Hai semuanya, Shalom Aleichem!
Selamat malam kalian semuanya!
Pada kesempatan yang sangat berharga ini, gue, Mbak Rora, akan membahas tentang 4 jenis cinta yang harus kita pahami

.
Sebelum kita masuk ke isi thread, mari kita menyanyikan lagunya almarhum Glenn Fredly dulu, yang berjudul “Semua Karena Cinta”

.
Lagu ini menceritakan bahwa apabila kita semua bisa kuat bertahan menghadapi segala masalah hidup dan berani berdiri tegak membela kebenaran, itu bukan karena kekuatan kita sendiri, melainkan karena selalu ada cinta yang hadir untuk menguatkan kita

.
Kalau kita mendengar kata
cinta, pikiran kita sering langsung melompat ke urusan lawan jenis, kencan, atau cerita romansa. Padahal, dalam kajian psikologi dan filsafat, cinta itu jauh lebih luas dan rumit. Cinta tidak selalu berwujud romansa, tidak selalu berujung kepemilikan, dan tidak selalu melibatkan lawan jenis. Cinta bisa hadir dalam hubungan keluarga, pertemanan, bahkan dalam perbuatan baik yang mungkin tampak terlalu sepele, tetapi bisa berdampak besar.
Dalam thread ini, kita akan membahas tentang empat jenis cinta yang sering dipakai dalam literatur klasik dan modern, yaitu agape, storge, filia, dan eros. Thread ini ditulis di luar konteks agama, sehingga kita akan memandang cinta sebagai peristiwa psikologis, sosial, dan biologis, alih-alih sebagai ajaran keagamaan. Gaya bahasanya santai, tetapi tetap berdasarkan sumber-sumber ilmiah. Thread ini paling pas untuk Gan/Sist yang ingin memahami cinta tanpa harus terjebak pada definisi sempit.
Quote:
Mengapa Kita Perlu Memilah-milah Jenis Cinta?
Para peneliti sudah sejak lama menyadari, bahwa cinta itu terlalu luas untuk dipahami sebagai satu perasaan tunggal. Psikolog sosial seperti Elaine Hatfield dan Robert Sternberg menunjukkan bahwa cinta terdiri dari banyak komponen, mulai dari perasaan, motivasi, kognisi, hingga perilaku. Oleh karena itu, mengelompokkan cinta ke dalam jenis-jenis tertentu membantu kita untuk memahami, mengapa kita bisa mencintai orang tua tanpa unsur romantis, mengapa persahabatan yang hangat terasa berbeda dari sekadar ketertarikan fisik, mengapa ada hubungan asmara yang penuh empati (tetapi tidak posesif), dan mengapa ada pula jenis cinta yang justru posesif dan obsesif.
Empat jenis cinta yang ada di thread ini sering digunakan sebagai kerangka awal untuk memahami keragaman jenis cinta tersebut.
Quote:
1. Agape, Cinta Yang Paling Tulus Dan Apa Adanya
Agape sering disebut sebagai jenis cinta yang paling murni dan jujur. Di luar konteks agama, agape dapat dipahami sebagai cinta altruistik, yaitu cinta yang tidak menuntut balasan, tidak bersyarat, dan tidak didorong oleh kepentingan pribadi apa pun.
Dalam ilmu psikologi modern, konsep ini sejalan dengan istilah
altruistic love atau
compassionate love. Menurut penelitian oleh Sprecher dan Fehr (2005), cinta yang altruistik ditandai oleh kepedulian mendalam terhadap kesejahteraan dan kenyamanan orang lain, bahkan ketika cinta tersebut tidak memberikan kenyamanan bagi diri sendiri.
Contoh nyata cinta agape bisa kita lihat pada beberapa hal ini, yaitu:
1. Relawan yang membantu korban bencana tanpa mengenal siapa pun yang dibantu
2. Donor darah atau donor organ yang tidak mengenal penerimanya
3. Seseorang yang memperjuangkan keadilan sosial tanpa pamrih apa pun
Yang menarik, cinta jenis agape ini tidak bergantung pada kedekatan emosional atau biologis. Seseorang bisa menunjukkan agape kepada orang asing yang belum pernah dikenalnya. Dari sudut pandang evolusi, perilaku ini sempat dianggap “aneh”, karena secara tidak langsung meningkatkan peluang bertahan hidup individu. Namun, penelitian di bidang biologi sosial menunjukkan bahwa altruisme justru bisa memperkuat kebersamaan kelompok, yang pada akhirnya menguntungkan populasi spesies tertentu secara besar-besaran.
Dalam konteks hubungan sosial sehari-hari, agape membuat seseorang mampu berkata bahwa dirinya peduli pada orang lain, bahkan ketika dirinya tidak mendapatkan apa-apa dari orang itu. Ini bukan bentuk cinta yang emosional atau dramatis, melainkan cinta yang paling tenang dan dewasa.
Quote:
2. Storge, Cinta Yang Berbasis Naluri Dan Ikatan Hati
Storge adalah jenis cinta yang lahir dari ikatan hati dan naluriah, terutama dalam hubungan keluarga. Psikolog perkembangan sepakat bahwa semua orang memiliki kecenderungan biologis untuk membentuk keterikatan dengan figur orang lain yang signifikan sejak bayi.
Teori keterikatan dari John Bowlby menjelaskan, bahwa hubungan antara orang tua dan anak dibangun di atas sistem biologis yang mendorong perlindungan dan pengasuhan. Inilah bentuk paling nyata dari storge. Naluri ibu untuk mengasuh anaknya, atau naluri kakak untuk melindungi adiknya, bukanlah hasil perhitungan logika, melainkan respons perasaan seseorang yang tertanam secara biologis.
Namun, storge tidak selalu terbatas pada hubungan darah. Dalam banyak kasus hubungan jangka panjang yang stabil, seperti keluarga dari dua sahabat dekat atau komunitas yang sangat solid, juga bisa memunculkan cinta jenis storge.
Tiga ciri utama dari cinta jenis storge, antara lain rasa aman dan saling punya keterikatan hati dalam jangka panjang, minim konflik kepemilikan, serta tidak bergantung pada ketertarikan fisik.
Penelitian tentang sistem saraf manusia menunjukkan bahwa hormon seperti oksitosin berperan besar dalam cinta jenis storge ini. Oksitosin sering disebut sebagai hormon keterikatan, karena memperkuat rasa saling percaya dan keterikatan hati, terutama dalam hubungan pengasuhan.
Storge sering dianggap sebagai bentuk cinta yang tidak menarik, karena jarang dibicarakan dalam kehidupan sehari-hari. Padahal, tanpa storge, stabilitas perasaan seseorang sejak kecil bisa terganggu. Banyak penelitian menunjukkan bahwa kualitas ikatan awal dalam keluarga sangat memengaruhi kemampuan seseorang dalam membangun hubungan sosial yang sehat di masa dewasa.
Quote:
3. Filia, Cinta Yang Berbasis Empati Dan Kepedulian Sosial
Filia adalah cinta yang tumbuh dari empati, rasa kebersamaan, dan kepedulian sosial. Filia adalah landasan dari interaksi sosial yang sehat. Berbeda dengan storge yang bersifat naluriah, filia berkembang melalui pengalaman bersama, komunikasi, dan keinginan untuk selalu bisa memahami penderitaan orang lain.
Dalam psikologi sosial, filia berkaitan erat dengan konsep
empathic concern. Ketika kita melihat anak kecil terluka karena jatuh dari sepeda dan secara spontan ingin menolong, dorongan itu bukan karena naluri atau ketertarikan pribadi, melainkan karena kemampuan manusia yang bisa merasakan rasa sakit orang lain.
Penelitian oleh Batson (2011) menunjukkan bahwa empati dapat menjadi dorongan utama perilaku mendukung sosialisasi. Artinya, seseorang menolong bukan karena ingin mendapatkan pamrih, melainkan karena benar-benar bisa merasakan rasa sakit orang lain.
Ciri utama cinta jenis filia meliputi perasaan yang setara (tidak hierarkis), bersikap saling percaya dan saling menghargai, serta kepedulian terhadap orang lain yang konsisten tetapi tidak posesif.
Filia sering menjadi perekat dalam kelompok masyarakat. Tanpa filia, solidaritas dan kerukunan masyarakat sulit terbentuk. Persahabatan, kerja tim, dan bahkan kolaborasi kerja yang sehat sangat bergantung pada cinta jenis filia ini.
Menariknya, filia bisa berkembang menjadi bentuk cinta lain, tetapi tidak harus. Persahabatan antar lawan jenis yang kuat tidak harus berubah menjadi hubungan romantis supaya bisa bermakna.
Quote:
4. Eros, Cinta Yang Didasari Oleh Obsesi Dan Objektifikasi
Eros memang sering digambarkan sebagai cinta romantis dan ketertarikan kepada lawan jenis. Namun, dalam pembahasan ini, eros digambarkan sebagai bentuk cinta yang didominasi obsesi, sikap posesif, dan keinginan mengobjektifikasi orang lain.
Dalam psikologi, bentuk eros yang tidak sehat berkaitan dengan
passionate love yang ekstrem. Hatfield dan Sprecher menjelaskan, bahwa
passionate love ditandai oleh intensitas perasaan yang berlebihan, dorongan kuat untuk selalu dekat, dan kecemasan berlebihan akan kehilangan.
Masalah bisa muncul ketika cinta eros tidak diimbangi dengan empati dan sikap menghormati sesama manusia. Dalam kondisi ini, pasangan diperlakukan lebih sebagai objek pemuas ego, alih-alih manusia yang berhak hidup mandiri.
Ciri-ciri cinta eros, antara lain rasa cemburu yang berlebihan, keinginan untuk mengendalikan orang lain, dan ketergantungan emosional yang ekstrem.
Penelitian neurosains menunjukkan bahwa fase awal eros melibatkan peningkatan dopamin di otak, mirip dengan mekanisme pada otak seorang pecandu obat-obatan terlarang. Itulah sebabnya, cinta eros bisa terasa sangat menggairahkan, tetapi juga berpotensi menjadi perilaku agresif dan destruktif jika tidak berkembang ke arah yang lebih dewasa.
Penting untuk dicatat, bahwa cinta eros tidak selalu berkonotasi negatif. Cinta eros kadang bisa menjadi pintu masuk untuk hubungan yang lebih sehat, jika diiringi dengan filia dan komitmen. Namun, jika berdiri sendirian, eros cenderung menjadi cinta yang tidak sehat dan penuh konflik.
Quote:
PENUTUP
Empat jenis cinta ini menunjukkan bahwa cinta bukanlah satu perasaan sederhana. Cinta hadir dalam berbagai bentuk, dengan fungsi dan dinamika yang berbeda. Memahami perbedaan antara empat jenis cinta membantu kita untuk menyadari bahwa tidak semua cinta harus romantis, belajar menghargai hubungan bukan romantis yang sering diremehkan, serta belajar mengenali mana tanda-tanda cinta yang sehat, dan mana tanda-tanda cinta yang tidak sehat.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita hampir selalu mengalami kombinasi dari keempatnya. Yang penting bukan tentang memilih satu jenis cinta dan menolak jenis cinta yang lain, melainkan tentang memahami konteks cinta, dan menganalisis dampaknya bagi diri sendiri serta orang lain.
Cinta, pada akhirnya, adalah tentang bagaimana kita bisa terhubung, bukan seberapa kuat kita bisa mengikat.
Quote:
SUMBER
Batson, C. D. (2011).
Altruism in humans. Oxford University Press.
Bowlby, J. (1988).
A secure base: Parent-child attachment and healthy human development. Basic Books.
Hatfield, E., & Sprecher, S. (1986). Measuring passionate love in intimate relationships.
Journal of Adolescence,
9(4), 383–410.
Sprecher, S., & Fehr, B. (2005). Compassionate love for close others and humanity.
Journal of Social and Personal Relationships,
22(5), 629–651.
Sternberg, R. J. (1986). A triangular theory of love.
Psychological Review,
93(2), 119–135.
@itkgid @siloh @pabuaranwetan