Kaskus

News

mabdulkarimAvatar border
TS
mabdulkarim
103.218 Pengungsi di Tanah Papua, Seruan Gereja Rayakan Natal dengan Empati
103.218 Pengungsi di Tanah Papua, Seruan Gereja Rayakan Natal dengan Empati dan Sederhana
103.218 Pengungsi di Tanah Papua, Seruan Gereja Rayakan Natal dengan Empati
Tayang: Selasa, 2 Desember 2025 22:33 WIT
Penulis: Putri Nurjannah Kurita | Editor: Paul Manahara Tambunan


zoom-inlihat foto103.218 Pengungsi di Tanah Papua, Seruan Gereja Rayakan Natal dengan Empati dan Sederhana
Tribunnews.com/Putri Nurjannah Kurita
PENGUNGSIAN WARGA - Moderator Dewan Gereja Papua, Pendeta Benny Giay (tengah), Ketua Pusat Studi HAM, Sosial dan Pastoral STTWPJ, Hendrica Henny Ohoitimur (kanan), Staff Dewan Gereja Papua Eneko Pahabol dalam jumpa pers di Sentani, Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura
A-
A+
Laporan Wartawan Tribun-Papua.com, Putri Nurjannah Kurita

TRIBUN-PAPUA.COM, SENTANI - Dewan Gereja Papua dan Pusat Studi HAM, Sosial, dan Pastoral Sekolah Tinggi Teologi Walter Post Jayapura (STTWPJ) menyerukan gereja merayakan Hari Natal 2025 secara sederhana serta mengutamakan solidaritas kepada 103.218 pengungsi di berbagai daerah di Tanah Papua.

Moderator Dewan Gereja Papua, Pendeta Benny Giay mengatakan, seruan ini muncul setelah rangkaian kegiatan Festival Literasi & Resiliensi (19-21 November 2025) yang memperlihatkan kreativitas generasi muda Papua, sekaligus menggugah kesadaran kolektif atas kondisi kemanusiaan a yang terus memburuk.

Dalam kegiatan tersebut, peserta disadarkan pada situasi Pengungsi Internal Papua yang mayoritas mengungsi ke hutan tanpa tenda, tanpa makanan yang layak, tanpa layanan kesehatan, dan dengan ibu serta anak-anak yang rentan terhadap penyakit dan kelaparan.

Dewan Gereja Papua dan Pusat Studi STTWPJ memandang kasus tragis Ibu Sokoy dan bayinya yang meninggal setelah ditolak empat rumah sakit di Jayapura, sebagai wajah ketiakadilan struktural yang masih terjadi di Tanah Papua.

"Dua realitas ini menampar kesadaran kita. Gereja tidak boleh terus hidup dalam dunia yang nyaman, sementara sebagian umat hidup dalam penderitaan," kata Pendeta Benny Giay dalam jumpa pers di Sentani, Distrik Sentani, Selasa (2/12/2025).

Ketua Pusat Studi HAM, Sosial dan Pastoral STTWPJ Hendrica Henny Ohoitimur mengemukakan, mayoritas pengungsi mengungsi ke hutan tanpa tenda, tanpa makanan yang layak, tanpa layanan kesehatan, serta kondisi ibu serta anak-anak yang rentan terhadap penyakit dan kelaparan.

[b]"Mereka [pengungsi]menyambut natal dengan kondisi tragis dan sederhana. Dimana mereka berada di kemah-kemah pengungsi, hutan-hutan, mereka tidak menikmati apa yang kita nikmati dalam beberapa tahun terakhir,"[/] ujarnya Hendrica.

Seruan sekaligus suara gembala dalam menyambut Hari Natal 2025 itu supaya menjadi perhatian pimpinan gereja dan seluruh umat Kristen di Tanah Papua dalam perayaan Natal yang dilaksanakan secara sederhana.

Pemerintah juga diharapkan dapat mengalihkan anggaran perayaan Natal bagi kebutuhan para pengungsi saat ini.

"Mungkin kita telah merayakan dengan pohon natal, kue-kue, makanan yang lezat namun mereka dengan tangisan, perjuangan, untuk hidup di hari ini," ujarnya.

Hendrica mengatakan pengungsian hari ini mengingatkan kita ketika kembali pada 2.000 tahun lalu bahwa Tuhan Yesus juga pernah mengungsi. Dalam semangat itulah, patutnya umat Kristen dapat berbagi kasih dan menumbuhkan rasa kemanusiaan dalam kesederhanaan.

"Ketika lahir Yesus harus berpindah dari satu daerah ke daerah yang lain. Kita perlu merenungkan dan berpikir bersama tentang kondisi pengungsi bahwa Papua tidak baik-baik saja. Kita sedang mengalami berbagai tekanan bahkan banyak orang hidup dalam kondisi yang tidak memungkinkan," katanya.

Gereja Mesti Keluar dari Zona Nyaman

Dewan Gereja Papua dan Pusat Studi STTWPJ menegaskan agar Natal tahun ini harus menjadi momen di mana kita menyapa, bersolidaritas dan menunjukn secara nyata keber-pihakan kepada mereka yang menderita.

"Kita tidak tahu kapan penderitaan para pengungsi ini berakhir. Tapi kita tahu satu hal: Gereja dipanggil untuk hadir dan menyapa Tuhan yang hadir di antara mereka (Matius 25:35-45)," ujar Pendeta Benny Giay.

Ketua Pusat Studi HAM, Sosial dan Pastoral STTWPJ Hendrica Henny Ohoitimur, mengatakan, menyambut Hari Natal ini perlu membangun rasa empati terhadap peristiwa yang terjadi.

Seruan perayaan Natal dengan lebih sederhana berpihak pada yang menderita diwujudkan dengan melihat langkah-langkah konkret merayakan Natal di arahkan pada ibadah gereja dan keluarga, bukan pesta dan acara seremonial.

Mengurangi dekorasi dan hadiah Natal, membatasi frekuensi perayaan Natal hanya pada 24 Desember 2025.

"Kami juga mendorong aksi solidaritas untuk jemaat untuk mengadakan persembahan 'ebai mukai' atau aksi penggalangan dana untuk para pengungsi dan kelompok rentan lainnya," ujarnya. (*)


https://papua.tribunnews.com/news/12...hana?page=all.
pengungsi akibat konflik


0
82
6
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan