- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Konten Hoax Sama Bahayanya Dengan Konten Porn0grafi Dan Melanggar HAM
TS
aurora..
Konten Hoax Sama Bahayanya Dengan Konten Porn0grafi Dan Melanggar HAM
Hai semuanya, Shalom Aleichem!
Selamat pagi kalian semuanya!

Dalam rangka Hari HAM Sedunia yang jatuh pada hari ini (10 Desember 2025), gue, Miss Rora, akan membahas tentang satu topik pelanggaran HAM yang sering luput dari perhatian kita, yaitu penyebaran konten hoax sebagai salah satu bentuk pelanggaran HAM.
Quote:
PENDAHULUAN
Ketika orang membicarakan tentang konten terlarang di internet, banyak orang yang langsung teringat pada konten porn0grafi atau nud1ty, terutama karena dampaknya pada perempuan, anak-anak, remaja, dan moral masyarakat. Namun, ada satu jenis konten terlarang lain yang tidak kalah bahayanya, bahkan dalam beberapa konteks bisa lebih mematikan, yaitu konten hoax.
Hoax bukan sekadar informasi bohong. Hoax adalah senjata digital yang bisa memicu ketakutan, mempengaruhi perilaku masyarakat, menghancurkan reputasi seseorang, mengganggu stabilitas negara, bahkan bisa mengancam nyawa seseorang kalau hoax itu berkaitan dengan kesehatan. Di era internet modern, penyebaran hoax terjadi dengan kecepatan yang hampir sama, atau bahkan sampai melampaui penyebaran konten ket3lanjangan atau porn0grafi.
Dalam rangka Hari Hak Asasi Manusia Sedunia 2025, dengan tema “Human Rights Is Our Everyday Essential”, thread ini membahas tentang bagaimana hak atas informasi yang benar adalah bagian dari hak asasi internet, dan bagaimana penyebaran hoax seharusnya dipandang sebagai ancaman serius yang setara dengan p0rnografi. Dengan prinsip bahwa hak asasi manusia itu PEA (Positive, Essential, dan Attainable), kita diajak untuk melihat, bahwa perlindungan masyarakat dari konten hoax adalah upaya yang positif, esensial, dan dapat dicapai oleh semua orang.
Quote:
Bagaimana Konten Hoax Mengancam Hak Asasi Manusia?
1. Hak Atas Informasi Yang Benar Termasuk Hak Asasi Manusia
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB Pasal 19 menegaskan bahwa setiap manusia berhak untuk mencari, menerima, dan menyampaikan informasi. Namun, hak asasi manusia juga harus bertanggung jawab, karena informasi yang disebarkan tidak boleh mengandung kebohongan yang merugikan hak asasi manusia lain.
Ketika seseorang menyebarkan hoax, terutama hoax kesehatan, ia tidak hanya mengganggu ruang publik digital, tetapi juga mengancam hak orang lain untuk mendapatkan informasi yang benar dan hak untuk hidup sehat. Ini menjadikan hoax setara dengan porn0grafi yang juga melanggar hak-hak asasi manusia tertentu, seperti hak anak dan perlindungan moral publik.
Organisasi internasional seperti Office of the High Commissioner for Human Rights (OHCHR) telah menegaskan bahwa misinformasi dan disinformasi dapat membahayakan hak asasi manusia, karena memanipulasi opini publik dan menghambat akses masyarakat terhadap sumber informasi yang benar (OHCHR, 2022).
2. Hoax Adalah Polusi Digital Yang Merusak Lingkungan Dunia Maya
Jika lingkungan bisa tercemar oleh sampah plastik, berarti ruang digital pun bisa tercemar oleh konten hoax.
Menurut penelitian dari MIT Media Lab, informasi hoax menyebar 6 kali lebih cepat daripada informasi yang benar, terutama di media sosial. Ini membuat masyarakat lebih rentan, karena otak manusia secara natural lebih mudah merespons konten yang terlalu dramatis, daripada kebenaran yang membosankan (Vosoughi, Roy, & Aral, 2018).
Porn0grafi sering dianggap sebagai ancaman bagi moralitas manusia, tetapi konten hoax adalah ancaman sosial yang menggerogoti kepercayaan publik, institusi pemerintah, dan kualitas kesehatan masyarakat.
Quote:
Bahaya Konten Hoax
1. Hoax Kesehatan, Mulai Dari Ramuan Ajaib Sampai Kelompok Anti Vaksin
Hoax di bidang kesehatan adalah contoh yang paling berbahaya dan mengancam nyawa.
WHO menyebut misinformasi kesehatan sebagai “infodemic”, yaitu penyebaran informasi medis secara dramatis, sebagian besar tidak benar, yang membuat masyarakat kesulitan menemukan panduan medis yang dapat dipercaya. WHO menegaskan, bahwa hoax kesehatan dapat menyebabkan kematian yang sebenarnya bisa dicegah (WHO, 2020).
Contoh nyatanya, termasuk:
1. Hoax bahwa air garam adalah ramuan ajaib yang bisa mencegah COVID-19.
2. Hoax bahwa vaksinasi bisa menyebabkan anak kecil menjadi autisme.
3. Hoax diet golongan darah, yang membuat seseorang mengonsumsi jenis makanan tertentu secara berlebihan sesuai golongan darahnya dan tidak mengonsumsi makanan jenis lain, karena menganggap diet golongan darah adalah metode untuk sehat tanpa harus berolahraga.
Kasus-kasus seperti ini sudah terjadi di berbagai negara, termasuk Indonesia, dan telah menyebabkan penurunan angka vaksinasi, meningkatnya keraguan publik terhadap tenaga kesehatan, hingga kematian akibat penyakit yang memburuk.
2. Hoax yang Menghancurkan Reputasi Seseorang
Ada hoax yang sengaja dibuat untuk mencemarkan nama baik seseorang, seringkali memadukan unsur manipulasi digital, seperti deepfake. Dampaknya bisa berupa kehilangan pekerjaan, tekanan sosial, ancaman kekerasan fisik, hingga depresi berat.
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa dampak psikologis orang yang menjadi target hoax dan fitnah digital bisa serupa dengan korban p0rn revenge atau penyebaran konten seksual tanpa izin (Henry & Powell, 2018).
Ini menunjukkan bahwa keduanya sama-sama merusak martabat manusia sebagai makhluk yang bermoral dan bermartabat.
Quote:
Pelaku Penyebar Hoax Bisa Dikriminalisasi
Banyak orang mengira bahwa menyebarkan hoax adalah hal yang terlalu sepele, atau sekadar berbagi informasi. Padahal, hukum di berbagai negara, termasuk Indonesia, mengatur dengan tegas bahwa penyebaran berita bohong, apalagi terkait kesehatan, adalah tindak pidana.
1. Hukum Di Indonesia
Beberapa regulasi Indonesia yang melarang penyebaran hoax, antara lain:
1. UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Pasal 28 ayat (1) yang dengan tegas melarang penyebaran berita bohong di internet.
2. UU Kesehatan, jika hoax itu menyebabkan dampak kesehatan yang merugikan.
3. KUHP, pasal pencemaran nama baik atau penipuan.
Hoax kesehatan yang membuat orang tua menolak untuk anaknya divaksin atau membuat orang mengabaikan protokol kesehatan dapat dikategorikan sebagai perbuatan yang membahayakan nyawa masyarakat dan melanggar hak anak kecil untuk mendapatkan vaksinasi.
2. Rekomendasi Internasional
OHCHR mendorong negara untuk mengatasi misinformasi tanpa melanggar kebebasan berpendapat, yaitu dengan meningkatkan literasi digital, menyediakan informasi resmi yang cepat dan transparan, serta hanya melakukan kriminalisasi pada pelaku hoax yang sudah terbukti menyebabkan kerugian nyata dan signifikan.
Dengan demikian, kriminalisasi pelaku hoax bukanlah pembatasan hak asasi manusia, tetapi perlindungan hak asasi masyarakat yang lebih luas.
Quote:
Mengapa Hoax Sama Bahayanya dengan Konten Porn0grafi?
Berikut adalah beberapa alasan utamanya:
1. Keduanya Sama-sama Menyasar Kelompok Rentan
Konten porn0grafi dan konten ketel4njangan bisa merugikan perempuan, anak-anak, dan remaja. Konten hoax pun demikian.
Anak usia sekolah yang belum memiliki literasi digital yang kuat sangat mudah percaya pada informasi palsu, seperti tips diet yang salah (seperti diet golongan darah), teori konspirasi, tips kesehatan yang tidak absah, atau konten penuh kebencian yang memicu diskriminasi atau kekerasan.
2. Keduanya Sama-sama Mengancam Keamanan Digital Dan Moralitas Publik
Konten porn0grafi bisa merusak batasan moral manusia. Konten hoax bisa merusak fondasi kepercayaan sosial dan nilai kebenaran. Keduanya adalah bentuk konten berbahaya yang merusak lingkungan sosial dan membutuhkan penanganan serius.
3. Keduanya Sama-sama Memiliki Dampak Jangka Panjang
Konten hoax dapat memicu kecemasan, paranoia, masalah kesehatan yang mengancam nyawa, bahkan sampai kerapuhan psikologis karena menjadi korban fitnah digital.
Dalam aspek ini, hoax menunjukkan dampak negatif yang bahkan lebih berbahaya daripada porn0grafi.
Quote:
Hak Asasi Internet, Kebenaran Adalah Kebutuhan Dasar Umat Manusia
Dalam tema Hari HAM Sedunia 2025, kita disuruh untuk mengakui, bahwa HAM adalah kebutuhan sehari-hari semua manusia, bukan sekadar konsep teoretis.
Di tahun 2025, internet telah menjadi bagian dari kehidupan manusia, sehingga:
1. HAM Itu Esensial
Informasi yang benar adalah kebutuhan dasar manusia seperti air bersih, tanpa itu, keputusan hidup seseorang bisa berantakan, bahkan bisa mengancam nyawa.
2. Melawan Hoax Adalah Upaya Yang Positif (Positive)
Mengedukasi para pengguna internet untuk memerangi hoax dan menciptakan dunia maya yang sehat adalah kontribusi positif untuk masyarakat.
3. Kebenaran Itu Hal Yang Esensial (Essential)
Konten hoax bisa merusak kebenaran, kebebasan berpendapat, dan kesejahteraan sosial. Oleh karena itu, kita wajib mensyukuri hikmat (sapientiae) yang sudah Tuhan anugerahkan ke semua umat manusia (Homo sapien), dengan cara hidup penuh hikmat dalam menyampaikan atau menerima informasi di dunia maya.
Hikmat itu sangat berkaitan dengan korteks prefrontal di otak manusia, yang menjadi pusat pengatur moral, empati, dan logika. Sehingga, konten hoax tidak akan lahir atau tersebar kalau kita sudah mensyukuri hikmat yang diberikan oleh Tuhan.
4. Literasi Digital Itu Bisa Dicapai Oleh Semua Orang (Attainable)
Dengan hidup penuh hikmat, pendidikan, teknologi verifikasi, dan regulasi yang tepat, dunia maya yang bebas hoax adalah sesuatu yang sangat mungkin terwujud di mana saja, oleh siapa saja, dan kapan saja.
Quote:
PENUTUP
Konten porn0grafi atau ket3lanj4ngan memang selalu menjadi masalah hak asasi manusia karena melanggar hak asasi perempuan dan anak-anak, tetapi konten hoax tidak bisa lagi dianggap sepele.
Keduanya sama-sama berbahaya.
Keduanya sama-sama jahat dan merusak.
Keduanya sama-sama perlu dilawan.
Di Hari HAM Sedunia 2025 ini, mari kita mengingat, bahwa hak untuk mendapatkan informasi yang benar adalah hak asasi manusia. Bukan karena kita ingin membatasi kebebasan, melainkan karena kita ingin melindungi martabat, nyawa, dan masa depan semua orang.
Internet yang sehat adalah hak asasi semua manusia, dan tugas kita bersama pula untuk menjaganya.
Hikmat membedakan antara manusia (Homo sapien) dengan hewan. Hewan tidak punya moral, logika, pengendalian diri, dan empati, sedangkan manusia punya. Seekor kucing jantan bisa berhubungan badan dengan kucing betina mana saja yang ia temui di jalan, sedangkan manusia tidak, karena manusia punya moral dan pengendalian diri. Seekor anjing jantan bisa menggigit manusia sampai manusia itu meninggal kehabisan darah tanpa rasa bersalah sedikit pun, sedangkan manusia tidak, karena manusia punya moral dan empati.
Oleh karena itu, supaya jangan disamakan dengan hewan, syukurilah hikmat yang sudah Tuhan anugerahkan ke semua manusia dengan hidup penuh hikmat dalam membuat atau menerima informasi di internet. Artinya, jangan menyebarkan informasi hoax atau tanpa sumber yang jelas, karena perbuatan itu bertentangan dengan moral, empati, pengendalian diri, dan logika manusia.
Quote:
SUMBER
Henry, N., & Powell, A. (2018). Technology-facilitated sexual violence: A literature review of empirical research. Trauma, Violence, & Abuse, 19(2), 195–208.
MIT Media Lab — Vosoughi, S., Roy, D., & Aral, S. (2018). The spread of true and false news online. Science, 359(6380), 1146–1151.
Office of the High Commissioner for Human Rights. (2022). Report on disinformation and freedom of opinion and expression. United Nations Human Rights Office.
World Health Organization. (2020). Managing the COVID-19 infodemic: Promoting healthy behaviours and mitigating harmful information. WHO.
@whiterangers20 @itkgid @fevierbee
rizkync108 dan 5 lainnya memberi reputasi
6
198
Kutip
11
Balasan
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan
