orang ini aktivis 98? ngadi2. dia peliharaan orba. pintarnya separuh, jadi nggak paham strategi dengan benar. melakukan hal macam ini di era AI itu kesia2an. aplikasi chat bisa lakukan kerjaan lebih bagus dari 100 orang ahli sejarah & mengkompilasi lebih banyak referensi. bilang aja ini bukan pr
kalau mau buat orang naik kendaraan umum, ya transit oriented housing. nggak usah jauh2, ada rusun 10 ribu unit di jkt, mayoritas kelas menengah ke bawah, nggak dilewati 1 pun transportasi publik, minimal transjakarta. harusnya ini yang diprioritaskan supaya orang mau tinggal di rusun. buat yang ...
itu tanah punya pemilik mini market, terserah dia kalau mau parkir gratis. yang masalah ujug2 ada yang merasa akamsi lalu tarik duit parkir & nggak ada kontribusi baik ke pemilik tanah & retribusi parkir yang wajib dibayar kalau orang mengelola tempat parkir berbayar.
yang bangun tembok berlapis2 tentu tau bahaya apa yang dihadapi di balik tembok sampai perlu buat itu.
sesuatu yang sudah ditutupi cukup lama malah jadi terbuka karena hal semacam ini yang sebetulnya nggak perlu dilakukan. dengan menutup2i malah dicurigai, padahal cukup beri tempat sepintas untuk cerita yang selama ini beredar aja, jadi nggak perlu diungkit & dicurigai. masa hal begini aja harus
makan prasmanan itu justru sampahnya paling sedikit. logikanya ke mana? orang akan ambil sesuai dengan kemampuannya, bukan dibuat sama rata + nggak perlu pakai pembungkus.
yang harusnya diatur bukan mitra jadi karyawan. tapi: - besaran potongan aplikasi dibatasi, saran saya 5% aja. - potongan langsung yang masuk ke BPJS TK & kes dari tiap transaksi supaya benefit2 yang dinikmati karyawan juga bisa dinikmati oleh mitra aplikasi apapun untuk yang menjadikan mitra ap
dulu capek, stres, kurang tidur, makan diatur. sekarang bebas, ya wajar jadi gemuk. nggak usah berteori aneh2 lah.
pembunuhan itu sudah melanggar ham. jadi nggak usah dibuat framing kalau ditambah mutilasi jadi sesuatu yang perlu dibuat istimewa. yang penting itu pembunuhan diusut oleh polisi atau polisi militer. itu sudah.
suka2 orang itu aja lah. memang dia melanggar aturan apa di negeri ini? kalau nggak suka, jangan dilihat.
itu duit dari pembayar pajak, bukan duit bapaknya orang2 itu. di mana2 tugas belajar itu harus ada imbal balik untuk yang membayari. malah harusnya ilmu itu nggak disimpan sendiri, harus dibagikan ke orang2 lain. itu sebabnya seharusnya kuliah di LN dengan biaya negara hanya boleh untuk tujuan ToT.
karena memang niatnya korupsi, mau pakai tender atau ekatalog juga selalu ada cara untuk bisa korupsi. negeri bedebah...
kelihatannya ekonomi kita bukan tumbuh, tapi berkembang. masalahnya yang berkembang itu lemak semua...
lpdp yang ke luar negeri (negara2 barat) harusnya hanya untuk dosen & guru saja, seperti ToT. untuk yang lain2, hanya bisa di dalam negeri atau luar negeri yang berbiaya hampir setara dengan ranking kampus lebih tinggi dari yang lokal, macam ke malaysia. untuk bisnis, hukum & ilmu2 sosial, malah ...
kayaknya dia goa pakar jepang... kenapa nggak bilang lulusan terbaik harvard aja... harvard english course. nilai 100/10.
omong prihatin, tapi ketika diberi kesempatan jadi menkes pun ternyata nggak ngapa2in. cek berapa banyak profesor kampus ini yang jadi menkes, hasilnya apa? kesimpulan, ngomong itu mudah & gratis, tapi eksekusinya itu bukan urusan gampang + butuh keberanian. kalau mau maju, lupakan independensi