- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Indonesia Negara Nomor 1 yang Anggap Uang Bukan Segalanya untuk Mencapai Kebahagiaan
TS
antaranews.
Indonesia Negara Nomor 1 yang Anggap Uang Bukan Segalanya untuk Mencapai Kebahagiaan
Konten Sensitif
Bisnis.com, JAKARTA - Sebuah studi global besar mengungkapkan Indonesia menjadi negara nomor 1 yang menganggap uang bukanlah segalanya dalam menentukan kesejahteraan hidup manusia. Studi tersebut juga mengungkapkan jika negara-negara berpenghasilan menengah bukan kaya menduduki peringkat teratas dari 22 negara. Peringkat yang dilakukan tanpa indikator keuangan tersebut, menempatkan Indonesia di posisi teratas, diikuti oleh Meksiko, Filipina, Israel, dan Nigeria. AS berada di peringkat ke-15 dalam daftar tersebut.
Sementara itu peringat berdasarkan indikator keuangan menempatkan Israel dan Meksiko bertukar posisi, dan Polandia naik ke 5 besar, menggeser Nigeria. AS naik ke peringkat ke-12 dalam peringkat tersebut. Namun, Jepang berada di posisi terakhir dalam kedua daftar tersebut.
Dilansir dari laman resmi Harvard, Brendan Case, direktur asosiasi untuk penelitian di Program Kemakmuran Manusia dan penulis makalah, mengatakan peringkat nasional mempertanyakan model pembangunan ekonomi yang berlaku, yang mengangkat contoh negara-negara seperti Jepang yang modernisasi pesatnya pasca-Perang Dunia II menjadikannya kekuatan industri global. Hal ini berbeda dengan Indonesia, negara yang sering disebut sebagai contoh "jebakan pendapatan menengah" di mana kemajuan ekonomi awal negara-negara berkembang berubah menjadi stagnasi jangka panjang.
Kami di sini bukan untuk mengatakan bahwa hasil-hasil tersebut [kekayaan, harapan hidup yang lebih panjang] tidak terlalu penting, atau bahwa kita tidak perlu peduli dengan demokrasi, kita tidak perlu peduli dengan pertumbuhan ekonomi, kita tidak perlu peduli dengan kesehatan masyarakat," ujar Case, Meskipun banyak tren survei yang lebih luas menutupi variabilitas yang signifikan, terdapat beberapa temuan yang hampir universal. Memiliki hubungan ibu dan ayah yang baik saat kanak-kanak dan kesehatan masa kanak-kanak yang prima secara universal dikaitkan dengan tingkat kesejahteraan dan kebahagiaan yang lebih tinggi di masa dewasa.
Kehadiran mingguan atau lebih sering pada ibadah keagamaan juga hampir universal dikaitkan dengan tingkat kemakmuran di masa dewasa. Para penulis mengatakan bahwa efek positif dari partisipasi keagamaan sejalan dengan studi-studi sebelumnya di Barat dan kini telah didokumentasikan secara global.
Hasilnya juga menimbulkan pertanyaan penting bagi kemajuan masyarakat di masa depan," tulis para penulis. "Apakah kita berinvestasi secara memadai untuk masa depan mengingat gradien usia kemakmuran yang signifikan, dengan kelompok termuda seringkali bernasib paling buruk? Dapatkah kita melaksanakan pembangunan ekonomi dengan cara yang tidak mengorbankan makna, tujuan, hubungan, dan karakter, mengingat banyak negara maju secara ekonomi tidak sebaik itu dalam hal ukuran-ukuran ini? Dengan pembangunan ekonomi dan sekularisasi, apakah kita terkadang mengabaikan, atau bahkan menekan, jalur spiritual yang kuat menuju kemakmuran?"
Para peneliti mengatakan bahwa kumpulan data ini merupakan hasil dari 23 studi longitudinal nasional atau teritorial yang terpisah dan berisi banyak pola menarik, yang akan lebih banyak lagi muncul dengan analisis tambahan. Studi ini juga memperluas investigasi global tentang perkembangan manusia, yang selama ini terutama difokuskan pada populasi di Barat. Beberapa pertanyaan yang diajukan oleh survei ini mungkin akan terjawab seiring dengan pengumpulan data tambahan, kata Case. Studi ini, yang dihasilkan dari konferensi Harvard enam tahun lalu, bersifat longitudinal, sehingga para peneliti akan mensurvei ulang responden setiap tahun, dengan
analisis tambahan yang direncanakan akan dirilis selama lima tahun ke depan. Hasil ini berasal dari kumpulan data besar yang dikumpulkan oleh The Global Flourishing Study, sebuah investigasi besar tentang kesejahteraan individu dalam komunitas dan lingkungan tertentu. Survei tersebut melibatkan sekitar 203.000 orang yang berbicara dalam 40 bahasa dan mencakup beragam bangsa, budaya, sejarah, dan kondisi ekonomi. Diluncurkan pada tahun 2021, studi ini dilakukan di keenam benua yang berpenghuni dan mewakili sekitar 64 persen populasi dunia, kata penyelenggara dalam jumpa pers pada hari Senin.
Data studi ini memungkinkan perbandingan antar dan di dalam negara. Responden ditanyai pertanyaan tentang tujuh variabel yang secara bersama-sama mendefinisikan "kemakmuran" kesehatan, kebahagiaan, makna hidup, karakter, hubungan, keamanan finansial, dan kesejahteraan spiritual. Studi ini juga mengumpulkan data demografi seperti usia, jenis kelamin, status perkimpoian dan pekerjaan, pendidikan, kesehatan, kehadiran di ibadah, dan informasi tentang riwayat pribadi, khususnya masa kanak-kanak, termasuk kondisi keuangan keluarga dan paparan terhadap kekerasan.
Studi yang diterbitkan dalam jurnal Nature Mental Health dan disponsori oleh delapan yayasan swasta ini dipimpin oleh para peneliti di Universitas Harvard dan Baylor serta melibatkan rekan-rekan dari 21 institusi, termasuk universitas di AS, Jerman, Polandia, Spanyol, Kanada, dan Inggris, serta perusahaan jajak pendapat Gallup. Studi ini mensurvei 22 negara dan satu wilayah (Hong Kong) yang menurut penyelenggara mencakup beragam budaya, ras, kondisi ekonomi, dan kondisi kehidupan.
https://lifestyle.bisnis.com/read/20...ai-kebahagiaan
Selamat yo gansist, juara 1 lagi, diikuti Meksiko, Israel, Amerika Serikat dan Nigeria 🙏

antiketek dan waloni memberi reputasi
2
94
12
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan