- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Target Komisi III Usai Sahkan KUHAP: Beri Sinyal Bakal Bahas RUU Perampasan Aset
TS
mabdulkarim
Target Komisi III Usai Sahkan KUHAP: Beri Sinyal Bakal Bahas RUU Perampasan Aset
Target Komisi III DPR Usai Sahkan UU KUHAP: Beri Sinyal Bakal Bahas RUU Perampasan Aset
:strip_icc()/kly-media-production/medias/5416830/original/007527700_1763469181-1000543864.jpg)
Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, menyatakan komisinya siap jika ditunjuk membahas RUU Perampasan Aset.
Delvira Hutabarat
Oleh
Delvira Hutabarat
Diterbitkan 19 November 2025, 19:00 WIB
0 Komentar
Share
Copy Link
Batalkan
Rapat Wakapolri dan Komisi III DPR
Perbesar
Ilustrasi Komisi III DPR (Foto: Habibie/merdeka.com)
Jadi intinya...
Komisi III DPR akan bahas RUU Penyesuaian Pidana dan RUU Perampasan Aset setelah KUHAP.
RUU Perampasan Aset menunggu aturan turunan KUHAP, meski mendesak untuk kasus korupsi.
RUU Perampasan Aset memiliki sejarah panjang sejak 2008 namun belum disetujui DPR.
Liputan6.com, Jakarta Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman menyatakan, pasca merampungkan dan mengesahkan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP), masih banyak pembahasan legislasi yang akan dikerjakan pihaknya.
Politikus Gerindra ini pun memberi sinyal, salah satu yang bisa saja dibahas di Komisi III DPR, yaitu RUU Perampasan Aset.
"Kemungkinan besar Komisi III ya, tapi kita enggak tahu. Yang jelas, kalau Komisi III ditugaskan, kita siap," kata Habiburokhman di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (19/11/2025).
Menurutnya, terdekat yang kemungkinan dilakukan Komisi III DPR adalah membahas RUU tentang Penyesuaian Pidana.
"Undang-Undang Penyesuaian Pidana yang merupakan turunan, tindaklanjut dari KUHP. Jadi sebelum pemberlakuan KUHP itu harus ada Undang-Undang Penyesuaian Pidana," ungkap Habiburokhman.
Dia juga mengklaim, Komisi III DPR juga akan membahas Panja Percepatan Reformasi di Polri, Kejaksaan Agung, dan Mahkamah Agung.
"Dua hari agenda terkait Panja Polri, Kejaksaan, dan Pengadilan. Sisanya, kemungkinan kita maksimalkan untuk Penyesuaian Pidana. Setelah itu baru kita bisa maksimalkan undang-undang yang lainnya," tandas Habiburokhman.
Menkum Bicara Nasib RUU Perampasan Aset
Sebelumnya, Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas mengungkapkan nasib Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset setelah Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang baru disahkan DPR hari ini. Supratman mengatakan RUU Perampasan Aset akan menunggu terlebih dahulu aturan turunan dari KUHAP baru.
Menurut dia, ada belasan aturan turunan atau Peraturan Pemerintah (PP) yang perlu diterbitkan menyangkut pelaksanaan KUHAP tersebut. Namun, kata dia, ada tiga aturan turunan mutlak yang harus segera diterbitkan.
"Karena itu mengejar pemberlakuan tanggal 2 Januari, ada tiga PP yang mutlak harus diselesaikan," kata Supratman di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa.
Selain itu, menurut dia, ada Rancangan Undang-Undang tentang Penyesuaian Pidana yang juga mendesak untuk segera disahkan.
"Mudah-mudahan di akhir masa persidangan, undang-undang penyesuaian pidana itu sudah bisa diketok juga," katanya.
Perjalanan Panjang RUU Perampasan Aset
RUU Perampasan Aset hingga saat ini belum juga disetujui oleh Parlemen. Meskipun telah lama dibahas, RUU ini semakin mendesak untuk diterapkan seiring dengan meningkatnya kasus korupsi di Indonesia.
RUU Perampasan Aset pernah tercantum dalam prolegnas (Program Legislasi Nasional) prioritas untuk tahun 2023 dan 2024, namun sayangnya DPR belum juga membahasnya. Melihat ke belakang, RUU ini pertama kali diajukan pada tahun 2008 oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Terdapat dua pasal yang dianggap sangat penting, yaitu Pasal 2 yang menyatakan bahwa perampasan aset tidak perlu melalui proses pemidanaan pelaku, dan Pasal 3 yang mengatur bahwa perampasan aset tidak menghapus penuntutan bagi pelaku pencucian uang serta tidak dapat digugat. Selain kedua pasal tersebut, terdapat beberapa pasal lain yang juga dianggap krusial, antara lain Pasal 5, Pasal 7, Pasal 10, Pasal 12, dan Pasal 17.
Panjang perjalanan RUU Perampasan Aset menunjukkan dinamika yang cukup kompleks sejak pertama kali diinisiasi. Pada tahun 2008, RUU ini dimulai oleh PPATK pada masa kepemimpinan Presiden SBY. Saat itu, RUU ini telah mengalami dua kali revisi draf akibat adanya pasal-pasal yang menuai kontroversi.
Setelah itu, pada tahun 2010, draf RUU Perampasan Aset selesai dibahas oleh berbagai kementerian dan siap untuk diajukan kepada presiden agar dapat diserahkan ke DPR RI. Kemudian, pada tahun 2012, Badan Pembinaan Hukum Nasional ditunjuk untuk menyusun naskah akademik terkait RUU ini.
Memasuki tahun 2015, DPR memasukkan RUU Perampasan Aset ke dalam Prolegnas jangka menengah. Namun, pada tahun 2019, RUU ini kembali dibawa ke DPR oleh pemerintah, tetapi sayangnya, pembahasan tidak kunjung dilakukan hingga tenggat waktu terlewati.
Pada tahun 2021, Badan Legislasi (Baleg) DPR memutuskan untuk menghapus RUU Perampasan Aset dari daftar Prolegnas. Di tahun 2023, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengirimkan surat kepada Ketua DPR, Puan Maharani, untuk meminta dilanjutkannya pembahasan RUU ini. RUU tersebut akhirnya kembali masuk ke dalam Prolegnas, tetapi hingga akhir tahun 2023, pembahasannya masih belum terlaksana.
Pada 6 Februari 2024, DPR menutup masa sidang tanpa membahas RUU Perampasan Aset sedikit pun. Pada 18 November 2024, RUU ini hilang dari daftar RUU yang diusulkan DPR untuk masuk dalam Prolegnas, menandakan ketidakpastian yang terus berlanjut
https://www.liputan6.com/news/read/6...an-aset?page=3
Biar barengan implementasi KUHP, KUHAP, dan undang-undang hukum lainnya.
:strip_icc()/kly-media-production/medias/5416830/original/007527700_1763469181-1000543864.jpg)
Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, menyatakan komisinya siap jika ditunjuk membahas RUU Perampasan Aset.
Delvira Hutabarat
Oleh
Delvira Hutabarat
Diterbitkan 19 November 2025, 19:00 WIB
0 Komentar
Share
Copy Link
Batalkan
Rapat Wakapolri dan Komisi III DPR
Perbesar
Ilustrasi Komisi III DPR (Foto: Habibie/merdeka.com)
Jadi intinya...
Komisi III DPR akan bahas RUU Penyesuaian Pidana dan RUU Perampasan Aset setelah KUHAP.
RUU Perampasan Aset menunggu aturan turunan KUHAP, meski mendesak untuk kasus korupsi.
RUU Perampasan Aset memiliki sejarah panjang sejak 2008 namun belum disetujui DPR.
Liputan6.com, Jakarta Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman menyatakan, pasca merampungkan dan mengesahkan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP), masih banyak pembahasan legislasi yang akan dikerjakan pihaknya.
Politikus Gerindra ini pun memberi sinyal, salah satu yang bisa saja dibahas di Komisi III DPR, yaitu RUU Perampasan Aset.
"Kemungkinan besar Komisi III ya, tapi kita enggak tahu. Yang jelas, kalau Komisi III ditugaskan, kita siap," kata Habiburokhman di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (19/11/2025).
Menurutnya, terdekat yang kemungkinan dilakukan Komisi III DPR adalah membahas RUU tentang Penyesuaian Pidana.
"Undang-Undang Penyesuaian Pidana yang merupakan turunan, tindaklanjut dari KUHP. Jadi sebelum pemberlakuan KUHP itu harus ada Undang-Undang Penyesuaian Pidana," ungkap Habiburokhman.
Dia juga mengklaim, Komisi III DPR juga akan membahas Panja Percepatan Reformasi di Polri, Kejaksaan Agung, dan Mahkamah Agung.
"Dua hari agenda terkait Panja Polri, Kejaksaan, dan Pengadilan. Sisanya, kemungkinan kita maksimalkan untuk Penyesuaian Pidana. Setelah itu baru kita bisa maksimalkan undang-undang yang lainnya," tandas Habiburokhman.
Menkum Bicara Nasib RUU Perampasan Aset
Sebelumnya, Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas mengungkapkan nasib Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset setelah Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang baru disahkan DPR hari ini. Supratman mengatakan RUU Perampasan Aset akan menunggu terlebih dahulu aturan turunan dari KUHAP baru.
Menurut dia, ada belasan aturan turunan atau Peraturan Pemerintah (PP) yang perlu diterbitkan menyangkut pelaksanaan KUHAP tersebut. Namun, kata dia, ada tiga aturan turunan mutlak yang harus segera diterbitkan.
"Karena itu mengejar pemberlakuan tanggal 2 Januari, ada tiga PP yang mutlak harus diselesaikan," kata Supratman di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa.
Selain itu, menurut dia, ada Rancangan Undang-Undang tentang Penyesuaian Pidana yang juga mendesak untuk segera disahkan.
"Mudah-mudahan di akhir masa persidangan, undang-undang penyesuaian pidana itu sudah bisa diketok juga," katanya.
Perjalanan Panjang RUU Perampasan Aset
RUU Perampasan Aset hingga saat ini belum juga disetujui oleh Parlemen. Meskipun telah lama dibahas, RUU ini semakin mendesak untuk diterapkan seiring dengan meningkatnya kasus korupsi di Indonesia.
RUU Perampasan Aset pernah tercantum dalam prolegnas (Program Legislasi Nasional) prioritas untuk tahun 2023 dan 2024, namun sayangnya DPR belum juga membahasnya. Melihat ke belakang, RUU ini pertama kali diajukan pada tahun 2008 oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Terdapat dua pasal yang dianggap sangat penting, yaitu Pasal 2 yang menyatakan bahwa perampasan aset tidak perlu melalui proses pemidanaan pelaku, dan Pasal 3 yang mengatur bahwa perampasan aset tidak menghapus penuntutan bagi pelaku pencucian uang serta tidak dapat digugat. Selain kedua pasal tersebut, terdapat beberapa pasal lain yang juga dianggap krusial, antara lain Pasal 5, Pasal 7, Pasal 10, Pasal 12, dan Pasal 17.
Panjang perjalanan RUU Perampasan Aset menunjukkan dinamika yang cukup kompleks sejak pertama kali diinisiasi. Pada tahun 2008, RUU ini dimulai oleh PPATK pada masa kepemimpinan Presiden SBY. Saat itu, RUU ini telah mengalami dua kali revisi draf akibat adanya pasal-pasal yang menuai kontroversi.
Setelah itu, pada tahun 2010, draf RUU Perampasan Aset selesai dibahas oleh berbagai kementerian dan siap untuk diajukan kepada presiden agar dapat diserahkan ke DPR RI. Kemudian, pada tahun 2012, Badan Pembinaan Hukum Nasional ditunjuk untuk menyusun naskah akademik terkait RUU ini.
Memasuki tahun 2015, DPR memasukkan RUU Perampasan Aset ke dalam Prolegnas jangka menengah. Namun, pada tahun 2019, RUU ini kembali dibawa ke DPR oleh pemerintah, tetapi sayangnya, pembahasan tidak kunjung dilakukan hingga tenggat waktu terlewati.
Pada tahun 2021, Badan Legislasi (Baleg) DPR memutuskan untuk menghapus RUU Perampasan Aset dari daftar Prolegnas. Di tahun 2023, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengirimkan surat kepada Ketua DPR, Puan Maharani, untuk meminta dilanjutkannya pembahasan RUU ini. RUU tersebut akhirnya kembali masuk ke dalam Prolegnas, tetapi hingga akhir tahun 2023, pembahasannya masih belum terlaksana.
Pada 6 Februari 2024, DPR menutup masa sidang tanpa membahas RUU Perampasan Aset sedikit pun. Pada 18 November 2024, RUU ini hilang dari daftar RUU yang diusulkan DPR untuk masuk dalam Prolegnas, menandakan ketidakpastian yang terus berlanjut
https://www.liputan6.com/news/read/6...an-aset?page=3
Biar barengan implementasi KUHP, KUHAP, dan undang-undang hukum lainnya.
tf96065053 memberi reputasi
1
44
5
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan