

TS
MaxMarcel
[Orific] Outcast of Pride Series
![[Orific] Outcast of Pride Series](https://dl.kaskus.id/i1270.photobucket.com/albums/jj608/Max_Orient/394491_419912144710911_136719146_n.jpg)
genre: fantasy, romance, adventure
Awalnya di design untuk menjadi cerita sekali baca selesai, tapi dengan adanya sekuel cerita ini berubah menjadi seri pendek

Spoiler for part 1:
Outcast of Pride
Selama ratusan tahun pohon Veill’ark merupakan tanda masa keemasan kaum druid dan pengikutnya. Pada masa itu aliran druid di kalangan kaum manusia mencapai puncaknya. Baik manusia dan hewan seakan tertarik oleh kekuatan mistis untuk berziarah menuju pohon agung tersebut. Mereka membawa berbagai macam persembahan di bawah naungan cabang-cabangnya yang mengagumkan.
Tapi sekarang akar-akar raksasa pohon Veill’ark yang mencengkeram tanah sudah kering dan tampak rapuh. Tidak ada lagi daun hijau yang menghiasi dahan-dahannya yang memayungi angkasa. Bahkan kehidupan sendiri enggan untuk menghuni pohon tersebut.
Tidak ada makanan persembahan di bawah pohon tua itu. Tidak ada daging rusa ataupun kelinci, bahkan buah-buahan atau kacang-kacangan sama sekali tidak terlihat. Hal itu membuat Alfarr melepaskan napasnya dengan kecewa.
Ia masih ingat ketika berbagai hewan-hewan liar menyisihkan makanan untuk para penjaga pohon Veill’ark. Tapi jaman sudah berubah. Dan bagi kaum druid, jaman berubah terlalu cepat dengan arah yang mengerikan. Dengan sedih Alfarr memandang pohon Veill’ark. Apa yang dulunya merupakan lambang dari kasih dan perlindungan dewa-dewa lama sekarang sudah memudar.
Alfarr tahu dengan baik bahwa tidak ada harapan bagi pohon itu. Sama seperti tidak adanya harapan bagi kaum druid yang menyembah dewa-dewa lama. Tapi ide tersebut sama sekali tidak dapat diterima hati kecilnya. Karena tanpa pohon Veill’ark, ia tidak akan punya lagi tujuan di dunia ini.
Pada akhirnya Alfarr memutuskan untuk menyingkirkan jauh-jauh kepedihannya. Mengingat masa lalu tidak dapat mengenyangkan perutnya yang lapar.
“Binatang sialan, tidakkah mereka ingat pada orang yang menjaga keseimbangan alam ini.” gerutu Alfarr sambil berjalan menjauhi pohon Veill’ark, “Hutan ini sangat luas dan binatang yang menghuninya tidak terhitung, tidak adakah satupun yang berbelas kasihan pada penjaga hutan ini?”
Gemerutu Alfarr sama sekali tidak berhenti sepanjang perjalanannya untuk mencari makanan. Ia baru saja akan mengomel tentang burung-burung pheasant yang tidak menaruh biji-bijian di bawah pohon Veill’ark ketika tanpa sadar matanya terarah pada sebuah gundukan kecil.
“Tidak hanya melupakan penjaga alam ini, bahkan serigala sekarang sudah membuang-buang makanan.” gerutu Alfarr lebih lanjut, walaupun sebenarnya ia senang karena bisa makan sisa-sisa tersebut.
Alfarr terkejut. Ia menahan napasnya ketika sadar gundukan tersebut bukanlah bangkai binatang. Tanpa diduga, apa yang tadinya diduga Alfarr sebagai seonggok mayat rusa ternyata merupakan manusia. Seorang wanita.
Dalam sekejap nalurinya sebagai seorang druid bekerja. Ia berlutut di samping sosok wanita tersebut. Pandangannya dengan cepat jatuh pada cairan merah yang menodai tanah. Tangan kiri wanita itu terpotong pada pergelangan, lukanya tampak mengerikan dan tidak terawat. Sementara itu tangan kanannya dirantai dan dibelenggu.
Tubuh wanita itu panas dan ia dapat mendengar napas lemah yang dapat menghilang setiap waktu. Dalam sekejap ia tidak lagi merasa lapar, pembuluh darahnya telah dipenuhi dengan tugas untuk membantu makhluk hidup lain. Tanpa membuang-buang lebih banyak waktu, Alfarr mengangkat tubuh wanita itu dengan berhati-hati dan berjalan kembali ke kediamannya.
“Dewa-dewa lama mengawasi dan menjagamu, tidak ada yang meninggalkan dunia ini dengan sia-sia.” bisiknya dalam bahasa kuno, mengulang sepotong doa kaum druid.
***
Sentuhan lembut matahari membuatnya terjaga. Di mana aku?Bisiknya lemah dalam hati.
Aislinn mencoba untuk bangkit tapi tubuhnya terlalu lemah. Ia dapat merasakan setiap anggota tubuhnya menolak keinginannya, seakan-akan ia sedang diikat dengan rantai tidak terlihat dan diberi pemberat.
Apa yang terjadi. . ? Perlahan-lahan ia menarik tangan kirinya dan menemukan lukanya sudah di perban. Ya. . . Aku melarikan diri. Tapi kemudian. . ? Aislinn menggali ingatannya, tapi kabut tebal menutupi pikirannya. Semakin kuat ia berusaha mengingat, semakin kuat kabut yang menyelimuti pikirannya.
Dengan tubuhnya yang lemah, Aislinn berjuang keras melawan kabut pikirannya. Tapi pada akhirnya ia menyerah dan membiarkan rantai-rantai mimpi menariknya.
Begitu ia membuka kembali matanya, Aislinn melihat sosok samar-samar berdiri di sampingnya. Kata-kata dalam bahasa asing mendesis di telinganya dan membuatnya terjaga seketika itu juga. Instingnya mengambil alih, dengan sekuat mungkin ia mendorong sosok itu dengan tangan kanannya.
Sosok itu meneriakan serangkaian kata-kata dalam bahasa asing ketika terhuyung ke belakang.
Ketika matanya tidak lagi berkunang-kunang, Aislinn sadar bahwa ternyata sosok itu merupakan seorang pria dengan penampilan yang aneh. Pria ini mengenakan pakaian dari berbagai kulit binatang dan memiliki rambut panjang yang berantakan.
“Tenanglah, aku tidak memiliki niat jahat padamu.” kata pria tersebut dengan aksen yang asing.
“Di mana diriku sekarang? Apa yang terjadi?” tanya Aislinn dengan nada waspada.
“Kau berada jauh di pedalaman hutan Veill. Aku menemukanmu tidak sadarkan diri, kau terluka dan memiliki demam tinggi, tapi sepertinya kau sudah cukup kuat sekarang.”
Ketegangan Aislinn berkurang. Ia mengangkat tangan kirinya dan kembali melihat lukanya yang sudah diperban.
“Kau yang melakukan ini?” tanya Aislinn.
“Tidak, tangan kirimu sudah terpotong ketika aku menemukanmu!” jawab pria itu panik.
“Bukan itu maksudku. Apa kau yang mengobatiku?”
Pria itu mengangguk kecil.
“Terima kasih. . . Maaf aku sudah merepotkanmu.” kata Aislinn lemah.
Melihat sikap Aislinn yang sudah lebih tenang, pria itu mendekatinya.
“Bolehkah aku mengetahui kisahmu? Aku tahu kau sedang melarikan diri. Dari siapa?”
“Tentu saja, kau tahu.” desah Aislinn. Suara gemerincing rantai memecah keheningan ketika ia mengangkat tangan kanannya yang masih terbelenggu, “Apakah kau takut menolong seorang penjahat dari Kekaisaran?”
“Tidak.” jawab pria tersebut dengan ringan.
Aislinn sama sekali tidak menduga jawaban tersebut tapi ia tidak menunjukkan keterkejutannya. Ia hanya menatap penolongnya dengan lembut dan mulai bercerita, “Syukurlah kalau begitu. Aku melarikan diri ketika pasukan Kekaisaran hendak memindahkan tempat tahananku. Ketika penjagaan mereka sedang lengah, aku memotong tangan kiriku sendiri untuk melepaskan diri dari cincin rantai yang terpaku pada kereta tawanan. . . Kurasa kau tidak perlu khawatir, tidak ada pasukan Kekaisaran yang bisa mengejarku. Aku melarikan diri ketika mereka semua tertidur lelap. Mereka sama sekali tidak mempertimbangkan ada orang yang bisa bertindak sekasar diriku.”
“Kau menempuh perjalanan yang sangat jauh untuk dapat mencapai tempat ini.” pria itu terdengar simpatik. Pandangannya menjadi melunak, “Aku turut menyesal atas apa yang terjadi padamu. Tapi mungkin ini bukan tempat terbaik untukmu.”
“Aku tidak mengerti.” jawab Aislinn bingung.
“Lihatlah sekelilingmu.” balasnya singkat.
Aislinn memperhatikan ruangan tempat ia berada. Dinding kayu yang dihiasi oleh tulang dan kulit binatang mendominasi ruangan tersebut. Tentu saja bagi Aislinn kamar tersebut akan tampak seperti kediaman pemburu, jika tidak ada lambang kepala rusa jantan dengan mahkota wreath di setiap tiang penyangga.
Pikiran Aislinn melayang pada kisah-kisah pemberontakan ratusan tahun lalu, ketika Kekaisaran melarang penyembahan dewa-dewa lama. Kaum druid dan penduduk pribumi melawan titah ini. Gambar kasar dari kepala rusa bermahkota wreath terukir pada tiap bendera pemberontak.
Pertempuran-pertempuran bersejarah terjadi di seluruh Kekaisaran, tapi pada akhirnya pemberontakan mereka hanyalah sebuah perjuangan pahit tanpa hasil. Tidak hanya pemujaan dewa-dewa lama yang dilarang, kaum druid dan pendukungnya diburu oleh Kekaisaran. Selamanya mereka menjadi orang asing di tanah kelahiran mereka sendiri.
Bila saja ia tidak melakukan kejahatan dan masih berada pada posisi lamanya, Aislinn sendiri memiliki kewajiban untuk mengusir kaum druid yang berada dalam daerah Kekaisaran. Tapi keadaan sudah jauh berubah baginya sekarang.
“Tidak apa...” Aislinn dapat merasakan ironi di lidahnya sendiri, “Kau bisa memanggilku Aislinn. Aku tidak punya tempat lain sebagai tujuan. Dapatkah aku tinggal disini, setidaknya untuk sementara.” pinta Aislinn dengan sungguh-sungguh.
“Dewa Hercine memberkatiku dengan nama Alfarr dan kau bebas untuk tinggal selama apapun disini.” kata Alfarr ramah.
Aislinn tersenyum lemah, ia merasa senang karena diterima. Ia ingin mengenal penolongnya lebih jauh tanpa perlu memperhatikan status sosialnya, tapi rantai-rantai kelelahan kembali menjeratnya.
“Aku...” Ia berusaha mengucapkan rasa terima kasihnya, melawan rasa kantuk yang menyeretnya. Walaupun ia tidak berhasil menyelesaikan kalimatnya, senyum tulus di wajahnya sudah mewakili hatinya.
***
Diubah oleh MaxMarcel 12-12-2012 19:25
0
5.1K
Kutip
66
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan