Hai semuanya, Shalom Aleichem!
Selamat malam kalian semuanya!
Di thread ini, gue, Miss Rora, akan membahas tentang satu ciri khusus yang membedakan antara manusia dengan hewan, yaitu
hikmat 
.
Ketika para ilmuwan memberikan nama
Homo sapiens sebagai nama Latin manusia, mereka sebenarnya sedang memberikan gelar kehormatan sekaligus kewajiban. Kata “sapiens” dalam bahasa Latin berarti “bijaksana” atau “memiliki hikmat”. Artinya, sejak awal manusia diakui bukan hanya sebagai makhluk yang bisa berpikir, melainkan juga makhluk yang memiliki kemampuan tingkat tinggi untuk menimbang, memilah, serta mengambil keputusan berbasis hikmat, bukan sekadar mengandalkan emosi atau naluri.
Dalam dunia biologi, manusia memang masuk dalam kategori mamalia. Namun, secara psikologis, neurologis, dan moral, manusia memiliki kelebihan tingkat tinggi yang membuat manusia tidak bisa disamakan dengan hewan. Kelebihan itu adalah
hikmat, kombinasi antara akal, moralitas, empati, pengendalian diri, dan kemampuan untuk berpikir logis.
Thread ini akan mengupas bagaimana hikmat menjadi pembeda utama antara manusia dan hewan, bagaimana otak manusia (khususnya korteks prefrontal) menjadi pusat hikmat, serta mengapa kelebihan ini wajib disyukuri dan digunakan dengan benar kalau manusia tidak mau turun derajat menjadi hewan.
Quote:
Hikmat Berbeda Dengan Kepintaran
Banyak orang mengira bahwa manusia unggul karena tingkat kecerdasan yang jauh lebih tinggi dari hewan. Padahal, kepintaran hanyalah satu bagian kecil dari sesuatu yang jauh lebih kompleks dan lebih manusiawi, yaitu hikmat.
Hikmat bukan hanya kemampuan untuk menghitung atau mengingat, melainkan kapasitas untuk memahami konteks, memperhitungkan dampak jangka panjang, memilih tindakan yang paling bermoral, serta mampu mengendalikan dorongan-dorongan impulsif.
Dalam filosofi klasik, hikmat selalu dikaitkan dengan kemampuan bertindak benar. Aristoteles misalnya, menyebut
phronesis sebagai kebijaksanaan praktis, yaitu kemampuan untuk membuat keputusan moral yang matang. Konsep ini sejalan dengan bagaimana psikologi modern memahami fungsi korteks prefrontal dalam pengambilan keputusan dan pengaturan emosi.
Di sinilah letak perbedaan mendasar antara manusia dan hewan. Hewan ada yang cerdas, tetapi tidak ada hewan yang berhikmat. Simpanse dapat menggunakan alat, lumba-lumba dapat menyelesaikan masalah kompleks, bahkan burung gagak dapat merencanakan tindakan. Namun, tidak ada hewan yang bisa mempertimbangkan apakah tindakannya baik atau buruk, merugikan atau tidak, bermoral atau tidak. Mereka bertindak berdasarkan naluri dan emosi, bukan nilai.
Manusia adalah satu-satunya makhluk yang bisa bertanya apa tindakan yang paling baik dan benar untuk dilakukan.
Quote:
Empati Adalah Landasan Dari Hikmat Dan Kemanusiaan
Hikmat tidak dapat dilepaskan dari empati. Tanpa kemampuan merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain, tidak mungkin seseorang mampu menimbang tindakan moral dengan tepat. Empati adalah fondasi dari sikap toleransi, kerukunan, rasa keadilan, dan kemampuan memahami sudut pandang orang lain.
Secara neurologis, empati muncul dari kerja sama antara sistem limbik (yang mengatur emosi) dan korteks prefrontal (yang mengatur penilaian rasional). Inilah mengapa manusia yang sedang marah bisa menahan diri untuk tidak merugikan orang lain, bahkan ketika manusia sebenarnya bisa melakukannya.
Hewan juga dapat menunjukkan reaksi emosional tertentu, misalnya seekor anjing terlihat sedih ketika tuannya sedih, tetapi empati manusia bersifat lebih kompleks, karena melibatkan analisis moral. Kita bisa memahami penderitaan seseorang yang bahkan tidak kita kenal. Kita bisa peduli pada korban bencana di negara lain meski tidak pernah bertemu mereka. Kita bisa menolong seseorang bukan karena naluri, melainkan karena kesadaran moral.
Inilah bentuk hikmat, yaitu mampu memahami manusia lain sebagai sesama manusia yang harus ditolong, bukan sekadar objek di dunia.
Quote:
Pengendalian Diri Adalah Bukti Bahwa Manusia Tidak Sama Dengan Hewan
Hikmat juga erat kaitannya dengan kemampuan mengendalikan impuls. Hewan bertindak spontan karena kebutuhan biologis. Singa tidak bisa menunda makan hanya karena aturan moral. Anjing tidak bisa mempertimbangkan apakah tindakan agresifnya bisa melukai perasaan anjing yang lain.
Manusia sangat berbeda dengan hewan. Korteks prefrontal manusia bekerja sebagai “rem biologis” yang memungkinkan manusia menunda kepuasan, menyusun rencana, menahan amarah, dan memikirkan akibat jangka panjang.
Penelitian ilmu saraf menunjukkan bahwa korteks prefrontal manusia jauh lebih berkembang dibandingkan spesies lain. Korteks ini adalah pusat dari pengambilan keputusan, penilaian moral, kontrol impuls, perencanaan jangka panjang, pemikiran abstrak, dan pengaturan emosi.
Ketika kontrol diri lemah, misalnya pada kondisi kerusakan korteks prefrontal karena penyakit atau kecelakaan, manusia cenderung menunjukkan perilaku impulsif, agresif, dan tidak mempertimbangkan risiko, sangat mirip dengan pola perilaku hewan. Misalnya, suka berkelahi, hip3rs3ksualitas, dan tidak bisa berempati.
Dengan kata lain, tanpa pengendalian diri yang baik, manusia memang bisa kembali ke mode hewan secara perilaku.
Di sinilah pentingnya mensyukuri hikmat, karena sekali manusia tidak memakai hikmat, maka runtuhlah batas yang membedakan antara manusia dengan hewan.
Quote:
Berpikir Logis Dan Hikmat
Korteks prefrontal sering disebut sebagai bagian terpenting dari otak manusia. Di sinilah rasionalitas manusia mencapai bentuk tertingginya. Bagian otak ini berkembang jauh lebih besar dan lebih kompleks pada manusia dibandingkan dengan hewan apa pun, memungkinkan munculnya kemampuan berpikir logis, menyusun strategi, merencanakan masa depan, melakukan abstraksi matematis, serta menimbang risiko dan manfaat.
Hewan dapat memecahkan masalah melalui
trial and error atau pola yang dipelajari. Namun, manusia mampu membangun teori, menguji hipotesis, dan menciptakan sistem pengetahuan yang berkelanjutan.
Di sinilah muncul konsep
Homo sapiens atau manusia berhikmat, karena para ilmuwan sadar, bahwa kemampuan logika dan pemikiran abstrak manusia adalah sesuatu yang tidak ada duanya di alam.
Quote:
Hikmat dan Moralitas
Hikmat bukan hanya tentang kemampuan berpikir, melainkan tentang kemampuan untuk memilih mana yang paling baik dan benar. Inilah aspek yang paling bisa membedakan antara manusia dan hewan.
Manusia bisa mengetahui konsep perbuatan baik dan perbuatan buruk, benar dan salah, adil dan tidak adil, hak dan kewajiban, tanggung jawab dan konsekuensi moral.
Pengetahuan ini tidak hadir dari naluri atau emosi, tetapi dari perpaduan antara empati, logika, pengalaman sosial, dan budaya. Dalam ilmu antropologi, moral dianggap sebagai salah satu ciri mendasar yang membentuk peradaban manusia. Tidak ada hewan yang bisa membuat hukum atau undang-undang, mengembangkan norma kesusilaan, membangun sistem keadilan, atau menulis filsafat.
Hikmat adalah kekuatan moral yang membuat manusia bisa menjaga dirinya dari tindakan yang menghancurkan, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk lingkungan sekitarnya.
Quote:
Mensyukuri Hikmat Itu Sangat Penting
Kalau hikmat adalah anugerah Tuhan, berarti itu adalah hal yang harus disyukuri. Mensyukuri berarti menggunakan hikmat dengan bertanggung jawab. Ketika manusia tidak menggunakan hikmat, manusia kehilangan ciri khasnya yang membuatnya manusiawi.
Tanpa hikmat, empati akan hilang, logika akan tertutup oleh emosi, pengendalian diri akan runtuh, moralitas akan dipinggirkan, sehingga manusia akan bertindak seperti hewan yang hanya mengejar kepuasan sesaat.
Inilah sebabnya, banyak pemikir yang menegaskan bahwa manusia harus terus mengasah hikmatnya melalui pendidikan, refleksi moral, dialog, pengalaman, dan pemahaman diri.
Sebab, pada akhirnya, yang membuat derajat manusia lebih tinggi daripada hewan bukanlah kecerdasan, tetapi kemampuan untuk hidup dalam hikmat.
Homo sapiens bukan hanya sebatas nama Latin untuk manusia, melainkan bentuk kewajiban tertinggi manusia untuk menjadi makhluk yang penuh hikmat.
Quote:
PENUTUP
Ketika manusia bertindak tanpa hikmat, manusia sebenarnya sedang mengkhianati identitasnya sendiri sebagai makhluk yang jauh lebih tinggi derajatnya dari hewan. Hikmat bukan hanya pemberian Tuhan semata, melainkan ciri khusus penting dari kemanusiaan. Empati, moral, pengendalian diri, dan pemikiran logis adalah empat pilar yang membentuk manusia sebagai
Homo sapiens yang lebih tinggi derajatnya dari hewan.
Dan ketika semua itu digunakan secara benar, manusia tidak hanya lebih tinggi derajatnya dari hewan, tetapi juga mampu menciptakan dunia yang lebih adil, lebih damai, dan lebih manusiawi.
Quote:
SUMBER
Darwin, C. (2004).
The descent of man. Penguin Classics. (Karya klasik tentang evolusi manusia dan perbedaannya dengan hewan).
Gazzaniga, M. S. (2018).
The Consciousness Instinct: Unraveling the Mystery of How the Brain Makes the Mind. Farrar, Straus and Giroux.
Keltner, D. (2009).
Born to be good: The science of a meaningful life. W. W. Norton & Company. (Riset tentang empati dan moralitas manusia).
Miller, E. K., & Cohen, J. D. (2001). An integrative theory of prefrontal cortex function.
Annual Review of Neuroscience,
24, 167–202.
Tomasello, M. (2014).
A natural history of human thinking. Harvard University Press. (Penjelasan tentang perbedaan kognitif antara manusia dan hewan).
Sapolsky, R. M. (2017).
Behave: The biology of humans at our best and worst. Penguin Press. (Pembahasan lengkap tentang moralitas, empati, dan kontrol diri dalam otak manusia).
@pabuaranwetan @michaeru84 @aldo12