Kaskus

News

mabdulkarimAvatar border
TS
mabdulkarim
Peringatan Darurat: KUHAP Baru Bisa Jadi Alat Penindasan, Bukan Perlindungan
body{font-family:Arial,sans-serif;font-size:10pt;}.cf0{font-family:Calibri;font-size:11pt;}Peringatan Darurat: KUHAP Baru Bisa Jadi Alat Penindasan, Bukan Perlindungan
DPR disebut telah mencatut nama koalisi dalam proses rapat Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang KUHAP.
17 November 2025 | 17.33 WIB


Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Muhamad Isnur memberikan keterangan dalam diskusi Gerakan Rakyat Menggugat PSN: Suara dari Akar Rumput di Gedung PP Muhammadiyah, Jakarta, 7 Juli 2025. Tempo/Martin Yogi Pardamean
KOALISI masyarakat sipil menyatakan Komisi III DPR telah memanipulasi prinsip partisipasi bermakna alias meaningful participation dalam pembahasan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Koordinator Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP Muhammad Isnur menyebut DPR mencatut nama koalisi dalam proses rapat Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang KUHAP.

Rapat panja itu berlangsung selama dua hari, pada 12 hingga 13 November 2025. Dalam rapat, DPR dan pemerintah mempresentasikan sejumlah pasal yang diklaim sebagai masukan dari berbagai organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP.

“Sebagian masukan yang dibacakan dalam rapat Panja tersebut ternyata tidak akurat dan bahkan memiliki perbedaan substansi yang signifikan dengan masukan masukan yang kami berikan,” kata Isnur melalui keterangan tertulis, dikutip pada Senin, 17 November 2025.


Adapun koalisi ini terdiri dari beragam organisasi masyarakat sipil, di antaranya Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM), Indonesia Judicial Research Society (IJRS), Lembaga Bantuan Hukum Apik, Lokataru Foundation, Indonesian Legal Resource Center (ILRC), Koalisi Nasional Organisasi Disabilitas, hingga Aliansi Jurnalis Independen (AJI). Koalisi menyampaikan pelbagai masukan terkait dengan RUU KUHAP melalui berbagai kanal, seperti lewat rapat dengar pendapat umum (RDPU) atau melalui penyerahan draf RUU KUHAP tandingan atau dokumen masukan lainnya kepada DPR dan pemerintah.

“Kami menilai rapat Panja tersebut seperti orkestrasi kebohongan untuk memberikan kesan bahwa DPR dan pemerintah telah mengakomodasi masukan,” ujar Isnur. Padahal, ia melanjutkan, ini adalah bentuk “meaningful manipulation” dengan memasukan pasal-pasal bermasalah atas nama koalisi atau organisasi masyarakat sipil.

Tempo telah berupaya meminta konfirmasi kepada Ketua Komisi III DPR Habiburokhman dan Wakil Ketua Komisi III DPR Sari Yuliati. Namun keduanya belum memberikan respons hingga berita ini ditulis.

Komisi III DPR dan pemerintah menyepakati isi rancangan revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP dalam pembicaraan tingkat I pada Kamis, 13 November 2025. Selanjutnya, RUU KUHAP akan dibawa ke rapat pembahasan tingkat II dalam rapat paripurna untuk disahkan menjadi undang-undang.

Revisi KUHAP akan menggantikan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 yang telah berlaku sekitar 44 tahun lamanya. Revisi KUHAP ini merupakan inisiatif DPR dan masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025. RUU KUHAP juga masuk dalam Prolegnas Prioritas 2026.

Ketua Komisi III DPR Habiburokhman mengakui tak semua masukan terkait dengan RUU KUHAP bisa diakomodasi. Kendati demikian, Habiburokhman mengklaim DPR telah melakukan pembahasan secara transparan dan dengan partisipasi bermakna.

”Tentu kami mohon maaf bahwa tidak bisa semua masukan dari semua orang kami akomodasi di sini,“ kata Habiburokhman di Kompleks MPR/DPR, Senayan, Jakarta, Kamis, 13 November 2025.

Politikus Partai Gerindra ini menyebut DPR memiliki keterbatasan. “Bahkan tidak semua keinginan dan kami pribadi masing-masing bisa diakomodasi di sini. Inilah namanya realitas parlemen, ya,” ucap Habiburokhman.

Menurut dia, DPR bersama pemerintah harus saling berkompromi dan menerima pikiran dari berbagai pihak. Ia mengklaim kompromi itu dalam konteks positif. “Tapi, memang tidak bisa semua. Yang paling penting, kami maksimalkan ini sebagai pendamping dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang akan berlaku Januari 2026,” tutur Habiburokhman.

https://www.tempo.co/politik/koalisi...-kuhap-2090455



IPW Ungkit 7 Poin Penting RKUHAP, Desak Segera Disahkan Jadi UU
Peringatan Darurat: KUHAP Baru Bisa Jadi Alat Penindasan, Bukan Perlindungan
Ahmad Toriq - detikNews
Senin, 17 Nov 2025 14:35 WIB

Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso. (Dok. Istimewa)
Jakarta - Indonesia Police Watch (IPW) menegaskan DPR dan pemerintah harus segera mengesahkan revisi KUHAP (RKUHAP) sebagai pembaruan hukum acara pidana Indonesia. IPW menyampaikan ada tujuh perubahan penting dalam RKUHAP.
"IPW menyatakan bahwa keberadaan RKUHAP sangat mendesak terutama setelah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Tanpa hukum acara yang baru, sistem peradilan pidana Indonesia berpotensi menghadapi kekosongan hukum (legal vacuum) yang dapat menghambat implementasi KUHP," kata Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso kepada wartawan, Senin (17/11/2025).

Sugeng menilai bahwa KUHAP yang berlaku saat ini sudah berusia lebih dari empat dekade dan belum dirancang untuk menjawab perubahan sosial, kebutuhan perlindungan HAM, maupun perkembangan kejahatan digital. Sehingga IPW menilai perlu pembaruan hukum yang diatur dalam RKUHAP.

"Karena itu, pembaruan melalui RKUHAP dipandang krusial," ujar Sugeng.

1. Penguatan peran advokat sejak tahap penyelidikan. Selama ini, tersangka sering baru mendapatkan pendampingan setelah memasuki proses penyidikan, padahal hak konstitusionalnya dapat terlanggar sejak tindakan penyelidikan dimulai. Reformasi ini merupakan pelaksanaan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 22/PUU-XII/2014 yang menegaskan bahwa pendampingan hukum sejak awal merupakan bagian dari prinsip due process of law, serta konsisten dengan UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat yang menempatkan advokat sebagai mitra sejajar aparat penegak hukum. Menurut IPW, paradigma baru ini sejalan dengan teori due process model (Herbert Packer) dan prinsip Rule of Law sebagaimana dikemukakan A.V. Dicey.

2. Penataan ulang kewenangan Polri dalam penyelidikan dan penyidikan agar lebih akuntabel dan tidak membuka ruang penyalahgunaan kekuasaan. Pembaruan ini mempertegas kewajiban penyidik mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) sejak awal proses, sebagaimana telah ditegaskan dalam Putusan MK No. 130/PUU-XIII/2015 dan pembatasan tindakan paksa sebagaimana diatur dalam Putusan MK No. 5/PUU-VIII/2010 serta selaras dengan kerangka UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. IPW menilai perubahan ini penting dalam kerangka checks and balances dalam proses penyelidikan dan penyidikan yang objektif dan menghindari potensi keberpihakan.

3. Dalam konteks perkembangan kejahatan digital, IPW menyoroti bahwa RKUHAP untuk pertama kalinya mengatur secara komprehensif tindakan paksa modern seperti penyadapan, penggeledahan elektronik, dan pembekuan aset digital. Selama ini, tindakan tersebut belum memiliki landasan kuat dalam KUHAP dan hanya berdasar pada undang-undang sektoral seperti UU TIPIKOR, UU TPPU, maupun UU ITE. Padahal, Putusan MK No. 5/2019 mengharuskan adanya dasar hukum eksplisit terkait penyadapan. Karena itu, IPW memandang RKUHAP mengisi kekosongan itu dan merupakan penerapan prinsip proportionality (Robert Alexy) serta pemikiran hukum progresif (Satjipto Rahardjo).

4. Penguatan mekanisme restorative justice (RJ). Selama ini, mekanisme RJ hanya hidup melalui peraturan institusi seperti Perpol No. 8 Tahun 2021 dan Peraturan Kejaksaan No. 15 Tahun 2020, sehingga belum menjadi bagian dari sistem acara pidana nasional. Dengan masuknya RJ ke dalam RKUHAP, penyelesaian di luar pengadilan untuk perkara tertentu memperoleh legitimasi formal di tingkat UU, sejalan dengan UU No. 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.


5. RKUHAP juga memperkokoh koordinasi antar lembaga penegak hukum melalui Integrated Criminal Justice System (ICJS). Dalam KUHAP lama yang masih berlaku sampai dengan saat ini, hubungan antara penyidik dan penuntut umum selama ini terdampak oleh ketidakjelasan mekanisme pra-penuntutan sehingga kerap banyak perkara yang mangkrak. KUHAP lama tidak menyediakan system integratif yang kuat, sehingga masing-masing institusi berjalan sectoral (silo system). RKUHAP memperkuat peran penuntut umum dalam mengawasi penyidikan, termasuk menetapkan batas waktu SPDP, kewajiban penyidik melaporkan perkembangan, dan mekanisme pemeriksaan kelengkapan berkas yang lebih sistematis. Reformasi ini sejalan dengan Putusan MK No. 130/PUU-XIII/2015 serta prinsip koordinasi dalam UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI, sehingga tidak lagi terjadi fenomena silo system antar institusi penegak hukum.

6. RKUHAP memberikan dasar hukum eksplisit bagi bukti elektronik dan bukti digital, termasuk transaksi digital, rekaman elektronik, media sosial, dan cloud storage. Selama ini aparat penegak hukum bertumpu pada ketentuan pembuktian dalam UU ITE, UU Tipikor, dan UU TPPU, karena KUHAP belum mengatur alat bukti elektronik secara formal. IPW menyebut bahwa pengaturan ini mencerminkan prinsip hukum yang adaptif sebagaimana pemikiran Satjipto Rahardjo mengenai hukum responsif.

7. IPW juga menilai penguatan perlindungan korban menjadi capaian penting RKUHAP. Jika KUHAP lama masih menempatkan korban sebagai pihak pasif, kini korban diberikan hak atas informasi, restitusi, dan perlindungan dari ancaman sesuai UU No. 31 Tahun 2014 tentang LPSK dan prinsip internasional dalam UN Declaration of Basic Principles of Justice for Victims of Crime and Abuse of Power. Perubahan ini sejalan dengan teori victimology (Benjamin Mendelsohn, Von Hentig) bahwa korban merupakan subjek yang harus dilindungi.

Dengan mempertimbangkan sejumlah aspek dan perkembangan teknologi peradilan pidana, IPW menilai RKUHAP menjadi instrumen fundamental pembaruan hukum acara pidana. Tanpa pengesahan RKUHAP, IPW menilai implementasi KUHP baru akan timpang dan berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum.

"Maka dari itu IPW dengan ini mendesak pemerintah dan DPR RI segera mengesahkan RKUHAP menjadi undang-undang," imbuhnya.


https://news.detik.com/berita/d-8214...sahkan-jadi-uu

Masalah RKUHAP


Diubah oleh mabdulkarim Hari ini 18:47
MemoryExpressAvatar border
MemoryExpress memberi reputasi
1
123
8
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan