Kaskus

Entertainment

GutSchreibenAvatar border
TS
GutSchreiben
KERJA KERAS ITU MITOS, kenapa Kita Masih Percaya
KERJA KERAS ITU MITOS, kenapa Kita Masih Percaya
Beberapa orang bilang kalau kita harus kerja keras biar sukses. Waktu mereka bilang kerja keras bisa bikin hidup lebih baik, mereka mungkin punya alur pikir tertentu. Kalau mereka bisa kerja lebih keras, itu berarti mereka bisa ngerjain tugas dalam waktu yang lebih panjang. Mereka juga bisa ngerjain banyak hal karena dengan kerja keras mereka bisa melakukan lebih banyak dibanding kalau mereka kerja biasa aja. Orang-orang ini bener-bener yakin kalau dengan cara itu mereka jadi lebih produktif dan akhirnya sukses dalam hidup.

Dulu, gue juga percaya hal itu. Awalnya gue pikir kerja keras bakal kasih hasil yang lebih baik. Gue setuju kalau produktivitas gue tergantung seberapa keras gue kerja dan gue bakal nyalahin diri sendiri kalau nggak bisa nyelesain kerjaan. Waktu hasilnya nggak memuaskan, gue bakal mikir gue masih kurang kerja keras. Rasanya kayak penjara buat gue. Keyakinan itu malah membatasi diri gue sendiri. Saat itu gue nggak punya pandangan lain. Gue cuma terus-terusan berusaha kerja keras. Apa pun yang gue lakukan, gue pikir gue harus melakukannya walau harus ngorbanin hal penting. Bahkan gue sampai lupa jaga diri sendiri. Gue nggak peduli kalau gue harus ngabisin lebih banyak waktu. Gue cuekin hal-hal mendasar dalam hidup. Kalau gagal, gue selalu bilang ke diri gue kalau gue harus kerja lebih keras lagi. Itulah yang terjadi waktu gue percaya kata orang soal kerja keras.

Sebuah aktivitas dianggap selesai kalau udah tercapai sesuai rencana awal. Artinya, selama hasil yang diharapkan tercapai, kita bisa bilang itu udah beres. Orang sebenernya punya perspektif berbeda tentang hal ini. Ada yang ngelihatnya sebagai hal biasa. Mereka bisa tetap tenang ngerjain apa pun. Nggak tertekan, nggak buru-buru, cuma stabil. Orang-orang kayak gini bakal lebih sedikit stresnya. Apa pun bukan masalah karena mereka nggak gampang keganggu. Tapi ada juga yang nggak sebaik itu dalam menghadapi situasi. Mereka bakal ngeluarin energi lebih banyak walaupun tugasnya nggak perlu sebanyak itu. Buat mereka semua situasi sama aja. Mereka ngasih usaha paling keras meski nggak tahu tugasnya sebenernya butuh tenaga segede itu atau nggak. Mereka ngelakuinnya karena percaya kerja keras bakal bikin sukses. Tapi kalau mau hidup bahagia, kenapa harus kerja keras? Kita semua tahu kerja keras itu nggak nyaman. Kenapa harus ngorbanin kenyamanan?

Gue ngelihat ini dari sudut yang beda. Kita semua tahu nggak ada hal yang bener-bener baru di hidup ini. Semua yang orang lakukan sekarang cuma mengulang apa yang udah dilakukan orang-orang sebelum kita. Mereka belajar, itu juga yang dilakukan para leluhur. Mereka bekerja, orang-orang di masa lalu juga begitu. Tapi mereka beneran belajar nggak? Atau mereka cuma sombong? Meremehkan orang-orang terdahulu? Orang di masa lalu mungkin nggak punya teknologi secanggih kita, tapi bukan berarti kualitas mereka lebih rendah. Orang zaman sekarang cuma punya pepatah lama yang udah usang: “Kerja keras biar sukses.” Ironisnya, masyarakat kita nggak cukup baik buat melihat lebih dalam soal ini. Mereka langsung setuju kalau sesuatu lewat di timeline medsos mereka. Apalagi kalau banyak like. Mereka anggap itu bener dan jadi panduan hidup.

Sama seperti “kerja keras” itu. Kadang kenyataannya nggak seperti yang dikatakan. Ada orang yang bilang “kerja keras bikin sukses” karena ada kepentingan. Bisa aja mereka punya produk dan butuh jualan. Jadi mereka taruh sesuatu dalam kampanye produknya, sesuatu yang bisa narik perhatian. Mereka ngomong hal-hal yang menyentuh emosional orang. Dan karena banyak orang sekarang kurang kritis, kata-kata palsu macam gitu jadi makanan sehari-hari. Kata-kata yang terdengar kayak pepatah lama bisa langsung manjur. Mereka cuma mau perhatian konsumen. Politisi juga bisa begitu. Mereka nyebarin pengaruh ke masyarakat. Karena ahli retorika, mereka tahu cara bangun antusiasme publik. Tinggal kasih pidato, selipin kutipan macam manfaat kerja keras, dan simpati masyarakat gampang mereka dapat.

Sekarang banyak orang melihat sesuatu dengan pemahaman yang bias. Normalnya, individu melihat sebuah pernyataan secara objektif. Semua dilihat dari fakta dan logikanya. Mereka bakal kritis terlepas siapa yang ngomong. Mereka nolak kalau nggak masuk akal, bahkan kalau yang ngomong selebriti. Harusnya begitu. Tapi banyak orang gampang percaya hanya karena status seseorang. Masyarakat sering ikut-ikut ucapan politisi terkenal atau figur publik karena mereka punya citra bagus. Dengan status itu, apa pun yang mereka bilang gampang diterima. Masyarakat mengidolakan mereka dan setuju dengan semua perkataan mereka, bahkan yang nggak masuk akal, termasuk soal kerja keras. Mereka salah paham menganggap itu bener hanya karena diucapkan orang terkenal.

Dalam mengerjakan tugas, setiap orang punya pendekatan berbeda. Ada yang langsung bergerak setelah dikasih tugas. Mereka fokus buat nyelesain secepatnya. Mereka pikir makin cepat makin baik. Mereka pakai waktu dengan efisien. Kalau selesai lebih cepat, masih ada waktu buat perbaikan. Nggak buruk, tapi kalau ada cara yang lebih baik kenapa harus tetap pakai itu? Semua orang tentu mau cepat selesai. Tugas bisa bikin bosan atau kewalahan. Mereka pengen buru-buru selesai biar bisa santai. Tapi itu kesimpulan yang salah. Mereka cuma buang waktu dengan ngerjain sesuatu tanpa mikir dulu. Cara itu bisa bikin mereka lambat karena mereka nggak punya rencana. Mereka nggak menentukan mana dulu yang harus dilakukan. Jadi seperti jalan dalam gelap. Bergerak, tapi nggak tahu arahnya. Meski terlihat cepat, mereka cuma naik tangga yang salah. Udah naik tinggi, tapi cuma buang tenaga.

Kerja keras itu nggak terlalu efektif. Kerja keras bikin orang ngeluarin energi lebih banyak. Mereka mungkin bisa nyelesain tugas dengan energi lebih sedikit, tapi kebiasaan kerja keras bikin mereka pakai tenaga lebih banyak. Hasilnya bisa jadi nggak maksimal. Padahal mereka sebenarnya bisa hemat energi kalau kerja cerdas. Kerja keras berarti ngedorong diri sendiri tanpa strategi. Mereka sering bikin kesalahan jadi butuh waktu dan tenaga tambahan buat memperbaiki. Tapi kalau kerja cerdas, mereka bisa pakai energi lebih efisien. Tenaga kita terbatas, jadi kalau mau hasil bagus, energi harus dipakai dengan bijak. Kerja terlalu lama bikin capek. Kerja cerdas membantu kita merencanakan, menghindari kesalahan, dan bikin waktu jadi lebih efektif. Mereka selesai lebih cepat karena tindakan mereka tepat sasaran.

Jadi, itu yang gue percaya soal kerja cerdas. Orang boleh aja kerja keras beberapa kali. Mereka mungkin berhasil nyelesain pekerjaan. Tapi apakah itu sepadan? Di level tertentu, kerja keras cuma buang waktu. Kerja keras hanya jadi cara yang kurang tepat buat nyelesain sesuatu, dan sekarang udah nggak relevan lagi. Orang boleh punya pandangan berbeda, dan itu nggak masalah. Banyak yang mungkin nggak setuju sama pandangan gue. Santai aja, lu bisa tulis komentarnya kalau lu nggak sepakat. Atau kalau cara pandang gue cocok sama nilai lu, tulis aja di bawah. Terima kasih.

Diubah oleh GutSchreiben Hari ini 12:29
0
28
0
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan