Kaskus

News

mabdulkarimAvatar border
TS
mabdulkarim
Inilah Sejumlah Alasan RUU KUHAP Belum Layak Disahkan


Inilah Sejumlah Alasan RUU KUHAP Belum Layak Disahkan
Ilustrasi(Dok.MI)
Pembahasan RUU KUHAP kembali memicu kritik keras dari Koalisi Masyarakat Sipil setelah Komisi III DPR bersama pemerintah menuntaskan keputusan Tingkat I hanya dalam dua hari. Rancangan tersebut kini tinggal menunggu persetujuan paripurna yang dijadwalkan berlangsung pekan depan.

Ketua YLBHI Muhammad Isnur menilai percepatan ini menunjukkan bahwa revisi KUHAP dikebut semata-mata demi mengejar pemberlakuan bersamaan dengan KUHP baru pada Januari 2026. Ia menyebut masukan publik selama RDPU hingga surat tertulis koalisi bahkan tidak direspons maupun dipertimbangkan.

“Ini disusun terburu-buru dan luput mengakomodasi keberatan masyarakat,” ujarnya.

Isnur menyoroti kewenangan undercover buy dan controlled delivery yang dalam RUU KUHAP ditempatkan sebagai metode penyelidikan dan dapat digunakan untuk seluruh jenis tindak pidana. Ia menilai Pasal 16 membuka ruang manuver aparat untuk menciptakan tindak pidana baru.

“Kewenangan seluas ini tanpa pengawasan hakim berpotensi menjebak warga,” katanya.

Ia juga menyoroti, Pasal 5, terkait tindakan seperti penangkapan, penggeledahan hingga penahanan dapat dilakukan meski belum ada kepastian tindak pidana. Isnur menyebut perluasan ini sebagai pasal karet yang membahayakan. “Bagaimana mungkin pada tahap yang belum jelas ada tindak pidana, orang sudah bisa ditahan?” ujarnya.
AD


RUU KUHAP juga mempertahankan celah kesewenang-wenangan karena tidak menghadirkan mekanisme pengawasan pengadilan melalui habeas corpus. Pasal 90 dan 93 dinilai tidak memperbaiki aturan penangkapan yang terlalu panjang dalam sejumlah undang-undang sektoral. “Tidak ada kontrol hakim, ini membuka ruang abuse,” kata Isnur.

Selain itu, kewenangan penggeledahan, penyitaan, hingga pemblokiran tanpa izin pengadilan di Pasal 105, 112A, dan 132A juga ancaman bagi warga negara.

Selain itu penyadapan dapat dilakukan dengan dasar undang-undang yang belum lahir. “Ini ancaman serius terhadap privasi dan kebebasan sipil,” tegasnya.

Pasal 74A memungkinkan kesepakatan damai dilakukan sejak tahap penyelidikan—fase ketika belum ada kepastian tindak pidana. “Bagaimana mungkin belum ada tindak pidana, tapi sudah ada pelaku dan korban?” ujar Isnur. Ia menilai peran hakim dalam Pasal 78 dan 79 hanya menjadi stempel tanpa pemeriksaan substansi. Situasi ini berpotensi membuka ruang pemaksaan dan pemerasan di balik dalih restorative justice.

Di Pasal 7 dan 8, seluruh PPNS dan penyidik khusus ditempatkan di bawah koordinasi Polri. Isnur menilai langkah ini menjadikan Polri superpower meski masih bergelut dengan tingginya beban perkara. “Ini konsentrasi kekuasaan yang tidak sehat,” ujarnya.

RUU KUHAP juga dikritik karena tidak menjamin akomodasi layak bagi penyandang disabilitas. Pasal 137A membuka peluang penghukuman tanpa batas waktu bagi penyandang disabilitas mental dan intelektual. “Ini melegitimasi pengurungan sewenang-wenang,” kata Isnur.

RUU KUHAP akan berlaku tanpa masa transisi pada 2 Januari 2026. Sementara lebih dari sepuluh peraturan pemerintah harus dikebut dalam satu tahun. “Risiko kekacauan implementasi sangat besar,” ucap Isnur.

Koalisi Masyarakat Sipil mendesak Presiden menarik draf RUU KUHAP dari pembahasan tingkat II, sekaligus meminta pemerintah dan DPR merombak arah revisi agar memperkuat judicial scrutiny serta mekanisme check and balances. Mereka juga menolak alasan pemberlakuan KUHP baru dijadikan justifikasi percepatan pengesahan rancangan yang dinilai masih penuh persoalan.(Far/P-1)

https://mediaindonesia.com/politik-d...layak-disahkan

PEDPHI Dukung dan Apresiasi Komisi III DPR-Pemerintah Sepakati RUU KUHAP
Inilah Sejumlah Alasan RUU KUHAP Belum Layak Disahkan
Ahmad Toriq - detikNews
Sabtu, 15 Nov 2025 07:30 WIB

Komisi III DPR dan Pemerintah sepakat RKUHAP dibawa ke paripurna (Foto: Anggi Muliawati/detikcom)
Jakarta - Persatuan Doktor Pascasarjana Hukum Indonesia (PEDPHI) memberikan apresiasi kepada Komisi III DPR dan Pemerintah yang telah menyepakati Revisi Undang-undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). PEDPHI menilai pembahasan RUU KUHAP terbuka untuk publik.
"Bahwa Persatuan Doktor Pascasarjana Hukum Indonesia menyatakan dukungan dan apresiasi kepada Komisi III DPR RI dan Pemerintah yang telah menyetujui naskah RUU KUHAP," ujar Ketum PEDPHI, Abdul Chair Ramadhan, dalam keterangannya, Sabtu (15/11/2025).

Abdul menilai pembahasan RUU KUHAP telah dilakukan demikian seksama dengan perluasan keterbukaan publik dan melibatkan berbagai pihak yang kompeten. Hal itu, jelas Abdul, dapat menyelesaikan problematika yuridis dan mengacu pada landasan filosofis, yuridis dan sosiologis.

"Bahwa dalam RUU KUHAP telah mengandung kepastian hukum, keadilan prosedural dan substansial. Demikian itu akan mampu mengoptimalkan bekerjanya sistem peradilan pidana terpadu," kata Abdul.

Abdul menilai penundaan pengambilan keputusan dengan alasan RUU KUHAP belum maksimal dan optimal tidak tepat. Penundaan, sambungnya, jutsru akan melahirkan kesempitan dan kesulitan, yang tentunya berseberangan dengan kemaslahatan.

"Bahwa sesuai dengan hasil Rapat Kerja Komisi III DPR RI dengan Pemerintah tentang Pengambilan Keputusan Tingkat I terhadap RUU KUHAP, maka harus segera dilakukan pembicaraan Tingkat II guna pengambilan keputusan lebih lanjut pada Paripurna DPR RI. Pilihan demikian sudah tepat mengingat waktu yang terbatas," lanjutnya.

https://news.detik.com/berita/d-8211...ati-ruu-kuhap.




Peringatan Darurat: Cabut Kuhap Orde Baru , Sahkan Rkuhap Yang Reformis.
Inilah Sejumlah Alasan RUU KUHAP Belum Layak Disahkan
Minggu, 16 Nov 2025 10:51 WIB

Muhamad Fadli
Koordinator Aliansi Mahasiswa Nusantra (Aman).
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com

Ilustrasi hukum (Foto: Dok.detikcom)
Jakarta - Sebagai aturan dasar operasional hukum pidana yang mengatur interaksi hukum antara negara dengan warga negara, KUHAP 1981 sangat tidak berimbang. Posisi negara yang diwakili aparat penegak hukum yakni Polisi, Jaksa dan Hakim terlalu powerfull, sementara posisi warga negara yang berhadapan dengan hukum terlalu lemah.
RKUHAP memberikan ruang yang besar kepada warga negara melalui advokat untuk melakukan kontrol terhadap pelaksanaan tugas penegak hukum agar tidak sewenang-wenang.

Di KUHAP 1981, warga negara baru bisa didampingi advokat kalau sudah berstatus tersangka, sementara di RKUHAP warga negara sudah bisa didampingi Advokat walaupun hanya berstatus saksi atau pemberi keterangan.

Di KUHAP 1981 Advokat ketika mendampingi klien hanya bisa mendengar dan mencatat, di RKUHAP Advokat bisa berdebat, menyampaikan argumentasi dan keberatan saat mendampingi klien.

Di KUHAP 1981 syarat syarat dilakukan penahanan sangat subyektif, yakni adanya kekhawatiran penyidik bahwa Tersangka akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti dan mengulangi pidana. Di RKUHAP syarat penahanan menjadi sanggat objektif yakni adanya upaya melarikan diri, upaya menghilangkan barang bukti dan upaya mengulangi tindak pidana. Jadi penentuan pemenuhan syarat penahanan tidak sekedar tergantung selera penyidik.

Di KUHAP 1981 tidak ada pengaturan soal penelantaran laporan, di RKUHAP penelantaran laporan bisa diajukan praperadilan.

Di KUHAP 1981 tidak diatur restoratif justice, di RKUHAP Restoratif Justice diatur dalam satu BAB khusus. Intinya persoalan pidana tertentu bisa diselesaikan dengan musyawarah antara pelaku dengan korban, sehingga tidak perlu sampai ke proses hukum. Kalau RKUHAP sudah disahkan, kasus pencemaran nama baik yang menjerat Roy Suryo dkk harusnya bisa diselesaikan dengan Restoratif Justice.

Di KUHAP 1981 tidak diatur keharusan adanya kamera pengawas saat pemeriksaan tersangka. Di RKUHAP setiap pemeriksaan tersangka wajib dilengkapi kamera pengawas yang bisa digunakan untuk kepentingan pembelaan.

Di KUHAP 1981 tidak ada jaminan imunitas advokat, di RKUHAP imunitas advokat dijamin dan profesi advokat dikategorikan sebagai penegak hukum. Dengan demikian advokat bisa lebih maksimal membela kepentingan warga negara yang didampingi.
Sudah terbukti KUHAP 1981 membuak ruang besar terjadinya kesewenang-wenangan dan kriminalisasi yang dilakukan aparat penegak hukum dan karenanya harus segera dicabut. Jangan sampai anda menjadi korban berikutnya.

Jika RKUHAP disahkan maka semakin kecil ruang terjadinya kriminalisasi dan kesewenang-wenangan terhadap warga negara .

Muhamad Fadli, Koordinator Aliansi Mahasiswa Nusantra (Aman).
https://news.detik.com/kolom/d-82129...yang-reformis.

Pro-kontra RUU KUHAP
Ada penjebaran soal pasal KUHAP oleh AMAN .

0
33
1
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan