Kaskus

News

mabdulkarimAvatar border
TS
mabdulkarim
Warga Gayo Terancam Kelaparan, GMNI Desak Presiden Prabowo Mekarkan Aceh!
Warga Gayo Terancam Kelaparan, GMNI Desak Presiden Prabowo Mekarkan Aceh!
Warga Gayo Terancam Kelaparan, GMNI Desak Presiden Prabowo Mekarkan Aceh!
12/10/2025
Warga Gayo Terancam Kelaparan, GMNI Desak Presiden Prabowo Mekarkan Aceh!
Ketua GMNI Aceh Tengah, Saparuda saat menyelusuri "Berbelanja" ke Kampung Kem, Perbatasan Bener Meriah - Lhokseumawe (Photo/Ist)

Share on Facebook
Share on Twitter
HARIE.ID | TAKENGON – Dataran tinggi Gayo kini memasuki babak paling kelam sepanjang sejarahnya.

Sudah 15 hari Aceh Tengah dan Bener Meriah terisolasi pasca banjir bandang dan longsor yang menghantam pada 26 November 2025. Akses terputus, bantuan terbatas, dan stok pangan habis.

Di banyak kampung, yang tersisa hanya pisang, singkong, tepung kanji, dan kacang tanah, itulah yang kini menjadi “menu bertahan hidup”.

Ketua GMNI Aceh Tengah, Saparuda, menyebut situasi ini sebagai “darurat kemanusiaan yang tidak bisa ditunda sedetik pun”.

“Ratusan ribu rakyat Gayo terancam kelaparan. Ini bukan lagi tragedi lokal. Ini jeritan nyawa,” katanya, Rabu 10 Desember 2025.

Lawatan Wakil Gubernur Aceh ke Takengon pasca bencana sempat membangkitkan harapan. Wagub menjanjikan jalur Alternatif KKA akan dibuka dalam beberapa hari, alat berat dikerahkan, akses darat kembali bisa dilalui.

Namun setelah Saparuda turun langsung ke lokasi, kenyataan yang ditemukannya justru memilukan.

“Faktanya nihil. Tidak ada jalur yang mendekati siap. Sementara rakyat sudah kehabisan makanan,” katanya.

Saat dilokasi, ia melihat hanya 1 alat berat yang bekerja, sementara 8 lainya terparkir “Kehabisan BBM”.

“Kalau tidak serius, waktu satu bulan tak cukup menembus KKA,” kesal Saparuda.

Sementara, di gudang Bulog Aceh Tengah, persediaan beras kini hampir kosong. Bantuan udara yang datang pun tak memadai, makanan hanya cukup untuk dua hari, sementara ada 55.352 jiwa di 14 kecamatan yang sepenuhnya terputus dari dunia luar.

Ibu-ibu di pedalaman menangis karena tidak tahu apa yang harus dimasak. Anak-anak mulai terlihat lemas. Sejumlah kepala keluarga memilih bertahan hidup dengan “Belanja” ke Kampung Kem, Bener Meriah dengan berjalan kami hampir 5 jam perjalanan.

“Hanya ini satu- satu nya cara untuk menyambung hidup, kalau berdiam diri akan mati kelaparan. Sementara untuk masyarakat yang tidak memiliki uang cukup akan mati berdiri,” katanya.

Saat ini, seluruh masyarakat Aceh Tengah dan Bener Meriah terdampak, stok kebutuhan rumah tangga dipasaran “Raib”. Gas tak lagi dijual, telur kosong, BBM mahal, beras menipis.Jika ada yang dijual harga meroket. Stok obat – obatan terancam habis, listrik padam, sinyal internet tidak tersedia,

“Demi rakyat, Presiden Prabowo Subianto harus segera cumiarkan Aceh. Struktur pemerintahan sekarang terlalu jauh, terlalu lamban, dan rakyat menjadi korban,” katanya penuh harap.

Menurut Saparuda, dataran tinggi Gayo membutuhkan wilayah administratif sendiri agar penanganan bencana lebih cepat, koordinasi lebih efektif, pembangunan tidak terpinggirkan, dan rakyat tidak kembali menjadi korban sistem yang tidak responsif.

“Ini bukan soal politik. Ini soal nyawa. Pemekaran Aceh adalah kebutuhan, bukan pilihan,” tambahnya.

Kata dia, Kehadiran Prabowo Subianto ke Aceh Tengah esok hari, Kamis 11 Desember 2025 akan menyampaikan pemekaran tersebut. “Ini momen yang tepat, semoga Presiden mengabulkan permohonan ini,” pungkasnya.

Rakyat Gayo kini masih menunggu dengan harap-harap cemas. Menunggu jalan terbuka. Menunggu makanan datang. Menunggu janji ditepati, di setiap rumah, ada doa yang sama “Semoga besok kami masih bisa makan.” hanya itu yang terselip dan harap dikabulkan saat ini.

https://harie.id/2025/12/10/warga-ga...mekarkan-aceh/




Nestapa Negeri Di Atas Awan: Terisolir Parah, Warga Gayo Terancam Kelaparan
Warga Gayo Terancam Kelaparan, GMNI Desak Presiden Prabowo Mekarkan Aceh!

WASPADA
10 Desember 2025
Nestapa Negeri Di Atas Awan: Terisolir Parah, Warga Gayo Terancam KelaparanLihat Foto
Warga Bener Meriah rela berjalan kaki hingga 3 jam ke perbatasan Aceh Utara untuk mencari beras. Waspada.id/Ist
Ukuran Font
Kecil

Besar
14px
REDELONG (Waspada.id): Bener Meriah, Aceh Tengah, dan Gayo Lues menjadi tiga daerah yang paling tertekan saat ini.

Menurut Roman, salah satu warga Gayo kepada Waspada.id melalui whatsApp, Rabu (10/12), sampai hari ini, akses darat ke daerah dataran tinggi Gayo masih tertutup, sementara akses udara mahal dan sulit dijangkau.

Akibatnya, masyarakat mengalami kepanikan. Semua kota, kecamatan, dan desa terputus akses, membuat mereka kebingungan melanjutkan kehidupan. Anak-anak dan ibu-ibu bahkan berada di ambang kelaparan.

Sejak awal terjadinya longsor dan banjir bandang, masyarakat tak bisa beraktivitas bebas. BBM dan bahan makanan habis, dan tak ada cara keluar dari daerah.

Warga Gayo Terancam Kelaparan, GMNI Desak Presiden Prabowo Mekarkan Aceh!
“Kami hanya diberi beras beberapa bagian per KK, itu pun dua minggu setelah bencana,” ujar Elvi, warga Pondok Baru, Bener Meriah, seperti dikutip Roman.

Roman mengungkapkan bahwa lebih dari 15 hari mereka hidup dalam gelap gulita saat malam hari karena arus listrik sama sekali mati.

“Adapun kemarin sempat hidup dua hari lalu saat Pak Prabowo ke Bireuen, tapi kemudian mati lagi. Jadi apa yang dikatakan Pak Bahlil bohong, pak,” ujarnya sembari menambahkan banyak tiang listrik yang tumbang hingga kini belum tersentuh perbaikannya.

Menurut Roman, harga BBM semula sempat Rp80 ribu/liternya kini menurun jadi Rp40 ribu per liternya di tingkat pengecer. “Untuk gas elpiji memang sudah kosong, demikian juga beras, tapi yang sangat menyakitkan beras di Bandara Rembele belum dibagikan kepada kami pak, kami sudah 15 hari terisolasi, baru seminggu yang lalu menerima beras, itupun seberat 0,8 sampai 1 Kg per kepala keluarga, hanya itu sekali aja pak,” bebernya.

Roman mengaku heran ada setiap hari pesawat yang mendarat di Bandara Rembele, tapi beras tidak ada yang dibagi bahkan yang dijual. “Logikanya kalau di sini ada beras kami tidak akan rela berjalan 2 sampai 3 jam ke kota perbatasan Aceh Utara,” sebut Roman.

Warga Gayo Terancam Kelaparan, GMNI Desak Presiden Prabowo Mekarkan Aceh!

Di sisi lain, Ana, warga Takengon, mengaku pasrah dan sedih melihat kota ibukota Aceh Tengah hancur oleh serangan kayu gelondong dari bukit. “Kami tidak tahu kayu ini dari mana, tiba-tiba menghancurkan kota ini,” katanya.

Kesulitan akses juga membuat warga harus berjalan puluhan kilometer dari Bener Meriah ke Lhokseumawe hanya untuk mendapatkan beras dan sembako – jalur ini dianggap lebih dekat dibandingkan ke Bireuen yang jaraknya lebih dari 100 km.

Petani juga merasakan dampaknya. “Kami bingung hasil panen mau dibawa kemana,” kata Roman lagi yang juga petani kopi Gayo. Kopi dan tanaman sayuran seperti kentang, kol, cabai yang sudah matang bakal mengendap di gudang karena tak ada pengiriman.

“Warga berharap akses ke dataran tinggi Gayo segera diperbaiki. Kalau tidak, masa depan dan generasi kami akan terancam. Belum lagi trauma akibat musibah ini,” ungkap warga. Semua berharap akses bisa segera normal agar kehidupan dan aktivitas bisa berjalan kembali.(id03)

https://www.waspada.id/aceh/nestapa-...cam-kelaparan/



Kisah Kelaparan Korban Bencana di Dataran Tinggi Gayo
Warga Gayo Terancam Kelaparan, GMNI Desak Presiden Prabowo Mekarkan Aceh!


Setiap langkah mereka adalah perjuangan melawan kelelahan dan kelaparan, setiap detik adalah pertaruhan nyawa yang mereka lakukan untuk menyelamatkan keluarga.
Di puncak dataran tinggi yang dulu dipuja sebagai “Negeri di Atas Awan” – tempat udara segar memeluk ladang kopi subur dan cerita rakyat mengalir seiring aliran sungai – kini hanya tersisa kegelapan yang mengiris hati.

Bener Meriah, Aceh Tengah, dan Gayo Lues: tiga nama yang dulu menyimbolkan keindahan alam dan kekayaan budaya, kini berubah menjadi daerah paling tertekan di Indonesia setelah longsor dan banjir bandang menyambar tanpa peringatan. Beberapa daerah di negeri ini terkurung dari dunia luar, seperti pulau terasing di tengah lautan lumpur dan kesedihan.

Kengerian yang paling mendalam bukan hanya dari reruntuhan bangunan atau kehilangan harta benda, melainkan dari kehilangan harapan yang tergambar di setiap langkah warga. Mereka berjalan dan beraktivitas dalam kegelapan – listrik tak menyala berhari-hari.

Sampai hari ini, tidak satu pun jalan darat yang bisa diakses: jembatan hancur, jalan raya tertutup longsor raksasa, dan setiap pintu keluar terpadam lumpur tebal. Akses udara terlalu mahal dan sulit dijangkau, sehingga hanya sedikit orang yang beruntung bisa keluar atau menerima bantuan.

Hasilnya, masyarakat mengalami kepanikan luar biasa. Semua kota, kecamatan, dan desa terkurung tanpa jalan keluar, membuat mereka kebingungan: bagaimana melanjutkan hidup di tengah kegelapan yang tak ada ujungnya? Anak-anak dan ibu-ibu menjadi korban paling rentan – berdiri di ambang kelaparan, mata kosong tanpa cahaya harapan, perut menggeram karena kekurangan makanan.

Warga Gayo Terancam Kelaparan, GMNI Desak Presiden Prabowo Mekarkan Aceh!
Sejak awal kajadian, masyarakat tidak bisa beraktivitas sama sekali: tidak ada BBM untuk kendaraan, tidak ada bahan makanan untuk memasak, dan tidak ada cara keluar dari daerah terkurung. Bantuan pertama – beras sedikit per KK – baru tiba dua minggu setelah bencana, terlalu lambat dan terlalu sedikit untuk ratusan keluarga yang kelaparan.

“Kami hanya dikasih beras beberapa bagian per KK itu pun baru dapat dua minggu setelah bencana,” ujar Elvi, warga Pondok Baru, Bener Meriah, dengan suara serak dan penuh kesedihan.

Setiap butir beras bagi mereka seperti permata mahal, digenggam hati-hati, dibagikan sampai habis, sambil berdoa bantuan lain tiba sebelum kelaparan memakan nyawa.

Sementara itu, di Takengon – ibu kota Aceh Tengah – cerita kesedihan lebih dramatis. Ana, seorang warga Takengon, menceritakan dengan nada pasrah bagaimana kota yang dulu ramai kini hancur akibat hantaman kayu gelondong dari bukit.

“Kami tidak tahu kayu ini dari mana – tiba-tiba saja, seperti hujan batu dari langit, mereka menghancurkan segala yang ada,” katanya, sambil menatap reruntuhan rumahnya yang ditutupi kayu raksasa.

Kota yang dulu pusat perdagangan dan budaya di dataran tinggi Gayo kini hanya tersisa puing-puing yang mengingatkan kekerasan alam yang tak terduga. Trauma dari kejadian itu masih menyakitkan setiap hari – warga sering terbangun dari mimpi buruk, melihat kayu gelondong yang menghantam rumah dan mendengar teriakan kesakitan yang tak pernah hilang dari ingatan.

Namun, yang paling menyedihkan bukan hanya kehilangan rumah atau trauma, melainkan perjuangan warga yang terpaksa berjalan puluhan kilometer hanya untuk mendapatkan beras dan sembako. Dari Bener Meriah ke Lhoksemawe – jalan yang dianggap paling dekat – mereka berjalan kaki berhari-hari, melewati jalan licin dan berbahaya, tanpa makanan dan minuman cukup.

Warga Gayo Terancam Kelaparan, GMNI Desak Presiden Prabowo Mekarkan Aceh!
Jalan lain melalui Bireuen lebih jauh lagi – lebih dari 100 kilometer – sehingga menjadi pilihan terakhir yang tak tercapai. Setiap langkah mereka adalah perjuangan melawan kelelahan dan kelaparan, setiap detik adalah pertaruhan nyawa untuk menyelamatkan keluarga.

Roman, petani kopi Gayo yang telah merawat kebunnya selama dua dekade, berdiri di tengah ladang kopi yang sudah siap panen dengan wajah penuh kebingungan.

“Kami bingung hasil panen kami mau kami bawa kemana,” katanya, sambil menyentuh daun kopi yang seharusnya menjadi uang untuk makanan dan sekolah anak-anak.

“Kopi kami bakal mengendap di gudang dan tak ada pengiriman – begitu juga tanaman sayuran yang sudah masak: kentang, kol, cabai, dan palawija lainnya. Semua akan busuk, hilang tanpa manfaat, seperti harapan kami yang hancur.”
Warga Gayo Terancam Kelaparan, GMNI Desak Presiden Prabowo Mekarkan Aceh!


Harapan terakhir yang tersisa adalah permintaan sederhana namun seolah tidak mungkin tercapai: tolong benahi akses ke dataran tinggi Gayo segera. Kalau tidak, masa depan mereka – generasi mendatang yang seharusnya membawa nama Gayo ke ketinggian baru – akan hancur sebelum sempat terwujud.

Trauma dari musibah ini sudah cukup menyakitkan, tapi kehilangan masa depan yang cerah adalah luka yang lebih dalam, yang tak akan pernah sembuh. Mereka tidak hanya meminta jalan darat yang terhubung ke dunia luar, melainkan harapan yang bisa menggerakkan langkah mereka kembali, cahaya yang bisa menerangi kegelapan yang menyelimuti negeri mereka.

Negeri di Atas Awan yang dulu indah kini hanya tersisa sebagai tanda kelemahan manusia di hadapan alam dan kebingungan ketika akses – hak dasar yang seharusnya ada – hilang tanpa jejak. Setiap harapan yang terbangun, setiap doa yang terucap, adalah lantunan hati yang meminta perhatian dunia: tolong jangan biarkan mereka terkurung dalam kesedihan dan kelaparan.

Tolong benahi akses mereka, sehingga mereka bisa beraktivitas kembali, sehingga generasi mendatang bisa melihat lagi keindahan negeri yang dulu dipuja sebagai surga di atas bumi. Sebab tanpa akses, negeri di atas awan ini hanyalah sarang kesedihan yang tak ada ujungnya – tempat di mana harapan mati sebelum sempat terwujud. (*)

https://waspadaaceh.com/kisah-kelapa...n-tinggi-gayo/






Disunyi Kemukiman Jamat Linge, Ancaman Kelaparan Mengintai Warga
Warga Gayo Terancam Kelaparan, GMNI Desak Presiden Prabowo Mekarkan Aceh!
Tayang: Rabu, 10 Desember 2025 18:17 WIB
Penulis: Fikar W Eda | Editor: Mawaddatul Husna


zoom-inlihat fotoDisunyi Kemukiman Jamat Linge, Ancaman Kelaparan Mengintai Warga
ISTIMEWA
BANJIR BANDANG - Salah satu kampung di Kemukiman Wih Dusun Jamat yang hancur dihantam banjir bandang akhir November 2025. Ismanadi Linge, warga Kampung Linge, mengabarkan dengan nada pilu pada Rabu (10/12/2025), bahwa Kemukiman Wih Dusun Jamat terancam kelaparan apabila jembatan dan jalan tidak segera diperbaiki.
A-
A+

Laporan Wartawan Tribun Gayo Fikar W Eda | Aceh Tengah

TribunGayo.com, TAKENGON - Disunyi Kemukiman Jamat, Kecamatan Linge, Aceh Tengah suara lapar pelan-pelan menyusup ke dalam rumah-rumah yang tersisa.

Ismanadi Linge, warga Kampung Linge, mengabarkan dengan nada pilu pada Rabu (10/12/2025), bahwa Kemukiman Wih Dusun Jamat terancam kelaparan apabila jembatan dan jalan tidak segera diperbaiki.

Harga kebutuhan pokok melonjak tajam, sementara akses untuk keluar masuk kampung hampir sepenuhnya terputus.

Kemukiman ini dihuni sekitar 5.000 jiwa yang tersebar di lima kampung: Kute Reje, Delung Sekinel, Jamat, Reje Payung, dan Kampung Linge.

Wilayah ini berjarak sekitar 70 kilometer dari Takengon, ibu kota Aceh Tengah.

Salah satu kemukiman yang paling parah didatangi banjir dan tanah longsor.

Warga Terpaksa Membangun Rakit Darurat
Sejak bencana hidrometeorologi menerjang kawasan ini pada 26 November 2025.

Warga terpaksa membangun rakit darurat dari drum untuk menyebrangi sungai yang menghubungkan kemukiman dengan kampung tetangga.

Dari rakit sederhana itulah mereka menyeberangkan hasil sisa kehidupan beras, minyak, pakaian, bahkan sepeda motor.

“Bene nge kona bencana bang,” tulis Ismanadi lirih kepada TribunGayo, setelah lebih dari sepekan sulit dihubungi.

Ismanadi dikenal sebagai tokoh muda Kampung Linge yang aktif dalam seni budaya dan kerja-kerja sosial.

Kini, ia menyaksikan kampung-kampung di tanah kelahirannya nyaris terhapus oleh banjir.

Jembatan Kala Ilie yang menghubungkan ke Kampung Waq hancur diterjang arus. Jalur lama tak lagi dapat dilalui.

Sedikitnya terdapat 19 titik longsor berat, jalur terjal, dan jurang yang harus dilintasi bagi mereka yang nekat menerobos.

Lahan pertanian warga Kampung Linge ikut hancur. Sawah dan kebun rusak, menghapus satu-satunya sandaran hidup mereka.

Di Kampung Kute Reje, rumah penduduk habis tersapu air.

Di Delung Sekinel, rumah tidak seluruhnya hanyut, namun warga tak berani lagi tinggal karena ancaman longsor dari gunung di atas kampung.

Di Kampung Jamat, sekitar 80 persen rumah hanyut.

Di Reje Payung, kehancuran lebih parah 90 persen rumah hanyut.

Sebanyak 90 jiwa dari Kute Reje dan Ulun Bayur Jamat kini mengungsi ke Kampung Linge.

Di tepi sungai yang tak lagi ramah, bunyi drum beradu kayu menjadi irama bertahan hidup.

Rakit sederhana itu bukan sekadar alat penyeberangan, melainkan batas tipis antara bertahan atau tenggelam dalam kelaparan.

Dan di balik semua itu, suara Ismanadi Linge masih menggantung di udara.

“Kalau jalan dan jembatan tidak segera diperbaiki, kami bisa kelaparan," tulisnya. (*)


https://gayo.tribunnews.com/aceh-ten...arga?page=all.



Pemkab Aceh Tengah Kirim Bantuan ke Dua Desa Terisolir di Linge Pakai Helikopter TNI AU
Warga Gayo Terancam Kelaparan, GMNI Desak Presiden Prabowo Mekarkan Aceh!
Tayang: Rabu, 10 Desember 2025 12:25 WIB
Penulis: Alga Mahate Ara | Editor: Sri Widya Rahma


zoom-inlihat fotoPemkab Aceh Tengah Kirim Bantuan ke Dua Desa Terisolir di Linge Pakai Helikopter TNI AU
TribunGayo.com/Nurkhalis
BANTUAN - Dinas Perhubungan Aceh Tengah, BPBAD Aceh Tengah dan Anggota TNI sedang menaikan logistik untuk dikirim ke Kecamatan Linge di Bandara Rembele, Kabupaten Bener Meriah, Selasa (9/12/2025). Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Tengah kembali menyalurkan bantuan logistik bagi warga terdampak banjir dan longsor, Selasa (9/12/2025).

TribunGayo.com, TAKENGON - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Tengah kembali menyalurkan bantuan logistik bagi warga terdampak banjir dan longsor, Selasa (9/12/2025).

Bantuan difokuskan untuk dua desa yang masih terisolir di Kecamatan Linge, yaitu Desa Pentik dan Desa Gelampang.

Bantuan dari Kementerian Sosial RI itu diterbangkan menggunakan helikopter TNI Angkatan Udara dari Bandara Rembele, Bener Meriah, karena akses darat menuju wilayah tersebut masih terputus akibat longsor.

Koordinator Logistik Aceh Tengah, Azemi, mengatakan distribusi menggunakan helikopter sudah dilakukan sejak beberapa hari lalu untuk daerah-daerah yang tidak dapat dijangkau kendaraan roda empat.

“Kami terus mempercepat penyaluran logistik, terutama ke wilayah terpencil yang terdampak parah dan terputus dari jalur darat,” kata Azemi.

Pemerintah Daerah Bekerja All Out
Sementara itu, Sekretaris Badan Penanggulangan Becana Dearah (BPBD) Aceh Tengah, Amzah, memastikan pemerintah daerah bekerja all out agar bantuan segera sampai ke masyarakat yang membutuhkan.

“Pemkab Aceh Tengah berupaya secepat mungkin mengirimkan bantuan ke desa-desa yang hingga kini masih terisolir,” ujarnya.

Adapun bantuan yang dikirim berupa kebutuhan pangan dan perlengkapan darurat lain untuk menopang kehidupan warga yang terdampak. (*)



https://gayo.tribunnews.com/aceh-ten...kopter-tni-au.
Masalah Aceh Tengah


ojol.jayaAvatar border
MemoryExpressAvatar border
MemoryExpress dan ojol.jaya memberi reputasi
2
266
16
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan