Hai semuanya, Shalom Aleichem!
Selamat sore kalian semuanya!
Kalau berbicara tentang ginjal, kebanyakan orang langsung terbayang tentang rasa sakit perut atau batu ginjal. Padahal, ada satu penyakit yang jauh lebih berbahaya tetapi sering tidak disadari, yaitu kebocoran ginjal. Istilah ini biasanya merujuk pada proteinuria atau kebocoran protein melalui urine, sebuah tanda adanya kerusakan pada alat penyaring di dalam ginjal (glomerulus).
Meski terdengar sepele, kebocoran ginjal dapat berubah menjadi kondisi yang sangat mengancam nyawa jika dibiarkan. Bahkan, salah satu konsekuensinya yang jarang dibahas adalah “darah mengering”, yaitu berkurangnya volume plasma darah secara drastis tanpa adanya perdarahan apa pun. Kondisi ini bisa menimbulkan masalah peredaran darah hingga komplikasi serius.
Untuk memahami seberapa serius masalah ini, mari kita ulas 7 bahaya kebocoran ginjal yang bisa terjadi jika penyakit ini tidak segera ditangani.
Quote:
7 Bahaya Kebocoran Ginjal
1. Penurunan Tekanan Darah Akibat Hilangnya Protein
Ginjal manusia bekerja seperti saringan super halus. Kalau ginjal sudah rusak, protein penting seperti albumin dapat bocor dan dikeluarkan melalui urine. Padahal, albumin berfungsi untuk menjaga tekanan osmotik darah.
Ketika albumin hilang, cairan di dalam pembuluh darah dapat merembes keluar ke jaringan tubuh. Alhasil, volume plasma darah menurun, tekanan darah menurun, dan tubuh mulai mengalami gejala kekurangan volume darah kronis, seperti mudah pusing, mudah lelah, tangan atau kaki terasa dingin, dan sulit berkonsentrasi.
Penurunan tekanan darah ini tidak hanya membuat tubuh lemas, tetapi juga bisa mengganggu suplai darah ke organ vital. Jika berlangsung secara berkepanjangan, efeknya bisa sangat berbahaya.
2. “Darah Mengering” Karena Penurunan Volume Plasma
Istilah “darah mengering” terdengar terlalu brutal, tetapi secara medis kondisi ini merujuk pada penurunan volume darah tanpa adanya perdarahan apa pun.
Apabila albumin bocor melalui urine dalam jumlah yang besar (seperti pada sindrom nefrotik), tubuh kehilangan kemampuan untuk mempertahankan cairan di dalam pembuluh darah. Cairan merembes keluar, sehingga darah menjadi lebih kental karena volumenya berkurang.
Efek fisiologisnya yaitu aliran darah melambat, risiko pembentukan bekuan darah meningkat, tubuh terasa sangat lemas, bahkan tekanan darah bisa turun dengan sangat drastis (syok).
Kondisi ini tidak menyebabkan darah kering secara harfiah, tetapi darah menjadi jauh lebih pekat karena cairannya hilang. Risiko ini sering tidak dipahami pasien, padahal dapat menjadi komplikasi yang mematikan.
3. Pembengkakan Parah (Edema) Di Beberapa Bagian Tubuh
Cairan yang seharusnya berada dalam pembuluh darah justru berpindah ke jaringan tubuh. Akibatnya, muncul pembengkakan pada wajah, kelopak mata, kaki dan pergelangan kaki, perut (asites), bahkan seluruh tubuh.
Pembengkakan ini bukan hanya mengganggu estetika, tetapi dapat memengaruhi fungsi organ. Pada kasus berat, cairan bisa menumpuk di paru-paru (edema paru), sehingga menyebabkan sesak napas berat.
4. Risiko Pembekuan Darah Meningkat Drastis
Ketika darah menjadi lebih pekat, tubuh lebih mudah membentuk bekuan darah. Selain itu, pada sindrom nefrotik, tubuh kehilangan protein tertentu pengatur pembekuan darah sehingga keseimbangannya terganggu.
Konsekuensi fatal yang bisa muncul yaitu bekuan darah di vena dalam (biasanya di betis), emboli paru (bekuan darah yang menyumbat pembuluh darah di paru-paru), stroke iskemik, hingga bekuan darah di pembuluh darah ginjal, yang semakin memperburuk kerusakan ginjal.
Inilah alasan mengapa kebocoran ginjal tidak boleh dianggap sepele. Risiko pembekuan darah bisa terjadi, bahkan pada pasien yang masih muda.
5. Kolesterol Dan Lemak Darah Melonjak Naik
Kerusakan ginjal yang menyebabkan kebocoran protein memicu tekanan (stres) pada beberapa sistem di tubuh manusia. Hati akan mencoba memproduksi lebih banyak protein untuk menggantikan protein yang hilang. Namun, proses ini juga membuat produksi lemak meningkat.
Efek sampingnya adalah kadar kolesterol LDL meningkat, trigliserida naik, hingga lemak jahat yang menumpuk di pembuluh darah.
Masalah ini meningkatkan risiko penyakit jantung koroner, serangan jantung, dan penyakit pembuluh darah lainnya. Tanpa penanganan, kerusakan pembuluh darah dapat berlangsung dalam jangka panjang.
6. Kekurangan Nutrisi Penting Yang Mengancam Fungsi Tubuh
Protein yang hilang lewat urine bukan sekadar angka di hasil laboratorium. Protein berperan penting untuk pertumbuhan sel dan jaringan, menjaga kekebalan tubuh, menyembuhkan luka, hingga mengangkut vitamin dan obat-obatan.
Kehilangan protein dalam jumlah besar mengakibatkan tubuh kekurangan nutrisi, mudah sakit, sulit menyembuhkan luka, dan rentan infeksi.
Pada anak dan remaja, kondisi ini juga bisa mengganggu pertumbuhan dan perkembangan. Pada orang dewasa, tubuh bisa masuk dalam keadaan katabolik, di mana massa otot semakin menurun karena kekurangan protein.
7. Gagal Ginjal (Kalau Tidak Ditangani)
Kebocoran ginjal adalah tanda awal bahwa kinerja ginjal sudah terganggu. Jika penyebabnya tidak diobati, kerusakan tersebut bisa bertambah parah hingga kinerja penyaringan darah dan pembuangan racun turun secara bertahap, racun dan limbah menumpuk di dalam darah, tubuh mengalami gejala sakit yang parah (seperti mual, muntah, dan kelelahan ekstrem), hingga pada akhirnya kerusakan ginjal bisa memasuki tahap gagal ginjal kronis.
Ketika sudah masuk gagal ginjal fase lanjut, pasien mungkin memerlukan dialisis (cuci darah), atau bahkan cangkok ginjal.
Quote:
Kapan Harus Ke Dokter?
Seseorang perlu memeriksakan diri ke dokter jika mengalami gejala:
1. Urine berbusa seperti sabun (tanda protein tinggi dalam urine).
2. Pembengkakan tiba-tiba pada wajah atau kaki.
3. Mudah lelah dan sering pusing.
4. Tekanan darah rendah, atau justru terlalu tinggi.
5. Volume urine menurun.
6. Berat badan naik karena penumpukan cairan.
Pemeriksaan sederhana seperti urinalisis, rasio albumin vs kreatinin, dan tes fungsi ginjal sudah cukup kuat untuk mendeteksi kebocoran ginjal sejak dini.
Quote:
Bagaimana Cara Mencegah Atau Mengatasi Kebocoran Ginjal?
Tidak semua kebocoran ginjal sama penyebabnya, tetapi beberapa langkah umum dapat membantu:
1. Kontrol tekanan darah: Tekanan darah tinggi adalah penyebab utama gagal ginjal kronis.
2. Kelola gula darah: Pada penderita diabetes, mengontrol gula darah adalah kunci.
3. Kurangi garam berlebih: Tekanan darah akan meningkat apabila terlalu sering atau terlalu banyak mengonsumsi garam.
3. Penuhi kebutuhan cairan: Asupan cairan yang cukup bisa membantu menjaga aliran darah tetap stabil, dan membantu ginjal supaya tidak perlu bekerja terlalu keras.
5. Hindari penggunaan obat anti peradangan non steroid (OAINS) secara berlebihan: Obat pereda nyeri, seperti ibuprofen atau naproxen, apabila dikonsumsi dalam jangka panjang bisa menyebabkan kerusakan ginjal.
4. Konsultasi rutin: Cobalah berkonsultasi ke dokter secara rutin jika Anda punya penyakit autoimun atau penyakit metabolik.
Adapun penanganan medisnya, meliputi:
1. Obat penghambat sistem renin dan angiotensin (ACE inhibitor/ARB).
2. Kontrol ketat penyakit penyertanya (seperti diabetes atau hipertensi).
3. Terapi imunosupresif jika penyebabnya adalah penyakit autoimun.
4. Diet rendah garam dan protein sesuai rekomendasi ahli gizi.
Quote:
KESIMPULAN
Kebocoran ginjal bukanlah masalah sepele. Penyakit ini bisa menyebabkan komplikasi serius, seperti pembengkakan, peningkatan risiko pembekuan darah yang tidak terkendali, penurunan tekanan darah, hingga masalah peredaran darah karena pengentalan darah, yang secara awam sering disebut sebagai “darah mengering”.
Memahami gejala penyakit ini sejak awal dapat membantu mencegah kerusakan lebih lanjut dan mempertahankan fungsi ginjal dalam jangka panjang. Ginjal adalah organ kecil berukuran sekepalan tangan, tetapi peranannya sangat besar. Jangan menunggu sampai muncul komplikasi dulu untuk memeriksakan diri.
Quote:
SUMBER
American Kidney Fund. (2021).
Nephrotic syndrome.
https://www.kidneyfund.org
Bakris, G. L., & Ritz, E. (2009). The message for World Kidney Day 2009: Hypertension and kidney disease — a marriage that should be prevented.
Kidney International,
75(5), 449–452.
National Kidney Foundation. (2020).
Proteinuria (albuminuria).
https://www.kidney.org
Taal, M. W., Chertow, G. M., Marsden, P. A., Skorecki, K., Yu, A. S. L., & Brenner, B. M. (2012).
Brenner and Rector’s The Kidney (9th ed.). Elsevier.
Wiggins, R. C. (2007). The spectrum of podocytopathies: A unifying view of glomerular diseases.
Kidney International,
71(12), 1205–1214.
@sahabat.006 @itkgid @pabuaranwetan