- Beranda
- Komunitas
- Hobby
- Fashion
Real Miranda Priestlys: Para Pemimpin Redaksi Media Mode di Luar Layar Lebar
TS
ifi02
Real Miranda Priestlys: Para Pemimpin Redaksi Media Mode di Luar Layar Lebar
Quote:

By Released by the distributor 20th Century Fox, Fair use, https://en.wikipedia.org/w/index.php...curid=58440589
Devil Wears Prada 2 baru saja merilis teaser resminya. Salah satu karakter sentralnya Miranda Priestly yang kabarnya didasarkan pada Anna Wintour, mungkin membuat banyak pihak penasaran, siapa saja para perempuan pemimpin redaksi media mode di kehidupan nyata. Inilah tiga sosok ‘Real Miranda Priestlys’.
Quote:

By Collision Conf - PO1_8085, CC BY 2.0, https://commons.wikimedia.org/w/inde...urid=119716667
Lindsay Peoples, The Cut
Ia adalah penulis artikel Everywhere and Nowhere: What It's Really Like to Be Black and Work in Fashion yang terbit pada 2018 di New York Magazine. Artikel yang menguliti isu rasisme di dalam industri mode AS, berisi kesaksian seratus pekerja industri dan figur publik berkulit hitam. Artikel ini tak hanya jadi artefak, ia bermuara kepada pendirian Black in Fashion Council yang diinisiasi oleh Lindsay bersama rekannya Sandrine Charles, sebuah organisasi yang bertujuan meluaskan visibilitas dan peluang bisnis para desainer kulit hitam. Ia kemudian diangkat sebagai pemimpin redaksi Teen Vogue pada 2018, dan berhasil mentransformasinya menjadi media remaja yang melek isu politik dan sosial. Pada 2021, ia didaulat sebagai pemimpin redaksi The Cut. Empat tahun berjalan, Lindsay menyatakan kepuasannya, “Kami tidak hanya membahas mode, tapi kami juga menulis tentang politik, relationship, masalah keuangan. Kami membahas perempuan dan semua hal yang mereka tangani.” Kepedulian komprehensif Lindsay terhadap media dan para pembacanya, diungkapkannya mengenai masa depan majalah, “Saya ingin versi cetak The Cut tampil mewah: ukuran besar, kertas berkualitas, logo berkilat. Saat ini fokus dan atensi adalah ‘mata uang’, dan kita ingin orang duduk dan membaca, terhubung.” Sementara harapannya bagi masa depan mode hanya satu, “Saya ingin mode di masa depan lebih berani untuk jujur.”
Inspirasi gaya:
1. Pembelian label mode papan atas perdananya adalah sebuah tas Prada, seharga gaji satu bulannya saat itu. “Karena saya menghargai kualitas karya semua produk mereka.”
2. Ia penggemar berat JW Anderson, “Saya tak keberatan bayar mahal untuk semua kreasinya.”
3. Dua koleksi desainer kulit hitam yang terakhir dikenakannya adalah Diotima karya Rachel Scott dan Laquan Smith.
Quote:

https://www.reddit.com/r/popculturechat/comments/1beo2tr/chioma_nnadi_has_unveiled_her_first_cover_as/
Chioma Nnadi, British Vogue
The Devil Wears Sambas, tulis sebaris tajuk saat pemakai setia Adidas Samba ini ditunjuk sebagai pemimpin redaksi Vogue Inggris pada pertengahan 2023. Lahir di London dari ibu asal Swiss dan ayah keturunan Nigeria, is mengawali babak profesionalnya sebagai jurnalis di harian The Evening Standard dan media musik The Fader. Paska London, karir jurnalisme modenya berlangsung di US Vogue selama empat belas tahun, di bawah kepemimpinan Anna Wintour. Untuk sampul perdananya selaku pemimpin redaksi, ia memilih FKA Twigs, “Ia pas mewakili keeksentrikan Inggris modern.” Tentang membalut kekinian pada industri mode, Chioma menekankan pentingnya menyeimbangkan antara mimpi dan realitas, “Kita berada di dalam zaman saat mode yang hanya berperan sebagai mimpi sudah tak lagi masuk akal.” Sementara mengenai jurnalisme mode modern yang berlangsung di media sosial, ia menyatakan bahwa beragam suara yang timbul menyehatkan industri mode, “Sangat menarik menyaksikan tak ada lagi pertahanan terhadap kritik. Kita melihat mereka mengupas koleksi, mengulas show, menyatakan opini.”
Inspirasi gaya:
1. Ia tak hanya mengoleksi Adidas Samba dan koleksi vintage, tapi juga denim dari Junya Watanabe.
2. Para perancang Inggris favoritnya adalah Martine Rose, Wales Bonner, dan Simone Rocha.
3. “Kalau saya bisa ‘merampok’ isi lemari seseorang, jawabannya adalah paduan isi lemari Fela Kuti dan Miuccia Prada.”
Quote:
Penny Martin, The Gentlewoman
Majalah yang terbit dua kali setahun ini konsisten menampilkan para figur perempuan sebagai subyek utama dalam ruang cerita mereka, “para perempuan yang tampak, terdengar dan bergaya layaknya di dunia nyata”. Sejak kelahirannya pada 2009, adalah tugas Penny untuk terus menggawangi konsep ini. Lahir di Glasgow, Skotlandia, dari ibu seorang guru seni dan ayah musisi, Penny tumbuh besar bersama buku-buku seni sang ibu dan majalah musik Thrasher. “Saya sudah tujuh belas tahun saat pertama kali membaca Vogue,” kisah Penny. Setelah berkarir sebagai kurator bagi Women’s Library di London School of Economics, lalu tujuh tahun sebagai editor situs SHOWstudio, pada 2009 Penny menerima pinangan kedua pendiri untuk memimpin The Gentlewoman. Kini, majalah asuhannya tegak sebagai media yang amat dihormati. Satu hal lagi yang khas, majalah ini tidak menabukan perempuan berusia lima puluh tahunan ke atas sebagai figur sampulnya. Beberapa diantaranya adalah Chaka Khan, Vivienne Westwood dan Agnès Varda. “Saya tidak pernah tertarik dengan kemudaan, bahkan saat saya masih muda,” tegas Penny. Setelah enam belas tahun di The Gentlewoman, apa pendapatnya tentang mode sebagai industri? “Ada banyak hal negatif di dalamnya, tapi ketika berlangsung dengan baik, mode adalah ruang tercerah di muka bumi.”
Inspirasi gaya:
1. Gaya pribadinya santun dan intelek: kemeja dan kaus putih, kaus leher kura-kura warna senyap, celana hitam atau navy blue.
2. Tahun lalu, label Arket menggandeng Penny untuk meluncurkan koleksi kolaborasi, “Ketika seseorang memiliki ‘seragam’ yang melampaui kode gaya pada umumnya, di situlah gaya pribadi tercipta,” tegasnya.
3. Figur sampul perdananya - musim semi panas 2010 - adalah Phoebe Philo. “Stempel seorang perempuan yang akan sangat terhubung dengan diksi estetika kita.”
Majalah yang terbit dua kali setahun ini konsisten menampilkan para figur perempuan sebagai subyek utama dalam ruang cerita mereka, “para perempuan yang tampak, terdengar dan bergaya layaknya di dunia nyata”. Sejak kelahirannya pada 2009, adalah tugas Penny untuk terus menggawangi konsep ini. Lahir di Glasgow, Skotlandia, dari ibu seorang guru seni dan ayah musisi, Penny tumbuh besar bersama buku-buku seni sang ibu dan majalah musik Thrasher. “Saya sudah tujuh belas tahun saat pertama kali membaca Vogue,” kisah Penny. Setelah berkarir sebagai kurator bagi Women’s Library di London School of Economics, lalu tujuh tahun sebagai editor situs SHOWstudio, pada 2009 Penny menerima pinangan kedua pendiri untuk memimpin The Gentlewoman. Kini, majalah asuhannya tegak sebagai media yang amat dihormati. Satu hal lagi yang khas, majalah ini tidak menabukan perempuan berusia lima puluh tahunan ke atas sebagai figur sampulnya. Beberapa diantaranya adalah Chaka Khan, Vivienne Westwood dan Agnès Varda. “Saya tidak pernah tertarik dengan kemudaan, bahkan saat saya masih muda,” tegas Penny. Setelah enam belas tahun di The Gentlewoman, apa pendapatnya tentang mode sebagai industri? “Ada banyak hal negatif di dalamnya, tapi ketika berlangsung dengan baik, mode adalah ruang tercerah di muka bumi.”
Inspirasi gaya:
1. Gaya pribadinya santun dan intelek: kemeja dan kaus putih, kaus leher kura-kura warna senyap, celana hitam atau navy blue.
2. Tahun lalu, label Arket menggandeng Penny untuk meluncurkan koleksi kolaborasi, “Ketika seseorang memiliki ‘seragam’ yang melampaui kode gaya pada umumnya, di situlah gaya pribadi tercipta,” tegasnya.
3. Figur sampul perdananya - musim semi panas 2010 - adalah Phoebe Philo. “Stempel seorang perempuan yang akan sangat terhubung dengan diksi estetika kita.”
Sumber : Tulisan Pribadi
Diubah oleh ifi02 Kemarin 13:14
glass69 dan 2 lainnya memberi reputasi
3
375
Kutip
3
Balasan
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan