Kaskus

News

mabdulkarimAvatar border
TS
mabdulkarim
Lembaga Kemahasiswaan Akan Uji Formil KUHAP ke Mahkamah Konstitusi

Lembaga Kemahasiswaan Akan Uji Formil KUHAP ke Mahkamah Konstitusi
Dugaan manipulasi prinsip partisipasi yang bermakna akan menjadi dalil permohonan mahasiswa untuk mengajukan uji formil KUHAP ke MK.
18 November 2025 | 18.32 WIB



Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaharuan KUHAP menggelar demonstrasi menolak RUU KUHAP di Gerbang Pancasila, Kompleks DPR, Jakarta, 18 November 2025. Tempo/Andi Adam
BADAN Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjajaran (Unpad) berencana mengajukan uji formil Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) ke Mahkamah Konstitusi. Ketua BEM Fakultas Hukum Unpad Muhammad Fitrah Aryo mengatakan proses penyusunan Rancangan Undang-Undang KUHAP yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah sangat bermasalah. Selain itu, DPR juga diduga memanipulasi prinsip partisipasi bermakna dengan mencatut nama koalisi masyarakat sipil dalam sejumlah muatan pasal dalam RUU KUHAP.

"Dugaan manipulasi dalam partisipasi bermakna ini menjadi celah bagi kami untuk mengkaji lebih dalam rencana gugatan uji formil ke Mahkamah Konstitusi," kata Aryo, saat berunjuk rasa di gerbang depan DPR, pada Selasa, 18 November 2025.

Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca

Logo
Ia mengatakan proses penyusunan RUU KUHAP ini jauh lebih berbahaya ketika DPR merevisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia. Aryo mengatakan DPR dan pemerintah cenderung membahas revisi Undang-Undang TNI secara sembunyi-sembunyi. Kemudian saat DPR dan pemerintah membahas RUU KUHAP, mereka justru diduga memanipulasi prinsip partisipasi bermakna dengan jalan mencatut nama lembaga masyarakat sipil untuk memenuhi ketentuan pembentukan perundang-undangan.

"Ini tentu sangat berbahaya karena yang dilakukan adalah partisipasi semu," ujar Aryo.

Dalam kesempatan serupa, Menteri Sosial Politik pada BEM Universitas Esa Unggul, Reza Albaihaqi, mengatakan dugaan manipulasi partisipasi bermakna itu akan menjadi dalil permohonan yang bakal diajukan oleh lembaga kemahasiswaaan ke Mahkamah Konstitusi. Ia mengatakan lembaganya juga berencana mengajukan uji formil KUHAP ke Mahkamah Konstitusi.

Di samping hasil revisi KUHAP masiih memuat pasal-pasal bermasalah, kata Reza, proses penyusunan rancangan undang-undang itu juga tak mencerminkan proses legislasi yang sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3).

"Kami akan mengkaji kembali pokok-pokok persoalan untuk menguatkan dalil dalam gugatan yang akan dimohonkan nantinya," kata Reza.

DPR baru saja mengesahkan RUU KUHAP menjadi undang-udanag dalam sidang paripurna, pada Selasa siiang, 18 November 2025. Ketua Komisi III DPR Habiburokhman mengatakan KUHAP yang baru disahkan itu bertujuan untuk memperkuat posisi warga negara, termasuk kelompok rentan dalam hukum.

Ia mengklaim, dalam pembahasannya RUU KUHAP, DPR dan pemerintah telah memenuhi prinsip partisipasi bermakna, yaitu dengan mendengarkan masukan dari pelbagai unsur, termasuk koalisi masyarakat sipil

"Tetapi, tidak semua masukan dapat diakomodasi. Inilah realitas parlemen," kata politikus Partai Gerindra ini.

Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaharuan KUHAP menduga DPR sudah manipulasi pembahasan RUU KUHAP. Indikasi manipulasi itu tergambar dari klaim Komisi III DPR yang mencatut nama lembaga masyarakat sipil terhadap muatan sejumlah pasal. Padahal muatan pasal-pasal itu berbeda dengan usulan koalisi masyarakat sipil.

Misalnya, Pasal 222 huruf g yang mengatur tentang pengamatan hakim sebagai alat bukti dalam proses pembuktian perkara pidana. Lalu, penjelasan Pasal 33 ayat (2) tentang definisi intimidasi yang terbatas pada penggunaan atau menunjukkan senjata atau benda tajam lain dalam pemeriksaan, serta Pasal 208 tentang keterangan saksi penyandang disabilitas tidak dapat disumpah. Panitia Kerja RUU KUHAP menyebutkan jika usulan dan masukan pasal tersebut bersumber dari koalisi masyarakat sipil.

Wakil Ketua YLBHI Arif Maulana mengatakan instansinya tak pernah memberikan masukan redaksional maupun usulan terkait pelindungan sementara dalam RUU KUHAP. "Koalisi dan YLBHI tidak pernah mengajukan masukan, baik dalam RDPU atau draf tandingan RUU KUHAP versi masyarakat sipil," kata Arif, pada Senin, 17 November 2025.

Habiburokhman membantah tudingan tersebut. “Enggak ada catut mencatut, kami justru berupaya mengakomodasi masukan masyarakat sipil,” kata Habiburokhman kepada Tempo, pada Senin, 17 November 2025.

https://www.tempo.co/politik/lembaga...titusi-2090843




KIKA: Pengesahan RUU KUHAP Ancam Kegiatan Intelektual dan Penelitian Kritis
Lembaga Kemahasiswaan Akan Uji Formil KUHAP ke Mahkamah Konstitusi
KIKA berpendapat sejumlah Pasal dalam RUU KUHAP berpotensi mengancam kebebasan akademik.
18 November 2025 | 20.19 WIB

ilustrasi Gedung DPR/Tempo/Rahma Dwi Safitri
KAUKUS Indonesia untuk Kebebasan Akademik atau KIKA, mengkritik pengesahan Revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang dilakukan DPR dan pemerintah pada sidang paripurna siang hari tadi.

Presidium KIKA Herdiansyah Hamzah mengatakan para akademisi prihatin terhadap proses pembahasan RUU KUHAP yang dikebut dan mengandung substansi pasal bermasalah dalam pengesahannya, yang berpotensi mengancam hak asasi manusia, kepastian hukum, dan kebebasan akademik di Tanah air.

"Pengesahan RUU KUHAP tidak hanya mengancam masyarakat sipil. Tetapi, juga mengancam kegiatan intelektual dan penelitian kritis," kata Herdiansyah dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, Selasa, 18 November 2025.

Menurut dia, proses legislasi yang dilakukan secara terburu-buru menunjukan, bahwa praktik legislasi yang dilakukan amat buruk dan terang-terangan mengkhianati prinsip partisipasi bermakna sebagaimana diamanatkan Mahkamah Konstitusi.

Dia mengatakan, dalil DPR dan pemerintah yang mengebut pembahasan RUU KUHAP untuk menyesuaikan dengan pemberlakuan KUHP baru adalah tidak berdasar dan tidak dapat dijadikan legitimasi untuk mengabaikan masukan substantif dari masyarakat sipil, baik melalui RDPU maupun tertulis.

"DPR dan pemerintah wajib merombak total proses pembahasan guna memastikan setiap pasal diperiksa secara cermat dan mendalam oleh para ahli dan pemangku kepentingan," ujar pengajar di Universitas Mulawarman ini.

Presidium KIKA lainnya Rina Mardiana melanjutkan sejumlah pasal yang termaktub dalam RUU KUHAP berpotensi mengancam kebebasan akademik. Ia khawatir pasal tersebut bakal menjadi senjata untuk melanggengkan kriminalisasi terhadap para akademikus yang lantang menyuarakan kebenaran ilmiah, khususnya terhadap kebijakan negara.

Dia mencontohkan, ketentuan Pasal 16 RUU KUHAP yang memberikan kewenangan kepada aparat penegak hukum untuk melakukan operasi pembelian terselubung dan pengiriman di bawah pengawasan yang diperluas untuk semua jenis tindak pidana di tahap penyelidikan.

Menurut Rina, dalam konteks akademik pasal itu dapat digunakan untuk menjebak mahasiswa atau peneliti yang terlibat dalam gerakkan sosial yang mengkritisi korupsi institusional, atau kajian sensitif dengan menciptakan tindak pidana melalui operasi terselubung.

"Hal ini akan melumpuhkan keberanian intelektual dan memisu sensor diri yang masif di lingkungan kampus," ujar Rina.

Dia melanjutkan, pasal lain yang bermasalah dalam RUU KUHAP, adalah pasal 5, 90, dan 93 yang memungkinkan aparat untuk melakukan pengamanan, penangkapan, bahkan penahanan kendati perkara masih dalam tahap penyelidikan.

Rina berpendapat, ketentuan ini problematik karena dapat mengancam independensi dan keberanian akademikus untuk mengumpulkan data sensitif, misalnya terkait dengan pelanggaran HAM atau kejahatan lingkungan.

"Ini ancaman nyata terhadap otonomi keilmuan," kata pengajar di IPB University itu.

Presidium KIKA selanjutnya Dodi Faedlullah mengatakan pasal dalam RUU KUHAP seperti di Pasal 105, 112A, 132, dan 124 yang memungkinkan penggeledahan, penyitaan, pemblokiran, hingga penyadapan tanpa izin pengadilan juga berpotensi mengganggu kebebasan akademik.

Alasannya, dia menjelaskan, kebebasan akademik menuntut adanya jaminan kerahasiaan sumber informasi, data penelitian, dan temuan awal yang sangat penting, khususnya dalam riset sosial, politik, dan hukum.

Dia mengatakan, jika aparat dapat menyita perangkat elektronik, memblokir komunikasi, dan menyadap akademikus tanpa judicial scrunity maka kerahasiaan sumber akan musnah, menempatkan informan dalam keadaan bahaya, hingga menyebabkan aktivitas kebebasan akademik terhambat lantaran terciptanya ketakutan.

Dodi melanjutkan, pasal 7 dan 8 dalam RUU KUHAP juga berpotensi membuat kepolisian sebagai lembaga yang superpower karena menempatkan seluruh Penyidik Pegawai Negeri Sipil atau PPNS di bawah koordinasi Polri.

"Bagi akademikus yang sering mengkritik kerja penegak hukum, struktur superpower ini akan semakin menyulitkan upaya pencarian keadilan atau advokasi melalui jalur hukum," kata pengajar di Universitas Lampung ini.

Adapun, di tengah kritik dan gelombang penolakan, DPR dan pemerintah berkukuh mengesahkan RUU KUHAP menjadi UU pada sidang paripurna, Selasa, 18 November 2025.

Ketua Komisi III DPR Habiburokhman mengklaim, KUHAP yang baru ditujukan untuk memperkuat posisi warga negara, termasuk kelompok rentan dalam hukum.

Ia juga mengklaim, dalam pembahasannya Komisi III DPR dan pemerintah telah memenuhi prinsip partisipasi bermakna, yaitu dengan mendengarkan masukan-masukan dari pelbagai unsur, termasuk Koalisi.

"Tetapi, tidak semua masukan dapat diakomodasi. Inilah realitas parlemen," ujar politikus Partai Gerindra itu.
https://www.tempo.co/politik/kika-pe...kritis-2090875

soal KUHAP


0
30
3
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan