Kaskus

News

mabdulkarimAvatar border
TS
mabdulkarim
Papua darurat HAM, KNPB Sorong: Negara bantai warga demi lindungi industri ekstraktif
Papua darurat HAM, KNPB Sorong: Negara bantai warga demi lindungi industri ekstraktif
Papua darurat HAM, KNPB Sorong: Negara bantai warga demi lindungi industri ekstraktif
December 11, 2025 in Domberai Reading Time: 3 mins read
0
Penulis: Gamaliel M. Kaliele - Editor: Angela Flassy
Sorong
Aksi mimbar bebas KNPB Wilayah Sorong Raya di lampu merah Kota Sorong, Rabu (10/12/2025) - Jubi/Gamaliel

Sorong,Jubi – Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Wilayah Sorong Raya menegaskan bahwa Papua resmi memasuki fase darurat kemanusiaan, ditandai ledakan jumlah pengungsi, intensifikasi operasi militer, serta pembungkaman ruang sipil yang semakin brutal.

Hal itu disampaikan Ketua BP KNPB Wilayah Sorong Raya, Klarce Fees, menyatakan bahwa negara tidak sedang gagal, melainkan secara sadar menggunakan kekerasan sebagai instrumen penjaga ekonomi kolonial pada peringatan Hari Hak Asasi Manusia Sedunia dalam aksi demonstrasi mimbar bebas di lampu merah Elin, Kota Sorong, Papua Barat Daya, Rabu (10/12/2015).

“Tanah West Papua hari ini bukan sekadar wilayah konflik dan Papua sudah masuk fase darurat kemanusiaan yang mengancam keberlangsungan hidup bangsa Papua. Negara menghadirkan operasi militer secara besar-besaran pembungkaman ruang publik, dan serangan udara bukan untuk melindungi warga, tetapi untuk menjaga seluruh proyek ekstraktif yang mengisap tanah ini sejak puluhan tahun,” katanya.

Klarce Fees mengungkapkan bahwa lebih dari 103.218 warga Papua hidup sebagai pengungsi internal, tersebar di Nduga, Intan Jaya, Maybrat, Yahukimo, Teluk Bintuni, Puncak, dan Pegunungan Bintang.

“Ratusan ribu warga sipil hidup di hutan tanpa makanan, tanpa obat, dan tanpa perlindungan,” ujar Klarce Fees

Dalam dua tahun terakhir, pola kekerasan berubah dan ada serangan udara, pemboman kampung, pembakaran honai, dan pemburuan warga yang dianggap mencurigakan. “Ini bukan lagi operasi keamanan ini operasi pemusnahan kepada orang Papua,” katanya.

Pada situasi yang tidak aman dan penuh kekerasan bersenjata, Klarce Fees menjelaskan bahwa perempuan Papua mengalami penyiksaan, pemerkosaan, dan pelecehan tanpa mendapatkan perlindungan hukum.

“Negara membiarkan pelaku melenggang. Ini kejahatan kemanusiaan yang ditutup rapat,” katanya.

Anak-anak Maybrat dikriminalisasi

Untuk situasi di Provinsi Papua Barat Daya, Ketua KNPB Maybrat, Adam Sorry menegaskan bahwa situasi Kabupaten Maybrat sendiri tidak pernah pulih sejak gelombang operasi militer yang dimulai beberapa tahun lalu.

“Anak-anak usia 12–17 tahun ditangkap, diinterogasi tanpa pendamping hukum, dipaksa mengaku bagian dari kelompok criminal. Ini bukan penegakan hukum Ini kriminalisasi massal terhadap generasi Papua,” katanya.

Dalam pernyataannya, KNPB menyoroti praktik pembungkaman ruang sipil yang disebut telah memasuki fase ekstrem, seperti pemutusan internet di daerah konflik, pemantauan aktivis digital, penghapusan konten prodemokrasi, kriminalisasi simbol identitas, pembakaran rumah ibadah, penghancuran situs adat dan ancaman terhadap jurnalis asli Papua.

Adam Sorry juga menambahkan pembunuhan budaya atau cultural erasure terjadi dimana Negara ingin menghapus identitas Papua mulai dari akarnya, merupakan motif di balik kekerasan industri ekstraktif.

“Kami KNPB menilai seluruh kekerasan ini berakar pada proyek ekonomi raksasa yang menjadi tulang punggung kolonialisme Indonesia di Papua Freeport Blok Wabu (8,1 juta ons emas), Ekspansi sawit 1,8 juta hektar di Sorong, Tambrauw, Boven Digoel Food Estate MIFEE Merauke jadi Perluasan pos militer di atas tanah adat Industri ekstraktif adalah jantung kolonialisme di Papua,” kata Klarce Fees.

Menurutnya, selama miliaran dolar mengalir dari tambang dan hutan Papua kekerasan akan terus menjadi bahasa negara.

Penolakan Terhadap Akses Internasional

KNPB juga menyoroti sikap pemerintah Indonesia yang terus menolak kunjungan pemantau independen PBB MSG Pacific Islands Forum ACP.

“Jika negara tidak punya apa-apa untuk disembunyikan, mengapa PBB ditolak?” tanya Klarce.

Penolakan sistematis menunjukkan bahwa kejahatan kemanusiaan sedang berlangsung.

Pada akhir aksi, KNPB menyampaikan 10 tuntutan yang dianggap sebagai langkah untuk menghentikan krisis kemanusiaan di Papua, yaitu: penghentian operasi militer ofensif, serangan udara, dan pemboman kampung, membuka akses tanpa syarat bagi PBB, jurnalis internasional, dan lembaga kemanusiaan, terima misi pencari fakta PBB untuk menyelidiki pelanggaran HAM berat, bebaskan seluruh tahanan politik Papua, termasuk anak-anak, hentikan ekspansi industri ekstraktif: Freeport, Blok Wabu, sawit, food estate, Hentikan perampasan tanah untuk pos-pos militer, laksanakan reparasi dan restitusi tanah adat, hentikan pembungkaman budaya dan digital, bangun mekanisme pemantauan internasional jangka panjang, melaksanakan proses dekolonisasi melalui referendum penentuan nasib sendiri.

Dalam penutup pernyataannya, Klarce Fees menekankan bahwa tidak akan ada keadilan, keamanan, atau martabat selama struktur kolonial ini masih berdiri.

“Dunia tidak boleh lagi diam ketika satu bangsa dihancurkan melalui kekerasan, perampasan tanah, dan pembunuhan budaya. Kami tidak meminta belas kasihan. Kami menuntut hak politik paling dasar menentukan nasib sendiri di tanah Papua,” katanya.(*)

https://jubi.id/domberai/2025/papua-...ri-ekstraktif/

tuntutan referendum


harold.hafiz884Avatar border
itkgidAvatar border
fcvkedAvatar border
fcvked dan 2 lainnya memberi reputasi
1
79
0
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan