Utara, pada 10 April 2010. Keluarga Julia menggugat ke pengadilan negeri. Hasilnya, Ayu dan kedua rekannya dinyatakan tidak bersalah. Namun, di tingkat kasasi, ketiga dokter itu divonis 10 bulan penjara. (Baca: IDI Yogyakarta Desak Ada Peradilan Profesi)
Majelis hakim kasasi memvonis Dewa Ayu Sasiary serta dua rekannya, Hendy Siagian dan Hendry Simanjuntak, bersalah saat menangani Julia Fransiska Maketey. Julia akhirnya meninggal saat melahirkan. Berikut ini pertimbangan majelis kasasi seperti yang tercantum dalam putusan yang dirumuskan dalam sidang 18 September 2012. (Baca juga Malpraktek atau Tidak dr Ayu? Lihat Empat Poin Ini)
1. Julia dinyatakan dalam keadaan darurat pada pukul 18.30 Wita, padahal seharusnya dinyatakan darurat sejak ia masuk rumah sakit pada pagi hari.
2. Sebagian tindakan medis Ayu dan rekan-rekannya tidak dimasukkan ke rekam medis.
3. Ayu tidak mengetahui pemasangan infus dan jenis obat infus yang diberikan kepada korban.
4. Meski Ayu menugasi Hendy memberi tahu rencana tindakan kepada pasien dan keluarganya, Hendy tidak melakukannya. Ia malah menyerahkan lembar persetujuan tindakan yang telah ditandatangani Julia kepada Ayu, tapi ternyata tanda tangan di dalamnya palsu.
5. Tidak ada koordinasi yang baik dalam tim Ayu saat melakukan tindakan medis.
6. Tidak ada persiapan jika korban mendadak mengalami keadaan darurat.
Tuduhan itu dinilai tak berdasar oleh O.C. Kaligis pengacara dokter Ayu. O.C. Kaligis menilai putusan Mahkamah Agung tak berdasar. Dalam persidangan di pengadilan negeri, kata Kaligis, sudah dihadirkan saksi ahli kedokteran yang menyatakan Ayu dan dua rekannya tak melakukan kesalahan prosedural. Para saksi itu antara lain Reggy Lefran, dokter kepala bagian jantung Rumah Sakit Profesor Kandou Malalayang; Murhady Saleh, dokter spesialis obygin Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto, Jakarta; dan dokter forensik Johanis.
Mahkamah Kode Etik Kedokteran (MKEK) Pusat sudah menyidang dr. Ayu. Hasil sidang, dokter Ayu tidak melanggar kode etik.
Sebagai referensi 2:
Spoiler for Dokter Inggris:
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 28 suara
Dukung Dokter atau Pasien?
Dr. Ayu tidak bersalah
29%
Putusan Mahkamah Agung sudah benar
71%
Diubah oleh re2may 28-11-2013 02:46
0
3.6K
Kutip
35
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan