- Beranda
- Komunitas
- Games
- Can You Solve This Game?
Logan Ignantiosh #1


TS
letnankimi
Logan Ignantiosh #1
Hadiah untuk mereka yang ‘mencariku’ di saat aku menghilang.
Dan semoga, tulisan ini bisa menjadi perwakilan atas diriku.
“Lembar Pertama”
Dan semoga, tulisan ini bisa menjadi perwakilan atas diriku.
“Lembar Pertama”
Spoiler for pembukaan:


Halo CYSTGers, ketemu lagi dengan letnan

Setelah lama ga bikin thread, akhirnya alhamdulillah, ada kesempatan untuk post Serial Detektif Logan lagi.
Letnan mau basa-basi dulu ya.
Mungkin bagi penghuni lama forum CYSTG merasa aneh, kenapa serial ini dimulai dari #1 lagi dan kenapa judulnya juga berubah. Nah di sini letnan mau menjelaskan akan kesengajaan ini. Judul memang sengaja dirubah dan dimulai dari #1 lagi karena mulai dari seri ini, letnan akan menceritakan dari awal siapa itu detektif Logan, dan kenapa dia bisa dikenal sebagai detektif. Yah intinya, cerita dimulai dari 0 Gan dan berawal dari Januari 2006. Semua akan letnan susun secara detail, dengan alur yang dibuat sealami mungkin.
Akhir kata, selamat membaca, dan semoga tidak mengecewakan.

Spoiler for tokoh dalam cerita ini:
Logan Ignantiosh
Wishnu Azka Nugraha
Edgar Kurniawan
Spoiler for 1:
Cuaca panas di awal bulan Januari 2006 benar-benar menjengkelkan. Bulan Januari yang seharusnya identik dengan guyuran hujan, justru menjadi bulan yang sangat gerah di siang hari, dan begitulah yang terjadi di Madiun. Logan berjalan dengan terengah-engah menuju ruang kelasnya. Tes lari sejauh 2 km yang baru saja dilalui, telah menguras tenaganya, ditambah dengan kombinasi panas sinar matahari yang menyengat. Wishnu dan Edgar yang berjalan di sampingnya, menunjukkan ekspresi kelelahan yang sama seperti Logan.
“Gue paling ga kuat kalau disuruh lari jarak jauh begini,” kata Logan mengeluh.
“Haha, kurang latihan kali loe. Makanya tiap Minggu latihan bareng gue lari keliling komplek,” Edgar menimpali.
“Iya-iya yang entar kalau dah lulus pengen jadi polisi,” kata Logan mengejek. “Lapar nih, ke kantin yuk!”
“Karena gue tercepat nomor 5, biar gue yang traktir deh,” kata Edgar menawarkan diri.
“Asyik! Ini loh yang gue suka kalau loe menang lomba –dalam hal apapun,” kata Logan bersemangat. Wishnu tersenyum mendengarnya.
Mereka bertiga segera masuk ke ruang kelas. Logan berjalan menuju bangkunya. Dibuka segera tas birunya, dan mengambil botol minuman berisi air putih, segera ditegaknya cepat-cepat. Ditawarkannya minuman tersebut ke Wishnu yang duduk di sebelahnya, tetapi Wishnu menolak. Edgar yang ada di belakang mereka segera berganti pakaian putih abu-abu. Sembari berganti pakaian, telinganya mendengar sesuatu yang tidak biasanya. Di pojok ruang kelas, ada beberapa siswa yang menggerombol sambil meributkan sesuatu.
“Ayo buruan ke kantin,” ajak Logan kepada Edgar. “Gue dan Wishnu ganti pakaian entar aja.”
“Eh bentar deh, kayaknya ada ribut-ribut di belakang, gue mau nimbrung dulu. Entar gue susul ya.”
“Hem, ya sudah. Tapi cepat ya, kan loe yang nraktir.”
“Beres, entar pasti gue susul koq.”
Logan mengangguk sambil memandang kerumunan teman sekelasnya di pojok ruangan. Sepertinya memang berdebat sesuatu, tetapi Logan terlalu malas untuk melakukan aktivitas lain, kecuali ke kantin.
Spoiler for 2:
“Sialan Edgar nih, ditungguin lama banget ga nongol-nongol sampai dah mau bel masuk. Katanya mau nraktir eh malah ngerjain gini,” gerutu Logan yang menunggu kedatangan Edgar di kantin tetapi Edgar belum juga muncul.
“Ya sudah, bayar sendiri-sendiri dulu aja, nanti minta uang ganti ke Edgar. Ga biasanya dia gini, ada apa ya?” balas Wishnu sambil bangkit.
Beberapa siswa di dekat Wishnu sudah meninggalkan tempat duduknya.
“Huh, ya sudah. Yuk kembali ke kelas.”
Setelah membayar ke ibu kantin, mereka kembali ke kelas. Ruang kelas itu masih sama seperti sebelum Logan dan Wishnu meninggalkan ruang kelas. Kerumunan siswa di pojok ruangan masih terlihat.
“Ada apa sih? Koq dari tadi rame banget?” tanya Logan.
Wishnu mengangkat bahu.
“Logan! Sini!” teriak Edgar sambil melambaikan tangan.
Logan segera menghampiri Edgar.
“Ada apaan sih?”
“Ahmad kehilangan uang Rp 100.000,00. Terdiri dari 4 lembar uang Rp 20.000,00 dan 2 lembar Rp. 10.000,00. Beberapa anak yang dicurigai, tidak mau mengaku.
“Ah, begitukah?” tanya Logan kaget.
“Iya, nah, loe kan suka tuh sama perdetektifan, siapa tau bisa bantuin.”
“Ah, gue kan cuma suka baca cerita detektif saja, bukan beraksi seperti detektif. Lagian kan Papa loe polisi, dan loe juga pengen jadi polisi. Nah ini saat yang tepat untuk belajar,” kata Logan kepada Edgar.
“Tadi gue udah mencatat beberapa fakta, tapi belum bisa menarik kesimpulan. Bisa bantuin?”
“Hem, coba gue lihat,” kata Logan sambil membaca catatan kecil yang dibawa Edgar.
“Ahmad kehilangan uang, yang jadi tersangka berdasarkan alibi adalah Reno, Agus, Deni, dan Joni. Uang berada di dalam dompet yang dimasukkan tas.
Perkiraan kehilangan antara jam 06.44 – 08.45.
Kronologi kejadian: Ahmad datang ke sekolah, masuk kelas, meletakkan tas, pergi mengikuti upacara bendera jam 07.00 lalu mengikuti olahraga sampai jam 08.45 dan baru ketahuan kalo uangnya hilang,” kata Logan sambil membaca catatan kecil tersebut. “Nah, kelihatannya ada beberapa pertanyaan yang harus diajukan agar semua lebih jelas.”
“Silahkan tuan detektif,” kata Edgar sambil membungkukkan badan, memberi hormat.
Kata-kata kasar mulai terdengar di antara mulut tersangka karena mereka tidak sudi dituduh, sementara Ahmad gelisah dan kebingungan, tak tahu harus berbuat apa lagi agar uangnya ditemukan.
“Maaf teman-teman, minta waktunya sebentar. Mungkin gue bisa menjernihkan masalah agar tidak ada perdebatan terlalu lama seperti ini,” kata Logan menawarkan diri.
“Hei Logan! Loe bisa apa pakai berlagak jadi detektif. Edgar aja yang anak seorang polisi ga banyak membantu.”
“Hoho, jangan salah Gus, begini-begini, Logan pernah bantuin gue nangkap maling ayam. Udah deh percaya aja sama dia. Pengen kasus ini segera selesai kan?” tanya Edgar.
Logan nyengir. Entah mengapa, kata ‘begini-begini’ kurang enak didengar. Agus diam saja karena memang semua teman sekelas, segan kepada Edgar yang merupakan anak seorang polisi.
“Ya maaf teman-teman, gue ga ada maksud sok, atau apalah. Gue di sini cuma membantu Ahmad menemukan uangnya dan biar ga ada suasana saling tuduh seperti ini. Kebetulan para guru sedang rapat membahas acara ulang tahun sekolah untuk dua hari lagi, jadi ada waktu kosong yang bisa kita manfaatkan untuk menyelesaikan masalah ini. Baiklah, dimulai dari Reno. Coba ceritakan apa yang kalian lakukan mulai datang sampai kembali ke kelas sehabis olahraga dan di mana tempat duduk kalian dari bangku Ahmad.”
Reno (laki-laki, 18 tahun) “Gue datang jam 06.40. Waktu itu sudah ada beberapa teman yang datang. Begitu masuk kelas gue ambil tempat duduk yang kosong di belakang, 2 kursi dari bangku Ahmad. Saat Ahmad datang, gue pinjem PRnya karena gue mau contek. Ada beberapa nomor yang gue ga bisa kerjain.”
Logan mengangguk sambil mencatatnya.
“Siapa yang ngambil buku dari tasmu?” tanya Logan kepada Ahmad.
“Gue sendiri yang ambilin. Tapi ga tahu kapan Reno ngembaliinnya. Kayaknya pas gue sudah di luar kelas,” kata Ahmad.
“Iya emang gue balikkin pas Ahmad keluar. Waktunya dikit sih jadi gue ga bisa selesaiin udah keburu upacara. Nah selesai upacara, gue kebut ngerjain sisanya dan selesai pas Ahmad udah keluar kelas buat persiapan tes lari. Gue masukkin bukunya ke tas Ahmad lalu gue buru-buru ganti baju olahraga,” jelas Reno.
Agus Suprapto (laki-laki, 17 tahun) “Gue datang jam 06.50. Begitu datang, gue ambil bangku di depan Ahmad. Gue ga ikut upacara dan olahraga karena gue sakit. Badan gue meriang sejak kemarin. Sebenarnya gue juga males mau sekolah tapi gimana lagi. Kalau gue ga sekolah, gue ga dapat duit saku dari Bapak. Ya mau ga mau gue masuk deh.”
Deni Dewantoro (laki-laki, 17 tahun) “Gue datang mepet banget. Hampir jam tujuh gitu deh karena begitu gue sampai kelas, bel udah bunyi. Seperti biasa gue duduk sebangku sama Ahmad. Hari ini gue juga ga ikut upacara dan olahraga karena gue sakit. Pusing Brow, banyak masalah keluarga. Tadi pagi ga sempat sarapan pula.”
“Nah, Agus dan Deni kan sama-sama ga ikut upacara dan olahraga. Otomatis kalian berdua di kelas saat yang lain upacara dan olahraga. Saat itu, kalian bersama terus dalam satu kelas atau tidak?” tanya Logan.
“Hem, kalau tidak salah gue sempat pergi ke kamar kecil sekitar 5 menit di saat semua anak upacara. Jadi di dalam kelas cuma ada Agus saja,” kata Deni mengingat-ingat.
“Iya bener. Deni sempat keluar. Terus begitu Deni datang, tak lama kemudian gue juga keluar sekitar 10 menit. Cari tempat yang aman buat ngrokok,” kata Agus.
Logan berhenti mencatat lalu mengalihkan pandangannya ke arah Agus. Dilihatnya laki-laki berperawakan gempal dengan rambut yang sedikit dicat merah itu.
“Kenapa Gan? Masalah?” tanya Agus.
“Engga,” jawab Logan sambil melanjutkan dan melihat Joni.
Joni Raharjo (laki-laki, 17 tahun) “Gue datang sekitar jam 06.45. Gue ambil tempat duduk 2 kursi di sebelah kiri Ahmad. Hari ini gue ikut upacara, tapi ga ikut olahraga. Ya loe lihat sendiri kaki gue sakit. Buat berdiri pas upacara sih bisa, tapi kalau buat tes lari ga bisa,” kata Joni sambil memperlihatkan pergelangan kakinya yang diperban.
“Jadi, saat semua tes lari. Ada 3 orang di dalam kelas?” tanya Logan kepada Joni.
“Sepertinya cuma Joni saja deh. Gue sama Deni ke UKS. Minta obat terus tiduran. Ngapain juga di kelas bengong ga ada kerjaan,” kata Agus.
Logan mengangguk.
Spoiler for 3:
Logan segera mengambil kesimpulan dari keterangan mereka.
“Upacara dimulai jam 07.00 – 07.30, sedangkan tes lari berlangsung jam 07.30 – 08.45. Dan jam 08.45 Ahmad baru mengetahui bahwa uangnya hilang.
Kemungkinan dari para tersangka yang berhasil dikumpulkan oleh Edgar untuk melakukan pencurian adalah Reno di saat mengembalikan buku, Agus di saat jam upacara waktu Deni keluar menuju toilet, Deni juga di saat jam upacara waktu Agus pergi merokok ke luar kelas, dan Joni di saat jam olahraga.
Reno punya kesempatan paling lama 1 menit, Agus punya kesempatan 5 menit, Deni punya kesempatan 7 menit, sedangkan Joni yang terlama yaitu 1 jam lebih,” kata Logan.
“Harusnya gue ga jadi tersangka dong. Masa dalam waktu 1 menit gue bisa nyolong,” protes Reno.
“Tenang. Kalau loe ga merasa melakukan, ga usah takut,” bujuk Logan menenangkan.
“Edgar, apakah tersangkanya hanya mereka? Maksud gue, loe ga kelewatan dalam mencurigai orang lain kan?” tanya Logan.
“Gue yakin 100% pelakunya salah satu dari mereka. Cuma mereka yang punya kesempatan dan alibinya lemah,” jawab Edgar mantab.
“Sip lah kalau begitu. Lalu sudah diadakan penggeledahan?” tanya Logan.
“Belum, ayo kita lakukan!”
“Maaf ya teman-teman. Biar cepat ketemu, gue mau melakukan penggeledahan di tubuh dan tas kalian. Yang lain juga tolong bantu untuk melakukan pencarian di dalam ruang kelas,” kata Logan sambil menunjukkan gaya sopan agar mereka memaklumi.
Agus berdecak kesal. “Yah terserah loe dah.”
Logan segera menggeledah tubuh keempat tersangka. Mulai dari saku baju, saku celana, dan di balik ikat pinggang. Sepatu dan kaos kaki mereka pun juga dilepas dan digeledah, bahkan celana mereka juga dilepas kalau-kalau uang tersebut disembunyikan di balik celana dalam, tapi nihil. Edgar dibantu Wishnu dan Ahmad menggeledah tas tersangka, tapi juga tidak menemukan uang tersebut. Edgar mencatat barang-barang yang ada di dalam tas tersangka.
Reno: buku, pensil, pulpen, dompet berisi uang Rp 10.000,00, pakaian olahraga, HP Nokia 3315.
Agus: buku, pensil, pulpen, dompet berisi uang Rp 20.000,00, sebungkus rokok dan korek api.
Deni: buku, pensil, pulpen, dompet berisi uang Rp 5.000,00.
Joni: buku, pensil, pulpen, dompet berisi uang Rp 10.000,00.
Siswa yang lain juga ikut membantu mencari di balik papan tulis, di bawah keset, di laci meja, di balik foto dinding, tetapi juga tidak menemukan hasil.
Logan menghembuskan nafas sebagai tanda mengeluh. Dibuka kembali catatan yang dari tadi ditulisnya, berharap ada celah kecil yang dapat diambill untuk memulai penyelidikkan dengan jalan lain. “Semua wajar, tidak ada sesuatu yang aneh. Yang paling mencurigakan memang Joni karena dia yang mempunyai kesempatan paling lama dalam melakukan pencurian ini. Tapi gue sudah menggeledah dengan seksama dan gue ga nemuin apa-apa.”
Dan guru matematikapun datang membubarkan mereka.
Spoiler for 4:
Pelajaran matematika kali ini tidak begitu dihiraukan oleh Logan. pikirannya masih melayang ke kasus pencurian yang belum mampu dipecahkan.
“Hoi Logan, gimana? Udah ketemu pelakunya?” tanya Edgar setengah berbisik.
“Belum nih, puyeng gue. Ini mikir ga nemu-nemu,” jawab Logan sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
“Hush, udah dulu! Dipikir nanti aja. Tuh Bu Ima lihatin kalian,” kata Wishnu mengingatkan.
Logan dan Edgar salah tingkah sambil cengegesan. Wishnu yang duduk di samping Logan, tersenyum sambil menggelengkan kepalanya.
***
“Hoi Gan, analisamu sampai mana?” tanya Edgar sambil menendang bangku Logan yang duduk di depannya begitu bu Ima keluar kelas.
Logan segera membalikkan badannya. “Masih belum nemu, Gar. Gue masih mengira-ngira tempat yang digunakan pelaku untuk menyembunyikan uang itu,” kata Logan setengah berbisik. Dilihatnya Agus sedang mendelik ke arah Logan. Wishnu yang duduk di samping Logan, bergeming. Tangannya terus menulis, mengerjakan soal matematika di papan tulis.
“Gue tadi juga ngubek-ubek bangku keempat tersangka, tapi ga nemu,” kata Downi –teman sebangku Edgar, tertarik dengan topik yang dibicarakan.
“Iya nih. Kira-kira di mana ya? Apa mungkin disembunyiin di luar kelas?” tanya Edgar.
“Bisa jadi! Jadi gini, kita bagi tugas. Gue, Logan, Edgar, dan Downi. Nah pas 4 orang. Kita awasi tiap tersangka saat pulang sekolah nanti tapi jangan sampai ketahuan. Pasti salah satu dari mereka akan melakukan suatu keanehan, Nanti kita kumpul di halte depan sekolahan,” kata Wishnu sambil menulis.
Logan melongo. Sahabatnya yang satu ini merupakan orang paling pendiam, tidak seperti Edgar yang ceriwis. Tapi sekali Wishnu ngomong, omongannya pasti brilliant. Ya boleh dikata: orang yang pendiam, tapi sekali ngomong pasti bermanfaat.
“Sip! Ngomong dong dari tadi. Diem mulu sih,” Edgar memprotes.
Wishnu tersenyum lalu kembali melanjutkan mengerjakan soal.
“Oke, gue awasi Joni, Downi awasi Reno, Logan awasi Agus, dan Wishnu awasi Deni. Hei Wishnu, loe dengerin ga?” tanya Edgar.
“Iya-iya. Lha wong loe ngomongnya jelas banget. Di belakang gue pula. Masa si gue ga denger,” kata Wishnu cuek.
Logan tak habis berpikir, kenapa 2 orang yang berbeda ini bisa bersahabat.
Spoiler for 5:
Bel berdering tepat jam 13.00. Penghuni kelas XII-A Teknik Mesin SMKN 1 Madiun yang semuanya laki-laki, spontan ‘menggaduhkan’ diri sambil berkemas untuk persiapan pulang. Mata Logan fokus pada Agus, sesuai rencana. Dilihatnya Agus mengambil sesuatu dari dalam tasnya, lalu memasukkan ke dalam sakunya.
“Rokok,” desis Logan pelan.
Setelah berdoa dan memberi salam kepada guru, semua siswa bangkit berdesak-desakkan menuju pintu kelas. Agus masih duduk, menunggu kerumunan sepi, begitu juga Logan sambil berpura-pura melihat isi tasnya. Dan Agus pun bangkit sambil melingkarkan tas hitam lusuhnya di punggung. Tak lama kemudian, Logan membuntutinya.
Agus ternyata tidak langsung pulang, tetapi mampir di kelas XII-A Otomotif. Tampak seorang siswa jangkung menunggu di depan kelas, dan Agus menemuinya. Entah apa yang mereka bicarakan, tetapi Logan tidak menangkap suatu keanehan. Tak lama kemudian Agus memberikan sesuatu kepada siswa jangkung itu.
“Uang? Ya itu uang karena diambil dari dompet di saku belakang celana,” bathin Logan sambil terus mengawasi dari jarak yang tidak terlalu jauh.
Siswa jangkung itu mengeluarkan sebuah benda terbuat dari kertas, merobeknya selembar, lalu memberikan kepada Agus. Agus menerimanya sambil tersenyum. Setelah berjabat tangan, Agus pergi meninggalkan siswa Jangkung itu dan berjalan menuju tempat parkir.
“Itu tadi apa ya?” pikir Logan sambil mengingat sesuatu dan tetap membuntuti Agus.
Agus sudah sampai di tempat parkir. Dirogohnya sesuatu dari kantong samping celananya. Kunci kontak. Segera distarter motor Honda Supra-nya dan menuju ke luar sekolah. Logan segera mengambil sepeda federalnya, berusaha membuntuti Agus sampai gerbang depan.
***
“Gimana Gan?” tanya Edgar begitu Logan menemuinya di halte depan sekolah. “Loe lama amat?” imbuhnya.
“Iya, Agus mampir ke kelas lain untuk menemui sesorang, jadinya gue nungguin dia sampai kelar urusannya.”
“Emang nemui siapa Gan?” tanya Edgar antusias.
“Ga tau, ga kenal gue. Tapi sepertinya transaksi sesuatu. Soalnya gue lihat, dia ngeluarin uang dan menerima sesuatu, kertas,” imbuh Logan.
“Di catatan loe tadi kan Agus bawa uang Rp 20.000,00 ya kalau ga salah?” tanya Wishnu.
“Iya, tepatnya 2 lembar uang Rp 10.000,00,” jawab Edgar.
“Coba gue baca lagi catatannya Gar,” pinta Logan.
Edgar memberikan kertas itu.
Logan menerima sambil bertanya, “lalu, hasil pengamatan kalian gimana?”
“Ga ada yang aneh dari Joni. Begitu keluar sekolah, dia langsung menuju tempat parkir. Ambil sepeda jengki jadulnya. Lalu pulang gitu aja. Tak lama kemudian, ada Danang gembul yang nebeng, ya akhirnya sama Joni diboncengin sampai perempatan sana,” jawab Edgar sambil menunjuk perempatan yang berjarak 100 m dari tempat mereka berdiri. “Kalian gimana?” tanya Edgar kepada Wishnu dan Downi.
“Begitu keluar kelas, Reno nelphon seseorang. Ga tahu siapa tapi cuma bentar koq. Habis itu dia nunggu di bangku depan perpustakaan sambil main game di HPnya. Tak lama kemudian ada temannya datang terus Reno diboncengin sepeda motor temannya itu,” jawab Downi.
“Reno bawa helm?” tanya Logan.
“Engga,” jawab Downi.
Logan diam.
“Mungkin pengamatan gue yang paling aneh dari kalian. Begitu keluar kelas Deni langsung menuju kantin paling pojok. Begitu masuk kantin, dia menemui Pak Sabar. Nah gue lihat Pak Sabar ngasih duit ke Deni Rp 100.000,00. Coba kalian pikir sendiri, mereka ngapain ya masa begitu Deni datang tahu-tahu dikasih duit gitu aja?” tanya Wishnu.
Logan terdiam, lama.
“Setahu gue, mereka tetanggaan kan?” tanya Edgar.
“Sepertinya iya Gar. Gue pernah dengar pak Sabar nanya ke Deni waktu kita sama-sama jajan di kantin: “Den Bapakmu koq ga ikut arisan apa sakit?” terus Deni jawab: “Anu Pak, kemarin pulang malam soalnya kenari Bapak menang lomba,” begitu yang gue dengar,” kata Downi.
Logan terdiam lagi. Kertas yang ada di tangannya, masih dipegang dengan erat dan dibacanya berulang-ulang sambil berpikir keras. Suara bus menderu dari kejauhan diikuti bunyi klakson sepeda motor. Terik matahari masih belum bosan menyengat. Peluh di dahi Logan, mulai turun dengan deras. Melihat itu, Edgar segera memanggil penjual es legen yang kebetulan lewat.
“Eh, bus datang tuh, gue cabut duluan ya,” kata Deni sambil bersiap.
“Tunggu Den! Tadi Reno nelphonnya lama ga?” tanya Logan.
“Hmm, ga lama koq. Kira-kira ga lebih dari 1 menitan sih, kenapa Gan?”
“Waktu kalian ngecek HP Reno, HPnya dalam keadaan mati apa hidup?”
“Hidup koq kalau ga salah, ya kan Nu?”
“Iya, seingat gue hidup. Dan ada 1 pesan masuk yang belum dibaca,” Wishnu menambahi. “Kenapa Gan?”
Logan tersenyum. “Sial, kita kecolongan. Ada satu tempat yang belum kita periksa. Pelaku sudah ketauan, tinggal menentukan motif. Nah, sepertinya akan lama. Kita harus masuk ke sekolah lagi dan bersiap pulang sore. Downi kalau mau pulang, pulang saja duluan. Entar malah ga dapat bus lagi.”
“Ya sudah, gue pulang aja ya! Sukses buat kalian. Semoga pelakunya ketangkep,” kata Downi sambil menyalami ketiganya. Edgar memberikan seplastik es legen yang baru saja dibelinya kepada Downi dan yang lain. Downi menerima sambil mengucap terima kasih kemudian masuk ke dalam bus yang sudah menunggunya.
0
6.1K
Kutip
102
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan