Kaskus

News

mabdulkarimAvatar border
TS
mabdulkarim
Media Malaysia soal 8 Korban Banjir Aceh Meninggal Kelaparan Diblokir di Indonesia
Berita Media Malaysia soal 8 Korban Banjir Aceh Meninggal Kelaparan Diblokir di Indonesia
Media Malaysia soal 8 Korban Banjir Aceh Meninggal Kelaparan Diblokir di Indonesia

Last updated: Rabu, 24 Desember 2025 15:28 WIB
By
M Saman
Lama Bacaan 4 Menit

Laporan media Malaysia, Buletin TV3, yang mengungkap dugaan meninggalnya 8 warga korban banjir di Desa Geudumbak, Kecamatan Langkahan, Aceh Utara, akibat kelaparan dan kedinginan diblokir di Indonesia. (Foto: Ist)
SHARE
Aceh Utara, Infoaceh.net – Laporan media Malaysia, Buletin TV3, yang mengungkap dugaan meninggalnya sedikitnya delapan warga Desa Geudumbak, Kecamatan Langkahan, Aceh Utara, akibat kelaparan dan kedinginan saat banjir besar, menuai perhatian luas warga Aceh.

Namun, berita tersebut dilaporkan tidak dapat diakses dari Indonesia tanpa menggunakan VPN.

Tautan berita berjudul “8 Penduduk Aceh Terkorban Akibat Kebuluran, Kesejukan” yang dipublikasikan pada 21 Desember 2025 itu menyebar luas di grup WhatsApp dan media sosial.
Saat diakses dari Indonesia, pembaca justru mendapati pesan, “Maaf, Anda telah diblokir, Anda tidak dapat mengakses buletintv3.my.” Menariknya, tautan yang sama dapat dibuka normal ketika menggunakan layanan Virtual Private Network (VPN).

Dalam laporan yang ditulis jurnalis Malaysia Othman Mamat, Buletin TV3 mengutip pemberitaan Harian Metro yang menyebut banjir besar di Langkahan pada 26 November 2025 telah memicu tragedi kemanusiaan serius.

Disebutkan, sedikitnya delapan warga meninggal dunia setelah berusaha menyelamatkan diri dengan berpegangan pada pelepah dan pucuk pohon kelapa sawit, dalam kondisi lapar dan kedinginan di tengah derasnya arus banjir.

Dari jumlah tersebut, satu korban dilaporkan belum ditemukan, sementara tujuh lainnya ditemukan meninggal dunia di bawah timbunan kayu balak yang hanyut dari kawasan pegunungan sekitar.
Media Malaysia itu juga mengulas kesaksian warga yang awalnya berlindung di atap rumah, namun terpaksa berpindah ke pohon-pohon ketika rumah mereka dihantam batang kayu besar hingga roboh dan hanyut.

Selain korban meninggal, lebih dari 40 warga, termasuk anak-anak dan bayi, dilaporkan terjebak selama dua hari dua malam di atap sebuah surau dua lantai. Mereka bertahan tanpa makanan, hanya meminum air hujan, dalam kondisi hujan deras dan suhu dingin.

Imam surau setempat, Rostam Abdullah (49), yang dikutip Buletin TV3, mengatakan air banjir naik sangat cepat hingga merobohkan sebagian struktur bangunan surau.
“Air dari sungai melimpah deras, menenggelamkan bagian bawah surau. Kami yang tidak sempat menyelamatkan diri terpaksa memanjat ke bumbung. Ada seorang mangsa yang mengalami strok,” ujar Rostam.

Dalam kondisi darurat, warga mengikat korban stroke tersebut dengan tali sebelum menariknya ke atap. “Keadaan amat cemas dan menakutkan kerana sekeliling sudah menjadi lautan,” katanya.
Rostam juga menuturkan, banjir membawa arus kayu dan balak dari gunung yang merobohkan rumah-rumah warga. Ironisnya, tumpukan balak itu justru membentuk semacam benteng alami di sisi surau, sehingga bangunan tersebut tidak roboh sepenuhnya.

Dari sekitar 150 rumah di desa tersebut, lebih dari 100 rumah atau hampir 80 persen dilaporkan hanyut dan musnah.
Selain itu, lebih dari 200 hektare kebun warga rusak, menyebabkan banyak keluarga kehilangan tempat tinggal dan sumber penghidupan.
“Rumah dan kereta saya hilang sekelip mata, yang tinggal hanya tapak rumah,” kata Rostam.

Dipertanyakan, Mengapa Akses Berita Diblokir?

Hingga berita ini ditulis, belum ada penjelasan resmi dari pengelola situs Buletin TV3 Malaysia maupun otoritas terkait mengenai penyebab pemblokiran akses berita tersebut dari wilayah Indonesia.
Kondisi ini memicu pertanyaan dan kecurigaan di kalangan warga Aceh, mengingat isi pemberitaan menyangkut peristiwa kemanusiaan serius yang berdampak langsung pada masyarakat setempat.
Sejumlah warga menyebut, tautan berita tersebut masih dapat diakses melalui mesin pencari Google atau media sosial, namun tampil tidak seperti versi normal dan sebagian konten sulit dimuat.
Situasi ini menambah polemik di tengah upaya masyarakat Aceh menuntut transparansi informasi, khususnya terkait jumlah korban dan kondisi nyata di lapangan selama bencana banjir besar melanda wilayah pedalaman Aceh Utara.

https://www.infoaceh.net/2025/12/24/...-di-indonesia/



Puluhan Ribu Warga Aceh Masih Terisolir, Koalisi Sipil Desak Penetapan Bencana Nasional
Konten Sensitif
Media Malaysia soal 8 Korban Banjir Aceh Meninggal Kelaparan Diblokir di Indonesia

Tayang: Rabu, 24 Desember 2025 12:27 WIB
Penulis: Rianza Alfandi | Editor: Nurul Hayati


zoom-inlihat fotoPuluhan Ribu Warga Aceh Masih Terisolir, Koalisi Sipil Desak Penetapan Bencana Nasional
TribunGayo.com/Alga Mahate Ara
SEBERANGI SUNGAI - Seorang bayi menagis digendong ibunya saat menyeberangi sungai mengunakan Tali Sling, melewati sungai jebatan Berawang Gajah menuju desa Bah, Kecamatan Ketol, Aceh Tengah, Selasa (23/12/2025). Daerah itu hingga kini masih terisolasi akibat akses darat yang putus total.
A-
A+

Laporan Wartawan Serambi Indonesia Rianza Alfandi | Banda Aceh

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH – Hampir sebulan atau 29 hari pascabencana banjir dan tanah longsor melanda 18 kabupaten/kota di Aceh, puluhan ribu warga di sejumlah wilayah hingga kini masih terisolir.

Kondisi ini mendorong Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Bencana mendesak Gubernur Aceh, Muzakir Manaf alias Mualem, untuk segera menyurati Presiden RI Prabowo Subianto agar menetapkan banjir Aceh sebagai Bencana Nasional.

Perwakilan Koalisi Sipil, Alfian, yang juga Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), menilai penanganan bencana di tingkat daerah belum berjalan optimal dan tidak sebanding dengan skala dampak yang dialami masyarakat.

“Sudah empat pekan pascabencana, masih ada masyarakat korban terdampak berada di pengungsian, meunasah, maupun balai-balai desa. Lumpur dan kayu-kayu bekas banjir masih bersarang di rumah dan pemukiman warga. Masalah lainnya adalah ketersediaan air bersih, hingga saat ini masih ada masyarakat memanfaatkan air sungai atau bekas tampungan hujan untuk dikonsumsi serta mencuci pakaian," kata Alfian, Rabu (24/12/2025).

Data yang dihimpun mencatat, sebanyak 70.326 jiwa masih terisolir di wilayah tengah Aceh akibat akses jalan yang terputus.

Jumlah tersebut tersebar di dua kabupaten, yakni Bener Meriah sebanyak 35.611 warga di 58 desa, serta Aceh Tengah sebanyak 34.715 jiwa di 48 desa.

Alfian menjelaskan, meski beberapa jalur utama seperti Jembatan Teupin Mane yang menghubungkan Bireuen–Bener Meriah sudah dapat dilalui, namun akses untuk menuju desa-desa terdampak masih sangat terbatas.

“Relawan yang telah berhasil memasuki Bener Meriah dan Aceh Tengah tidak cukup menggunakan kendaraan baik roda dua maupun empat, mereka juga harus berjalan kaki naik-turun melewati sungai lantaran beberapa titik masih terputus,” ujarnya.

Selain persoalan isolasi wilayah, Koalisi Sipil juga menyoroti banyaknya rumah-rumah warga di sejumlah daerah, seperti di Kabupaten Pidie Jaya sepanjang DAS Krueng Meureudu, masih dipenuhi lumpur hingga setinggi dua meter dan tumpukan kayu sisa banjir.

“Masalah ini tidak mungkin diselesaikan dengan alat sederhana, perlu alat berat, dan tidak semua korban punya akses atas alat berat. Beberapa korban terpaksa mengeluarkan uang hingga jutaan rupiah demi membayar jasa pihak lain untuk membersihkan rumahnya dari lumpur dan tumpukan kayu. Lagi-lagi, tidak semua korban punya kemampuan finansial pada situasi seperti ini,” tegasnya.

Desak Gubernur Surati Presiden
Alfian menambahkan, hingga saat ini Gubernur Aceh telah dua kali menetapkan status darurat bencana daerah, di mana masa status yang kedua ini akan berakhir pada Kamis (25/12/2025).

Namun, penanganan krisis di lapangan masih berjalan sangat lamban.

Untuk itu, ia menegaskan bahwa Gubernur Aceh perlu segera mengambil langkah strategis dengan mengirimkan surat resmi kepada Presiden agar status Bencana Nasional ditetapkan.

“Sudah saatnya Gubernur perlu bersurat secara resmi kepada Presiden untuk segera menetapkan status Bencana Nasional agar arah kebijakan penanganan bencana lebih tepat sasaran, jelas, terukur, dan fokus pada korban,” ungkapnya.

“Kita tidak mungkin membiarkan situasi warga bantu warga, bahkan korban bantu korban ini terlalu lama. Pemerintah mesti segera melaksanakan kewajibannya,” pungkasnya.

Untuk diketahui, Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Bencana ini terdiri dari Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), LBH Banda Aceh, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Banda Aceh, Yayasan Keadilan dan Perdamaian Indonesia (YKPI), International Centre for Aceh and Indian Ocean Studies (ICAIOS), dan KontraS Aceh. (*)

https://aceh.tribunnews.com/nanggroe...onal?page=all.

soal kondisi di Aceh


septi08Avatar border
superman313Avatar border
4l3x4ndr4Avatar border
4l3x4ndr4 dan 9 lainnya memberi reputasi
10
759
25
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan