Angin seperti memisahkan Jarak membunuh Waktu ... menyakitkan Berbeda dengan yang dulu Sebelum ini Kosong hampa tak percaya Hati lelah berbicara Ingin lari menyerah Kalah .... Titik ini tiada di mimpi Semua terlihat gelap Tanganku meraba mencari jendela Ingin ku pulang segera Ingin kembali Sa
Lirik lama Gurat merah sebuah luka Tercipta karena cinta, Cinta pertama yang tlah hilang Kau bawa pergi Dan tak kembali Dan tak kembali So sorrow I can’t to understand I can’t to understand by punya orang
ingin ku rajut sayap yang patah terbang bersamamu indah tapi ... semua enyah berdarah, kau tembak aku, kau cabik aku siksa aku .. sayapku tinggal satu semoga bisa menjagamu hingga ujung aku disini menjagamu hingga turun salju hingga mendung sayap terbakar matahri berjatuhan tertanam dibumi semua
nyimak ... ada persepsi si anak pernah melihat si pemberi hadiah melalkukan pembunuhan setelah salah satu keluarga di beri headphone, dan kondisi nya sia anak bisu dan lumpuh .... sepertinya
tanpa kata kita berdua tanpa kita kata bicara doa doa yang tersirat dia menjadi kalimat sendiri selalu mencari kenapa kenapa yang masih kenapa bukan karena yang membuat kenapa tapi kita berdua yang tak bicara saling tatap mata bahasa tanpa bahasa saling meresapi seperti gula bercampur kopi sore t
pergi mu adalah kembali di bulan juli bukan juni sedang puisi mu itu juni kini hujan bulan juli bertopi, berbaju sederhana karyanya kata kata surga menyiram mata dengan kosa kata menyenntuh hati tanpa telunjuk hari minggu kelabu kami harus terima berita sang maestro tutup mata karyanya yang tersisa
waktu kecil cita citaku arsitek biar jago gambar terus dibayar siapa yang tidak tertarik lalu smp ... aku ingin jadi atlit karate jago jurus, bisa lawan yang badannya gede ikut turnamen dimana saja sukur sukur dapat juara pasti emak bapak bangga lalu SMA ... Cita citaku menjadi guru kerja tanpa
Sudah aku lelah Jangan minta aku bertahan Sudah pasti aku kalah Tanpamu aku hanya sampah Sore tak ada nanti Nanti tak ada sore Aku jangan di cari Aku sudah selesai Sekejap waktu ku tlah membeku menjadi batu tlah tiada tinggal nama di situ aku berada
Awan bersemayam bersama angin Bergontai tanpa tali Di atas gunung terasa dingin Membeku melawan rindu Bibir laut menyentuh tanah Kaki menerawang hutan Dengan udara aku resah Menuju rumah mewah Menuju sawah abah Lelah hati semantara lari Menghitung waktu, menghitung mendung Beberapa kursi sepi H
Beridirilah seperti pagi Yakinlah semua akan cerah Jangan menyerah, jangan mengalah Meski keadaan payah Aku tahu kakimu itu batu Tak mudah patah Tak mungkin kalah Ingat dulu lebih susah Waktu tak sekejam itu Kau tahu itu Lalu kenapa kau benci itu Kamu tak seperti itu Kamu akan baik baik saja Kamu
Dalam bayang aku tumbang Khayalku mendekap mu Dalam rindu, tanpa hulu Lalu wajahmu datang Terpenjara dalam ruang Kita tertawa bercnada riang Berusaha menyetuh meski jauh Saling merengkuh, jangan jatuh Matahari semakin tinggi di angkasa Semakin lama, ingin lebih lama Sisa yang tersisa, namun teras
siapa kami, kami hanya anak guru ngaji kami hanya anak nelayan kami hanya anak petani kami di sini untung untung an tak seperti beberapa teman kami katanya teman seangkatan tapi sudah punya kenalan bapak yg punya jabatan ibu di gedongan lalu kami bisa apa, selain sedikit mencela kabar datang dari
... langit yang jingga kalah merona, dengan senyum mu jiwa hujan yang deras pun, reda segera ketika senyum mu mekar membakar mata seperti insan sendiri di gurun mencari tepi, tak jua berjumpa lalu, seketika hujan turun aku merasa, dirimu sepoerti itu keringat yang pekat lelah yang resah hati yang
sepi terbang menjadi burung menerjang langit menyapa mendung bercahaya bersama surya terbakar tiada oleh fana ruang kosong aku ada terkunci dalam imajinasi nyata jalan kehidupan, tanpa jalan tapi harus hidup menahan burung singgah di ranting tua bertemu dengan kupu kupu jingga mereka berdua bercer
kini kalian bimbang takut hanyut terbunuh gelombang aku diam tak menantang aku sudah lama hilanh aku sudah terbuang kini waktu yang membiru langit mulai menghujani batu kemana kalian lari, aku tak peduli aku sudah lama pergi, aku sudah tiada lagi kini kalian berbicara keras keras seperti monyet ya
jika aku menjadi mesin ketik aku akan membunyikan kata kata menjadi bait bait yang tak rata seperti rinduku, yang pelik jika aku menjadi kertas akan ku buka lebar lebar dadaku lalu ku tatto dengan tinta dengan nama jelas namamu, kamu tahu jika aku menjadi batik ... warna yang ku siram beraneka ber
hari ini lebih cepat kau pergi padahal belum datang pagi aku tak bisa apa apa selain senyum pura pura apa saja ada selain asa terbawa padamu semua pada malam malam genap kita lenyap, menjadi uap hari ini selalu begini aku rakayak dengan kopi sedikit gula, air mendidih mandi membakar sepi menjadi
hujan juga yang menegerti setia menemani di penghujung senja sepanjang perjalanan yg kujalani rintikmu tak terhitung bisikmu teduhkan relung kau bilang jangan bingung percaya saja, semua hanya panggung lalu sekilas kunang kunang berdiri disisi dada memeluk ku, hangat kanku menghiburku dengan ding
kau pun takkan mengerti baaimana harusnya mengerti bagaimana harus menerima kau hanya mengerti bagaimana menerima, tanpa memberi waktu takkan memeberi apa apa selain perpisahan dan kesedihan aku harus terima aku harus jalani semua aku tidak bisa apa apa aku tidak apa apa aku pun mnegerti pada wakt