- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Mantan Pemulung Yang Kini Memiliki Pabrik
TS
d3di
Mantan Pemulung Yang Kini Memiliki Pabrik
Quote:
Siang Agan2 semuanya...ane baca tentang seorang bekas pemulung yang kini memiliki pabrik, dan cerita ini ane kembali angkat ke Kaskus tercinta ini supaya kita semua termotivasi dan menjadi orang2 yang selalu berpikir positif dan selalu mengejar kesuksesan kita. Amin....
Quote:
Makasih Buat Agan-agan semua yang telah memberikan Komentar dan Cendolnya sehingga Thread Ane Bisa HT
Spoiler for HT Pertama:
Spoiler for Kiriman Cendol dari Agan2 :
Spoiler for PERHATIAN !!:
TS tidak banyak berharap hanya saja kalau agan berkenan dan suka dengan thread ane jangan lupa kasih atau bagi yang sudah ISO
Langsung aja simak gan....
Quote:
Kucuran keringat dan rasa malu menjadi pemulung tak dia hiraukan karena keyakinan untuk meraih sukses.
Menjadi mahasiswa jurusan Kimia, Institut Teknologi Bandung (ITB), tak membuat John Pieter malu dan risih untuk memungut serta mengumpulkan sampah plastik yang banyak berserakan di belakang kosnya di kawasan Geger Kalong Tengah, Kota Bandung, Jawa Barat.
Sampah-sampah plastik itulah yang menginspirasinya untuk membuka usaha pada 1987. Pada awal memulai usaha John berpikiran, jika dibandingkan harga gabah yang saat itu Rp600 per kg, harga limbah plastik di tingkat pengepul sudah mencapai Rp1.000 per kg.
Saat itu dia memantapkan diri untuk memulai bisnis daur ulang sampah plastik sambil tetap kuliah. Menurut John, seorang pengusaha sejati harus memiliki sifat visioner, memandang jauh ke depan, ditambah keyakinan diri pada usaha yang dilakukannya.
“Melihat perbandingan harganya yang begitu besar, saat itu saya yakin bisnis ini akan menghasilkan potensi besar. Dan perlu diingat, untuk menjalankannya bisnis ini tidak memerlukan modal sama sekali. Hanya dengan catatan, buang jauh-jauh perasaan malu,” tandas John saat ditemui di ruang kerjanya di Cipamokolan, Kota Bandung, belum lama ini.
Dibarengi kerja keras dan tak kenal lelah,usahanya makin maju. Hingga suatu hari ada surat kabar nasional memberitakan sosok John sebagai pengusaha sukses yang berangkat dari pemulung sampah plastik.
Hal ini berlanjut dengan adanya tawaran kucuran modal dari Mandiri Business Banking. Sejak saat itu John resmi menjadi nasabah Mandiri Business Banking.
“Modal yang saya terima benar-benar saya gunakan untuk menjalankan roda bisnis. Saat menerima kucuran modal itu, saya sudah memiliki mesin pengolah sampah dan sarana pendukungnya hingga tempat usaha. Jadi, saya berani menerima ajakan untuk bermitra dari Mandiri Business Banking sehingga kredit modal itu bisa digunakan secara optimal,” papar John.
Dengan bantuan modal dari Mandiri Business Banking, usaha John yang menggunakan nama Peka Group semakin berkibar. Biji plastik hasil olahannya menjadi primadona pengusaha yang banyak bergerak di bidang home industry.
“Mereka membeli produk saya untuk berbagai keperluan seperti bahan baku pembuatan tali plastik, tali rafia, helm, alat-alat rumah tangga, dan lainnya,” tutur ayah dari Yediza dan Ishak ini.
Keyakinan John menggeluti bisnis pengolahan sampah plastik semakin kuat karena keinginannya untuk menjadi orang kaya. “Saya berpikiran, jika jadi pekerja, meskipun lulusan dari kampus ternama, tidak berarti memberikan jaminan bisa menjadi orang kaya. Di pikiran saya hanyalah bagaimana caranya menjadi orang kaya melalui jalan yang benar,” ungkapnya.
John merasakan betul bagaimana aktivitasnya mengumpulkan satu per satu sampah plastik di halaman kosnya untuk dijual kepada pengepul. John mengungkapkan, kedua orang tuanya yang tinggal di Sumatera tidak mengetahui jika anaknya menjadi pemulung selepas kuliah.
“Tetapi, saat bertandang ke Bandung, orang tua saya pun akhirnya tahu jika selama ini saya menjadi pemulung. Saat melihat apa yang saya lakukan, mereka menangis karena sedikit pun tidak pernah terlintas dalam pikiran kedua orang tua saya jika anaknya harus memunguti sampah,” tutur lelaki asal Tanah Karo, Sumatera Utara itu.
Namun, hal itu tak menyurutkan langkah John untuk menekuni usaha yang telah dia rintis. Usahanya sedikit demi sedikit terus mengalami kemajuan dan dia memberanikan diri meminjam modal pada temannya sebesar Rp4 juta.
Dengan modal tersebut, akhirnya John menjadi seorang pengepul dan memindahkan tempat usahanya ke kawasan Cikutra, Kota Bandung. Di Cikutra John menyiapkan tempat khusus yang bisa ditinggali pemulung.
Namun, dia sering meninggalkan tempat usahanya karena harus kuliah dan kadang mengajar. Untuk itu, dia pun memercayakan kepada seseorang.
“Tanpa sepengetahuan saya, ternyata pemulung yang kerap tidur dan makan bersama itu menohok dari belakang. Sampah plastik yang sudah saya bayar kembali diambil. Modal saya pun habis,” kenangnya.
Kegagalan itu diakui John sebagai pengalaman paling berharga. Sebab, sejak kejadian itu, dia memutuskan untuk fokus menekuni bisnisnya. Aktivitas mengajar pun akhirnya dia lepaskan dan tempat usaha tersebut hanya ditinggalkan saat John kuliah.
John pun memantapkan diri menjadi pengusaha limbah plastik. Bisnis jual beli limbah plastiknya terus berkembang hingga bisa mempekerjakan tiga orang karyawan. Sadar usahanya terus berkembang pesat, setelah menyelesaikan kuliah John benar-benar tak ingin mencari pekerjaan sesuai ilmu yang dia peroleh di ITB.
Suami Ninik Maryani ini tetap berkeyakinan, usaha limbah plastik bisa mengantarkannya menjadi orang kaya. Selama ini John selalu berusaha menghasilkan produk yang berkualitas. Diawali dengan pemilahan, sampah plastik mengalami beberapa kali proses pembersihan untuk menghilangkan kotoran yang menempel.
Setelah itu, sampah plastik itu dipotong-potong kecil hingga akhirnya kembali dipisahkan berdasarkan titik lelehan melalui proses pemanasan. Ditanya nilai omzetnya kini, John tidak bersedia mengungkapkan. Begitu pula dengan total aset yang dia miliki. “Lumayan lah, yang pasti usaha ini hingga kini terus berkembang,” kata John singkat.
Kini, setelah lebih dari 20 tahun menjalankan usaha limbah plastik, John menyerahkan kepada orang-orang kepercayaannya untuk mengelola. John juga telah membuka cabang usaha biji plastik di Makassar, Medan, dan Banjarmasin.
Selain itu, dia juga mendirikan pabrik pengolahan biji plastik di kawasan Bantar Gebang, Bekasi, Jawa Barat. “Hasil produksi di beberapa daerah tersebut semua dikirim ke Bantar Gebang,” katanya.
Banyaknya cabang itu sampai membuat John tak tahu persis berapa jumlah seluruh karyawannya. Tidak ketinggalan, John melibatkan sang istri yang juga teman satu almamaternya ikut berperan dalam memajukan usaha limbah plastik.
Bahkan, sejak tiga tahun lalu Ninik mengelola sebuah koperasi mikro yang bisa memberikan pinjaman modal usaha bagi para pemulung dan warga biasa dengan bunga sangat rendah. Selain itu, John dan istrinya memberikan pelatihan kewirausahaan kepada pemulung dan warga sekitarnya.
Menjadi mahasiswa jurusan Kimia, Institut Teknologi Bandung (ITB), tak membuat John Pieter malu dan risih untuk memungut serta mengumpulkan sampah plastik yang banyak berserakan di belakang kosnya di kawasan Geger Kalong Tengah, Kota Bandung, Jawa Barat.
Sampah-sampah plastik itulah yang menginspirasinya untuk membuka usaha pada 1987. Pada awal memulai usaha John berpikiran, jika dibandingkan harga gabah yang saat itu Rp600 per kg, harga limbah plastik di tingkat pengepul sudah mencapai Rp1.000 per kg.
Saat itu dia memantapkan diri untuk memulai bisnis daur ulang sampah plastik sambil tetap kuliah. Menurut John, seorang pengusaha sejati harus memiliki sifat visioner, memandang jauh ke depan, ditambah keyakinan diri pada usaha yang dilakukannya.
“Melihat perbandingan harganya yang begitu besar, saat itu saya yakin bisnis ini akan menghasilkan potensi besar. Dan perlu diingat, untuk menjalankannya bisnis ini tidak memerlukan modal sama sekali. Hanya dengan catatan, buang jauh-jauh perasaan malu,” tandas John saat ditemui di ruang kerjanya di Cipamokolan, Kota Bandung, belum lama ini.
Dibarengi kerja keras dan tak kenal lelah,usahanya makin maju. Hingga suatu hari ada surat kabar nasional memberitakan sosok John sebagai pengusaha sukses yang berangkat dari pemulung sampah plastik.
Hal ini berlanjut dengan adanya tawaran kucuran modal dari Mandiri Business Banking. Sejak saat itu John resmi menjadi nasabah Mandiri Business Banking.
“Modal yang saya terima benar-benar saya gunakan untuk menjalankan roda bisnis. Saat menerima kucuran modal itu, saya sudah memiliki mesin pengolah sampah dan sarana pendukungnya hingga tempat usaha. Jadi, saya berani menerima ajakan untuk bermitra dari Mandiri Business Banking sehingga kredit modal itu bisa digunakan secara optimal,” papar John.
Dengan bantuan modal dari Mandiri Business Banking, usaha John yang menggunakan nama Peka Group semakin berkibar. Biji plastik hasil olahannya menjadi primadona pengusaha yang banyak bergerak di bidang home industry.
“Mereka membeli produk saya untuk berbagai keperluan seperti bahan baku pembuatan tali plastik, tali rafia, helm, alat-alat rumah tangga, dan lainnya,” tutur ayah dari Yediza dan Ishak ini.
Keyakinan John menggeluti bisnis pengolahan sampah plastik semakin kuat karena keinginannya untuk menjadi orang kaya. “Saya berpikiran, jika jadi pekerja, meskipun lulusan dari kampus ternama, tidak berarti memberikan jaminan bisa menjadi orang kaya. Di pikiran saya hanyalah bagaimana caranya menjadi orang kaya melalui jalan yang benar,” ungkapnya.
John merasakan betul bagaimana aktivitasnya mengumpulkan satu per satu sampah plastik di halaman kosnya untuk dijual kepada pengepul. John mengungkapkan, kedua orang tuanya yang tinggal di Sumatera tidak mengetahui jika anaknya menjadi pemulung selepas kuliah.
“Tetapi, saat bertandang ke Bandung, orang tua saya pun akhirnya tahu jika selama ini saya menjadi pemulung. Saat melihat apa yang saya lakukan, mereka menangis karena sedikit pun tidak pernah terlintas dalam pikiran kedua orang tua saya jika anaknya harus memunguti sampah,” tutur lelaki asal Tanah Karo, Sumatera Utara itu.
Namun, hal itu tak menyurutkan langkah John untuk menekuni usaha yang telah dia rintis. Usahanya sedikit demi sedikit terus mengalami kemajuan dan dia memberanikan diri meminjam modal pada temannya sebesar Rp4 juta.
Dengan modal tersebut, akhirnya John menjadi seorang pengepul dan memindahkan tempat usahanya ke kawasan Cikutra, Kota Bandung. Di Cikutra John menyiapkan tempat khusus yang bisa ditinggali pemulung.
Namun, dia sering meninggalkan tempat usahanya karena harus kuliah dan kadang mengajar. Untuk itu, dia pun memercayakan kepada seseorang.
“Tanpa sepengetahuan saya, ternyata pemulung yang kerap tidur dan makan bersama itu menohok dari belakang. Sampah plastik yang sudah saya bayar kembali diambil. Modal saya pun habis,” kenangnya.
Kegagalan itu diakui John sebagai pengalaman paling berharga. Sebab, sejak kejadian itu, dia memutuskan untuk fokus menekuni bisnisnya. Aktivitas mengajar pun akhirnya dia lepaskan dan tempat usaha tersebut hanya ditinggalkan saat John kuliah.
John pun memantapkan diri menjadi pengusaha limbah plastik. Bisnis jual beli limbah plastiknya terus berkembang hingga bisa mempekerjakan tiga orang karyawan. Sadar usahanya terus berkembang pesat, setelah menyelesaikan kuliah John benar-benar tak ingin mencari pekerjaan sesuai ilmu yang dia peroleh di ITB.
Suami Ninik Maryani ini tetap berkeyakinan, usaha limbah plastik bisa mengantarkannya menjadi orang kaya. Selama ini John selalu berusaha menghasilkan produk yang berkualitas. Diawali dengan pemilahan, sampah plastik mengalami beberapa kali proses pembersihan untuk menghilangkan kotoran yang menempel.
Setelah itu, sampah plastik itu dipotong-potong kecil hingga akhirnya kembali dipisahkan berdasarkan titik lelehan melalui proses pemanasan. Ditanya nilai omzetnya kini, John tidak bersedia mengungkapkan. Begitu pula dengan total aset yang dia miliki. “Lumayan lah, yang pasti usaha ini hingga kini terus berkembang,” kata John singkat.
Kini, setelah lebih dari 20 tahun menjalankan usaha limbah plastik, John menyerahkan kepada orang-orang kepercayaannya untuk mengelola. John juga telah membuka cabang usaha biji plastik di Makassar, Medan, dan Banjarmasin.
Selain itu, dia juga mendirikan pabrik pengolahan biji plastik di kawasan Bantar Gebang, Bekasi, Jawa Barat. “Hasil produksi di beberapa daerah tersebut semua dikirim ke Bantar Gebang,” katanya.
Banyaknya cabang itu sampai membuat John tak tahu persis berapa jumlah seluruh karyawannya. Tidak ketinggalan, John melibatkan sang istri yang juga teman satu almamaternya ikut berperan dalam memajukan usaha limbah plastik.
Bahkan, sejak tiga tahun lalu Ninik mengelola sebuah koperasi mikro yang bisa memberikan pinjaman modal usaha bagi para pemulung dan warga biasa dengan bunga sangat rendah. Selain itu, John dan istrinya memberikan pelatihan kewirausahaan kepada pemulung dan warga sekitarnya.
Quote:
Mohon Komentar agan2 dan Kaskuser yang baik selalu meninggalkan jejak
SUMBERNYA GAN..
Spoiler for KOMENTAR AGAN2 YANG TOP:
Quote:
Original Posted By altheon►Yang menjadi dasar kenapa banyak pengangguran berijasah S1 adalah karena paradigma dan pola pikir yang masih mengelu-elukan menjadi "ekor" Gajah dibandingkan "kepala" tikus.
Sebesar apapun Gajah, jika hanya menjadi ekor, kita tidak bisa menentukan kemana kita pergi dan bertindak. menjadi kepala tikus, walaupun tikus itu kecil tapi ia bergerak bebas dan selalu melihat berbagai peluang.
Sebagian besar mahasiswa yg berkuliah memiliki tujuan ingin kerja di perusahaan besar dll padahal dgn ilmu yg di dapat selama 4 tahun tersebut jika seluuruh ilmunya ia gunakan, dapat membantu pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan.
kalo aja sejak dari SMP murid2 di ajarkan untuk mandiiri dan berpikir seorang entrepreneur, negeri ini bakal makmur karena mencetak generasi2 kreatif dan inovatif. Karena kebiasaan hidup dalam zona aman, yang diincar adalah PNS, Polisi atau lembaga2 lainnya. Imbasnya, bukan semakin banyak lapangan pekerjaan tapi malah semakin banyak pengangguruan.
yang TS ceritakan disini adalah salah satu orang yang bisa dibilang keluar dari zona aman dan berpikir kritis. Ga heran orang2 dgn pemikiran semacam itu bisa sukses karena waktu yg dia miliki digunakan dengan sebaik-baiknya dan berpikir lebih keras dan cerdas dibandingkan orang2 yg hidup di zona nyaman.
Sekarang agan tinggal pilih saja, hidup di zona aman dan mematikan kreativitas agan, atau keluar dari zona aman untuk menjadi sukses?
The choice is yours
Salam sukses.. Altheon
Sebesar apapun Gajah, jika hanya menjadi ekor, kita tidak bisa menentukan kemana kita pergi dan bertindak. menjadi kepala tikus, walaupun tikus itu kecil tapi ia bergerak bebas dan selalu melihat berbagai peluang.
Sebagian besar mahasiswa yg berkuliah memiliki tujuan ingin kerja di perusahaan besar dll padahal dgn ilmu yg di dapat selama 4 tahun tersebut jika seluuruh ilmunya ia gunakan, dapat membantu pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan.
kalo aja sejak dari SMP murid2 di ajarkan untuk mandiiri dan berpikir seorang entrepreneur, negeri ini bakal makmur karena mencetak generasi2 kreatif dan inovatif. Karena kebiasaan hidup dalam zona aman, yang diincar adalah PNS, Polisi atau lembaga2 lainnya. Imbasnya, bukan semakin banyak lapangan pekerjaan tapi malah semakin banyak pengangguruan.
yang TS ceritakan disini adalah salah satu orang yang bisa dibilang keluar dari zona aman dan berpikir kritis. Ga heran orang2 dgn pemikiran semacam itu bisa sukses karena waktu yg dia miliki digunakan dengan sebaik-baiknya dan berpikir lebih keras dan cerdas dibandingkan orang2 yg hidup di zona nyaman.
Sekarang agan tinggal pilih saja, hidup di zona aman dan mematikan kreativitas agan, atau keluar dari zona aman untuk menjadi sukses?
The choice is yours
Salam sukses.. Altheon
Quote:
Original Posted By agnmul►ane setuju gan... kita harus meninggalkan zona nyaman dan lebih kreatif dalam mencari uang... kita harus pindah ke kuadran kanan kalo kata robert kyosaki... klo dalam islam, pintu rizki itu ada 10, 9 diantaranya ada dalam berdagang atau usaha yg 1 nya ada di bekerja... silahkan pilih agan mau pintu yg mana...
Spoiler for Komen Junker:
Diubah oleh d3di 16-05-2013 04:28
0
67.4K
Kutip
1.1K
Balasan
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan