

TS
ekka4shiki
[Orifict-Oneshot] Under the Starry Night
Here we go again 
Feel free to leave a comment/critic/feedback or anything
Under the Starry Night
by ekka4shiki, 2012
Itu adalah malam yang indah. Bintang-bintang yang begitu banyak bertaburan di langit seharusnya menjadi daya tarik bagi orang-orang untuk menengadah ke atas dan mengapresiasi kecantikannya. Mungkin dengan berlama-lama memandanginya . Mungkin sekalian mencoba menghitung jumlah bintang yang ada. Yah sebelum kamu menyimpulkan itu mustahil dan memutuskan untuk menyerah, tentu. Tapi tidak, bahkan langit malam ini tak bisa menghalangi orang-orang untuk pergi ke bar untuk sekedar minum-minum atau bersenang-senang bersama teman-temannya. Langit-langit bar di atas mereka mungkin tidak indah untuk dilihat, tapi setidaknya mereka mendapat kenyamanan di situ, apalagi yang mempunyai alasan tersendiri.
Begitu pula dengan bar yang satu ini. Meskipun bisa dibilang bar yang relatif kecil karena terletak di pinggiran kota, tapi kalau dilihat dari seberapa banyak orang didalamnya sebenarnya tempat ini lumayan ramai. Walau begitu, suasananya menyenangkan. Tentu saja tempat ini berisik oleh orang-orang, tapi entah kenapa tetap terpancar aura ketenangan yang nyaman. Yah, memang seperti itulah suasana di bar ini. Yang jelas orang orang terlihat bahagia di situ. Terlihat dari wajah gembira mereka yang sedang terlibat topik pembicaraan menarik dengan teman minumnya, atau dari suara tawa keras ketika mereka saling lempar lelucon sambil berusaha tidak menumpahkan bir dari gelas atau memuntahkannya. Mereka tampak bahagia, kecuali mungkin satu orang, seorang gadis yang duduk menyendiri di pojok counter bar dengan konsentrasi penuh tertuju pada gelas kosong di depannya.
Dia adalah gadis yang cantik. Mirip seorang model malah. Jika kamu melihatnya mungkin kamu akan bertanya-tanya kenapa dia tidak datang bersama teman-teman wanita yang sama cantiknya, berbicara tentang cowok yang mereka incar atau apalah, kau tahu, pokoknya sesuatu yang dilakukan para anak muda untuk bersenang-senang yang bisa terpikirkan. Ya gadis ini masih lumayan muda, tentu saja dia sudah cukup umur untuk masuk ke tempat seperti ini, tapi intinya dia masih terlihat muda dan dia duduk menyendiri. Rambutnya yang hitam sebahu dia biarkan menutupi wajahnya yang cantik. Seolah dia ingin menutupinya, supaya tidak dikenali orang. Agak aneh sebenarnya karena disisi lain dia tampaknya sama sekali tidak keberatan untuk menunjukan kemolekan tubuhnya. Itu karena dia mengenakan tank-top yang cukup terbuka dan celana panjang ketat yang lumayan memperlihatkan lekuk indah tubuhnya. Dan tank-topnya berwarna merah menyala kalau kamu belum tahu, sangat mencolok untuk seseorang yang membiarkan rambut menutupi wajahnya. Sangat tidak natural. Gadis ini juga, tidak merespon ketika namanya dipanggil berkali-kali.
Seorang pria, agak jangkung, seumuran dengan gadis itu, terus menerus memanggil nama gadis itu ketika dia menyadari keberadaannya. Dan dia menyadarinya sejak ia berada di pintu masuk bar, jadi dia sudah memanggil berulang kali. Alih-alih raut wajah jengkel karena tidak dihiraukan, kecemasan adalah yang sesuatu yang tergambar dengan jelas di muka pria dengan hidung mancung itu. Gadis itu akhirnya merespon, ketika si pria sudah berada tepat disampingnya dan memegang pundaknya.
Oh kamu.
Ada apa Anna, kenapa kau tidak-
Duduklah dulu. Dan pelankan suaramu, aku tidak ingin orang-
Baik, baiklah, kata pria itu sembari secepat kilat menempati tempat duduk yang ada tepat di sebelah kanan gadis itu,Nah, sekarang ceritakan kepadaku kenapa-
Minumanku habis.
Huh? Apa katamu, aku bertanya-
Aku bilang minumanku habis kata si gadis menunjuk gelas kosong didepannya.
Apa? Oh, baiklah. Pesan saja biar aku yang bayar. Nah sekarang-
Bartender, tambah satu lagi.
Si pria kini tampak agak kesal karena si gadis lebih menaruh perhatian pada minumannya daripada orang yang sedang bicara padanya. Tapi kecemasannya pada gadis itu terlalu besar, sehingga ia lebih baik memutuskan untuk menunggu si gadis mendapatkan gelasnya terisi dan membiarkannya minum beberapa teguk sebelum ia melanjutkannya.
Jadi, bisa kita mulai sekarang?
Aku sedang minum.
Oh ayolah, gelasmu sudah terisi. Berbicara sedikit tidak akan membuatnya menguapkan? Lagipula kenapa harus minum-minum seperti ini? Bagaimana kalau terjadi sesuatu saat kau pulang ke-
Oh, jangan bercanda. Kamu tahu rumahku ada tepat didepan bar ini. Aku bahkan tak perlu mengemudi, toh tinggal menyebrang jalan saja, tak akan terjadi
Bisa kita mulai sekarang? dia mengulang pertanyaannya, kali ini suaranya lebih tajam.
Si gadis dengan nada geli berkata Harus ya?
Harus, karena aku peduli padamu.
Hmmph, mulai bicara kalau begitu.
Si pria menarik napas, seakan mempersiapkan dirinya untuk apa yang akan dia dengar nantinya. Matanya fokus pada gadis itu. Namun pandangan mereka tidak bertemu. Karena si gadis tetap menaruh perhatiannya pada gelas didepannya, matanya seperti keasikan memperhatikan buih-buih minuman yang kini dengan cepat tinggal separuhnya. Tapi ia mendengarkan, tentu. Hanya saja ini seperti si gadis hanya menganggap suara si pria seperti siaran radio atau malah seperti suara di kepalanya.
Sudah seminggu kau tidak pernah masuk kuliah, dan aku selalu tidak menghubungi ponselmu. Tempo hari aku mengunjungi rumahmu dan membunyikan belmu berkali-kali sampai seperti terasa selamanya tapi tak ada yang membukakan pintu. Ini benar-benar membuatku khawatir. Belum lagi dengan desas desus berita yang-
Oh, berarti kamu sudah mengetahuinya Clive? Oh, berarti benar semua orang sekampus sudah tahu akan hal ini. Tidak ada yang perlu kuceritakan padamu kalau begitu.
Jadi itu benar?
Ya Clive ya.
Maksudku yang desus-desus berita yang beredar yang isinya tentang-
Ayolah Clive tidakkah kau bisa menyimpulkan sendiri? Tentu saja benar, kalau itu palsu aku tidak akan capek-capek menyembunyikan hidungku. Kalau itu palsu aku tidak akan berada disini dan berada diluar sana sibuk menceritakan kebenaran. Tapi kenyataannya, itu sungguhan, mereka bahkan mempunyai foto-foto yang-
Foto-foto? Mereka bahkan punya foto? Aku belum melihatnya.
Oh jadi kamu ingin melihatnya? Lucu sekali. Jika itu tujuanmu kesini maka-
Jangan bodoh, tentu saja tidak.
Kenapa tidak?
Aku belum melihatnya tapi begini saja tetap saja terlalu mengejutkan untukku. Mungkin aku sebaiknya tak melihatnya.
Ya, kamu sebaiknya tidak.
Lagipula walau kamu seperti itu, kan kamu tidak harus melakukannya di tempat yang , yah ,riskan seperti itu. Maksudku-
Ya, Clive. Ini semua salahku dan aku sama sekali bukan korban keadaan disini. Dan tentu saja aku tidak merasa tertekan karena ini. Sama sekali tidak.
Maaf Anna.
Si gadis lalu langsung menghabiskan sisa minuman di gelasnya dengan sekali teguk, hanya untuk beberapa saat kemudian gelas itu sudah terisi penuh kembali. Si pria tampaknya merasa agak merasa bersalah langsung memberondong gadis itu dengan berbagai macam pertanyaan tanpa memperhatikan perasaannya. Justru Anna lah yang paling tersiksa karena keadaan ini, mungkin begitu pikirnya. Raut wajah yg cemas tadi berubah menjadi raut wajah yang lebih tenang, tapi juga terpancarkan rasa sedih. Si pria lalu ikut memesan beer dan setelah beberapa saat dalam diam, dia melanjutkan pembicaraan, kali ini dengan nada yang lebih lembut.
Jadi, kau menyukainya?

Feel free to leave a comment/critic/feedback or anything

Spoiler for Part 1:
Under the Starry Night
by ekka4shiki, 2012
Itu adalah malam yang indah. Bintang-bintang yang begitu banyak bertaburan di langit seharusnya menjadi daya tarik bagi orang-orang untuk menengadah ke atas dan mengapresiasi kecantikannya. Mungkin dengan berlama-lama memandanginya . Mungkin sekalian mencoba menghitung jumlah bintang yang ada. Yah sebelum kamu menyimpulkan itu mustahil dan memutuskan untuk menyerah, tentu. Tapi tidak, bahkan langit malam ini tak bisa menghalangi orang-orang untuk pergi ke bar untuk sekedar minum-minum atau bersenang-senang bersama teman-temannya. Langit-langit bar di atas mereka mungkin tidak indah untuk dilihat, tapi setidaknya mereka mendapat kenyamanan di situ, apalagi yang mempunyai alasan tersendiri.
Begitu pula dengan bar yang satu ini. Meskipun bisa dibilang bar yang relatif kecil karena terletak di pinggiran kota, tapi kalau dilihat dari seberapa banyak orang didalamnya sebenarnya tempat ini lumayan ramai. Walau begitu, suasananya menyenangkan. Tentu saja tempat ini berisik oleh orang-orang, tapi entah kenapa tetap terpancar aura ketenangan yang nyaman. Yah, memang seperti itulah suasana di bar ini. Yang jelas orang orang terlihat bahagia di situ. Terlihat dari wajah gembira mereka yang sedang terlibat topik pembicaraan menarik dengan teman minumnya, atau dari suara tawa keras ketika mereka saling lempar lelucon sambil berusaha tidak menumpahkan bir dari gelas atau memuntahkannya. Mereka tampak bahagia, kecuali mungkin satu orang, seorang gadis yang duduk menyendiri di pojok counter bar dengan konsentrasi penuh tertuju pada gelas kosong di depannya.
Dia adalah gadis yang cantik. Mirip seorang model malah. Jika kamu melihatnya mungkin kamu akan bertanya-tanya kenapa dia tidak datang bersama teman-teman wanita yang sama cantiknya, berbicara tentang cowok yang mereka incar atau apalah, kau tahu, pokoknya sesuatu yang dilakukan para anak muda untuk bersenang-senang yang bisa terpikirkan. Ya gadis ini masih lumayan muda, tentu saja dia sudah cukup umur untuk masuk ke tempat seperti ini, tapi intinya dia masih terlihat muda dan dia duduk menyendiri. Rambutnya yang hitam sebahu dia biarkan menutupi wajahnya yang cantik. Seolah dia ingin menutupinya, supaya tidak dikenali orang. Agak aneh sebenarnya karena disisi lain dia tampaknya sama sekali tidak keberatan untuk menunjukan kemolekan tubuhnya. Itu karena dia mengenakan tank-top yang cukup terbuka dan celana panjang ketat yang lumayan memperlihatkan lekuk indah tubuhnya. Dan tank-topnya berwarna merah menyala kalau kamu belum tahu, sangat mencolok untuk seseorang yang membiarkan rambut menutupi wajahnya. Sangat tidak natural. Gadis ini juga, tidak merespon ketika namanya dipanggil berkali-kali.
Seorang pria, agak jangkung, seumuran dengan gadis itu, terus menerus memanggil nama gadis itu ketika dia menyadari keberadaannya. Dan dia menyadarinya sejak ia berada di pintu masuk bar, jadi dia sudah memanggil berulang kali. Alih-alih raut wajah jengkel karena tidak dihiraukan, kecemasan adalah yang sesuatu yang tergambar dengan jelas di muka pria dengan hidung mancung itu. Gadis itu akhirnya merespon, ketika si pria sudah berada tepat disampingnya dan memegang pundaknya.
Oh kamu.
Ada apa Anna, kenapa kau tidak-
Duduklah dulu. Dan pelankan suaramu, aku tidak ingin orang-
Baik, baiklah, kata pria itu sembari secepat kilat menempati tempat duduk yang ada tepat di sebelah kanan gadis itu,Nah, sekarang ceritakan kepadaku kenapa-
Minumanku habis.
Huh? Apa katamu, aku bertanya-
Aku bilang minumanku habis kata si gadis menunjuk gelas kosong didepannya.
Apa? Oh, baiklah. Pesan saja biar aku yang bayar. Nah sekarang-
Bartender, tambah satu lagi.
Si pria kini tampak agak kesal karena si gadis lebih menaruh perhatian pada minumannya daripada orang yang sedang bicara padanya. Tapi kecemasannya pada gadis itu terlalu besar, sehingga ia lebih baik memutuskan untuk menunggu si gadis mendapatkan gelasnya terisi dan membiarkannya minum beberapa teguk sebelum ia melanjutkannya.
Jadi, bisa kita mulai sekarang?
Aku sedang minum.
Oh ayolah, gelasmu sudah terisi. Berbicara sedikit tidak akan membuatnya menguapkan? Lagipula kenapa harus minum-minum seperti ini? Bagaimana kalau terjadi sesuatu saat kau pulang ke-
Oh, jangan bercanda. Kamu tahu rumahku ada tepat didepan bar ini. Aku bahkan tak perlu mengemudi, toh tinggal menyebrang jalan saja, tak akan terjadi
Bisa kita mulai sekarang? dia mengulang pertanyaannya, kali ini suaranya lebih tajam.
Si gadis dengan nada geli berkata Harus ya?
Harus, karena aku peduli padamu.
Hmmph, mulai bicara kalau begitu.
Si pria menarik napas, seakan mempersiapkan dirinya untuk apa yang akan dia dengar nantinya. Matanya fokus pada gadis itu. Namun pandangan mereka tidak bertemu. Karena si gadis tetap menaruh perhatiannya pada gelas didepannya, matanya seperti keasikan memperhatikan buih-buih minuman yang kini dengan cepat tinggal separuhnya. Tapi ia mendengarkan, tentu. Hanya saja ini seperti si gadis hanya menganggap suara si pria seperti siaran radio atau malah seperti suara di kepalanya.
Sudah seminggu kau tidak pernah masuk kuliah, dan aku selalu tidak menghubungi ponselmu. Tempo hari aku mengunjungi rumahmu dan membunyikan belmu berkali-kali sampai seperti terasa selamanya tapi tak ada yang membukakan pintu. Ini benar-benar membuatku khawatir. Belum lagi dengan desas desus berita yang-
Oh, berarti kamu sudah mengetahuinya Clive? Oh, berarti benar semua orang sekampus sudah tahu akan hal ini. Tidak ada yang perlu kuceritakan padamu kalau begitu.
Jadi itu benar?
Ya Clive ya.
Maksudku yang desus-desus berita yang beredar yang isinya tentang-
Ayolah Clive tidakkah kau bisa menyimpulkan sendiri? Tentu saja benar, kalau itu palsu aku tidak akan capek-capek menyembunyikan hidungku. Kalau itu palsu aku tidak akan berada disini dan berada diluar sana sibuk menceritakan kebenaran. Tapi kenyataannya, itu sungguhan, mereka bahkan mempunyai foto-foto yang-
Foto-foto? Mereka bahkan punya foto? Aku belum melihatnya.
Oh jadi kamu ingin melihatnya? Lucu sekali. Jika itu tujuanmu kesini maka-
Jangan bodoh, tentu saja tidak.
Kenapa tidak?
Aku belum melihatnya tapi begini saja tetap saja terlalu mengejutkan untukku. Mungkin aku sebaiknya tak melihatnya.
Ya, kamu sebaiknya tidak.
Lagipula walau kamu seperti itu, kan kamu tidak harus melakukannya di tempat yang , yah ,riskan seperti itu. Maksudku-
Ya, Clive. Ini semua salahku dan aku sama sekali bukan korban keadaan disini. Dan tentu saja aku tidak merasa tertekan karena ini. Sama sekali tidak.
Maaf Anna.
Si gadis lalu langsung menghabiskan sisa minuman di gelasnya dengan sekali teguk, hanya untuk beberapa saat kemudian gelas itu sudah terisi penuh kembali. Si pria tampaknya merasa agak merasa bersalah langsung memberondong gadis itu dengan berbagai macam pertanyaan tanpa memperhatikan perasaannya. Justru Anna lah yang paling tersiksa karena keadaan ini, mungkin begitu pikirnya. Raut wajah yg cemas tadi berubah menjadi raut wajah yang lebih tenang, tapi juga terpancarkan rasa sedih. Si pria lalu ikut memesan beer dan setelah beberapa saat dalam diam, dia melanjutkan pembicaraan, kali ini dengan nada yang lebih lembut.
Jadi, kau menyukainya?
0
1.8K
Kutip
9
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan