Pada kesempatan yang sangat berharga ini, gue, Mbak Rora, akan membahas tentang 7 tanda bahaya anak menjadi korban bullying di sekolah
Fenomena bullying di sekolah bukan lagi permasalahan baru. Namun, beberapa tahun terakhir, kasus-kasus yang muncul menunjukkan pola yang semakin mengkhawatirkan. Kekerasan fisik, ejekan verbal, pemerasan psikologis, hingga bullying dunia maya dalam lingkungan akademis dapat meninggalkan trauma jangka panjang pada anak dan remaja.
Dalam konteks tertentu, bullying bahkan dapat terjadi berulang kali dalam waktu singkat dan melibatkan banyak pelaku. Fenomena tersebut terlihat pada banyak laporan nasional dan internasional, termasuk temuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, UNICEF, dan WHO.
Thread ini membahas tentang 7 tanda bahaya utama yang menunjukkan bahwa seorang anak kemungkinan besar sedang menjadi korban bullying di sekolah. Tanda-tanda ini disusun berdasarkan literatur penelitian, laporan kesehatan mental anak, dan penelitian empiris yang telah dipublikasikan oleh lembaga resmi.
Tujuan dari thread ini cukup sederhana, yaitu supaya orang tua, guru, dan masyarakat dapat mendeteksi gejala dini bullying, sebelum bullying di sekolah berkembang menjadi trauma jangka panjang.
7 Tanda Bahaya Anak Menjadi Korban Bullying di Sekolah
1. Perubahan Perilaku Anak Secara Tiba-Tiba
Salah satu indikator paling umum dari anak yang menjadi korban bullying adalah perubahan perilaku yang drastis. Anak yang sebelumnya aktif, ramah, dan ceria tiba-tiba berubah menjadi mudah takut, tertutup, atau menarik diri dari lingkungan sosial.
Fenomena ini sering muncul pada korban bullying konsisten, misalnya kekerasan fisik yang terjadi bukan hanya sekali, melainkan berulang selama 2 minggu atau lebih. Anak yang mengalami kekerasan psikologis beruntun akan mulai kehilangan rasa aman di lingkungan sekolah.
Contoh pola perubahan perilaku yang sering ditemukan adalah tidak lagi ingin berangkat ke sekolah, menghindari kegiatan kelas tertentu atau kelompok tertentu, serta berubah menjadi pendiam dan mudah ketakutan tanpa alasan yang jelas.
Menurut
American Psychological Association (APA), perubahan perilaku mendadak pada anak merupakan tanda klasik respons terhadap tekanan atau ancaman sosial di sekolah.
2. Keluhan Fisik Berulang Tanpa Penyebab Medis yang Jelas
Tekanan fisik maupun psikologis dapat memunculkan gejala psikosomatik. Anak yang menjadi korban bullying di sekolah sering pulang ke rumah dengan mengeluhkan sakit perut, sakit kepala, mual, nyeri otot, atau rasa lelah yang ekstrem, padahal hasil pemeriksaan medis normal.
WHO menjelaskan bahwa tekanan psikologis berat dan situasi menakutkan yang dialami anak secara berulang kali dapat mengaktifkan respons tubuh yang menyerupai gejala penyakit fisik, terutama jika anak dipaksa oleh pelaku bullying untuk diam dan tidak boleh mengekspresikan emosinya.
Tanda ini sangat penting untuk diwaspadai, terlebih bila keluhan terjadi secara konsisten pada hari sekolah atau setelah interaksi dengan kelompok tertentu.
3. Cedera Fisik yang Tidak Konsisten Dengan Aktivitas Sehari-hari
Memar, bekas cakaran, atau luka lain yang muncul secara berulang merupakan indikator serius, terutama jika anak tidak mampu menjelaskan penyebabnya secara jelas atau memberikan jawaban yang berubah-ubah.
Beberapa kasus bullying menunjukkan pola kekerasan fisik yang tidak termasuk tindakan penganiayaan secara langsung, tetapi sudah mengarah ke ranah penyiksaan yang menyebabkan kelelahan otot ekstrem, misalnya dipaksa berlari puluhan putaran tanpa henti, dipaksa push up ratusan kali hanya karena wajahnya tidak tampan, dihajar ketika menolak paksaan untuk sit up ratusan kali, atau disiram air es hanya karena seorang anak tidak terlalu cantik secara fisik.
Perilaku seperti ini bukan sekadar kenakalan anak sekolah, melainkan tanda bullying fisik terstruktur.
CDC mengkategorikan tindakan tersebut sebagai bullying fisik yang dapat menyebabkan cedera serius, kelelahan otot ekstrem, dan trauma jangka panjang.
Jika luka-luka aneh muncul lebih dari 2 kali dalam rentang 2 minggu, itu adalah indikasi kuat bahwa anak sedang mengalami situasi yang berbahaya.
4. Penurunan Prestasi Akademik Secara Mendadak
Anak yang mengalami bullying di sekolah cenderung mengalami gangguan konsentrasi. Mereka tidak lagi mampu fokus pada materi pelajaran. Bahkan dalam beberapa kasus, mereka mengalami disosiasi ringan saat di kelas, terutama jika pelaku satu ruangan dengan mereka.
Penurunan nilai sering kali terjadi tanpa perubahan pola belajar di rumah. Anak tiba-tiba mengerjakan tugas secara tergesa-gesa, tampak tidak peduli dengan nilai di sekolah, atau mengalami kecemasan setiap kali diberi tugas kelompok.
Penelitian oleh
National Institutes of Health (NIH) menunjukkan bahwa tindakan bullying berdampak langsung pada kapasitas kerja memori anak, yang kemudian menurunkan kinerja akademik.
Jika anak sebelumnya selalu mendapatkan nilai bagus di sekolah, tetapi tiba-tiba nilainya turun drastis dalam waktu singkat, itu adalah tanda yang tidak boleh diabaikan.
5. Takut Bertemu Orang Tertentu atau Menghindari Kelompok Tertentu
Anak yang menjadi korban bullying di sekolah biasanya mulai menghindari kelas tertentu, ruangan tertentu, kelompok teman tertentu, atau guru pembina dari kelompok yang melakukan kekerasan.
Dalam banyak laporan, korban mengatakan bahwa mereka takut masuk ruangan yang dihubungkan dengan kejadian traumatis, misalnya, ruang kelas tempat mereka disiram air es, ruang ganti tempat mereka dipermalukan, atau taman sekolah tempat kekerasan fisik terjadi.
Ketakutan ini sering kali disertai gejala fisik seperti tangan berkeringat, jantung berdebar, atau gemetaran.
UNICEF menemukan bahwa rasa takut terhadap area sekolah tertentu adalah salah satu indikator paling akurat adanya bullying yang dialami anak.
6. Perubahan Emosi: Mudah Menangis, Mudah Marah, atau Terlihat Sangat Cemas
Bullying berulang dapat menyebabkan gangguan emosional pada anak. Korban bullying biasanya menunjukkan 3 bentuk reaksi dominan, antara lain:
a) Mudah menangis
Anak menjadi sangat sensitif, bahkan selalu menangis ketika mendapat instruksi sederhana. Ini bukan tanda kalau anak manja, melainkan respons tubuh terhadap luka emosional.
b) Mudah marah
Sebagian anak melampiaskan luka emosional mereka dalam bentuk kemarahan atau amukan. Mereka tampak mudah marah dan mengamuk, padahal sebenarnya mereka sedang takut.
c) Cemas dan waspada secara berlebihan
Anak korban bullying seringkali terlihat seperti terus-menerus cemas dan waspada karena takut kejadian serupa terulang lagi.
Gejala tersebut konsisten dengan temuan
American Academy of Child & Adolescent Psychiatry (AACAP), yang menyatakan bahwa anak korban bullying menunjukkan pola gejala mirip PTSD ringan.
Jika emosi anak berubah drastis dalam rentang singkat, ini adalah alasan kuat untuk melakukan intervensi.
7. Penarikan Sosial dan Hilangnya Minat pada Hal yang Dulu Disukai
Tanda terakhir ini sering muncul ketika anak sudah mencapai titik patah secara psikologis. Anak yang dulu punya banyak minat, misalnya menggambar, bermain bola, menari, atau aktif di organisasi, tiba-tiba berhenti total.
Ini bukan karena mereka bosan atau lelah. Ini karena otak anak mengalihkan energi sepenuhnya untuk mode bertahan hidup.
Pada fase ini, anak biasanya menutup diri di kamar, menolak bercerita tentang sekolah, kehilangan motivasi, dan tidak lagi menunjukkan harapan terhadap masa depannya.
Menurut laporan
UNICEF Global Status of School Violence (2020), kehilangan minat terhadap aktivitas yang dulu disukai adalah tanda jelas bahwa seorang anak sedang mengalami kelelahan psikologis tingkat tinggi akibat bullying di lingkungan sekolah.